11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Campak Penyakit campak adalah salah satu penyakit yang sangat menular dan serius, yang disebabkan oleh virus jenis paramyxovirus. Seseorang yang terinfeksi campak seringkali menularkan virus tersebut ke lebih dari 90% orang yang yang memiliki kontak dekat dengannya. Virus ini ditularkan melalui batuk, bersin, kontak pribadi yang dekat, atau kontak langsung dengan cairan ludah, tenggorok atau cairan hidung orang yang terinfeksi. Virus tetap aktif di udara maupun permukaan yang terinfeksi hingga dua jam, dan dapat ditularkan oleh orang yang terinfeksi sejak 4 hari sebelum mulai timbul bercak hingga 4 hari setelah timbul bercak. Gejala dan tanda penyakit campak biasanya dimulai dari demam tinggi, yang timbul 10-12 hari setelah terpapar oleh virus. Demam bertahan selama 4-10 hari, dan dapat disertai pilek, batuk, mata merah dan berair, serta bintik putih halus di dalam mukosa mulut (bercak koplik). Setelah beberapa hari akan timbul bercak merah yang biasanya dimulai dari wajah dan bagian atas leher. Kira-kira 3 hari kemudian ruam akan meluas ke tangan dan kaki, kemudian ke seluruh tubuh. Ruam bertahan sampai 5-6 hari kemudian hilang. Penyakit campak merupakan penyakit berat yang merusak epitel permukaan dan sistem kekebalan tubuh. Penyakit ini juga meningkatkan kerentanan terhadap agen
infeksi
lain
seperti
pneumococcus,
Haemophylus
influenzae,
dan
11
12
Staphylococcus aureus. Penyakit campak juga dapat menyebabkan ataupun memperburuk defisiensi Vitamin A, sehingga meningkatkan risiko xerophthalmia, kebutaan, dan kematian terutama pada anak-anak. Case-fatality rate akibat campak diperkirakan 3-5% di negara berkembang, tetapi bisa meningkat menjadi 10-30% pada pengungsi (displaced people). (WHO, 2005) Kematian akibat campak biasanya disebabkan oleh komplikasi berupa kebutaan, encephalitis, diare berat dan dehidrasi, infeksi telinga, dan infeksi saluran nafas yang berat seperti pneumonia. Kelompok yang paling berisiko terkena campak dan komplikasinya adalah anak-anak yang belum divaksinasi. Setiap orang yang belum divaksinasi juga berisiko menderita campak. Seperti penyakit virus lainnya, tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit campak, tetapi penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi.
2.2. Imunisasi Campak Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpapar tidak akan menderita penyakit tersebut. Menurut WHO, imunisasi adalah proses untuk membuat seseorang menjadi imun atau kebal terhadap suatu penyakit menular, khususnya melalui pemberian vaksin. Vaksin merangsang sistem kekebalan tubuh untuk melindungi seseorang terhadap infeksi atau penyakit tertentu. Imunisasi merupakan cara yang telah terbukti dapat mengendalikan dan memberantas berbagai penyakit menular, dan diperkirakan
13
imunisasi dapat mencegah 2 – 3 juta kematian per tahun. Imunisasi merupakan salah satu investasi kesehatan yang paling hemat biaya, dengan strategi yang telah terbukti yang membuatnya dapat diakses, bahkan oleh populasi yang paling rentan dan sulit dijangkau. Vaksinasi memiliki kelompok sasaran yang telah ditentukan dengan jelas, dan dapat disalurkan secara efektif. Vaksin adalah sediaan biologis yang meningkatkan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Vaksin biasanya berisi agen yang menyerupai mikroorganisme penyebab penyakit dan sering dibuat dari kuman, toksin, atau protein permukaannya, yang telah dibunuh atau dilemahkan. Agen tersebut akan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali agen tersebut sebagai benda asing, menghancurkan, dan mengingatnya, sehingga apabila mikroorganisme tersebut kemudian muncul lagi, sistem kekebalan tubuh akan dengan mudah mengenali dan menghancurkannya. Vaksin campak adalah vaksin virus hidup yang dilemahkan, merupakan vaksin beku kering berwarna kekuningan pada vial gelas, yang harus dilarutkan hanya dengan pelarut vaksin campak kering produksi PT Bio Farma yang telah disediakan secara terpisah. Vaksin campak ini berupa serbuk injeksi. (P.T. Biofarma). Vaksin campak telah digunakan selama 50 tahun, dan merupakan cara pencegahan campak yang aman, efektif, dan murah. WHO merekomendasikan vaksinasi campak untuk semua anak yang rentan dan orang dewasa bila tidak ada kontraindikasi. Pemberian 2 dosis vaksin campak baik sendiri maupun dengan kombinasi dengan rubella (MR) ataupun dengan gondong dan rubella (MMR) merupakan standar pelaksanaan imunisasi yang direkomendasikan WHO.
14
Vaksinasi campak merupakan salah satu prioritas utama dalam fase akut kedaruratan, terutama bila cakupan vaksin pada populasi yang terdampak di bawah 90%. Tujuan utama program vaksinasi campak adalah untuk mencegah KLB campak , dimana dalam situasi kedaruratan kesehatan, tingkat kematian yang tinggi sering dikaitkan dengan penyakit ini. Vaksinasi campak merupakan salah satu upaya kesehatan masyarakat yang paling hemat biaya ( cost- effective ) dalam situasi darurat. (WHO, 2005) 2.2.1. Dosis dan Cara Pemberian Vaksin campak diberikan dengan dosis 0,5 ml, disuntikkan secara subkutan. Dosis pertama diberikan pada usia 9 bulan, dan vaksin penguat diberikan pada usia 57 tahun. Jadwal BIAS disesuaikan dengan program imunisasi Kementerian Kesehatan (Sumber: IDAI, 2011) 2.2.2. Efek Samping Vaksin campak dapat mengakibatkan sakit ringan dan bengkak pada lokasi suntikan, yang terjadi 24 jam setelah vaksinasi. Pada 5-15 % kasus terjadi demam (selama 1-2 hari), biasanya 8-10 hari setelah vaksinasi. Pada 2 % kasus terjadi kemerahan (selama 2 hari), biasanya 7-10 hari setelah vaksinasi. Kasus ensefalitis pernah dilaporkan terjadi (perbandingan 1/1.000.000 dosis), kejang demam (perbandingan 1/3000 dosis ). 2.2.3. Kontraindikasi Vaksin ini sebaiknya tidak diberikan bagi orang yang alergi terhadap dosis vaksin campak sebelumnya, wanita hamil karena efek vaksin campak terhadap janin
15
belum diketahui, orang yang alergi berat terhadap kanamisin dan eritromisin, anak dengan infeksi akut disertai demam, anak dengan defisiensi sistem kekebalan, anak dengan pengobatan intensif yang bersifat imunosupresif, anak yang mempunyai kerentanan tinggi terhadap protein telur.
2.3. Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi Standar minimal adalah ukuran terkecil atau terendah dari kebutuhan hidup (air bersih dan sanitasi, persedian pangan, pemenuhan gizi, tempat tinggal dan pelayanan kesehatan) yang harus dipenuhi kepada korban bencana atau pengungsi untuk dapat hidup layak, sehat, dan manusiawi. (Depkes, 2001). Tolok ukur adalah pertanda yang menunjukkan suatu standar sudah (atau belum) tercapai. Tolok ukur ini menyediakan cara untuk mengukur/menilai dan mengkomunikasikan dampak atau hasil suatu program, juga prosesnya dan metodametodanya. Tolok ukur bisa bersifat kuantitatif (berupa angka-angka yang menunjukkan jumlah atau persentase), bisa juga bersifat kualitatif (berbentuk paparan keadaan atau status). Tujuan dibuatnya Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi adalah: Tujuan Umum: Terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi korban akibat bencana dan pengungsi sesuai dengan standar minimal.
16
Tujuan Khusus: a. Terpenuhinya pelayanan kesehatan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai dengan standar minimal. b. Terpenuhinya pemberantasan dan pencegahan penyakit menular bagi korban bencana dan pengungsi sesuai dengan standar minimal. c. Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi bagi korban bencana dan pengungsi sesuai dengan standar minimal. d. Terpenuhinya kesehatan lingkungan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai dengan standar minimal. e. Terpenuhinya kebutuhan papan dan sandang bagi korban bencana dan pengungsi sesuai dengan standar minimal. Standar minimal yang harus dipenuhi dalam upaya pemberantasan dan pencegahan penyakit menular mencakup vaksinasi, masalah umum kesehatan di pengungsian, manajemen kasus, surveilans, dan ketenagaan. 2.3.1. Standar Minimal Vaksinasi Pada Bencana Vaksinasi campak harus dijadikan prioritas sedini mungkin dalam keadaan darurat. Program vaksinasi harus segera dimulai begitu tenaga kesehatan, vaksin, peralatan dan perlengkapan lain sudah tersedia, tanpa menunda-nunda lagi. Tidak perlu menunggu sampai vaksin-vaksin lain tersedia, atau sampai telah ada laporan tentang munculnya kasus campak di lokasi. Mungkin (namun sangat jarang terjadi) tim penilai situasi awal memutuskan bahwa vaksinasi campak tidak perlu dilakukan. Bila demikian keputusan harus didasari oleh faktor-faktor epidemiologis, misalnya
17
pelaksanaan kampanye vaksinasi sebelumnya di daerah tersebut, tingkat cakupan vaksinasi yang telah dijalankan, serta perkiraan jumlah penduduk yang paling rentan terkena campak. Dampak kondisi lain, tim penilai awal mungkin merekomendasikan agar setiap orang yang telah berusia lebih dari 15 tahun juga divaksin, dengan alasan kuat bahwa nampak terbukti tingkat usia tersebut juga rawan terkena penyakit campak. Tolok ukur kunci: a. Bila muncul satu kasus campak (yang masih dalam tahap diduga maupun sudah pasti), dilakukan pemantauan di lokasi termasuk mengenai status vaksinasi dan usia pasien. b. Dalam pengendalian wabah campak pemberian vaksin kepada anak usia 6 bulan sampai 15 tahun atau lebih disertai pemberian vitamin A dengan dosis yang tepat adalah kuncinya. Bila yang dihadapi di lapangan adalah situasi pengungsian, para pendatang baru ke lokasi/kamp/penampungan/pemukiman sementara secara sistematis harus divaksin. Semua anak yang berusia 6 bulan hingga 15 tahun menerima vaksin campak dan Vitamin A dengan dosis yang tepat. Tolok ukur kunci: a. Dilaksanakan oleh puskesmas di bawah koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten dan bekerja sama dengan instansi terkait. b. Sampai 100% dari semua anak dalam kelompok sasaran (termasuk pendatang baru di kamp pengungsian) sudah divaksin.
18
c. Pasokan vaksin di lokasi setara dengan 140% kelompok sasaran, termasuk 15% untuk kemungkinan tidak terpakai/terbuang dan 25% cadangan. Kebutuhan bagi pendatang baru diproyeksikan, dan bila tidak tersedia vaksin harus segera didatangkan. d. Yang digunakan hanyalah vaksin dan jarum suntik sekali pakai sesuai dengan ketentuan WHO. e. Rantai pasokan harus terus dipantau sejak pembuatannya hinga ke lokasi pemberian vaksin untuk menjamin kelayakannya. f. Persediaan jarum suntik di lokasi setara dengan 125%
kelompok sasaran,
termasuk 25% cadangan jarum-jarum suntik berkapasitas 5 ml untuk melarutkan dosis-dosis jamak tersedia. Diperlukan satu jarum suntik untuk setiap zat yang akan dilarutkan bersama. g. Kotak pengaman yang sesuai dengan rekomendasi WHO tersedia untuk masingmasing jarum suntik sebelum dibuang setelah digunakan. Kotak-kotak tersebut dibuat sesuai dengan ketentuan WHO. h. Pasokan Vitamin A setara dengan 125%
kelompok sasaran termasuk 25%
cadangan bila akan digunakan bersamaan dengan kampanye vaksinasi campak. i. Kepala Puskesmas merencanakan kebutuhan vaksin, KMS (Kartu Menuju Sehat), Buku Induk khusus penanganan kesehatan pengungsi, peralatan dan tenaga kesehatan (juru imunisasi) dengan memperhitungkan jumlah sasaran sekaligus pemberian Vitamin A.
19
j. Tanggal pemberian vaksin dicatat setiap catatan kesehatan anak (memakai buku induk). Bila mungkin disediakan juga catatan kesehatan. k. Bayi yang divaksin sebelum usia 9 bulan memerlukan revaksinasi jika usianya mencapai 9 bulan. l. Puskesmas melaksanakan dan memastikan vaksinasi berkesinambungan yang rutin terhadap setiap pendatang baru di kamp pengungsian, dan mengidentifikasi anak-anak yang butuh vaksinasi ke-2 (bayi yang mencapai usia 9 bulan). m. Pesan-pesan yang relevan dalam bahasa daerah setempat disebarluaskan kepada kelompok-kelompok ibu atau pengasuh anak yang tengah menunggu giliran mencakup manfaat vaksin, kemungkinan efek samping, kapan harus kembali untuk revaksinasi, dan mengapa harus menyimpan KMS.
2.4. Bencana 2.4.1. Definisi Bencana Definisi bencana menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak/tidak terencana atau secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola
20
kehidupan normal atau kerusakan ekosistem, sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan korban yaitu manusia dan lingkungannya. (Depkes RI, 2007). Definisi bencana menurut WHO: 1. Sebuah gangguan serius dari berfungsinya suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan banyaknya korban jiwa, kerugian harta benda, gangguan ekonomi, atau kerusakan lingkungan yang melebihi kemampuan komunitas atau masyarakat tersebut untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber dayanya sendiri. 2. Situasi atau peristiwa, yang melebihi kapasitas lokal, dan membutuhkan bantuan tingkat nasional atau internasional. Menurut ISDR ( International Strategy for Disaster Reduction ), bencana terjadi ketika tiga kondisi berikut terjadi pada saat yang bersamaan: 1. Ketika orang-orang hidup di tempat-tempat yang berbahaya seperti dekat dengan gunungapi aktif, di lereng yang tidak stabil yang memungkinkan terjadinya tanah longsor, atau dekat dengan sungai yang bisa mengakibatkan banjir. 2. Ketika suatu fenomena yang berbahaya terjadi, baik fenomena alam maupun yang disebabkan oleh perbuatan manusia. 3. Ketika fenomena tersebut juga menyebabkan banyak kerusakan, terutama bila tidak diambil tindakan pencegahan sebelumnya.
21
2.4.2. Jenis-jenis Bencana UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan jenis-jenis bencana sebagai berikut: 1. Bencana Alam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa dempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 2. Bencana Non Alam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. 3. Bencana Sosial, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. 2.4.3. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Menurut UU no. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 5, Pemerintah
dan
Pemerintah
Daerah
menjadi
penanggung
jawab
dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Di dalam pasal 6 disebutkan bahwa salah satu tanggung jawab Pemerintah dalam penanggulangan bencana adalah penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum. Salah satu hak masyarakat yang terkena bencana adalah mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, yang meliputi
22
bantuan penyediaan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial, penampungan dan tempat hunian. Pelayanan kesehatan yang harus dilaksanakan di lokasi pengungsian adalah: Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (pengamatan penyakit, promotif, preventif termasuk imunisasi, dan penanganan kasus), Pelayanan Kesehatan Gizi, Pelayanan Kesehatan Reproduksi, Pelayanan Kesehatan Jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 tahap yaitu : tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Penyelenggaraan penanggulanga bencana pada saat tangap darurat meliputi: a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumberdaya b. Penentuan status keadaan darurat bencana c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana d. Pemenuhan kebutuhan dasar e. Perlindungan terhadap kelompok rentan f. Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital. Upaya tanggap darurat bidang kesehatan antara lain: a. Penilaian cepat kesehatan (Rapid Health Assessment)
23
b. Pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana kesehatan c. Pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan d. Perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan. 2.4.4. Masalah Kesehatan Akibat Bencana Dalam situasi bencana selalu terjadi kedaruratan di semua aspek kehidupan. Terjadinya kelumpuhan pemerintahan, rusaknya fasilitas umum, terganggunya sistem komunikasi dan transportasi, lumpuhnya pelayanan umum yang mengakibatkan terganggunya tatanan kehidupan masyarakat, jatuhnya korban jiwa, hilangnya harta benda, meningkatnya angka kesakitan merupakan dampak dari adanya bencana. (Depkes RI, 2001) WHO juga menyebutkan bahwa dampak buruk bencana yang sering terjadi adalah
pengungsian,
rusaknya
lingkungan
dan
perekonomian,
kemiskinan,
kelangkaan air bersih, sanitasi dan pengelolaan limbah yang buruk, status gizi yang buruk akibat kekurangan pangan, dan kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Berbagai faktor risiko di atas menempatkan masyarakat yang menjadi korban bencana sebagai kelompok yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, termasuk penyakit yang dapat diimunisasi (vaccine-preventable diseases). Setiap kejadian bencana selalu menyebabkan krisis kesehatan, diantaranya lumpuhnya pelayanan kesehatan, korban mati, korban luka, pengungsi, masalah gizi, masalah ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan, penyakit menular, gangguan kejiwaan, dan gangguan pelayanan kesehatan reproduksi. (PPK Depkes RI, 2011).
24
Salah satu dampak bencana adalah pengungsian. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana. Permasalahan kesehatan pada pengungsian terutama disebabkan oleh: a. Kerusakan lingkungan dan pencemaran b. Jumlah pengungsi yang banyak, menempati suatu ruangan yang sempit, sehingga harus berdesakan c. Pada umumnya tempat penampungan pengungsi tidak memenuhi syarat kesehatan d. Ketersediaan air bersih yang sering tidak mencukupi baik jumlah maupun kualitasnya e. Di antara pengungsi selalu ditemui banyak orang yang berisiko tinggi seperti bayi, balita, ibu hamil dan menyusui, lanjut usia. f. Pengungsian berada di daerah endemis penyakit menular, dekat sumber pencemaran, dan lain-lain. g. Kurangnya PHBS h. Kerusakan pada sarana kesehatan yang seringkali berakibat padamnya listrik sehingga berisiko terhadap kualitas vaksin. Berbagai faktor di atas menyebabkan para pengungsi sangat rentan terhadap penyakit menular yang berpotensi wabah seperti diare, ISPA, malaria, DBD, P3DI, keracunan, dan penyakit-penyakit spesifik lokal.
25
2.5. Gunungapi 2.5.1. Pengertian Gunungapi Menurut badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, gunungapi adalah lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Gunungapi merupakan gunung yang masih aktif melakukan letusan atau suatu permukaan bumi yang menonjol yang mempunyai kekuatan dari dalam untuk mengeluarkan material yang terkandung di dalamnya yang disertai dengan awan panas (Prager, 2006) 2.5.2. Klasifikasi Gunungapi di Indonesia a. Tipe A : Gunungapi yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurangkurangnya satu kali sesudah tahun 1600. b. Tipe B : Gunungapi yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan solfatara (hembusan gas belerang). c. Tipe C : Gunungapi yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkat lemah. (Badan Geologi) 2.5.3. Bahaya Gunungapi Bahaya letusan gunungapi dapat berpengaruh secara langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder) yang menjadi bencana bagi kehidupan manusia.
26
2.5.3.1.Bahaya Primer a. Leleran Lava Berupa cairan lava yang pekat dan panas, dapat merusak segala infrastruktur yang dilaluinya. Pada umumnya di Indonesia leleran lava yang dierupsikan gunungapi komposisi magmanya menengah sehingga pergerakannya cukup lambat sehingga manusia dapat menghindarkan diri dari terjangannya. b. Aliran Piroklastik (awan panas) Terjadi akibat runtuhan tiang asap erupsi plinian, letusan langsung ke satu arah, guguran kubah lava atau lidah lava dan aliran pada permukaan tanah (surge). Kecepatan aliran dapat mencapai 150-250 km/jam dan jangkauan aliran dapat mencapai puluhan kilometer walaupun bergerak di atas air/laut. c. Jatuhan Piroklastik Terjadi dari letusan yang membentuk tiang asap cukup tinggi, pada saat energinya habis, abu akan menyebar sesuai arah angin kemudian jatuh lagi ke muka bumi berupa hujan abu. Hujan abu dapat merusak tanaman, merobohkan rumah, mengganggu pernafasan, dan membahayakan jalur penerbangan. d. Lahar Letusan Terjadi pada gunungapi yang mempunyai danau kawah. Apabila volume air alam kawah cukup besar, akan menjadi ancaman langsung saat terjadi letusan dengan menumpahkan lumpur panas.
27
e. Gas Vulkanik Beracun Umumnya muncul pada gunungapi aktif berupa CO, CO2, HCN, H2S, SO2, dan lain-lain, pada konsentrasi di atas ambang batas dapat membunuh. 2.5.3.2.Bahaya Sekunder a. Lahar Hujan Terjadi apabila endapan material lepas hasil erupsi gunungapi yang diendapkan pada puncak dan lereng, terangkut oleh hujan atau air permukaan, berupa aliran lumpur yang sangat pekat sehingga dapat mengangkut material berbagai ukuran. Lahar dapat merubah topografi sungai yang dilaluinya dan merusak infrastruktur. b. Banjir Bandang Terjadi akibat longsoran material vulkanik lama pada lereng gunungapi karena jenuh air atau curah hujan cukup tinggi. c. Longsoran Vulkanik Dapat terjadi akibat letusan gunungapi, eksplosi uap air, alterasi batuan pada tubuh gunungapi sehingga menjadi rapuh, atau terkena gempabumi berintensitas kuat.
28
2.6. Kerangka Pikir
Persiapan
Standar Minimal Imunisasi pada Pengungsi
Penilaian Cepat Kelompok Sasaran Tenaga Pasokan Vaksin & Logistik Pasokan Vit. A Cold Chain KMS
Pelaksanaan
Prosedur penyuntikan Pencatatan di KMS Edukasi
Evaluasi
Kegiatan imunisasi KIPI Cakupan Imunisasi Surveilans Campak
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
Indikator Keberhasilan