BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oleokimia
Oleokimia pada dasarnya merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari trigliserida yang berasal dari minyak dan lemak menjadi asam lemak dan gliserin serta turunan asam lemak baik dalam bentuk ester, amida, sulfat, sulfonat, alkohol, alkoksi, maupun sabun. Oleokimia merupakan turunan gliserol dengan asam lemak yang berubah dalam bentuk turunannya yang digunakan baik sebagai surfaktan, deterjen, polimer, aditif, bahan bakar dan sebagainya. Bahan dasar oleokimia seperti gliserol, asam lemak, alkil asam lemak, amina asam lemak dan alkohol asam lemak dapat diperoleh dengan mengubah lipida baik yang berasal dari hewan maupun tumbuhan menjadi gliserol dan turunan asam lemak. Sumber minyak dan lemak alami dapat berasal dari bahan nabati maupun hewani. Sumber minyak nabati diantaranya adalah minyak kelapa sawit, minyak kacang kedelai, minyak biji bunga matahari, minyak biji wijen, minyak jarak dan sebagainya. Sedangkan minyak dan lemak yang berasal dari hewan yaitu seperti minyak sapi, minyak domba, minyak babi, minyak ikan dan lain-lain. Minyak dan lemak tersebut sangat luas penggunaannya, baik sebagai bahan baku lemak dan minyak yang dapat dikonsumsi maupun sebagai bahan oleokimia (Richtler dan Knault, 1984). Produk-produk oleokimia adalah berasal dari penggunaan asam lemak dan gliserol. Penggunaan terbesar daripada asam lemak addalah dengan mengubahnya menjadi alkohol asam lemak, amida, garam asam lemak dan juga plastik termasuk nilon (hampir mencapai 40% dari total penggunaannya). Penggunaan terbesar berikutnya sebesar 30% untuk dijadikan sabun, deterjen, dan kosmetik. Asam lemak juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan resin dan cat sekitar 15%, sisanya digunakan sebagai pembantu dalam industri pembuatan ban, tekstil, kulit kertas,
Universitas Sumatera Utara
pelumas, lilin. Penggunaan terbesar dari gliserol adalah industri farmasi dan kosmetika serta makanan (Richtler dan Knault, 1984).
2.2 Lipid, Lemak dan Minyak
Lipid adalah senyawa organik yang terjadi secara alami dan memiliki kelarutan yang terbatas dalam air dan dapat diisolasi dari tumbuhan atau hewan dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut non-polar. Lipid terbagi atas dua bagian besar yaitu lemak dan lilin, yang mana mengandung ikatan ester dan dapat dihidrolisis. Lemak hewani dan minyak nabati terjadi secara alami dalam bentuk lipid. Meskipun keduanya berbeda, lemak hewani adalah padat dan minyak nabati adalah cair. Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol atau triester dari gliserol dengan tiga buah karboksilat rantai panjang yang dinamakan asam lemak (McMurry, J. 2010)
Gambar 2.1. Struktur Trigliserida
2.3 Asam Lemak
Asam lemak merupan asam karboksilat rantai panjang, yang dapat diklasifikasikan berdasarkan panjang ikatan rantai karbon,derajat ketidakjenuhan, dan isomernya. (Eckey, S. W, 1955)
Universitas Sumatera Utara
Asam lemak tidak jenuh dapat dioksidasi menjadi beberapa jenis oksidator seperti HNO3, KmnO4, Ozon, dan senyawa peroksida. Asam oleat dapat dioksidasi menjadi azelat dan asam pelargonat sebagai hasil samping O CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH
HOOC(CH2)7COOH + CH3(CH2)7COOH
Asam oleat juga dapat mengalami reaksi hidroksilasi membentuk senyawa dialkohol (diol). (McMurry, J, 2012)
2.4 Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Dengan cara mereaksikan minyak atau lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah asam kuat, dan karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja, 2005). Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120° C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali perhitungan stoikiometrik) dan reaksi harus bebas air. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester adalah : O
O
+ CH3OH
R
H2O
Ester Asam Lemak
Air
OCH3
OH
Asam Lemak
+
R
Metanol
Gambar. 2.2. Reaksi Esterifikasi Asam Lemak Secara Umum
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka-asam > 5%). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap
Universitas Sumatera Utara
transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.
Gambar. 2.3 Mekanisme reaksi esterifikasi asam lemak dengan katalis asam Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya reaksi esterifikasi antara lain : 1. Suhu Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh suhu reaksi. Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu. Semakin tinggi suhu, berarti semakin banyak energi yang dapat digunakan oleh reaktan untuk mencapai energi aktivasi. Ini akan menyebabkan tumbukan terjadi lebih sering diantara molekul-molekul reaktan untuk kemudian melakukan reaksi sehingga kecepatan reaksi meningkat (Berrios, M. 2007) 2. Waktu reaksi Semakin lama waktu reaksi, maka semakin banyak produk yang dihasilkan, karena ini akan memberikan kesempatan reaktan untuk bertumbukan satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
Namun jika kesetimbangan telah tercapai, tambahan waktu reaksi tidak akan mempengaruhi reaksi. 3. Katalis Katalis berfungsi untuk mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energi aktivasi reaksi namun tidak menggeser letak kesetimbangan. Tanpa katalis, reaksi transesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu sekitar 250°C. Penambahan katalis bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Katalis yang dapat digunakan adalah katalis asam, basa, ataupun penukar ion. Dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu kamar, sedangkan katalis asam pada umumnya memerlukan suhu reaksi diatas 100ºC. 4. Pengadukan Pada reaksi transesterifikasi, reaktan-reaktan awalnya membentuk sistem cairan dua fasa. Reaksi dikendalikan oleh difusi diantara fase-fase yang berlangsung lambat. Seiring dengan terbentuknya metil ester, ia bertindak sebagai pelarut tunggal yang dipakai bersama oleh reaktan-reaktan dan sistem dengan fase tunggal pun terbentuk. Dampak pengadukan ini sangat signifikan selama reaksi sebagaimana sistem tunggal terbentuk, maka pengadukan menjadi tidak lagi mempunyai pengaruh yang signifikan. Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan campuran reaksi yang bagus. Pengadukan yang tepat akan mengurangi hambatan antar massa. Untuk reaksi heterogen, ini akan menyebabkan lebih banyak reaktan mencapai tahap reaksi. 2.5. 2-Butanol
2-butanol
adalah
salah
satu
jenis
alkohol
sekunder
dengan
rumus
CH3CH(OH)CH2CH3, dimana alkohol ini sangat mudah terbakar, tak berwarna. 2butanol diproduksi dalam skala besar untuk kebutuhan sebagai precursor dalam sintesis pelarut metiletilketon. Alkohol ini memiliki struktur kiral dan dengan demikian dapat dilihat 2-butanol memiliki 2 stereoisomer
Universitas Sumatera Utara
OH
OH
(R)-(-)-2-butanol
(S)-(-)-2-butanol
Gambar2.4 Bentuk isomer dari 2-butanol
2-butanol dapat terdehidrasi dengan adanya asam kuat membentuk alkena. Sifat kimia dan fisika 2-butanol dapat dilihat pada table 2.1 dibawah. Table 2.1 Sifat Kimia dan Fisika 2-butanol Sifat Fisika Dan Kimia Rumus Molekul
C4H10O
Massa Molar
74.12 g mol−1
Densitas
0.808 g cm−3
Titik Lebur
−115 °C; −175 °F; 158 K
Titik Didih
98- 100 °C
Kelarutan Dalam Air
290 g/L
Tekanan Uap
1.67 kPa (20 °C)
indeks refrakto (nD)
1.3978 (20 °C)
titik nyala
22–27 °C
2.6 Asam Palmitat Salah satu asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam palmitat atau asam heksadekanoat. Tumbuh-tumbuhan dari famili Palmaceae, seperti kelapa (Cocos nucifera) dan kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan sumber utama asam lemak ini. Minyak kelapa bahkan mengandung hampir semuanya palmitat (92%). Minyak sawit mengandung sekitar 50% palmitat. Produk hewani juga banyak mengandung asam lemak ini (dari mentega, keju, susu, dan juga daging).
Universitas Sumatera Utara
Asam palmitat adalah asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom karbon (CH3(CH2)14COOH). Pada suhu ruang, asam palmitat berwujud padat berwarna putih. Titik leburnya 63,1 °C. Asam palmitat adalah produk awal dalam proses biosintesis asam lemak (lihat artikel asam lemak). Dari asam palmitat, pemanjangan atau penggandaan ikatan berlangsung lebih lanjut. Dalam industri, asam palmitat banyak dimanfaatkan dalam bidang kosmetika dan pewarnaan. Dari segi gizi, asam palmitat merupakan sumber kalori penting namun memiliki daya antioksidasi yang rendah (Rogers, B. 2001). Sifat Kimia dan fisika asam palmitat dapat dilihat pada Tabel 2.2 dibawah. Tabel 2.2 Sifat Kimia dan Fisika Asam Palmitat Rumus molekul
C16H32O2
Massa molar
256.42 g/mol
Penampilan
Kristal putih
Densitas
0.853 g/cm3 at 62 °C
Titik lebur
62.9 °C[2]
Titik didih Kelarutan dalam air
351-352 °C[3] 215 °C at 15 mmHg Tidak larut
2.7 Aerosil (SiO)
Aerosil merupakan silikon dioksida murni yang diketahui dalam jumlah kecil dapat menyerap air yang cukup besar. Aerosil diperoleh melalui penguapan silikon tetraklorida yang dioksidasi dengan nyala suhu tinggi menggunakan H2 dan O2. Aerosil berupa serbuk dan memberikan efek mengentalkan dan thixothropy dengan mendispersikannya ke dalam bahan yang bersifat cair. Produk hidrofilik standar dibuat dari partikel utama dengan ukuran 7 nm hingga 40 nm. Adapun kegunaan aerosil adalah sebagi bahan pengalir untuk toner, makanan dan bidang
Universitas Sumatera Utara
farmasi sebagai pengontrol reologi, cat, mantel, lem, sealant, plastik, film, serat, keramik dan pendukung katalisator (Wikipedia, 2011). Luas permukaan aerosil bervariasi yaitu dari 50 hingga 400 m2/g. Permukaan aerosil bersifat hidrofilik dan terus menyerap air (Pevzner,1973). Aerosil juga telah digunakan pada reaksi karbonilasi sebanyak 3% dari jumlah metil oleat dan dilaporkan dapat meningkatkan hasil reaksi karbonilasi metil oleat dari < 20% menjadi 52,1% (Saragih, 2009).
2.8 Katalis Katalis dapat mempercepat sebuah reaksi kimia, dengan cara membentuk ikatan dengan molekul reaktan dan memungkinkan bereaksi membentuk suatu produk yang kemudian dilepaskannya sedemikian rupa sehingga tersedia untuk reaksi selanjutnya.
Katalis adalah kunci utama trnsformasi kimia dalam industri. Kira-kira 8590% produk kimia industri dibuat dengan proses katalitik (Chorkendorff, J.W dan Niemantsverdriet, 2003). Katalis dibagi menjadi dua yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang sefasa dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisisnya. Sedangkan katalis heterogen adalh katalis yang ada dalam fasa yang berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisisnya (Syukri, S. 1999) 2.8.1 Katalis Homogen
Cara kerja katalis homogeny umumnya melibatkan pembentukan senyawa kompleks antara yang bersifat tidak stabil dalam tahap-tahap reaksi. Katalis dengan reaktan membentuk kompleks antara yang mengakibatkan reaktan dalam kompleks menjadi aktif membentuk produk baru dan disertai dengan pelepasan katalisatornya (sugiyarto, K.H. 2003)
Keuntungan dari katalis homogen bila dibandingkan dengan katalis heterogen adalah mekanisme katalitik sangat mudah dipelajari dalam sistem katalis homogen, dan metode yang paling baik adalah dengan menggunakan spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance) yang dapat digunakan untuk menentukan struktur dan
Universitas Sumatera Utara
mengikuti kinetika reaksi katalitik (Crabtree, R. H, 2005), selain itu katalis mudah terdispersi secara efektif sehingga semua molekul katalis dapat berinteraksi dengan reaktan. Kerugian dari katalis homogen adalah sulit memisahkan katalis dari produk dan biayanya mahal. Selain itu dapat terjadi korosi dan hilangnya katalis pada perolehan kembali katalis yang juga menyebabkan pencemaran lingkungan (Gates, B.C, dkk. 1979)
2.8.2 Katalis Heterogen
Pada katalis heterogen, umumnya berupa padatan. Proses katalisis berlangsung pada permukaan katalis dan memerlukan tekanan dan temperatur yang tinggi. Keuntungan dari katalis heterogen adalah mudah dipisahkan dari produk yang terlarut dalam medium reaksi. (Sleight, H. W, 1983). Contoh reaksi dari C2H2 + 2H2 –> C2H6 dengan menggunakan katalis heterogen Pd/Al2O3 telihat secara sederhana pada gambar
Gambar 2.5 Reaksi Pada Permukaan Katalis Heterogen
Universitas Sumatera Utara
2.8.3 Katalis Dengan Gugus Asam Sulfonat
Katalis heterogen dengan gugus asam sulfonat Seperti sudah diketahui bahwa katalis heterogen dapat mengatasi beberapa kelemahan yang diberikan oleh katalis homogen. Dengan adanya gugus asam sulfonat pada katalis heterogen akan meningkatkan nilai lebih dari pada katalis tersebut, antara lain memiliki kestabilan yang sangat tinggi dan dapat dengan mudah diregenerasi setelah proses reaksi berlangsung. Resin penolik yang tersulfonasi telah digunakan untuk reaksi esterifikasi asam asetat dengan propanol dan reaksi aldol asimetrik (Muylaert, I. 2013). Senyawa mesopori carbon-coated yang tersulfonasi juga dapat digunakan untuk reaksi asetilasi (Fang, L. 2013., Canck, E.D. 2013).
2.8.4 Katalis Berbasis Ramah Lingkungan
Bahan kimia hijau, adalah bahan-bahan kimia yang digunakan untuk reaksi kimia, dimana bahan ini bersahabat dengan lingkungan dan mengurangi tingkat pencemaran. Seperti diketahui, bahan-bahan aktif dalam berbagai reaksi kimia sangat berbahaya untuk lingkungan, seperti pada reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh asam. Keaktifan reagen ini sangat tinggi dan dapat digunakan untuk aplikasi yang sangat luas dan bervariasi. sayangnya, proses ini menghasilkan produk dengan tingkat toksik yang sangat tinggi dan limbah yang sangat korosif serta hasil samping senyawa organik yang tidak diinginkan. Efek yang ditimbulkan oleh zat-zat ini amat sangat besar : menyebabkan pencemaran aliran air, hujan asam dalam skala global dan tanah akan menjadi berbahaya akibat dari rembesan bahan-bahan kimia ke dalam tanah serta ke atmosfer (Clark, J. 2002)
Universitas Sumatera Utara