BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Posyandu 1.1. Pengertian Posyandu Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Shakira (2009) menyebutkan, Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih tehnologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Posyandu juga merupakan tempat kegiatan terpadu antara program Keluarga Berencana– Kesehatan di tingkat desa. Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Posyandu adalah pusat pelayanan
keluarga
berencana
dan
kesehatan
yang
dikelola
dan
diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera). Istilah Posyandu yang dikenal sebagai Pos Pelayanan Terpadu adalah suatu tempat yang kegiatannya tidak dilakukan setiap hari melainkan satu
Universitas Sumatera Utara
bulan sekali diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan dan terdiri dari beberapa pelayanan kesehatan yaitu: 1. Pelayanan Pemantauan Pertumbuhan Berat Badan Balita 2. Pelayanan Imunisasi 3. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak. Pelayanan Ibu berupa pelayanan ANC (Antenatal Care), kunjungan pasca persalianan (Nifas) sementara Pelayanan Anak berupa Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita dengan maksud menemukan secara dini kelainan-kelainan pada balita dan melakukan intervensi segera. 4. Pecegahahan dan Penanggulangan diare Dan Pelayanan Kesehatan lainnya (Arali, 2008). Berdasarkan pelayanan yang diberikan, sasaran Posyandu terdiri atas pasangan usia subur,
ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita (Shakira,
2009).
1.2 Penyelenggara Posyandu Pada hakikatnya Posyandu didirikan dari, oleh dan untuk masyarakat dalam mencapai pelayanan kesehatan yang baik. Penyelenggaraannya dilakukan oleh kader yang telah dilatih di bidang kesehatan dan KB dan keanggotaannya berasal dari PKK, tokoh masyarakat, dan pemuda atau pemudi. Pengelola Posyandu sendiri adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut (Effendy, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Kader kesehatan merupakan kader-kader yang dipilih masyarakat menjadi penyelenggara Posyandu. Para ahli mengemukakan pendapat tentang kader kesehatan. Menurut Gunawan dalam Hasdi (2007), kader kesehatan dinamakan juga promotor kesehtan desa (prokes) adalah tenaga sukarela yang dipilih oleh dari masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat. Pendapat ini diperkuat oleh pendapat Dirjen Depkes RI yang menyebutkan kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. Para kader kesehatan masyarakat itu hendaknya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup sehingga memungkinkan mereka untuk membaca, menulis dan menghitung secara sederhana. Tujuan pembentukan kader adalah untuk mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab. Keikutsertaan masyarakat dalam meningkatkan efisiensi pelayanan adalah dasar terbatasnya daya dan adanya dalam operasional Posyandu yang akan memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat secara optimal. Tugas-tugas kader berbeda-beda antara satu tempat dan tempat yang lainnya. Tugas-tugas tersebut meliputi pelayanan kesehatan dan pembangunan masyarakat, tetapi yang harus mereka lakukan itu terbatas pada bidang-bidang atau tugas-tugas yang pernah diajarkan kepada mereka (Heru, 1995).
Universitas Sumatera Utara
1.3 Aktivitas Operasional Posyandu Beberapa kegiatan diposyandu diantaranya terdiri dari lima kegiatan Posyandu antara lain: 1) Kesehatan Ibu dan Anak, yang termasuk didalamnya Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi, anak balita dan anak prasekolah; Memberikan nasehat tentang makanan guna mancegah gizi buruk karena kekurangan protein dan kalori, serta bila ada pemberian makanan tambahan vitamin dan mineral; Pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan cara stimilasinya; Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program KIA. 2) Keluarga Berencana, mencakup: Pelayanan keluarga berencana kepada pasangan usia subur dengan perhatian khusus kepada mereka yang dalam keadaan bahaya karena melahirkan anak berkali-kali dan golongan ibu beresiko tinggi; Cara-cara penggunaan pil, kondom dan sebagainya. 3) Immunisasi. Imunisasi tetanus toksoid 2 kali pada ibu hamil dan BCG, DPT 3x, polio 3x, dan campak 1x pada bayi. 4) Peningkatan gizi dengan cara Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat; Memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori cukup kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun dan kepada ibu yang menyusui; Memberikan kapsul vitamin A kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun. Dan 5) Penanggulangan Diare (Hasdi, 2007). Lima kegiatan Posyandu selanjutnya dikembangkan menjadi tujuh kegiatan Posyandu (Sapta Krida Posyandu), yaitu: 1) Kesehatan Ibu dan Anak, 2) Keluarga Berencana, 3) Immunisasi, 4) Peningkatan gizi, 5) Penanggulangan Diare, 6) Sanitasi dasar. Cara-cara pengadaan air bersih, pembuangan kotoran dan air
Universitas Sumatera Utara
limbah yang benar, pengolahan makanan dan minuman, dan 7) Penyediaan Obat essensial (Shakira, 2009). Posyandu dilaksanakan sebulan sekali yang ditentukan oleh Kader, tim penggerak PKK Desa/ Kelurahan dan petugas kesehatan dari Puskesmas. Kegiatan pelayanan masyarakat dilakukan dengan sistem 5 (lima) meja, yaitu: •
Meja Pertama disebut meja pendaftaran
•
Meja Kedua disebut meja penimbangan balita
•
Meja Ketiga adalah meja pengisian KMS
•
Meja Keempat adalah Penyuluhan Kesehatan
•
Meja Kelima adalah Meja pemberian paket pertolongan gizi. Untuk meja satu sampai empat dilakukan oleh kader kesehatan dan
meja lima dilaksananak oleh petugas kesehatan seperti, dokter, bidan, perawat, juru imunisasi dan sebagainya (Arali, 2008).
2. Kinerja 2.1 Pengertian Kinerja Kinerja adalah istilah yang populer di dalam manajemen, yang mana istilah kinerja didefinisikan dengan istilah hasil kerja, prestasi kerja dan performance (Sambas, 2009). Samsudin (2005) menyebutkan bahwa: “Kinerja adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai seseorang, unit atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan”.
Universitas Sumatera Utara
Setiap individu atau organisasi tentu memiliki tujuan yang akan dicapai dengan menetapkan target atau sasaran. Keberhasilan individu atau organisasi dalam mencapai target atau sasaran tersebut merupakan kinerja. Seperti yang diungkapkan oleh Prawirosentono (1999) yang mengartikan kinerja sebagai, Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang adan tanggung jawab masing-masing,
dalam
rangka
upaya
mendapai
tujuan
organisasi
bersangkutan secara ilegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Dari pendapat Prawirosentono di atas terungkap bahwa kinerja merupakan hasil kerja atau prestasi kerja seseorang atau organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, Gomes (2003) mengatakan bahwa “Kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu tertentu”. Sementara Rivai (2005) mengemukakan bahwa: “Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.”
Mink (1993) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berpengendalian diri, (d) kompetensi.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dilakukan seseorang. Kinerja dianggap baik jika memenuhi indikator kinerja yaitu:
Specific: Jelas sehingga tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi Measurable: mempresentasikan tentang sesuatu dan jelas ukurannya. Attributable: Indikator kinerja yang ditetapkan harus bermanfaat untuk pengambilan keputusan. Relevant: Indikator kinerja harus sesuai dengan ruang lingkup program dan dapat menggambarkan hubungan sebab akibat antar indikator. Timely: Indikator kinerja yang ditetapkan harus dikumpulkan datanya dan dilaporkan tepat pada waktunya sebagai bahan pengambilan keputusan (Soegoto, 2007).
Tinggi rendahnya kinerja pegawai tergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini Jones (2002) mengatakan bahwa “Banyak hal yang menyebabkan terjadinya kinerja yang buruk, antara lain: kemampuan pribadi, kemampuan manajer, kesenjangan proses, masalah lingkungan, situasi pribadi, motivasi”. Pendapat lain menyebutkan, faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: Kemampuan mereka, Motivasi, Dukungan yang diterima, Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan Hubungan mereka dengan organisasi (Mathis & Jackson, 2001:82).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkaan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktifitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. Selain beberapa faktor di atas, ada hal yang paling penting yang dapat mempengaruhi kinerja individu yaitu penghargaan atau reward. Penghargaan atau reward ini sangat penting untuk menunjang peningkatan kinerja. Sama halnya dengan petugas posyandu yang sebahagian besar adalah kader sukarela dari masyarakat, sangat memerlukan penghargaan atas pekerjaan yang sudah dilakukan. Mereka mungkin tidak mengharapkan penghargaan dalam bentuk gaji yang besar, karena mereka bekerja dengan sukarela. Namun, mereka memerlukan penghargaan dalam bentuk pujian atau seminar seputar
Posyandu
yang
dapat
dijadikan
strategi
dalam
rangka
memberdayakan dan mendorong para kader sebagai pengelola Program KB Nasional di lini lapangan untuk meningkatkan motivasi kerja serta sekaligus sebagai ajang untuk bertukar pengalaman, wawasan tentang apa yang telah lakukan dan sumbangkan bagi Negara.
Universitas Sumatera Utara
3. Kepuasan 3.1. Pengertian Kepuasan dan Teori Kepuasan Kepuasan adalah suatu keadaan dimana keinginan harapan dan kebutuhan individu terpenuhi (Atmojo, 2006). Artinya, individu datang ke suatu pelayanan untuk mendapatkan apa yang diinginkan untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Suprapto, (1997) kepuasan pelanggan berarti bahwa kinerja suatu barang sekurang-kurangnya sama dengan apa yang diharapkan. Nursalam, (2003) juga mengungkapkan bahwa kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktifitas dari satu produk dan harapannya. Lain halnya pendapat Oliver, (1980) menekankan bahwa kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingka kinerja/ hasil yang dirasakan dengan harapan. Kepuasan klien adalah upaya penyelenggara pelayanan (provider) di dalam memberikan apa yang betul-betul dibutuhkan dan diinginkan oleh klien (UNFPA, 1999). Kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi sama sekali. Kepuasan seorang penerima jasa pelayanan dapat dicapai apabila kebutuhan, keinginan dan harapannya dapat dipenuhi melalui jasa atau layanan yang dikonsumsinya. Kepuasan klien bersifat subjektif barorientasi pada individu dan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk. Kepuasan klien dapat berhubungan dengan berbagai aspek diantaranya mutu pelayanan yang diberikan, kecepatan pemberi layanan, prosedur serta sikap yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri (Anwar, 1998 dalam Awinda, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Dari pengertian di atas, suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memuaskan dan memenuhi kebutuhan pelanggan. Pelanggan atau klien harus dipuaskan. Jika mereka tidak dipuaskan maka akan meninggalkan pelayanan tersebut dan beralih ke pelayanan lain. Sama halnya dengan Posyandu. Jika pengguna Posyandu merasa tidak terpuaskan oleh kinerja petugasnya maka klien akan meninggalkan Posyandu dan beralih kepada pelayanan kesehatan lain. Akhirnya produktivitas Posyandu menurun dan menyebabkan tidak sedikit Posyandu yang harus ditutup. Ada beberapa teori mengenai kepuasan. Teori yang menjelaskan apakah klien sangat puas, puas, tidak puas adalah teori performasi yang diharapkan (expectation-performance theori) yang menjelaskan bahwa kepuasan adalah fungsi dari harapan klien tentang jasa dan performasi ayang diterimanya. Jika jasa sesuai dengan harapannya ia akan puas; jika jasa kurang sesuai dengan apa yang diharapkan, ia akan merasa tidak puas. Kepuasan atau ketidak puasan klien akan meningkat jika ada jarak yang lebar antara harapan dan kenyataan performasi pelayanan. Beberapa klien cenderung memperkecil kesenjangan dan mereka akan terkurangi rasa ketidak puasannya (Purnomo, 2002). Teori Kotler (1997) dalam Service Quality, kepuasan pelanggan merupakan kondisi terpenuhinya harapan pelanggan atau service/pelayanan yang diberikan.
Apabila
pelayanan
yang
diberikan
sesuai
atau
melebihi
harapan/ekspektasi pelanggan, mereka akan puas. Sebaliknya apabila pelayan yang diberikan ternyata di bawah ekspektasi, mereka cenderung tidak puas. Oleh karena itu, mengetahui ekspektasi pelanggan sangat penting untuk dipahami.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan teori Wexley dan Yukl (1998) bahwa seorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi yang dibutuhkan dengan kondisi aktual. Semakin besar kekurangan dalam banyak hal penting yang dibutuhkan, maka semakin besar rasa ketidak puasan (Utama, 2005).
3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen yang penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien, dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan pelayanan terhadap populasi sasaran (Hadisugito, 2005). Bila seorang pelanggan tidak puas harus segera diketahui faktor penyebabnya dan segera dilakukan perbaikan. Tanpa adanya tindakan perbaikan hasil pengukuran tingkat kepuasan pelanggan menjadi tidak bermanfaat. Padahal tujuan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan ialah untuk segera mengetahui faktor-faktor yang membuat pelanggan tidak puas, segera diperbaikik sehingga pelanggan tidak kecewa. Menurut Muninjaya (2004) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna jasa: 1. Pemahaman pengguna
jasa
tentang
jenis
pelayanan
yang
akan
diterimanya. Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personal contact.
Universitas Sumatera Utara
2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (compliance). 3. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazzard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli (ignorance) pasien dan keluarga menyebabkan mereka menerima saja jenis perawatan dan tehnologi kedokteran yang ditawarkan oleh petugas kesehatan. Akibatnya, biaya perawatn menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki oleh pihak klien dan keluarganya tentang perawatan yang diterima dapat menjadi sumber keluhan klien. Sistem asuransi kesehatan dapat mengatasi masalah biaya kesehatan. 4. Penampilan fisik meliputi kerapian petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility). 5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada faktor ini. 6. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam memberikan perawatan. 7. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan klien (responsiveness). Berdasarkan data yang diperoleh dari BKKBN, (2009) fungsi dan kinerja petugas Posyandu menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal tersebut disebabkan, antara lain pembinaan program sektor yang kurang, keterbatasan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan dari petugas kesehatan, jumlah kader yang kurang dibandingkan dengan beban kerja, dan alasan-alasan tersebut bergeser menjadi tidak sesuainya waktu penyelenggaraan Posyandu dengan jadwal imunisasi menyebabkan banyak ibu yang membawa bayi dan balitanya ke praktek klinis swata. Untuk itulah guna meningkatkan fungsi dan peran Posyandu diperlukan langkah-langkah taktis dan strategis, seperti kegiatan revitalisasi. Termasuk dukungan dari Lembaga kemasyarakatan, PKK, LSM, tokoh agama dan beberapa sektor terkait dalam pemerintahan. Pada penelitian yang dilakukan dengan tujuan pengembangan indeks kepuasan pengguna suatu layanan, diperoleh hasil bahwa indeks kepuasan pasien secara bersama-sama dengan indikator pelayanan kesehatan lain yang mampu memberikan gambaran tentang tingkat keberhasilan dan keadaan suatu pelayanan tersebut. Perkembangan dan penigkatana jasa pelayanan menjadi bahan perhatian khalayak, sehingga terjadi persaingan mutu pelayanan. Mutu pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan yang akhirnya berdampak pada kunjungan selanjutnya. Tingkat kepuasan ini digunakan untuk melihat gambaran persepsi pengguna jasa pelayanan terhadap mutu pelayanan, kinerja petugas pemberi pelayanan, keterampilan dan kecepatan petugas menanggapi keluhan pengguna jasa. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan atau kualitas dapat dilakukan dengan cara: meningkatkan perolehan klien, mempekerjakan petugas pelayanan kesehatan dengan lebih baik, memberi kommpensasi yang lebih pada karyawan, petugas medis dan kader, meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
produktifitass, memotivasi perawat untuk menawarkan nilai kepada klien dan membangun struktur kepemimpinan yang lebih baik (Tjiptono, 1997).
3.3. Klasifikasi Kepuasan Menurut Gerson (2004), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut: a. Sangat memuaskan Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan klien yang menggambarkan pelyanan kesehatan sepenuhnya atau sebahagian besar sesuai keinginan atau kebutuhan klien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan antara petugas kesehatan atau petugas kesehatan dengan klien), dan sangat cepat (untuk pelayan dan administrasi), yang seluruhnya menggambarkan kualitas tingkat pelayanan yang paling tinggi. b. Memuaskan Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penelitian perasaan klien, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih, ahak kurang cepat, atau kurang ramah, yang semuanya ini menggambarkan tingkat kualitas kategori sedang. c. Tidak memuaskan Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penelitian perasaan klien rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih, agak lambat, atau tidak ramah.
Universitas Sumatera Utara
d. Sangat tidak memuaskan Diartikan sebagai ukusan subjektif hasil penelitian perasaan klien yang rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak bersih, lambat, dan tidak ramah. Seluruh hal ini menggambarkan tingkat kualitas pelayanan kategori rendah. Berpedoman pada skala pengukuran yang dikembangkan Likert dikenal dengan istilah skala Likert, kepuasan pasien dikategorikan menjadi sangat puas, agak puas, dan tidak puas. Kategori ini dapat dikuantifikasi misalnya; sangat puas bobotnya 3, agak puas bobotnya, dan tidak puas bobotnya 1 (Utama, 2003).
Universitas Sumatera Utara