18
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitin Kitin berasal dari bahasa Yunani ”Kiton” yang berarti baju rantai dari besi. Hal ini sesuai dengan fungsinya sebagai jaket pelindung untukm hewan-hewan golongan invetebrata. Kitin tersebar luas di alam dan merupakan senyawa organik kedua yang sangat melimpah di bumi setelah sellulosa (Rudall K.M.,1973). Setiap tahun dari perairan (laut) dihasilkan sekitar
1011 ton kitin namun kurang dari 0,1% yang
dimanfaatkan kembali (Skjak-Braek& Sanford,1989). 2.1.1. Sumber Kitin merupakan biopolimer alami yang melimpah pada kulit luar kepiting, udang,dan juga dinding sel jamur dan serangga. Pada saat ini hanya sedikit dari jumlah limbah cangkang yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau bahan sumber kitin, sehingga pengelolaan kerang-kerangan menimbulkan pencemaran lingkungan. Akhir akhir ini nilai komersial dari kitin melonjak karena sifat sifat yang menguntungkan dari turunannya yang larut sehingga cocok untuk industri kimia, bioteknologi, bidang pertanian, pengelolahan pangan, kosmetik, peternakan, kedokteran, proteksi lingkungan,dan industri pembuatan kertas dan tekstil. Produksi kitin masih terbatas pada limbah cangkang kerang kerangan di beberapa negara dan polusi lingkungan oleh basa selama proses deprotonasi pada pembuatan kitin yakni cairan yang mengandung basa dan hasil degradasi protein. Karena kitin dan turunannya yang larut dalam air merupakan komponen utama dari beberapa dinding sel beberapa Zygomycetes, perhatian telah dialihkan ke jamur untuk digunakan sebagai sumber alternatif kitin dengan menggunakan mikroorganisme pada media yang sederhana dan tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan (Kumar,2000).
Universitas Sumatera Utara
19
2.1.2. Stuktur Kitin adalah suatu polisakarida linear yang terdiri dari senyawa poli [β-(1,4)-2 asetamido deoksi-D-glukopiranose. Struktur kristal kitin serupa dengan selulosa didalam ikatan hidrogen didalam rantai dan antara satu rantai dengan rantai yang lainnnya. Strukutur kitin dapat dilihat dari gambar dibawah ini. CH3 HOH2C
H
H HO
O H
H HO
O
C O
H
HN
* H
H
O O
HN H C
O
H
H HOH2C
CH3
Gambar 1. Struktur Kitin Unit penggunaan struktur kitin mengandung dua residu heksosa dan ketobiosa. Kitin mempunyai rumus molekul (C8H13NO5)n yang mengandung jumlah atom C = 47,29%,H = 6,45%,N = 6,89% dan O = 39,37% (Austin , 1981). Dalam struktur kitin (N-asetil D-glukosianin) bahwa β-piranosa merupakan komponen utama dari kitin ( substansi yang dibentuk dari skleton dan arthropoda) (Carey,1987). Kitin merupakan komponen yang tidak larut dalam air dan sangat tahan pada hidrolisa yang terjadi dan salah satu bagian dari sakarida (Willbraham,1989). Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. 2.1.3. Sifat-Sifat Fisika dan Kimia 2.1.3.1. Sifat Fisika Kitin merupakan bahan yang mirip dengan sellulosa yang sama-sama memiliki sifat-sifat dalam hal kelarutannya dan reaktifitasnya yang rendah. Kitin yang berwarna putih, keras, tidak elastis, polisakarida yang mengandung nitrogen. Kitin dapat larut dalam HCl, H2SO4, H3PO4, dikoloroasetat, trikloroasetat dan asam formiat. Kitin juga larut dalam larutan pekat garam netral yang panas (Synowiecki,2003). 2.1.3.2. Sifat Kimia Karena keberadaan gugus nitrogen, molekul kitin cenderung bergabung dengan makro molekul lain dan meyebabkan jenis dan sifat fisikokimia baru. Misalnya, ikatan kovalen antara kitin dan protein yang terbentuk antara N-asetil dari
Universitas Sumatera Utara
20
kitin bereaksi dengan α-asam amino (terutama tirosin ) dan protein kutikular akan membentuk kompleks stabil namun mudah terdisosiasi setelah pH berubah. Kitin dapat dianggap sebagai basa lemah, oleh karena itu dapat mengalami reaksi netralisasi sebagai senyawa yang bersifat alkali (Taranathan & Kittur,2003). 2.2. Kitosan 2.2.1. Struktur. Kitosan adalah suatu rantai linear dari D-Glukosamin dan N-Asetil DGlukosamin yang terangkai pada posisi β(1-4).Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Karena dalam bentuk kationik, bentuk kitosan yang tidak larut dalam air akan membentuk polielektronik dengan anion polielektrolit. Kitosan telah digunakan dalam bidang biomedikal dan farmasi karena kitosan bersifat biokompatibel,biodegradasi dan tidak beracun (Adriana et al,2003). Kitosan juga terdapat secara alami dalam beberapa jamur namun tidak sebanyak kitin. Struktur idealnya dapat dilihat dari gambar 2:
HOH2 C
H
H HO
O H HO H
H2N
H
O
H
H 2N
* H
H
O O
H
H HOH 2C
Gambar 2. Struktur Kitosan Karena adanya gugus amino,kitosan merupakan polielektrolit kationik( pKa ≈ 6,5) hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini menjadikan kitosan : a.. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons. b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel,kapsul dan membran.
Universitas Sumatera Utara
21
c.Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan sistem produksi terhadap efek dekstruksi dari ion (Meryati,2005). 2.2.2 Sifat- Sifat Fisika dan Kimia 2.2.2.1. Sifat Fisika Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul yang tinggi didapati dengan mempunyai vikositas yang baik dalam suasana asam. Kitosan hasil destilasi kitin, larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat, dll. Kitosan dapat membentuk gel dalam n-metilmorpin n-oksida yang dapat digunakan dalam formulasi pelepasan obat terkendali. Kandungan nitrogen dalam kitin berkisar 5-8% tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan dalam bentuk gugus amino. Maka kitosan bereaksi melalui gugus amino dalam pembentukan Nasilasi dan reaksi Schiff yang merupakan reaksi yang penting (Kumar, 2000). 2.2.2.2 Sifat Kimia Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan juga menyebabkan kitosan mudah dimodifikasi secara kimia antara lain dalam reaksi pembentukan: a. N-Asil Metode yang paling sederhana adalah dengan mereaksikan asam karboksilat dengan kitosan. Pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100% pada suhu 90oC dengan penambahan piridin sedikit demi sedikit untuk menghasilkan N-formilatosan serta N-Asetil dalam asetat 20%. Pereaksi yang paling banyak digunakan untuk NAsilasi kitosan adalah asil anhidrida,baik dalam kondisi homogen dan heterogen. b. O-Asilasi Gugus Amino kitosan lebih reaktif daripada gugus hidroksilnya. Gugus amino perlu diproteksi selama proses asilasi untuk menghasilkan O-Asil Kitosan. Metode proteksi yang dilakukan antara lain melalui pembuatan basa Schiff disusul O-Asetilasi menggunakan larutan untuk mencegah hidrolisis asam dan basa Schiff. Pembuatan O-Asetil kitosan dapat juga dilakukan dengan melarutkan kitosan terasetilasi dalam asam formiat 90% yang mengandung asetat anhidrida dengan HClO4 dengan asumsi protonasi akan mencegah terjadinya N-Asetilasi. N-dan O-Asetilasi kitosan juga dapat diperoleh bersamaan dengan menggunakan asil klorida. Caranya dengan merefluks kitosan dalam dodekanoil
Universitas Sumatera Utara
22
klorida berlebih-piridin-kloroform dan ditambah asam klorida sesudah direfluks 5 jam. Produk yang diperoleh sesudah 9 jam larut dalam kloroform, benzene, dietil eter dan piridin. c. Eter Kitosan Pembuatan derivate O-alkil kitosan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu OAlkilasi kitin disusul pengurangan N-Asetilasi dan O-Alkilasi derivat kitosan dimana gugus amino diproteksi selama reaksi selama reaksi alkilasi. Karboksilmetil kitosan yang diperoleh melalui prosedur pertama menghasilkan garam natrium dengan gugus amin bebas dalam bentuk busa ataupun garam hidroklorida dari asam amino dengan gugus karboksimetil dalam bentuk asam. Sensitifitas terhadap penambahan elektrolit meningkat dengan bertambahnya karboksimetilasi. Perlakuan alkali kitin dengan epiloklorohidrin pada 0-15oC disusul deasetilasi menghasilkan O-hidroksialkil kitosan (Kaban, 2007). Karena kitin dan kitosan merupakan bahan alam maka keduanya lebih bersifat biokompatibel dan biodegradabel dibanding dengan polimer sintetik. Kitin dan kitosan serta senyawa turunannya telah banyak diaplikasikan dalam berbagai industri. Nilai total perdagangan bahan-bahan tersebut pada tahun 2002 mencapai 112 trilyun rupiah (Toharisman, 2007). 2.3. Alginat Alginat merupakan kopolimer linear yang terdiri atas β-D-Mannuronat dan αL-Guluronat yang dihubungkan dengan ikatan (1-4) membentuk homopolimer yang disebut dengan M atau G dan heteropilmer yang disebut dengan MG. Karena adanya kapasitas gel pada kation divalen sehingga dapat digunakan dalam berbagai aplikasi seperti makanan, kosmetik,dan industri farmasi (Adriana et al,2003). 2.3.1. Struktur dan Komposisi Asam alginat diperoleh dari Rhodophyceae-alga cokelat yang merupakan tumbuhan laut. Dihasilkan di Amerika serikat da pada umumnya dalam jenis Macrocytis Pirefera, tumbuhan laut yang besar (Robinson, 1987).Asam alginat umumnya terdapat sebagai garam-garam kalsium, magnesium dan natrium. Tahap pertama pembuatan alginat adalah dengan mengubah kalsium dan magnesium alginat yang tidak larut menjadi natrium alginat dengan pertukaran ion dibawah kondisi alkali.
Universitas Sumatera Utara
23
OH-
M(Alg)2
+ 2Na
+
2NaAlg
+ M2+
Proses pertukaran ion alginat dilakukan dengan mineral asam sebelum diekstraksi dengan alkali. Ca(Alg) + 2H+
2Halg
Halg + Na+
OH-
+ Ca2+
NaAlg + H+
Larutan natrium alginat kasar yang diperoleh di filtrasi dan diendapkan dengan Ca2+ untuk membentuk garam kalsium yang tidak larut. Selanjutnya pemisahan dilakukan dengan proses acidfikasi untuk memisahkan asam alginat dan ion-ion kalsium. 2NaAlg + Ca2+
Ca(Alg)2 + 2Na+
Ca(Alg)2 + 2H+
2HAlg + Ca2+
Kemudian gel asam alginat, setelah didehidrasi dicampurkan dengan alkali ( Na2CO3) untuk membuat kembali garam natrium yang larut. Halg + Na+
OH-
NaAlg
Akhirnya diperoleh pasta natrium alginat lalu dikeringkan dan digiling untuk memperoleh bubuk natrium alginat (Zhanjiang, 1990). Setiap produksi dari tanaman ini menghasilkan jenis-jenis alginat yang berbeda-beda dimana jumlahnya tergantung pada masa panennya dan bagian anatomi dari tumbuhan itu sendiri, dan dapat dilihat dari tabel dibawah ini: Tabel 1. Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga Nama Spesies
Perbandingan asam uronat (%) Asam Guluronat (G)
Asam Mannuronat (M)
Ascophyllum nodosum
35
65
Macrocytis Pyrifera
40
60
Laminaria hyperborea
70
30
Perbandingan yang bervariasi dari ketiga segmen menyebabkan perbedaan sifat produk yang dihasilkan. Alginat yang mengandung asam guluronat yang tinggi akan cenderung mempunyai struktur yang kaku (rigid) serta mempunyai porositas
Universitas Sumatera Utara
24
yang besar, sedangkan yang mengandung asam mannuronat yang tinggi mempunyai struktur yang tidak kaku (Prakash,S.,dkk, 2004).
Gambar 3. α-L-Guluronat dan β-D-Mannuronat 2.3.2. Sifat dan Kegunaan. Asam alginat tidak dapat larut dalam air dan secara umum pada industri untuk melarutkannya dilakukan dengan penambahan natrium ataupun kalsium. Salah satu sifat dari larutan natrium alginat adalah jika dicampurkan dengan larutan kalsium klorida akan membentuk gel kalsium alginat, yang tidak larut dalam air. Ikatan antara kalsium dengan alginat adalah ikatan khelat yaitu antara kalsium dengan rantai LGuluronat dari alginat (Morris et al,1978). Ikatan ionik dapat dibentuk diantara gugus karboksilat dan Ca2+ dengan ikatan hidrogen diantara gugus hidroksi. Ketika blok G tersusun paralel berbentuk pola rantai seperti dengan lubang-lubang yang sangat ideal sebagai tempat pengikatan kalsium ini menyerupai telur dalam kotaknya (egg in an egg box) dan dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 4. Kalsium berada pada blok G (egg in an egg box)
Universitas Sumatera Utara
25
Gel terbentuk melalui reaksi kimia dimana kalsium menggantikan natrium dengan alginat mengikat molekul molekul alginat yang panjang sehingga membentuk gel. Tergantung dari jumlah kalsium yang memberikan assosiasi sementara dan meningkatkan viskositas larutan, sementara kandungan kalsium yang tinggi menghasilkan assosiasi permanen yang menyebabkan pengendapan atau gelatin. Gel yang lebih homogen dan stabil dapat diperoleh melalui pendinginan yang lambat larutan alginat dengan adanya ion kalsium. Gel yang dibentuk selama pendinginan secara kimia lebih mudah dikontrol dan tidak mudah meleleh bila dipanaskan walaupun terdegradasi pada pH yang ekstrim (Robinson,1987). Kegunaan dari alginat didasarkan pada 3 sifat utamanya adalah : a. Kemampuan untuk larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan. b. Kemampuannya untuk membentuk gel. c.Kemampuannya untuk membuat film (natrium alginat) dan serat (kalsium alginat). Dalam industri tekstil, alginat digunakan sebagai pengental pasta yang mengandung zat pewarna. Bahan pengental lain seperti pati sering digunakan tetapi bereaksi dengan bahan pengaktif pewarna, sehingga menghasilkan warna yang lebih rendah dan kadang-kadang limbahnya sulit untuk dicuci. Alginat tidak bereaksi dengan zat pewarna dan dengan mudah dicuci dari tekstil sehingga alginat menjadi pengental yang terbaik untuk zat pewarna (Mchugh, 2003). Alginat digunakan dalam pembuatan membran sebagai sistem penyampaian obat tipikal baru, povidon iodium sebagai obat dimana membran alginat dapat berfungsi sebagai reservoir obat, membran dapat menyerap air dan melepaskan obat (Bangun.H.,1990). 2.4. Membran Kata membran berasal dari bahasa latin yaitu ’membrane’ yang berarti potongan kain. Saat ini istilah membran didefenisikan sebagai lapisan tipis ( film ) yang fleksibel, pembatas antara fasa yang bersifat semipermiabel ( Jones, 1987). Membran dapat berupa padatan ataupun cairan dan berfungsi sebagai media pemisahan yang selektif berdasarkan perbedaan koefisien difusivitas, muatan listrik atau kelarutan. Sebenarnya membran sudah merupakan bagian integral dari kehidupan kita sehari-hari. Seluruh sel-sel penyusun tubuh mahluk hidup, terutama penyusun sel-sel
Universitas Sumatera Utara
26
penyusun tubuh kita dibungkus dengan membran. Membran sel sangat bersifat selektif sehingga hanya zat-zat tertentu saja yang dapat melaluinya. Pada tahun 1855 membran baru dikembangkan secara kecil-kecilan dalam skala laboratoriumnya oleh Fick. Saat ini pemakaian membran telah meluas pada berbagai bidang meliputi industri logam (kontrol polusi, recorveri bahan-bahan kimia), industri pulp dan kertas (pengganti evaporasi, kontrol polusi, recorveri serta bahan-bahan kimia), kesehatan dan medis (organ artifisial, control release untuk obat, fraksionasi darah, sterilisasi, pemurnian air) dan pengelolahan limbah( pemisahan garam, deionisasi). Pengelompokan membran dapat dilakukan atas dasar berbagai hal. Atas dasar material yang digunakan membran dapat dikelompokkan menjadi membran polimer, liquid membran, padatan (keramik) dan membran penukar ion. Berdasarkan konfigurasinya membran dapat dikelompokkan memnjadi lembaran, lilitan spiral (spiral warna), tubular dan emulsi (Mulder,1996) 2.4.1. Membran Filtrasi Berdasarkan
besar kecilnya ukuran material yang dapat melewatinya
membran dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi dan reverse osmosis. a.Mikrofiltrasi Membran mikrofiltrasi(MF) dapat dibedakan dari reverse osmosis(RO) dan ultrafiltrasi(UF) berdasarkan ukuran partikel yang dapat dipisahkan. Pada membran mikroultrafiltrasi, garam-garam tidak dapat direjeksi oleh membran. Proses foltrasi dapat dilaksanakan pada tekanan yang cukup rendah yaitu dibawah 2 bar. Membran mikrofiltrasi dapat dibuat dari berbagai macam material anorganik ataupun organik. Membran anorganik banyak digunakan karena ketahanannya pada suhu tinggi dan zat kimia.Membran mikrofiltrasi memiliki ukuran pori antara 0.05 sampai 10μm dan tebal 10-15μm. 0.0001μm
0.001μm
Reverse osmosis 1A
10A
ultrafiltrasi
0.1μm
mikrofiltrasi 1000A
100000A
Universitas Sumatera Utara
27
b.Ultrafiltrasi Proses ultrafiltarsi(UF) berada diantara proses nanofiltasi dan makrofiltrasi. Ukuran pori membran berkisar antara 0.05μm sampai 1nm. Ultrafiltrasi digunakan untuk memisahkan makromolekul dan koloid dari larutannya. Ketebalan lapisan atas ultrafiltrasi umumnya kurang 1μm. c. Membran Reserve Osmosis. Membrane reverse osmosis (RO) digunakan untuk memisahkan zat terlarut yang memilki berat molekul yang rendah seperti garam anorganik atau molekul organic kecil seperti glukosa dan sukrosa larutannya. Aplikasi reverse osmosis terutama adalah untuk pemurnian air, khususnya desalinasi air laut dan air payau menjadi air minum (Mulder, 1996) 2.4.2.Membran Dialisis Bila ginjal gagal melakukan fungsinya, sehingga bermacam macam produk sisa termasuk garam dan air menumpuk dalam tubuh, perlu dilakukan dialisis untuk mengeluarkan produk sisa tersebut. Proses dialisis sesungguhnya menggunakan sifat sifat dari membran semi-permiabel, dimana membran tersebut hanya dapat dilalui oleh oleh zat-zat dengan berat molekul yang kecil dan tidak dapat ditembus oleh berat molekul yang besar. Melalui membran semi-permeabel tersebut kelebihan air,macam macam produk sisa yang menumpuk dalam tubuh ataupun zat-zat toksit lainnnya dapat dikeluarkan dari tubuh penderita gagal ginjal ataupun untuk meningkatkan kerja ginjal pada terapi keracunan (Haven, 1995). Ada dua macam pengobatan dengan dialisis yaitu Hemodialisis dan Dialisis Intraperitoneal. a.Dialisis Intraperitoneal Pada proses dialisis intraperitoneal cairan dialysis dimasukkan kedalam kateter kedalam peritoneum,sehingga pertukaran ion terjadi sepanjang membrane peritoneal. Pada interval waktu tertentu cairan dialysis tersebut harus diganti atau dapat disirkulkasi kembali melalui suatu adsorben chamber. b.Hemodialisis Pada proses ini digunakan membran buatan semi-permiabel yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Juga dipergunakan suatu mesin untuk mengalirkan darah pasien melalui salah satu sisi permukaan dari membran semi-permiabel sebelum dikembalikan ke tubuh pasien. Pada saat yang sama cairan hemodialisa dipompakan
Universitas Sumatera Utara
28
kedalam mesin dan dialirkan melalui sisi lain dari permukaan semi-permiabel, sehingga terjadi pertukaran ion antara darah pasien dengan cairan hemodialisis. (Haven.L,2005)
Gambar 5.Hemodialisis
Proses pemisahan suatu komponen dari campuran yang disebabkan oleh adanya perbedaan konsentrasi yang lebih dominan dibandingkan dengan beda pengaruh tekanan atau beda potensial listrik pada membran, dikenal dengan dialisis. Sedangkan proses perpindahan ion melalui membran penukar ion melalui membran penukar ion sebagai akibat oleh adanya pengaruh beda konsentrasi yang lebih dominan dibandingkan dengan beda tekanan atau beda potensial pada membran dikenal dengan dialisis difusi. Pada dialisis fasa cair yang mengandung pelarut yang sama berada pada kedua sisi membran dan tidak ada beda tekanan. Pada dialisis fluks zat terlarut sebanding dengan konsentrasi. Pemisahan terjadi karena perbedaan koefisien permeabilitas. Makromolekul memiliki koefisien difusi jauh lebih rendah dibandingkan dengan berat molekul yang rendah ( Mulder,1996). 2.4.3. Difusi membran.
Pada penggunaan membran sebagai aplikasi tertentu, khususnya sebagai
membran pemisah dibutuhkan pengetahuan tentang sifat perpindagan zat (difusi) melalui membran. Proses difusi adalah sebagai proses perpindahan molekular statik akibat adanya pergerakan acak dari molekul fluks massa (makroskopik) terjadi akibat akibat pergerakan. Suatu bidang berisi lebih banyak molekul dibandingkan dengan bidang yang berada disebelahnya maka fluks massa netto akan terjadi karena lebih
Universitas Sumatera Utara
29
banyak molekul yang bergerak kesebelah kanan dibandingkan dengan yang kiri. Apabila ada 2 bidang x dan x + σx (misalnya lapisan tipis membran dan jumlah penetran yang meninggalkan bidang ) adalah (j + (σj + σx)σx)dt. X
x + σx
jσx (j + (σj + σx)σx)dt. Gambar 6. Proses difusi pada penampang melintang membran Besarnya koefisien difusi molekul yang berpenetrasi melalui membran tidak berpori tergantung pada ukuran partikel yang berdifusi dan sifat material membran. Secara umum koefisien difusi menurun seiring dengan besarnya ukuran partikel (Mulder,1996). Proses difusi dipengaruhi oleh struktur, ukuran pori, komposisi polimer, sifat dan ukuran zat serta konsentrasi larutan.Difusi zat melalui membran dapat dinyatakan dalam hukum Fick: J=
M A.t
J = fluks zat (g.cm-2 s-1) M= berat zat yang terdifusi persatuan waktu (gr) A = area yang tersedia untuk difusi (cm2) t = waktu (s-1) Fluks zat menyatakan jumlah mol,massa atau volume suatu komponen yang melewati luas permukaan tertentu suatu membran. Untuk menguji sifat membran yang dibuat digunakan 3 zat dengan berat molekul yang berbeda yaitu : urea (BM = 60,06), natrium salisilat ( BM =160,11), dan albumin (BM= 60.000). Pemilihan urea dan albumin didasarkan pada prinsip pencucian darah dalam proses dialisis. Sementara natrium salisilat digunakan sebagai pembanding (Martin, 1993). Diharapkan membran yang dibuat bisa dilewati oleh urea yang memiliki berat molekul rendah tetapi tidak bisa dilewati oleh membran yang memiliki berat molekul besar (Dawolo, 2005).
Universitas Sumatera Utara