BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sistem Kontrol
Sistem kontrol telah menunjukkan peranan yang sangat penting diseluruh aspek kehidupan manusia. Perkembangannya meluas dari yang pada awalnya hanya berupa kontrol manual kini beberapa diantaranya telah dapat digantikan oleh kontrol otomatis (otomasi). Istilah otomasi ini digunakan untuk mendeskripsikan operasi atau kontrol otomatis dari sebuah proses. Dalam industri modern, penggunaan sistem otomasi terus menerus mengalami peningkatan. Ada kalanya proses kini tidak memerlukan tenaga manusia sehingga kontrol otomasi terhadap mesin sekarang menjadi bagian yang vital. Keuntungan dari kontrol semacam ini mencakup konsistensi produk yang lebih baik, berkurangnya biaya produksi dan tingkat keamanan dan keselamatan yang lebih tinggi. (W. Bolton, 2006)
2.1.1 Definisi Sistem Kontrol Sistem merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu systema yang berarti kumpulan objek yang saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan logis dalam suatu lingkungan yang kompleks. Objek yang menjadi elemen dari sistem dapat berupa objek terkecil dan bisa juga berupa sub-sistem atau sistem yang lebih kecil lagi. (Law and Kelton, 1991). Istilah kontrol sendiri merupakan kegiatan yang tujuannya adalah untuk mengarahkan dan mengatur. Secara sederhana, sistem kontrol merupakan usaha atau perlakuan terhadap suatu sistem dengan masukan tertentu guna mendapatkan keluaran sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu, sistem kontrol dapat didefinisikan pula sebagai hubungan timbal balik antara elemen-elemen yang membentuk suatu konfigurasi sistem yang memberikan suatu hasil berupa respon yang dikehendaki (Dorf, 1983). Sistem kontrol dapat disebut dengan istilah yang lainnya seperti teknik kendali, sistem pengendalian atau sistem pengontrolan.
6 Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Istilah – istilah dalam Sistem Kontrol Berikut ini beberapa istilah yang sering digunakan dalam sistem kontrol : 1.
Sistem (system) adalah kombinasi dari elemen-elemen yang bekerja bersamasama membentuk suatu objek tertentu.
2.
Variabel terukur (measured variable) adalah suatu besaran (quantity) atau kondisi yang terukur oleh transmitter
3.
Set value/set point (SP), adalah besaran proses variabel yang dikehendaki dan digunakan sebagai acuan pada kegiatan pengendalian.
4.
Variabel termanipulasi (manipulated variable) adalah suatu besaran atau kondisi yang divariasi oleh controller sehingga mempengaruhi nilai dari variabel terkontrol.
5.
Error adalah merupakan selisih antara set point dengan variabel terukur.
6.
Gangguan (disturbance) adalah sinyal yang tidak dikehendaki dan mempengaruhi nilai keluaran sistem.
7.
Variabel terkontrol merupakan variabel hasil yang merupakan output proses.
8.
Plant adalah sesuatu objek fisik yang dikontrol.
9.
Aksi kontrol (control action) adalah besaran atau nilai yang dihasilkan oleh perhitungan controller untuk diberikan pada plant (pada dasarnya sama dengan variabel termanipulasi).
10. Aktuator (actuator) adalah suatu peralatan atau kumpulan elemen yang menggerakkan plant.
2.1.3 Parameter dan Elemen Sistem Kontrol Ada banyak parameter fisik yang harus dikendalikan di dalam suatu proses industri. Diantaranya yang paling umum yaitu : 1. Tekanan (pressure) di dalam suatu pipa/vessel 2. Laju aliran (flow) di dalam pipa 3. Temperatur di unit proses penukar kalor (heat exchanger) 4. Level permukaan cairan di sebuah tangki Suatu sistem kontrol pada umumnya terdiri dari beberapa elemen yang menyusunnya. Elemen tersebut seperti :
7 Universitas Sumatera Utara
1. Sensing element atau sensor merupakan bagian paling awal dari suatu sistem pengukuran (mesurement system), yang menerima variabel proses dan mentransmisikannya ke transmitter. 2. Transmitter adalah alat yang berfungsi untuk membaca sinyal yang dihasilkan dari sensor dan mengubahnya menjadi suatu sinyal standar yang dapat dimengerti oleh controller. Pada umumnya, sensing element dan transmitter sudah diintegrasikan menjadi satu dan tetap disebut sebagai transmitter. 3. Controller bertugas mengatur jalannya proses agar suatu besaran proses tetap berada pada kondisi yang diinginkan (set point) dan akan memberikan koreksi apabila ada perbedaan besaran proses yang diatur dengan set point-nya sesuai dengan aksi dan mode kontrolnya. Controller sangat penting pada sistem kontrol otomatis, karena controller akan merespon nilai process variabel (variabel terukur) dan posisi control valve. Controller secara terus menerus membandingkan antara nilai proses variabel (biasanya sinyal output dari transmiter) dengan pengaturan set point. Sinyal
set point dapat diatur secara manual oleh operator atau melalui
komputer atau melalui instrumen lain. Jika proses variabel menyimpang dari nilai set point, controller akan beraksi mengoreksi dengan cara mengubah besarnya sinyal output yang menuju ke elemen kontrol akhir. Dengan adanya reposisi control valve akan merubah aliran manipulated variable yang akan membawa proses variabel untuk kembali menuju ke set pointnya. 4. Final control element merupakan elemen paling akhir dari suatu sistem pengendalian proses yang berfungsi untuk mengubah process variable dengan cara memanipulasi besarnya manipulated variabel berdasarkan perintah dari controller. Bekerja dengan mewujudkan signal output dari controller menjadi suatu gerakan valve membuka atau menutup aliran sehingga dapat mengembalikan variabel proses ke harga yang telah ditentukan.
2.1.4 Sistem Open Loop dan Close Loop Sistem loop terbuka (open loop) atau sistem kontrol umpan maju (feed forward control) adalah sistem pengendalian yang keluarannya tidak berpengaruh pada aksi pengendalian, keluaran yang dihasilkan tidak diukur ataupun diumpan balikkan
8 Universitas Sumatera Utara
untuk dibandingkan dengan masukan. Secara sederhana dapat diartikan bahwa sistem ini merupakan suatu sistem yang tindakan pengendaliannya tidak tergantung pada keluarannya.
Gambar 2.1 Contoh diagram blok open loop (Sumber: Bakhsi.U.A dan Bakshi.V.U, 2009)
Sistem pengendalian loop tertutup (closed loop) adalah sistem pengendalian yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengendalian. Jadi sistem pengendalian tertutup adalah sistem pengendalian berumpan balik (feedback control). Sistem pengendalian loop tertutup menggunakan aksi umpan balik (keluaran dijadikan sebagai feedback kepada masukan sebagai perbandingan) untuk memperkecil kesalahan sistem.
Gambar 2.2 Contoh diagram blok close loop (Sumber: Bakhsi.U.A dan Bakshi.V.U, 2009)
2.1.5 PID Controller Pada sistem kontrol digital, set point dimasukkan oleh operator melalui HMI (Human Machine Interface) di komputer server. Set point tersebut akan dibandingkan dengan input signal. Selisihnya merupakan error yang menjadi masukan bagi controller. Melalui nilai error ini controller menentukan sinyal
9 Universitas Sumatera Utara
keluaran yang dapat mengurangi atau mereduksi nilai error selanjutnya. Hubungan ini secara sederhana dapat dilihat melalui Gambar 2.3. PID merupakan controller yang paling umum digunakan dalam dunia industri. Sistem PID biasanya digunakan dalam suatu sistem kontrol yang memiliki umpan balik (feedback). Controller ini terdiri dari 3 elemen konstanta yaitu Proportional, Integratif dan Derivatif. Ketiganya dapat dipakai bersamaan maupun sendiri-sendiri tergantung dari respon yang kita inginkan terhadap suatu plant. (Ogata Katsuhiko, 2010)
Gambar 2.3 Diagram sederhana dari feedback controller (Sumber : Seborg, 2011)
Masing – masing konstanta ini bekerja dengan penjelaskan dibawah ini : 1. Proporsional Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam kontrol jenis close loop bertujuan untuk mengurangi error hingga mencapai nilai nol dimana : ( )=
( )−
( )
(2.1)
Keterangan : ()
= error
( )
= set point
( )
= measured variable
Untuk memenuhi tujuan tersebut dalam beberapa kasus pengendalian tipe controller yang paling sederhana seperti controller proporsional dapat digunakan untuk mengurangi error diantara output proses dan set point. Transformasi Laplace untuk controller proporsional adalah :
10 Universitas Sumatera Utara
=
. ( )
(2.2)
Keterangan : = sinyal keluaran kontrol = Gain controller ()
= error
2. Integral Untuk aksi kontrol integral, keluaran sinyal kontrol bergantung dari integral error terhadap waktu. Transformasi Laplace sinyal kontrol yang dihasilkannya yaitu :
=
∫
( )
(2.3)
Keterangan : ( )
= sinyal keluaran kontrol = gain controller = integral time
()
= error Jika e( ) mendekati konstan (bukan nol) maka
( ) akan menjadi
sangat besar sehingga diharapkan dapat memperbaiki error. Jika e( ) mendekati nol maka efek kontrol I ini semakin kecil. Kontrol I dapat memperbaiki sekaligus menghilangkan overshoot, namun pemilihan konstanta integral yang tidak tepat dapat menyebabkan respon transien yang tinggi sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan sistem. Karena karakteristik yang menyebabkan responnya menjadi lambat, pada umumnya konstanta integral dipasangkan dengan proporsional menjadi controller PI.
3. Derivatif Sinyal kontrol yang dihasilkan oleh kontrol derivatif dapat dinyatakan sebagai berikut:
11 Universitas Sumatera Utara
=
(2.4)
Keterangan : = sinyal keluaran kontrol = gain controller = derivatif time ()
= error Dari persamaan di atas nampak bahwa sifat dari kontrol D ini berada
dalam konteks kecepatan atau rate dari error. Dengan sifat ini ia dapat digunakan untuk memperbaiki respon transien dengan memprediksi error yang akan terjadi. Kontrol Derivative hanya berubah saat ada perubahan error sehingga saat error statis kontrol ini tidak akan bereaksi, hal ini pula yang menyebabkan controller Derivative tidak dapat dipakai sendiri. Secara singkat pengaruh kontrol derivatif pada sistem adalah : a. Memberikan efek redaman pada sistem yang berosilasi sehingga bisa memperbesar pemberian nilai Kp. b. Memperbaiki respon transien, karena memberikan aksi saat ada perubahan error. c. D hanya berubah saat ada perubahan error, sehingga saat ada error statis D tidak beraksi. Sehingga D tidak boleh digunakan sendiri. Fungsi transfer gabungan antara ketiga parameter controller dalam domain s dapat dinyatakan sebagai berikut :
=
1+
+
(2.5)
Atau dapat pula didefinisikan menjadi :
=
+
+
(2.6) (Seborg, 2011)
12 Universitas Sumatera Utara
2.1.6 Tuning (Penalaan) Konstanta PID Untuk mendapatkan aksi kontrol yang baik diperlukan langkah tuning untuk menentukan nilai Kp, Ki dan Kd seperti yang diiginkan. Berikut adalah salah satu contoh tahap yang yang dapat dilakukan : 1. Memahami cara kerja sistem. 2. Mencari model sistem dinamik dalam persamaan differensial. 3. Mendapatkan fungsi transfer sistem dengan Transformasi Laplace. 4. Menggabungkan fungsi transfer yang sudah didapatkan dengan jenis aksi pengontrolan. 5. Menentukan konstanta Kp, Ki dan Kd. 6. Menguji sistem dengan sinyal masukan seperti fungsi step dan ramp dalam fungsi transfer yang baru. 7. Mengetahui karakteristik tanggapan sistem dalam kawasan waktu. Dalam melakukan tuning nilai konstanta PID terdapat beberapa metode seperti Ziegler-Nichols, Tyreus-Luyben, Cohen-Coon, Ciancone-Marlin dan sebagainya. Tuning pertama yang diperkenalkan oleh Ziegler-Nichols pada tahun 1942 merupakan tuning yang paling umum dan sederhana untuk digunakan dan disajikan melalui dua buah pilihan metode sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh plant. 1. Metode Kurva Reaksi Metode ini digunakan apabila kurva sistem sebagai unit-step response menghasilkan bentuk seperti huruf S seperti pada Gambar 2.4 . Bentuk S dari kurva tersebut dibentuk dari dua konstanta yaitu delay time L dan time contsant T. Konstanta tersebut dapat diketahui melalui garis singgung yang dibuat pada titik perubahan dari kurva, selengkapnya disajikan melalui Gambar 2.4
Gambar 2.4 Respon terhadap masukan sinyal step (Sumber : Ogata Katsuhiko, 2010)
13 Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 2.5 Diperlihatkan bahwa kurva reaksi berubah naik, setelah selang waktu L. Sedangkan waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai 66% dari keadaan mantapnya. Pada kurva dibuat suatu garis yang bersinggungan dengan garis kurva. Garis singgung itu akan memotong dengan sumbu absis dan garis maksimum. Perpotongan garis singgung dengan sumbu absis merupakan ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan garis maksimum merupakan waktu tunda yang diukur dari titik waktu L.
Gambar 2.5 Kurva reaksi yang memiliki bentuk huruf S (Sumber : Ogata Katsuhiko, 2010)
Untuk selanjutnya penalaan parameter PID dapat dilakukan dengan mensubstitusikan nilai kedua konstanta ini melalui tabel aturan Ziegler – Nichols dibawah ini :
Tabel 2.1 Aturan tuning Ziegler – Nichols metode kurva reaksi Tipe Controller ∞
P PI
0,9
PID
1,2
0,3 2
0 0 0,5
(Sumber : Ogata Katsuhiko, 2010)
14 Universitas Sumatera Utara
2. Metode Osilasi Apabila respon sistem tidak menunjukkan bentuk huruf S, maka metode osilasilah yang dapat digunakan sebagai metode tuning. Tahap pertama metode ini parameter yang digunakan hanyalah controller proporsional. Nilai Kp dinaikkan hingga mencapai harga yang mengakibatkan reaksi sistem berosilasi dengan magnitude tetap (sustain oscillation). Nilai penguatan proportional pada saat sistem mencapai kondisi sustain oscillation disebut Critical Gain (
). Periode dari sustained oscillation disebut Critical period
.
Gambar 2.6 Kurva respon yang berosilasi secara tetap (Sumber : Ogata Katsuhiko, 2010)
Nilai
dan
yang telah diperoleh kemudian disubstitusi kedalam tabel
aturan tuning dibawah ini :
Tabel 2.2 Aturan tuning Ziegler-Nichols berdasarkan Critical Gain dan Ultimate Period (Sumber: Ogata Katsuhiko, 2010) Tipe Controller P
0 ∞ 1 PI 0,45 0 1,2 PID 0,6 0,5 0,125 (Sumber : Ogata Katsuhiko, 2010) 0,5
15 Universitas Sumatera Utara
2.2 Pemodelan dan Simulasi Kini, setelah kita mengetahui dasar – dasar sistem kontrol dan kegunaannya, selanjutnya perlu diketahui cara untuk membuat dan mengamati jalannya suatu sistem kontrol. Ada beberapa cara untuk dapat merancang, menganalisis dan mengoperasikan suatu sistem. Salah satunya adalah dengan melakukan pemodelan, (membuat model dari sistem tersebut). Berikut ini adalah gambaran dari aneka cara mempelajari sistem.
Gambar 2.7 Beberapa cara untuk mempelajari sebuah sistem (Sumber : Law and Kelton, 1991)
2.2.1 Eksperimen dengan Sistem Aktual vs Model Sistem Jika suatu sistem secara fisik memungkinkan dan tidak memakan biaya yang besar untuk dioperasikan sesuai dengan kondisi (scenario) yang kita inginkan maka cara ini merupakan cara yang terbaik karena hasil dari eksperimen ini benarbenar sesuai dengan sistem yang dikaji. Namun resiko yang diterima akan sangat besar, mulai dari penghentian operasi selama keperluan eksperimen sampai resiko yang akan diterima oleh instrumentasi dan elemen sistem itu sendiri jika rancangan sebelumnya tidak berjalan sesuai yang diinginkan. Kerusakan selama melakukan eksperimen akan menambah biaya pengeluaran. Selain itu untuk sistem yang belum ada atau sistem yang masih dalam rancangan maka eksperimen dengan sistem aktual jelas tidak bisa dilakukan
16 Universitas Sumatera Utara
sehingga satu-satunya cara adalah dengan menggunakan model sebagai representasi dari sistem aktual. (Law and Kelton, 1991)
2.2.2 Dasar - Dasar Model dan Simulasi 1. Model Dalam mempelajari sistem kontrol dibutuhkan kemampuan untuk memodelkan sistem dinamik kedalam persamaan matematis dan menganalisis perilaku atau karakteristik sistemnya. Model matematis dari sebuah sistem dinamis didefinisikan sebagai suatu persamaan yang dapat merepresentasikan dinamika sistem secara akurat. Sistem dinamis tersebut dapat dideskripsikan melalui persamaan diferensial. Persamaan tersebut tentunya diperoleh dari hukum fisika yang berhubungan dengan sistem fisisnya. Lebih jauh lagi persamaan matematis tersebut membentuk suatu fungsi yang disebut sebagai fungsi transfer/alih untuk merepresentasikan sistem dinamik kedalam model matematis yang menghubungkan variabel input – output suatu elemen atau sistem. Model yang baik memiliki beberapa karakteristik : 1) Hanya melibatkan elemen-elemen secara yang langsung terlibat dalam masalah yang akan dipecahkan. 2) Valid (dengan tepat atau setidaknya mewakili atau merepresentasikan sistem sebenarnya. 3) Memberikan hasil yang berarti dan mudah dimengerti. 4) Mudah dimodifikasi dan dikembangkan. 5) Cepat dan murah pembuatannya. 6) Dapat digunakan berulang kali. (Law and Kelton, 1991)
2. Simulasi Simulasi merupakan suatu teknik meniru operasi-operasi atau proses- proses yang terjadi dalam suatu sistem dengan bantuan perangkat komputer dan dilandasi oleh beberapa asumsi tertentu sehingga sistem tersebut bisa dipelajari secara ilmiah (Law and Kelton, 1991). Dalam simulasi digunakan komputer untuk mempelajari sistem secara numerik, dimana dilakukan pengumpulan data untuk melakukan
17 Universitas Sumatera Utara
estimasi statistik untuk mendapatkan karakteristik asli dari sistem. Simulasi merupakan alat yang tepat untuk digunakan terutama jika diharuskan untuk melakukan eksperimen dalam rangka mencari komentar terbaik dari elemenelemen sistem. Hal ini dikarenakan sangat mahal dan memerlukan waktu yang lama jika eksperimen dicoba secara riil. Dengan melakukan studi simulasi maka dalam waktu singkat dapat ditentukan keputusan yang tepat serta dengan biaya yang tidak terlalu besar karena semuanya cukup dilakukan dengan komputer. Pendekatan simulasi diawali dengan pembangunan model sistem nyata. Model tersebut harus dapat menunjukkan bagaimana berbagai elemen dalam sistem saling berinteraksi sehingga benar-benar menggambarkan perilaku sistem. Setelah model dibuat maka model tersebut ditransformasikan ke dalam program komputer sehingga memungkinkan untuk disimulasikan. Simulasi menjadi cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah, jika didapati kondisi sebagai berikut : 1) Sistem nyata sulit diamati secara langsung misalnya jalur penerbangan pesawat ruang angkasa atau satelit. 2) Solusi analitik tidak bisa dikembangkan, karena sistem sangat kompleks. 3) Pengamatan sistem secara langsung tidak dimungkinkan, karena sangat mahal, memakan waktu yang terlalu lama, dan memiliki kemungkinan akan merusak sistem yang sedang berjalan. Simulasi adalah suatu prosedur kuantitatif yang menggambarkan sebuah sistem dengan mengembangkan sebuah model dari sistem tersebut dan melakukan sederetan uji coba untuk memperkirakan perilaku sistem dalam kurun waktu tertentu. (Law and Kelton, 1991)
2.2.3 Respon Sistem Salah satu cara untuk menguji dan menganalisa suatu sistem adalah dengan memberikan suatu sinyal uji (test signal) sebagai masukan dan mengamati serta menganalisa keluarannya. Berbagai sinyal masukan dapat digunakan untuk keperluan analisa yang berbeda-beda. Jika sistem yang digunakan untuk keperluan masukan dengan kenaikan gradual sepanjang waktu, maka digunakan sinyal uji
18 Universitas Sumatera Utara
fungsi ramp. Sinyal fungsi step digunakan untuk menguji keandalan terhadap gangguan luar, dsb. Gambar 2.8 memberikan gambaran contoh sinyal uji fungsi step dan fungsi ramp. Keluaran yang dihasilkan merupakan tanggapan (response) dari sistem yang diberikan sinyal uji. Bila analisa yang dilakukan merupakan analisa dalam lingkup waktu dan masukan yang diberikan bukan merupakan fungsi periodik (mempunyai frekuensi), maka analisa tersebut merupakan analisa tanggapan waktu (time response). Tanggapan waktu dari suatu sistem kontrol dibagi menjadi dua bagian : tanggapan transien (transient response) dan tanggapan keadaan tunak (steady state response). Tanggapan transien berlangsung dari saat mulai hingga tanggapan sistem mencapai nilai akhir yang diinginkan (final state). Tanggapan transien digunakan untuk menganalisa sifat naik atau permulaan dari suatu sistem bila diberikan sinyal uji.
(a) Grafik fungsi step
(b) Grafik Fungsi ramp
Gambar 2.8 Grafik fungsi input step dan ramp (Sumber : Aris Triwiyatno, 2013)
Tanggapan keadaan tunak dimulai pada saat tanggapan mulai pertama kali mendekati nilai akhir hingga waktu yang tak terhingga. Gambar 2.9 mendeskripsikan kedua jenis tanggapan waktu tersebut. Tanggapan keadaan tunak digunakan untuk menganalisa karakteristik sistem pada saat mencapai harga akhirnya.
19 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Tanggapan transien dan tanggapan keadaan tunak (Sumber : Aris Triwiyatno, 2013)
2.2.4 Sistem Orde Satu, Dua dan Tinggi Fungsi transfer sebuah sistem orde I dapat dituliskan sebagai berikut : ( ) ( )
=
(2.7)
Keterangan : ( ) = fungsi masukan ( ) = fungsi keluaran Fungsi transfer ini apabila diberikan masukan berupa fungsi step maka menghasilkan tanggapan dengan karakteristik seperti dibawah ini :
Gambar 2.10 Tanggapan sistem orde satu terhadap fungsi step (Sumber : Aris Triwiyatno, 2013)
20 Universitas Sumatera Utara
Dari grafik diatas diperoleh karakteristik : 1. Konstanta waktu yaitu ukuran waktu yang menyatakan kecepatan respon, yang di ukur mulai t = 0 s/d respon mencapai 63,2% dari respon steady state. 2. Settling time yaitu waktu yang dibutuhkan tanggapan untuk mencapai nilai akhir dari tanggapan dan tetap berada pada nilai tersebut. Untuk sebuah sistem orde II fungsi transfer dapat dituliskan sebagai berikut : ( ) ( )
=
(2.8)
Tanggapan atau respon yang dihasilkan fungsi transfer ini dapat berbentuk over damped, critically damped, dan under damped.
Gambar 2.11 Bentuk respon orde dua terhadap fungsi step (Sumber : Donald R. Coughanowr, 2009)
21 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Karakteristik under damped (Sumber : Aris Triwiyatno, 2013)
Dari grafik diatas diperoleh karakteristik : 1. Settling time yaitu waktu yang dibutuhkan tanggapan untuk mencapai nilai akhir dari tanggapan dan tetap berada pada nilai tersebut. 2. Maximum overshoot yaitu nilai puncak maksimum dari tanggapan diukur dari nilai akhir dari tanggapan. Biasanya dirumuskan dalam persentase :
%
ℎ
=
100%
(2.9)
Respon output sistem orde tinggi umumnya memiliki bentuk respon yang kompleks atau tidak memiliki bentuk respon yang khas, sehingga ukuran kualitas sulit ditentukan. Meskipun demikian, untuk sistem orde tinggi yang ada dalam praktek (sistem yang ada di industri), umumnya memiliki respon menyerupai atau dapat didekati dengan respon orde I dan II. Untuk sistem yang demikian dapatlah dipandang sebagai sistem orde I atau II, sehingga ukuran kualitas sistem dapat diukur dengan tolok ukur yang ada sebagai mana dilakukan pada sistem orde I dan orde II.
22 Universitas Sumatera Utara
2.3
Central Gathering Station (CGS)
Wilayah Duri merupakan daerah penghasil minyak milik PT CPI berjenis Heavy Oil (HO). Minyak jenis ini memiliki karakteristik viskositas yang tinggi dan bercampur dengan material lain di dalam tanah. Sebelum dikirim ke Pelabuhan di Dumai, minyak ini terlebih dahulu harus dikirim ke Central Gathering Station (CGS). CGS merupakan kumpulan dari beberapa fasilitas yang dibangun sebagai tempat berkumpulnya fluida (gas, minyak mentah, air dan padatan) yang dihasilkan dari sumur-sumur produksi yang tersebar di beberapa titik daerah penghasil minyak. Total keseluruhan dari wilayah produksi Duri, PT CPI memliki 5 CGS yaitu CGS 1, 3, 4, 5 dan 10. Proses di dalam CGS meliputi pemisahan minyak mentah dari kandungan BS&W (Basic Sediment and Water) didalamnya, pemisahan lumpur, pasir dan padatan lainnya, serta pemisahan air. (Team O&TC PT CPI, 2006) Secara umum terdapat dua fasilitas besar yang berada pada sebuah CGS, yaitu Oil Treating Plant (OTP) dan Water Treating Plant (WTP). Minyak yang dihasilkan dari proses pemisahan di OTP biasanya telah dapat didistribusikan ke pelabuhan Dumai jika kandungan BS&W kurang dari 1%. Air yang dihasilkan dalam proses pemisahan di OTP akan di kirim ke fasilitas WTP. Prinsip dasar dari pengolahan air di Water Treating Plant adalah bagaimana dari fasilitas tersebut bisa menghasilkan air dengan kualitas standar tertentu untuk digunakan pada sumur – sumur injeksi, bahan baku Steam di Steam Generator milik PG&T (Power Generation and Transmission). Sama halnya dengan minyak yang dihasilkan oleh OTP, air yang dihasilkan oleh WTP juga memiliki standar. Tujuan akhir dari WTP ini adalah memiliki air dengan : 1. Hardness (di bawah 1 ppm) Hardness (kesadahan) adalah karakteristik air yang menunjukkan konsentrasi total dari Ca dan Mg atau sama dengan kemampuan untuk mengendapkan sabun.Hardnessdapat mengakibatkan terjadinya scale (kerak) pada pipa penyalur dan coil pada steam generator. 2. Oil content (0 ppm) Oil content adalah banyaknya partikel minyak yang terkandung di dalam air yang tersuspensi. Masalah yang ditimbulkan dengan adanya oil content adalah
23 Universitas Sumatera Utara
oil tersebut akan mengikat sediment dan suspended solid, juga mengurangi kapasitas dari oil removal filter dan media softener yang dipergunakan. 3. Turbidity (0,3 NTU) Turbidity adalah kekeruhan air disebabkan oleh adanya partikel-partikel dalam air yang tersuspensi seperti clay, silt, dan partikel yang larut serta berwarna. Untuk limbah berjenis solid atau padatan yang dikumpulkan dari proses pemisahan di OTP dan WTP akan dikumpulkan di suatu tempat penampungan yang disebut pit. Sebuah pit biasanya terdiri dari beberapa bagian yang masing-masingnya dibatasi dengan baffle atau siphon. Setiap bagian akan dapat mengurangi sejumlah minyak atau solid yang terbawa bersama air.
Gambar 2.13 Sand trap pit (Sumber : Team O&TC PT CPI, 2006)
Tumpukan lumpur/pasir dan sampah di dasar pit akan dikeruk dengan mempergunakan clamp shell atau excavator yang kemudian di bawa ke fasilitas lain yang khusus menangani limbah solid yaitu Sand Management Facility (SMF). Terdapat 6 jenis pit yang disediakan disuatu CGS. Perbedaan diantara pit – pit tersebut terletak pada sumber limbah dan fungsi spesifiknya. Macam – macam pit : 1.
Sand trap pit
2.
Waste pit
3.
API separator pit
4.
Cooling pond 24 Universitas Sumatera Utara
2.4
5.
Floating pit (MFU feed pit)
6.
Pollution dam
Sand Management Facilities (SMF)
SMF merupakan fasilitas yang dikhususkan untuk menangani limbah padatan hasil pemisahan yang dikirim menggunakan tailgate truck dari seluruh CGS di Duri. Saat ini SMF yang terdapat di Duri berjumlah dua unit. Unit pertama (SMF 1) aktif beroperasi sedangkan SMF 2 masih dalam tahap pembangunan. Adapun yang dibahas pada penelitian tugas akhir ini adalah dalam lingkup SMF 1. Limbah (waste) yang terdapat di SMF dibedakan menjadi Oily Sand dan Oily Viscous Fluid. Oily Sand dikumpulkan ke pit penampung berukuran 45,73 m x 33,53 m sedangkan untuk menampung Oily Viscous Fluid disediakan dua buah tangki masing – masing berkapasitas 1050 bbls. Limbah – limbah tersebut setiap harinya diinjeksikan ke dalam tanah dengan kedalaman tertentu melalui beberapa well injection. Sebelum didistribusikan ke well injection dan diinjeksikan, bahan waste yang semula berupa padatan diubah menjadi slurry (fluida hasil pencampuran bahan solid dengan air). Untuk menciptakan slurry, sesuai SOP operator di SMF Duri mencampurkan bahan waste dengan air sisa proses pemisahan di tangki Softener pada Water Treating Plant CGS 5. Air sisa yang mengandung 6% garam tersebut dikumpulkan kesebuah tangki Waste Brine sebelum dipompakan ke SMF. Adapun konsentrasi pencampuran yang ditentukan oleh PT Chevron Pacific Indonesia adalah 75 : 25. Masing – masing terdiri dari 75% air dan 25% bahan waste. Proses pencampuran ini dilakukan di Slurry Mix Unit. Setelah proses mixing bahan slurry didistribusikan ke well injection menggunakan pompa khusus slurry. Untuk memenuhi kebutuhan 75% air setiap kali proses mixing dilakukan maka SMF menyediakan sebuah tangki sebagai tempat penampungan air yang berkapasitas 1570 bbls.
25 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 SMF Duri Area 6 (Sumber : Sand Management Team FO-HOOU, 2013)
2.5
Sistem Pengendalian Level Air pada Water Surge Tank 1001A Level ketinggian fluida didalam sebuah tangki seringkali perlu
dikendalikan. Hal ini salah satunya dilakukan untuk mencegah tangki berada dalam keadaan kosong maupun melimpah (spill over). Alasan lain berhubungan dengan kebutuhan produksi. Penjagaan ketinggian air pada level normal dapat memastikan proses berjalan dengan lancar.
2.5.1 Water Surge Tank 1001A Water Surge Tank 1001A merupakan salah satu dari dua tangki yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan air dalam proses mixing di SMF. Tangki lain, yaitu Water Surge Tank 1004 (akan diubah menjadi Water Surge Tank 1001B) masih belum beroperasi. Tangki ini dimaksudkan untuk digunakan oleh SMF 2 (SMF baru yang kini sedang dalam proses pembangunan). Water Surge Tank 1001A memiliki kapasitas sebesar 1570 bbl, diameter 25 feet dan tinggi 18 feet.
26 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 Water Surge Tank 1001A SMF Duri
2.5.2 Level Indicator Transmitter Transmitter adalah perangkat yang mengkonversi sinyal yang dihasilkan oleh sensor ke dalam sinyal standar instrumentasi seperti 3-15 psi pada tekanan udara dan 4-20 mA pada arus listrik DC yang kemudian dapat disampaikan kepada perangkat indikator, perangkat pengendali atau keduanya. Perangkat indikator dan perangkat kontrol terletak di dalam ruang kendali terpusat. Suatu transmitter sering digabungkan dengan sensor sehingga menjadi satu bagian saja. Sensor mengukur variabel proses dan menghasilkan sinyal yang sebanding. Transmitter lalu memperkuat dan mengkondisikan sinyal dari sensor untuk transmisi selanjutnya ke perangkat penerima ataupun perangkat pengontrol. (Bella G. Liptak, 2003) LIT yang digunakan untuk mendeteksi ketinggian air di dalam tangki 1001A adalah tipe Guided Wave Radar yang bekerja berdasarkan pada teknologi pengukuran pemantulan domain waktu yang disebut TDR (Time Domain Reflectometry). Adapun persamaan hubungan antara jarak sensor ke benda yang berada di hadapannya dan TDR adalah sebagai berikut :
27 Universitas Sumatera Utara
=
(2.18)
Dimana : = jarak sensor ke target (
)
= waktu yang dibutuhkan untuk sensor mengirimkan gelombang dan menerimanya kembali (
)
= kecepatan suara di udara (340
= 29
/
)
Saat pulsa radar mencapai media tersebut dengan konstanta dielektrik tertentu, sebagian energinya akan dipantulkan kembali ke pengirim. GWR menggunakan probe (tongkat pembimbing) untuk mengarahkan gelombang radio menuju fluida proses. Perbedaan waktu antara pulsa pengiriman dan pantulan akan dikonversikan terhadap jarak total ketinggian atau permukaan ketinggian yang harus dihitung lebih dulu. Intensitas dari pantulan pulsa akan sangat bergantung terhadap konstanta dielektrik dari media yang diukur. Semakin tinggi nilai konstanta dielektriknya maka pantulannya akan semakin kuat. Keunggulan level transmitter yang memanfaatkan gelombang radar dibandingkan dengan level transmitter dengan prinsip lain adalah tidak berkontak langsung dengan fluida proses, sehingga perubahan densitas dan temperatur tidak mengakibatkan kesalahan pada pengukuran. Radar Level Transmittter juga dapat digunakan untuk berbagai macam tipe fluida, baik itu yang bertipe slurry maupun yang korosif.
2.5.3 Level Control Valve Setiap loop dari suatu proses kontrol pasti memiliki suatu aktuator atau final control element, alat yang mampu memanipulasi variabel untuk menjaga sistem mencapai tujuan dan memelihara kestabilannya (Seborg, 2011). Begitu pula pada sistem kontrol pada Water Surge Tank 1001A. Salah satu final control element yang umum digunakan pada suatu proses industri adalah control valve. Control valve adalah alat yang digunakan untuk mengatur atau memodifikasi aliran fluida sehingga menjaga level air di dalam tangki agar berada pada level yang diinginkan atau set point. Set point level 28 Universitas Sumatera Utara
diperlukan agar air di dalam tangki dapat dipelihara dalam kondisi aman. Sehingga resiko air melimpah (spill over) dapat dihilangkan. Begitu pula dengan resiko tangki yang kosong. Dengan diaturnya set point dan adanya range level yang diperbolehkan maka operator SMF akan selalu mempunyai supply air yang dibutuhkan. Kapanpun mereka membutuhkannya dan bagaimana pun keadaannya. Sebuah control valve terdiri atas valve (katup), trim, seat dan aktuator. Trim yang bertugas mengatur flowrate dapat berupa sebuah plug, disk, bola ataupun gerbang. Valve seat terdiri dari sebuah material pengaman yang biasanya terbuat dari polimer lembut. Tanpa aktuator, valve tidak dapat menerjemahkan sinyal output dari controller menjadi reaksi gerakan fisik (membuka atau menutup). Aktuator dapat bergerak secara : 1. Pneumatik Penggunaan tekanan udara untuk gerak buka – tutup valve. Besar dari tekanan yang dihasilkan tergantung sinyal listrik yang dikirim. Sinyal listrik yang berada pada range 4 – 20 mA diterjemahkan ke dalam sinyal pneumatik yang berkisar pada 3 – 15 psig oleh konverter I/P. 2. Elektrik Hidraulik Menggunakan listrik. Contohnya adalah selenoide valve dan MOV (Motor Operated Valve).
Gambar 2.16 Desain sebuah pneumatic control valve (air-to-open) (Sumber : Seborg, 2011)
29 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.17 Karakteristik valve (Sumber : Control valve Handbook 4th, Fisher 2005) Selain itu, control valve dapat diklasifikasikan menurut aplikasi, kondisi operasi, konstruksi, karakteristik dan ukurannya. Menurut karakteristiknya. Control valve dapat dibedakan menjadi Quick opening, linear, dan equal percentage. Karakteristik pada masing – masing jenis valve ini dapat diwakilkan melalui kurva pada Gambar 2.19.
2.6
Perangkat Lunak (Software) LabVIEW untuk simulasi
LabVIEW (Laboratory Virtual Instrumentation
Engineering
Workbench)
merupakan software pemrograman yang dikembangkan oleh perusahaan National Instrument. Bahasa pemrograman yang digunakan oleh software LabVIEW memiliki konsep berbeda dari software pemrograman lain seperti MatLab atau Visual Basic yang berbasis teks. Sama halnya dengan Simulink, LabVIEW menggunakan bahasa pemrograman berbasis grafis dan blok diagram. Versi paling baru dari software ini merupakan LabVIEW 2014 yang dirilis pada Agustus 2014.
30 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.18 Tampilan awal software LabVIEW 2014
Program pada Labview yang disebut sebagai VI (Virtual Instrument) menyediakan dua jendela yaitu : 1. Front panel Panel depan merupakan tampilan utama pada saat program VI dijalankan atau di-run. Control Palette pada panel ini memungkinkan user untuk membuat tampilan instrumen yang ingin dikontrol ataupun instrumen yang dijadikan sebagai indikator. Caranya adalah dengan meng-klik peralatan yang digunakan kemudian mengarahkan cursor ke posisi yang diinginkan pada jendela panel depan. Tersedia beberapa pilihan peralatan indikator yang digunakan seperti LED, graph, gauge,button, progress bar, dan lain lain. Beberapa indikator tersebut juga dapat dijadikan sebagai peralatan kontrol tergantung kepada user ingin mengeset sebagai apa.
31 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.19 Contoh tampilan panel depan
Gambar 2.20 Controls Palette 2. Blok diagram Pada panel blok diagram, ikon – ikon yang muncul merupakan blok diagram dari peralatan atau instrumen yang telah disisipkan sebelumnya ke panel depan. Antara blok yang satu dan yang lain dapat dihubungkan melalui wire. Pada jendela ini disediakan pula sebuah functions palette yang berisi blok – blok simulasi dan kontrol, operasi matematika dan fungsi pemrograman.
32 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.21 Contoh tampilan block diagram
Gambar 2.22 Functions palette Pemrograman di blok diagram ini merupakan basis pemrograman yang sebenarnya. Disini, user dapat memprogram dengan cara drag and drop fungsi yang diperlukannya kemudian menghubungkan blok – blok tersebut dengan semacam wire yang merepresentasikan arah dan hubungan antar data. Wire tersebut hanya dapat terhubung apabila dua data yang dihubungkan memiliki tipe data yang sama.
33 Universitas Sumatera Utara