BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Koloid Nanopartikel Koloid nanopartikel terjadi karena ablasi laser pada suatu bahan yang ditentukan oleh energi laser, panjang pulsa laser, durasi, fokus laser, dan panjang gelombang laser dengan ukuran yang diperoleh antara 1-100 nm. Koloid nanopartikel paling banyak diteliti dari bahan logam, semikonduktor, dan bahan magnetik lainnya. Nanopartikel banyak digunakan untuk elektronik, katalisi, reprografi, dan lain-lainya. Nanosains dan nanoteknologi merupakan kajian ilmu dan rekayasa material dalam skala nanometer yang sedang dikembangkan oleh para ilmuwan di seluruh dunia. Nanomaterials dibuat untuk membawa inovasi yang signifikan dan kemajuan bagi masyarakat serta manfaat untuk kesehatan manusia dan lingkungan. Sejumlah sifat nanopartikel ini dapat diubah melalui pengontrolan ukuran partikel, pengaturan komposisi kimiawi, modifikasi permukaan, dan pengontrolan interaksi antar partikel. Penemuan baru dalam koloid nanopartikel ini mulai tampak dalam berbagai bidang seperti kesehatan, metalurgi, kimia, dan juga lingkungan. Nanopartikel juga merupakan partikel koloid dengan ukuran lebih kecil dari 1 µm. Komponen aktif (zat aktif) tersebut dapat di hadapkan dalam bermacam-macam keadaan-keadaan fisik. Dapat dilarutkan dalam matriks polimer, dapat dienkapsulasi, atau dapat diabsorpsi atau dilekatkan pada permukaan pembawa koloid nanopartikel.Ada dua defenisi dalam persyaratan ikatan obat.Nanocapsule mempunyai struktur kulit-inti (sebuah sistem penyimpanan), sementara Nanosphere mewakili sebuah matriks sistem, dan sebagian besar didesain untuk pembawa parental (Nur, 2009).
2.2 Pengertian Koloid Nanopartikel Thomas Graham (1805-1809), dalam penyelidikannya mengenai difusi larutan melalui membran telah membedakan koloid nanopartikel dan kristaloid. Dari
Universitas Sumatera Utara
pengamatannya, ternyata partikel zat dalam larutan ada yang berdifusi cepat dan lambat. Zat-zat yang mudah berdifusi umunya membentuk kristal dalam keadaan padat, sehingga ia menyebutnya kristaloid. Contohnya NaCl dalam air. Istilah ini tidak populer karena ada zat yang bukan kristal tetapi mudah berdifusi misalnya HCl dan HNO3. Sedangkan zat-zat yang sukar berdifusi seperti lem, agar-agar, putih telur, dinamakan koloid. Salah satu perbedaan nyata antara koloid nanopartikel dan kristaloid adalah ukuran partikelnya. Berdasarkan ukuran partikel ini, campuran zat dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1. Kristaloid (larutan sejati) Diameter partikelnya lebih kecil dari 1 nm (10-9 m) 2. Koloid nanopartikel Diameter partikelnya antara 1 nm – 100 nm 3. Suspensi Diameter partikelnya lebih besar dari 100 nm Koloid nanopartikel merupakan suatu sistem dispersi, karena terdiri dari dua fasa, yaitu fasa terdispersi (fasa yang tersebar halus)
yang kontinyu dan fasa
pendispersi yang diskontinyu. Fase terdispersi umumnya memiliki jumlah yang lebih kecil atau mirip dengan zat terlarut dan fase pendispersi jumlahnya lebih besar atau mirip palarut pada suatu larutan.Menurut perubahan bentuknya, koloid dibedakan menjadi koloid reversibel dan irreversibel. Koloid reversibel yaitu koloid yang dapat berubah menjadi bukan koloid demikian pula sebaliknya. Contohnya plasma darah kering dan susu bubuk. Sedangkan koloid irreversibel yaitu suatu koloid yang setelah berubah menjadi bukan koloid tidak dapat menjadi koloid kembali. Contohnya sol belerang dan sol emas.
2.3 Keuntungan dan Aplikasi Koloid Nanopartikel Tujuan utama yang diharapkan dalam penggunaan koloid nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat antara lain, mengontrol ukuran partikel, sifat permukaan dan pelepasan zat aktif secara farmakologi untuk mencapai sisi aksi
Universitas Sumatera Utara
spesifik obat. Keuntungan dalam penggunaan nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat, antara lain : (Mohanraj dan Y, 2006) a. Ukuran partikel dan karakteristik permukaan nanopartikel dapat dengan mudah dimanipulasi baik pasif maupun aktif targeting. b. Mengontrol dan memperpanjang pelepasan obat selama perjalanan dan pada sisi aksi obat sehingga meningkatkan efikasi terapi dan mengurangi efek samping obat. c. Targeting obat ke sisi spesifik dapat dicapai dengan memberikan ligan pada permukaan partikel. d. Drug loading relatif besar dan obat dapat masuk ke dalam sistem pembawa tanpa reaksi kimia sehingga menjadi faktor penting untuk menjaga aktivitas obat. e. Sistem nanopartikel dapat digunakan dalam berbagai rute pemberian, seperti oral, nasal, parenteral maupun intraocular. f. Meningkatkan stabilitas obat/protein dan pembawa yang digunakan tidak memiliki biotoksisitas. Disamping keuntungan nanopartikel tersebut, terdapat kekurangan yaitu, dengan ukuran yang kecil dan luas permukaan yang besar dapat membuat partikel-partikel yang terbentuk saling beraggregasi selama penyimpanannya sehingga
menjadi
suatu
tantangan
untuk
memformulasikan/menghasilkan
nanopartikel dengan ukuran yang kecil tetapi memiliki stabilitas maksimum. Sedangkan penggunaan dari koloid nanopartikel dapat diaplikasikan dalam sistem penghantaran targeting tumor, gen dan penghantaran obat ke otak (Mohanraj dan Y, 2006) : a. Targeting tumor dengan sistem penghantaran obat nanopartikulat digunakan karena nanopartikel dapat menghantarkan obat ke target tumor melalui peningkatan permeabilitas dan efek retensi atau aktif targeting dengan ligan pada permukaaan nanopartikel. Nanopartikel akan mengurangi pemaparan obat yang berlebihan pada jaringan yang sehat melalui pembatasan distribusi obat ke organ target. b. Gen terapi Vaksin polinukleotida bekerja dengan menghantarkan gen. Vaksin polinukleotida
(berisi
DNA)
mengalami
keterbatasan
masalah
efisiensi
Universitas Sumatera Utara
penghantarannya ke sel target dan nukleus sel. Plasmid DNA dengan sistem penghantaran obat nanopartikulat dapat memberikan sistem penghantaran yangefisien dengan menghindari degradasi endo-lysosomal. Penghantaran gen dapat diaplikasikan dalam penyembuhan tulang menggunakan nanopartikelPLGA. c. Penghantaran obat ke otak Sawar. Darah otak merupakan masalah utama dalam penghantaran obat ke otak. Penggunaan nanopartikel menuju otak akibat adanya interaksi dengan reseptor-mediated spesifik pada sawar darah otak. Hasil yang dilaporkan nanopartikel-poli (butilsianoakrilat) dapat menghantarkan doxorubisin ke otak.
2.4 Logam Emas (Au) Emas dan perak adalah dua jenis logam yang mempunyai banyak nilai tambah daripada logam-logam lain. Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au dan nomor atom 79. Tabel 1. Data bahan emas (Au) Bahan emas (Au)
Nilai
Nomor atom
79
Massa atom relative
196,9665 gram.mol-1
Konfigurasi elektron
[Xe] 4f14 5d10 6s1
Titik leleh
1337 K (1064 ˚C)
Titik didih
3130 K
Jari-jari atom (Kisi Au)
1,46 Ǻ
Massa jenis (pada 273 K)
19,32 gram.cm-3
Keelektronegatifan (Skala Pauling)
2,54
Sifat magnetic
Diamagnetik
Sumber : Chemistry of Precious Metal Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen). Emas tidak bereaksi dengan zat kimia lainnya kecuali oleh klorin, fluorin dan aqua regia. Pada abad pertengahan,
Universitas Sumatera Utara
emas sering dimanfaatkan untuk kesehatan, dengan keyakinan bahwa sesuatu yang langka dan indah tidak bisa apa-apa, tapi sehat. Koloid emas (suspensi nanopartikel emas) dalam air berwarna sangat merah, dan dapat dibuat dengan ukuran partikel yang dikontrol ketat hingga beberapa puluh nanometer oleh penurunan bilangan oksidasi emas klorida dengan ion sitrat atau askorbat. Koloid emas digunakan dalam aplikasi penelitian di bidang kedokteran, biologi, dan ilmu material.
(Sunardi, 2006)
Penemuan Lande tentang Au yang mampu mengurangi nyeri sendi pada pasien non tuberculosis membuat fisikawan Prancis, Jacques Forestier, meneliti Au dalam pengobatan rhematoid artritis. Pengobatan rhematoid artritis dengan Au pun banyak dilaporkan dan dibuktikan sehingga Au menjadi salah datu pilihan untuk mengobati inflamasi kronik (rhematoid artritis). Pada 1842 koloid nanopartikel emas digunakan sebagai chrysotipe. Pada pertengahan 1980 pertama kali dilaporkan aktivitas sebagai antikanker.Au ditemukan bersifat sitotoksik pada sel tumor (invitro) sehingga berpotensi sebagai agen antitumor. Au isoelektrik dengan Pt oleh sebab itu Au memiliki aktivitas yang mirip dengan cisplatin (obat antikanker). Au dapat mengatasi resistensi terhadap cisplatin, menghambat perkembangan kanker payudara pada tikus serta menghambat aktivitas in-vivo melawan karsinoma hepatoselular dan karsinoma nasoparingeal (Berners-Price, 2011).
2.5 Laser dan Karakteristik Sinar Laser Laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) adalah penguatan cahaya melalui radiasi emisi yang terstimulasi. Laser merupakan sumber cahaya koheren yang monokromatik dan amat lurus. Cara kerjanya mencakup optika dan elektronika. Para ilmuwan biasa menggolongkannya dalam bidang elektronika kuantum. Sebetulnya laser merupakan perkembangan dari MASER, huruf M disini singkatan dari Microwave, artinya gelombang mikro. Cara kerja maser dan laser adalah sama, hanya saja mereka bekerja pada panjang gelombang yang berbeda. Laser bekerja pada spektrum infra merah sampai ultra ungu, sedangkan maser memancarkan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang jauh lebih panjang, sekitar 5 cm, lebih pendek sedikit dibandingkan dengan sinyal TV-
Universitas Sumatera Utara
UHF. Laser yang memancarkan sinar tampak disebut laser – optik. Terjadinya laser sudah diramalkan jauh hari sebelum dikembangkannya mekanika kuantum. Pada tahun 1917, Albert Einstein mempostulatkan pancaran imbas pada peristiwa radiasi agar dapat menjelaskan kesetimbangan termal suatu gas yang sedang menyerap dan memancarkan radiasi. Menurut dia ada 3 proses yang terlibat dalam kesetimbangan itu, yaitu : serapan, pancaran spontan (disebut fluorensi) dan pancaran terangsang ( atau lasing dalam bahasa Inggrisnya, artinya memancarkan laser). Proses yang terakhir biasanya diabaikan terhadap yang lain karena pada keadaan normal serapan dan pancaran spontan sangat dominan. Laser merupakan suatu sinar yang memiliki karakteristik monokromatis yaitu semua photon memiliki satu panjang gelombang dan satu warna, bersifat kolimasi berarti sinar laser sejajar, utuh, tidak menyebar dan sangat terarah dan koheren yaitu semua photon tetap berada pada phase yang sama (temporal) dan menuju kearah yang sama (spatial). Sinar laser tidak seperti sinar biasa lainnya, sinar laser memiliki sifat tersendiri pada sinar yang dihasilkannya yaitu ; 1. Monokromatik artinya satu panjang gelombang saja yang dihasilkan. Keuntungan dari sinar monokromatis untuk partikel yaitu absorpsi dan ablasi dapat ditargetkan pada kromophore-kromophore spesifik yang bergantung pada panjang gelombang tertentu. 2. Koheren artinya pada frekuensi yang sama dan menuju satu arah yang sama sehingga cahayanya menjadi sangat kuat, terkonsentrasi, dan terkoordinir dengan baik. Keuntungan dari sinar kolimasi dan koheren yaitu kemampuan untuk memfokuskan sinar pada target yang sangat kecil. 3. Kolimasi artinya adalah sinar laser sejajar, utuh, tidak menyebar dan sangat terarah. Keuntungan dari sinar kolimasi dan koheren yaitu kemampuannya untuk memfokuskan sinar pada target yang sangat kecil (Pratiwi, Nova. 2015).
2.6 Laser Neodymium-YAG (Nd : YAG) Dalam Neodymium-YAG, neodymium ini adalah kotoran yang mengambil tempat beberapa atom hitrium dalam kristal YAG. Formula kimia YAG adalah
Universitas Sumatera Utara
Y3Al5O12 struktur kristalnya adalah sama dengan garnet. Kristal memiliki sifat thermal, optik dan mekanik yang baik tetapi sulit untuk berkembang. Kristal tumbuh pada blok yang disebut boule yang dimana bahan akan ditanam. Laser akan menggunakan aksesoris yang merubah panjang gelombang laser dan lamanya pulsa. Panjang gelombang inframerah dekat dari Nd-YAG adalah luas untuk beberapa tujuan, tetapi cahaya tampak atau cahaya ultraviolet adalah lebih baik untuk beberapa yang lain. Penggunaan generator harmonik, frekuensi akan dirubah dan oleh karena itu sedikit laser akan memancarkan cahaya pada 532, 355 atau 266 nm untuk aplikasi yang berbeda. Aksesoris lain yang bermanfaat yang digunakan dalam laser adalah mode Q-Switching yang memungkinkan perubahan panjang pulsa dan akan memancarkan pulsa pendek dengan daya puncak yang tinggi. Nd : YAG laser di dalam dunia optik menggunakan flashtube atau dioda laser. Ini merupakan salah satu jenis laser yang paling umum, dan digunakan untuk banyak aplikasi yang berbeda. Nd: YAG laser biasanya memancarkan cahaya dengan panjang gelombang 1064 nm, di infra merah. Namun, ada juga dengan panjang gelombang 532 nm dan 355 nm.Laser beroperasi dalam mode pulsa dan berkesinambungan. Pulsa laser biasanya dioperasikan dalam modus Q-switching atau saklar optik dimana mode ini dengan energi keluaran 250 Megawatt dan telah dicapai durasi pulsa 10-25 nanoseconds (ns). Pulsa laser dengan intensitas tinggi dua kali lipat untuk menghasilkan sinar laser pada panjang gelombang 532 nm, atau keseimbangan yang lebih tinggi pada 355 nm dan 266 nm. Jumlah pengotor dalam neodymium bervariasi sesuai dengan penggunaannya. Untuk output gelombang kontinu, pengotoran secara signifikan lebih rendah daripada pulsa laser. Laser Nd: YAG digunakan dalam ophthalmology untuk memperbaiki posterior kapsular, dimana suatu kondisi yang mungkin terjadi setelah operasi katarak. Laser Nd: YAG dengan panjang gelombang 532 nm digunakan untuk mengobati mata yang terkena penyakit floaters. Laser dengan panjang gelombang 1064 nm paling banyak digunakan untuk menginduksi monopolar pada tumor ganas di berbagai organ tubuh melalui ablasi laser. Dalam ilmu oncology, laser Nd: YAG bisa digunakan untuk menghilangkan kanker kulit. Laser ini juga digunakan secara
Universitas Sumatera Utara
luas dalam bidang kosmetik kedokteran untuk perawatan kecil cacat vascular seperti urat laba-laba pada wajah dan kaki. Baru-baru ini digunakan untuk menghilangkan rahim septa dalam bagian dalam rahim. Secara luas laser digunakan dalam pembuatan pengelasan dan pemotongan baja, pengeboran super-alloy (untuk komponen turbin gas) biasanya menggunakan pulsa laser. Laser dengan 2 kW digunakan untuk melelehkan logam dalam manufaktur berlapis. Dalam aplikasi ruang angkasa dan juga laser dengan fungsi sebagai palu yang biasanya menggunakan energi tinggi (1040 Joule) untuk menghasilkan Gigawatt dengan memfokuskan sinar laser ke beberapa titik target dengan diameter tertentu. Bukan dengan memanaskan/menambahkan bahan, tetapi dengan proses mekanis yaitu memberi tekanan kompresi. Biasanya digunakan secara luas untuk mesin turbin gas dan untuk komponen kerusakan yang terdapat pada pembangkit listrik dan lain sebagainya (Trejos, T, dkk. 2010).
2.7 Respon Material Rincian dari respon material akan tergantung pada sistem bahan tertentu dan kondisi pemprosesan laser. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bila laser mempengaruhi angka eksitasi adalah lambat dibandingkan dengan waktu termalisasi, maka proses ini dinotasikan sebagai fotothermal dan dapat mempertimbangkan energi laser yang diserap yang secara langsung ditransfer ke dalam panas. Dalam kasus ini, respon bahan akan menjadi fungsi dari pemanasan dan pendinginan bahan lokal. Suhu maksimum dicapai dan gradien suhu, semua yang dapat ditentukan dari solusi terhadap persamaan panas untuk kondisi penyinaran yang diberikan. Dalam bagian ini kita akan membahas beberapa respon bahan dasar yang dapat terjadi sebagai akibat dari penyinaran laser. Fokusnya akan ditempatkan pada respon fotothermal, tetapi perhatian akan diarahkan pada aspek fotokimia bila dianggap perlu. 2.7.1 Proses aktivasi secara termal Pemanasan laser dengan fluensi dibawah ambang batas peleburan dapat mengaktifkan berbagai proses yang tergantung pada suhu di dalam bahan padat. Suhu yang tinggi dihasilkan dapat meningkatkan angka difusi yang mendorong turunnya kotoran, reorganisasi struktur kristal dan sintering bahan berpori. Penghalang energi
Universitas Sumatera Utara
untuk reaksi kimia dapat teratasi dengan baik, meningkatkan kinetika reaksi jauh dalam angka suhu kamar. Transformasi yang cepat ke dalam fase kristal suhu tinggi dapat terjadi. Gradien suhu besar dicapai dengan pemanasan laser yang terlokalisasi yang dapat mengarah pada rangkaian bahan yang cepat, terperangkap dalam struktur yang tidak seimbang.Juga, menghasilkan gradient suhu yang terlalu besar yang dapat mempengaruhi tekanan thermal dan juga eksitasi thermoelastis dari gelombang akustik.Tekanan ini tentu dapat memberikan kontribusi bagi respon mekanika dari bahan seperti pengerasan kerja, warping dan atau keretakan. 2.7.2 Peleburan permukaan Fluensi diatas ambang batas peleburan tentu dapat mengarah pada pembentukan pool transient dari bahan leburan permukaan. Bahan leburan ini akan mendukung beberapa mobilitas atom yang tinggi dan kelarutan daripada di dalam fase padat yang menghasilkan homogenesis bahan yang cepat. Angka rangkaian yang tinggi dengan solidifikasi kecepatan hingga beberapa m/det dapat dicapai dengan disipasi yang cepat panas ke dalam bahan curah dengan lingkungan yang lebih dingin.Beberapa pendinginan yang cepat dapat membeku dalam kerusakan dan juga larutan super jenuh termasuk membentuk fase bahan yang metastabil.Laju resolidifikasi yang lambat dapat memungkinkan rekristalisasi dari bulir yang besar daripada bahan aslinya.Penggunaan profil bentuk batang tetapi juga terlihat memudahkan pengendalian dinamika rekristalisasi.Bagi sebagian besar bahan, tegangan permukaan cair berkurang dengan peningkatan suhu dan cairan yang didorong dari daerah yang terpanas ke daerah yang terdingin.Gaya konveksi dan thermokapiler dapat menyebabkan deformasi yang signifikan yang dibekukan selama solidifikasi. 2.7.3 Ablasi Ablasi laser adalah pemisahan bahan dari substrat dengan absorpsi langsung dari energi laser. Menurut para ahli, Ablasi laser merupakan proses hilangnya sebagian permukaan material padat (didalam cairan) oleh irradiasi dengan sinar laser. Ablasi dipengaruhi oleh keofisien absorpsi suatu permukaan pada panjang gelombang laser tertentu. Jika material memiliki nilai koefisien absorpsi yang tinggi, maka
Universitas Sumatera Utara
berkas sinar laser akan membakar dan mengablasi permukaan material secara perlahan. Hal ini berpengaruh terhadap kedalaman ablasi yang dicapai. Hasil ablasi ditentukan pula oleh energi laser, panjang pulsa laser, durasi, fokus laser, dan panjang gelombang laser.Dengan fluks laser yang rendah, material yang dipanaskan oleh energi laser diserap dan menguap atau sublimasi. Ablasi laser umumnya dibahas dalam konteks laser pulsa, ini juga dimungkinkan dengan penyinaran CW. Serangan ablasi ini terjadi diatas fluensi ambang batas, yang tergantung pada mekanisme daya serap, terutama sifat bahan, mikrostruktur, morfologi dan adanya kerusakan dan juga parameter laser seperti panjang gelombang dan durasi pulsa. Fluensi ambang batas tipikal untuk bahan adalah antara 1 dan 10 J/cm2, untuk isolator anorganik antara 0,4 dan 2 J/cm2, dan untuk bahan organik antara 0,1 dan 1 J/cm 2. Dengan multi pulsa, ambang batas ablasi, ketebalan atau volume bahan yang dipisahkan per pulsa secara khusus memperlihatkan peningkatan logaritma dengan fluensi menurut hokum Beer Lambert. Berbagai mekanisme untuk pemisahan bahan ini dapat diaktifkan selama ablasi laser tergantung pada sistem bahan tertentu dan juga parameter pemprosesan laser seperti panjang gelombang, fluensi dan panjang pulsa. Pada fluensi yang rendah, mekanisme fotothermal untuk ablasi adalah termasuk penguapan bahan dan sublimasi. Untuk sistem multi komponen, spesies yang lebih mudah menguap dapat hilang dengan cepat selama perubahan komposisi kimia bahan yang masih tersisa. Dengan fluensi yang tinggi, nukleasi heterogen dari gelombang uap ini mengarah pada pendidikan yang normal. Bila pemanasan bahan cukup cepat untuk bahan mendekati suhu kritis thermodinamisnya, akan nukleasi homogen yang cepat dan pengembangan gelembung uap mengarah pada fase mendidih yang membawa lepas bahan padat dan cair. Mekanisme termal ini dapat difahami sebagai perubahan fase termodinamika dalam merespon suhu yang tinggi. Ketika waktu eksitasi adalah lebih singkat dari waktu thermalisasi dalam bahan, nonthermal, mekanisme ablasi fotokimia dapat terjadi. Misalnya, dengan pulsa ultrafast, ionisasi langsung dan pembentukan plasma lubang elektron dapat mengarah pada transformasi fase thermal, mengarahkan pada ikatannya dan juga disintegrasi eksplosif dari kisi melalui
Universitas Sumatera Utara
penolakan elektronik. Dalam non logam tertentu seperti polimer dan bahan biologi dengan waktu termalisasi yang relatif panjang, Ablasi fotokimia masih terjadi dengan panjang gelombang yang pendek dengan laser nanodetik, menghasilkan bagian ablasi dengan HAZ (Heat Affected Zone) yang kecil. Sementara panjang pulsa laser memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dinamika proses ablasi. Secara umum, panjang pulsa ini lebih pendek, energinya lebih cepat mengendap di dalam bahan yang mengarah pada penolakan bahan yang cepat.Volume bahan yang secara langsung dipengaruhi oleh radiasi laser memiliki sedikit waktu untuk memindahkan energi ke bahan disekitarnya sebelum ditolak bahan tersebut. Oleh karena itu, volume yang terablasi menjadi lebih tepat didefenisikan oleh profil mengenai ruang laser dan kedalaman penetrasi optic dan sisa bahan memiliki sisa energi yang mengurangi HAZ. Akibat radiasi laser yang ditembakkan ke material akan menyebabkan lobang pada permukaan material dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Lobang akibat radiasi pada ablasi laser pada logam perak dengan : (a)200 fs, 120 μJ, pada pulsa laser 780 nm; dan (b) 3,3 ns, 1 mJ, pada pulsa laser 780 nm (c) Ablasi laser dengan pulsa 193 nm (d) Hasil agregat uap terkondensasi dari koloid nanopartikel. Gambar 2.1 memperlihatkan kedalaman lapisan permukaan yang melebur (a) irradiasi ns sangat berbeda pada ablasi dengan (b) irradiasi fs yang memperlihatkan tidak adanya jejak bahan yang melebur. Fluensi ambang batas ablasi untuk bahan ini berkurang pada panjang pulsa yang lebih pendek dan menjadi lebih tajam. Bahkan untuk pulsa di ambang batas, adanya kelebihan energi yang masih terdapat di dalam bahan yang dapat menyebabkan efek termal pada bahan disekitarnya setelah pulsa itu berakhir. Disamping itu, pulsa fs ini dapat menyebabkan kerusakan optik dalam bahan. Perbedaan lain dari ablasi fs dan ps adalah pada interaksi bahan laser dimana
Universitas Sumatera Utara
dipisahkan dalam waktu penolakan respon bahan. Selama ablasi, perlindungan permukaan oleh plume ablasi dapat mengurangi energi yang diserap oleh bahan. Respon bahan ini seringkali melibatkan kombinasi ablasi, peleburan permukaan dan juga proses yang diaktifkan secara termal, yang kemudian mengarah pada perubahan kumulatif dalam tekstur permukaan bahan, morfologi, dan kimia. Untuk itu, sisa energi yang tersisa setelah bahan ablasi dari permukaan dapat mengarah pada peleburan permukaan atau proses yang diaktifkan secara termal dalam permukaan lainnya dan juga volume bahan disekitarnya. Efek kolektif ini dapat menghasilkan modifikasi bahan multi skala yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai aplikasi pemprosesan bahan laser (Brown,M.S, dan Craig, B. Arnold. 2010).
2.8 Absorbansi Absorbansi adalah suatu polarisasi cahaya yang terserap oleh bahan ( komponen kimia ) tertentu pada panjang gelombang tertentu sehingga akan memberikan warna tertentu terhadap bahan. Sinar yang dimaksud yakni bersifat monokromatis dan mempunyai panjang gelombang tertentu. Beberapa atom hanya dapat menyerap sinar dengan panjang gelombang sesuai dengan unsur atom tersebut. Sehingga memiliki sifat yang spesifik bagi suatu unsur atom. Jika cahaya yang bersifat monokromatis tersebut dilewatkan pada media transparan maka intensitas cahaya akan berkurang sebanding dengan ketebalan konsentrasi larutan. Untuk terjadi proses absorbansi butuh senyawa standar. Bahan memiliki konsentrasi tertentu untuk dapat terjadi proses absorbansi. Bahan tidak boleh terlalu pekat sehingga harus diencerkan terlebih dahulu sebelum melakukan absorbansi. Untuk menemukan konsentrasi unsur logam dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai absorbs dengan absorbsi zat standar yang dikeruhi konsentrasinya. Alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi adalah Spektrometer. Kerja spektrometer yakni dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu sesuai jenis atom pada suatu obyek kaca yang disebuit kuvet. Sebagian cahaya akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan sebanding dengan konsentrasi larutan dalam kuvet. Alat dan bahan yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan dalam absorbansi yaitu spektronik 20, pipet volumetreik, bulb, tabung reaksi serta raknya, gelas piala, labu takar. Aplikasi absorbansi ini digunakan untuk menganalisa kandungan bahan tertentu ( sebagaimana terlihat berdasarkan spektrum warna tertentu ). Absorbnansi lebih memiliki kelebihan dibandingkan dengan proses titrasi jika dilihat dari bahan yang dihasilkan dari suatu proses tersebut. Hasil dari proses absorbansi akan lebih halus dan akurat. Sedangkan titrasi hasilnya kurang halus dan terkadang beberapa larutan tidak dapat dititrasi. Selain itu absorbansi juga memiliki kekurangan yaitu, tingkat keakuratannya tergantung pada tegangan listrik, sterilisasi dari suatu bupet perlu dijaga dengan baik dari penganalisisnya, dan tingkat kemurnian yang harus dijaga dengan baik. Spektrometer juga memiliki harga yang cukup mahal. Absorbansi (disebut
juga densitas
optis,
meski
densitas
optis
juga
berarti indeks refraksi) adalah rasio logaritmik dari radiasi yang dipaparkan ke suatu bahan terhadap radiasi yang ditransmisikan menembus bahan. Absorbansi digunakan dalam spektroskopi. Dalam fisika, istilah absorbansi dan absorptansi sering tertukar. Absorbansi adalah ukuran kuantitatif yang diekspresikan sebagai rasio logaritmik antara radiasi yang jatuh ke suatu bahan dan yang ditransmisikan menembus bahan. 𝐼
Aλ = -log10(𝐼 𝑖 )
(1)
0
Aλ = Absorbansi Ii = Intensitas radiasi yang melalui bahan I0 = Intensitas radiasi sebelum menyentuh bahan 𝐼
di mana Aλ adalah absorbansi pada panjang gelombang cahaya tertentu ( 𝑖 ), adalah 𝐼0
intensitas radiasi yang melalui bahan (ditransmisikan), dan intensitas radiasi sebelum menyentuh bahan. Absorbansi dan absorptansi merupakan istilah yang harus diinterpretasikan berbeda. Absorptansi mengacu pada rasio proporsional langsung (tidak logaritmik) atau merupakan selisih dari intensitas cahaya yang datang dengan yang dipantulkan dan diteruskan. Absorptansi total mengacu pada semua spektrum cahaya, sedangkan absorptansi spektral mengacu pada cahaya pada panjang gelombang tertentu. Absorbansi memperhitungkan semua yang tidak ditransmisikan,
Universitas Sumatera Utara
termasuk yang direfleksikan dan didispersikan, sedangkan absorptansi tidak memperhitungkan yang direfleksikan dan didispersikan.
2.9 Panjang Gelombang Panjang gelombang adalah sebuah jarak antara satuan berulang dari sebuah pola gelombang. Biasanya memiliki denotasi huruf Yunani lambda (λ). Dalam sebuah gelombang sinus, panjang gelombang adalah jarak antara puncak: Bentuk gelombang sinus dapat dilihat pada gambar 2.2
Gambar 2.2.Contoh bentuk gelombang Axis x mewakilkan panjang, dan I mewakilkan kuantitas yang bervariasi (misalnya tekanan udara untuk sebuah gelombang suara atau kekuatan listrik atau medan magnet untuk cahaya), pada suatu titik dalam fungsi waktu x. Panjang gelombang λ memiliki hubungan inverse terhadap frekuensi f, jumlah puncak untuk melewati sebuah titik dalam sebuah waktu yang diberikan. Panjang gelombang sama dengan kecepatan jenis gelombang dibagi oleh frekuensi gelombang. Ketika berhadapan dengan radiasi elektromagnetik dalam ruang hampa, kecepatan ini adalah kecepatan
cahaya (c),
untuk
sinyal
(gelombang)
di
udara,
ini
merupakan kecepatan suara di udara. Hubungannya adalah : 𝑐
λ=𝑓
(2)
Dimana : λ = panjang gelombang dari sebuah gelombang suara atau gelombang elektromagnetik c’ = kecepatan cahaya dalam vakum = 299,792.458 km/d ~ 300,000 km/d = 300,000,000 m/d atau c = kecepatan suara dalam udara = 344 m/d pada 20 °C (68 °F)
Universitas Sumatera Utara
f = frekuensi gelombang
2.10 Sintesis Koloid Nanopartikel Koloid nanopartikel dapat terjadi secara alamiah ataupun melalui proses sintesis oleh manusia. Sintesis koloid nanopartikel bermakna pembuatan koloid nanopartikel dengan ukuran yang kurang dari 100 nm dan sekaligus mengubah sifat atau fungsinya. Secara garis besar pembentukan koloid nanopartikel logam dapat dilakukan denganmetoda top-down (fisika) dan bottom-up (kimia). a. Metoda fisika (top-down) yaitu dengan cara memecah padatan logam menjadi partikel-partikel kecil berukuran nano. Metode top-down juga pada dasarnya penurunan sistem ke subsistem. Dapat dicontohkan dengan membangun sebuah bangunan atau patung dengan membentuk sebuah batu. Pendekatan top-down sering menggunakan metode Sputtering, Mechanical Milling, Pysical vapor deposition, Sputter deposition, atau alat pengeboran untuk mendapatkan komponen yang lebih kecil. Teknik Micropatterning seperti litografi, sketsa plasma dan laser ablasi yang di klasifikasikan ke dalam metode ini. b. Metoda kimia (bottom-up) dilakukan dengan cara menumbuhkan partikelpartikel nano mulai dari atom logam yang didapat dari prekursor molekular atau ionik. Metode Bottom-up merupakan menyatukan komponen yang lebih kecil dari sistem yang lebih besar. Dapat digambarkan dengan membangun sebuah bangunan dengan menyatukan batu bata atau perakitan bagian-bagian mesin mobil. Di bidang bioteknologi, metode Bottom-up digunakan untuk mendapatkan komponen. Bioteknologi menggabungkan molekul tunggal. Dalam nanoteknologi, dapat di defenisikan sebagai perakitan dari atom dan molekul untuk membentuk sistem yang lebih besar. Pengendapan uap kimia (CVD) dan proses Sol-gel dapat diklasifikasikan ke dalam metode ini.
2.11 Pulse Laser Ablasion in-Liquid (PLAL) Pulsa laser ablasi dalam cairan (PLAL) adalah metode yang fleksibel dan bersih
Universitas Sumatera Utara
untuk membuat koloid nanopartikel. Partikel diproduksi secara murni, sangat cocok untuk fungsionalitas lebih lanjut dan dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam matriks polimer misalnya. Proses dapat dijalankan secara terus-menerus dan barubaru ini menunjukkan tingkat pembuatan dari beberapa gram per jam. Interaksi pulsa laser di antarmuka padat-cair yang pertama kali dipelajari untuk modifikasi besi dengan membuat lapisan permukaan metastable fase oksida. PLAL untuk generasi nanopartikel pertama kali diperoleh di awal 1990-an. Perbandingan metode untuk menghasilkan nanopartikel. Ada berbagai teknik untuk menghasilkan koloid nanopartikel. Teknik yang dapatdapat diklasifikasikan ke dalam pendekatan top-down, dimana bahan makroskopik dibagi menjadi partikel yang lebih kecil, dan bottom-up, dimana koloid nanopartikel terbentuk dari atom atau molekul. Pendekatan top-down yang biasanya dilakukan dengan penggilingan atau proses fragmentasi dimana partikel-partikel yang lebih besar dapat menciptakan partikel yang lebih kecil. Dihasilkan partikel yang biasanya agak besar dengan luas ukuran yang terdistribusi. Kesalahan terbesar dari metode kimia ini terletak di bagian pertama yaitu bahan kimia yang dapat menjadi racun dan merugikan untuk aplikasi yang dimaksudkan. Hal ini akan sangat sulit dan memakan waktu untuk menghilangkan residu ini dari koloid nanopartikel. Selain itu, stabilitas yang diperoleh secara kimia pada koloid nanopartikel biasanya dicapai melalui penstabilan surfaktan dan ligan, yang dapat menghalangi fungsional lebih lanjut dari partikel itu sendiri. Dalam PLAL, kemampuan untuk menghasilkan koloid nanopartikel langsung dari senyawa yang diiinginkan memungkinkan pembuatan koloid nanopartikel murni. Kemampuan untuk menghasilkan koloid nanopartikel yang stabil karena muatan listrik dalam pelarut yang dipilih dengan cermat menghilangkan perlunya menstabilkan agen dan membuat partikel yang diperoleh oleh PLAL terutama untuk studi lebih lanjut.Itu juga telah ditunjukkan bahwa koloid nanopartikel PLAL dihasilkan tergabung dengan mudah ke dalam matriks polimer (Salminen, T. 2013).
Universitas Sumatera Utara
2.12Keuntungan dari Pulsa Laser Ablasi dalam Cairan (PLAL) Pembuatan koloid nanopartikel telah dilakukan dengan berbagai teknik seperti pulsa laser pengendapan, pembakaran logam, pengurangan kimia, pengurangan-foto, pengurangan elektrokimia, solvothermal, elektrolisis, Green synthesis, induksigelombangmikro, aliran reaktor aerosol, pengurangan fotokimia, chemical vapor deposition (CVD), spray pyrolysis, dan memicu pada pelepasan. Diantara mereka, pulsa laser ablasi dalam cairan (PLAL) menjadi semakin populer melalui pendekatan top-downuntuk menghasilkan koloid nanopartikel. Metode itu relatif baru yang pertama kali diperkenalkan oleh Fotjik et.el pada tahun 1993 sebagai teknik yang menjanjikan. Dengan ablasi pada Surface Plasmon Resonance (SPR) menimbulkan hilangnya sebagian dari suatu material yang diradiasi dengan tingkat nanopartikel yang dihasilkan sangat tinggi dan juga nanopartikel yang diperoleh bebas dari bahan kimia berbahaya. Yang paling menarik dimana bagaimana membuat stabilitas koloid nanopartikel untuk periode satu bulan. Oleh karena itu, proses PLAL telah menerima banyak perhatian sebagai novel teknik produksi NPs. Secara umum, ada kemampuan untuk mempersiapkan berbagai macam koloid nanopartikel, seperti logam, logam mulia, semikonduktor, nano alloy, oksida, magnetik, dan inti sel struktur nano. Pulsa laser ablasi dalam cairan PLAL sedang dieksplorasi sebagai strategi top-down (metode dispersi) persiapan koloid nanopartikel logam. Sederhana dengan tidak melibatkan dan bebas dari bahan kimia karena dapat menghasilkan koloid nanopartikel tanpa kontra ion atau permukaan zat aktif. Ini membuat metode sintesis kimia untuk solusi aplikasi yang memerlukan mono dispersi koloid nanopartikel. Sintesis kimia dengan hasil yang dicapai yang jauh lebih tinggi pada metode PLAL (Ali, Abdullah Khalaf.2010).
2.13 Diameter Koloid Nanopartikel Menghitung diameter koloid nanopartikel dari hasil spektrometer sekarang ini menjadi suatu penelitian. Namun, kesepakatan yang lebih baik antara teori dan percobaan baik antara teori dan percobaan adalah menemukan rasio daya serap jika ditentukan pada wilayah panjang gelombang di bawah 600 nm.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Rasio abosorbansi koloid nanopartikel Aspr/A450
d/nm
Aspr/A450
d/nm
Aspr/A450
d/nm
1,10
3
1,56
12
1,96
40
1,19
4
1,61
14
2,00
45
1,27
5
1,65
16
2,03
50
1,33
6
1,69
18
2,07
55
1,38
7
1,73
20
2,10
60
1,42
8
1,80
25
2,12
65
1,46
9
1,86
30
2,15
70
1,50
10
1,92
35
2,17
75
Berdasarkan tabel dibawah yang ditunjukkan bahwa rasio absorbansi pada puncak resonansi permukaan plasma (ASPR) untuk absorbansi 450 nm (A450) merupakan logaritma yang tergantung pada diameter koloid nanopartikel dengan ukuran antara 5 sampai 80 nm. Tabel rasio abosorbansi koloid nanopartikel dipuncak resonansi permukaan plasma (Aspr) untuk absorbansi 450 nm (A450) dalam menghitung diameter koloid nanopartikel yang bergantung pada persamaan 11 dengan parameter yang cocok sesuai dengan hasil percobaan. Data teoritis juga menunjukkan bahwa terbentuk grafik linear untuk rasio ASPR/A450, yang menyatakan bahwa hal tersebut menjadi sangat cocok untuk menghitung diameter partikel (dalam nanometer) yaitu : = dexp (𝐵1𝐴𝑠𝑝𝑟 /𝐴450 - B2)
(3)
Disini B1 adalah tetapan sesuai eksperimen dan B2) B0/m dimana B0 adalah intersepsi. Berdasarkan dengan data eksperimen yang kurang sesuai, dan beberapa pengamatan yang dilakukan, mengakibatkan kesalahan 18% dalam menghitung diameter koloid nanopartikel jika parameter terbaik yang ditentukan sesuai dari data teoritis dalam bahwa (B1) 3,55 (B2) 3,11. Jika parameter sesuai dengan eksperimen yang ditentukan maka yang digunakan (B1) 3,00 (B2) 2,20 perhitungan diameter koloid nanopartikel dengan menggunakan persamaan 11 hasil yang didapatkan hanya memiliki ralat sekitar 11%. Data numerik dari d(Aspr/A450) yang memungkinkan pembaca untuk menentukan diameter koloid nanopartikel tanpa perlu melakukan
Universitas Sumatera Utara
perhitungan yang disajikan dalam informasi pendukung. Wolfgang Haiss menemukan bahwa diameter koloid nanopartikel dapat ditentukan dengan presisi tinggi jika konsentrasi awal emas dalam mol per liter yang digunakan biasanya untuk mensistesis koloid nanopartikel.
2.14 Analisis dan Karakterisasi Koloid Nanopartikel Emas 2.14.1 Spektrometer USB 2000 Spektrometer digunakan untuk mengetahui koloid nanopartikel yang disintesis telah terbentuk. Koloid nanopartikel emas memiliki absorbsi yang kuat pada panjang gelombang antara 500-600 nm. Koloid nanopartikel emas berwarna merah, dikarenakan menyerap warna biru dan memancarkan warna. Warna yang dihasilkan oleh koloid nanopartikel emas juga disebabkan fenomena surface plasmon resonance (SPR). SPR adalah gelombang elektromagnetik padainterfasa dari suatu logam dengan ukuran nano yang permukaannya dianggap planar maka fenomena ini disebut localized surface plasmon resonance (LSPR). LSPR merupakan gabungan osilasi elektron bermuatan yang tereksitasi oleh cahaya pada koloid nanopartikel logam. Osilasi elektron ini bergantung pada ukuran koloid nanopartikel dan berbanding terbalik dengan energi eksitasi (Megasari dan Abraha, 2012). Ukuran suatu koloid nanopartikel dapat diamati dari pengukuan hasil spektometer. Jika ukuran partikel kecil, maka band gap elektron penyusunnya semakin besar sehingga energi eksitasi yang dibutuhkan semakin besar.Dalam spektrometer jika energi eksitasi besar maka akan berbanding terbalik dengan panjang gelombang serapannya, sesuai dengan persamaan Max Planck : E=hf= Keterangan:
ℎ𝑐 𝜆
(4)
E = Energi h = Tetapan Planck c = Kecepatan cahaya λ = Panjang gelombang f= Frekuensi (Atkins, 1997).
Universitas Sumatera Utara
2.14.2 Transmission Electron Microscopy (TEM) TEM adalah mikroskop yang mampu untuk melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan elektrostatik dan elektromagnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya. TEM memiliki fungsi untuk analisis morfologi, struktur Kristal, dan komposisi spesimen. TEM menyediakan resolusi lebih tinggi dibandingkan SEM, dan dapat memudahkan analisis ukuran atom (dalam jangkauan nanometer) menggunakan energi berkas elektron sekitar 60 sampai 350 keV. TEM cocok untuk menjadi teknik pencitraan material padat pada resolusi atomik. Informasi struktural diperoleh dengan pencitraan resolusi tinggi dan difraksi elektron. Ketika elektron ditumbukkan pada sebuah permukaan material, dari permukaan tersebut akan dipancarkan elektron. Dari pancaran elektron ini bisa diketahui bentuk permukaan zat tersebut, itu merupakan asas kerja dari mikroskop elektron TEM yang banyak dipakai secara luas pada pengembangan material, kedokteran, bioteknologi dsb. Mikroskop transmisi elektron saat ini telah mengalami peningkatan kinerja hingga mampu menghasilkan resolusi hingga 0,1 nm (atau 1 angstrom) atau sama dengan pembesaran sampai satu juta kali. Meskipun banyak bidang-bidang ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dengan bantuan mikroskop transmisi elektron ini. Biasanya TEM terdiri dari tiga tahap lensa. Tiga tahapan itu adalah lensa kondensor, lensa objektif, dan lensa proyektor.Lensa kondensor bertanggung jawab untuk pembentukan balok primer, sedangkan fokus lensa objektif datang melalui sampel itu sendiri (dalam STEM mode pemindaian, ada juga lensa objektif atas sampel untuk membuat konvergen insiden berkas elektron). Lensa proyektor digunakan untuk memperluas sinar ke layar fosfor atau perangkat pencitraan lain, seperti film. Pembesaran TEM berasal dari rasio jarak antara spesimen dan lensa objektif.Selain itu, lensa Quad dan hexapole digunakan untuk koreksi distorsi balok asimetris (Stoian, R, Andrew Hill, Tress H. 2006).
Universitas Sumatera Utara