BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sikap Sikap merupakan suatu respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dilihat akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang tertutup. Menurut Allport (1954) seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu: a.
Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
b.
Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu konsep.
c.
Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, antara lain:
a.
Menerima (receiving) Mahu dan memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan.
b.
Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
c.
Menghargai (valuing) Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan masalah.
d.
Bertanggung jawab (responsible) Mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan dapat juga tidak.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan respon terhadap suatu objek. Orang lain berperilaku bertentangan dengan sikapnya, dan bisa juga merubah sikapnya sesudah yang bersangkutan merubah tindakannya. Namun secara tidak mutlak dapat dikatakan bahwa perubahan sikap merupakan loncatan untuk terjadinya perubahan perilaku.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Tindakan Tindakan merupakan suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan, yaitu: a.
Persepsi (perception) Merupakan suatu proses mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
b.
Respon terpimpin (guide response) Merupakan suatu kebolehan dalam melakukan sesuatau sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indicator raktek tingkat dua.
c.
Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
d.
Adopsi (adoption) Merupakan suatu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Hepatitis B 2.3.1. Definisi Menurut Sanityoso (2006), hepatitis B diartikan sebagai penyakit peradangan hati yang disebabkan oleh VHB. Hepatitis B yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut hepatitis B akut manakala hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut hepatitis B kronis. Penyakit hepatitis B juga didefinisikan sebagai infeksi yang disebabkan oleh VHB yang menyerang hati dan bisa mengakibatkan infeksi akut atau kronik (WHO, 2009)
2.3.2. Agen Penyebab Menurut Sanityoso (2006), sifat-sifat agen penyebab bagi penyakit ini adalah seperti berikut: •
Virus hepatitis B (VHB)
•
Virus DNA hepatotropik, Hepadnaviridae
•
Terdiri atas 6 genotipe (A sampai H), terkait dengan derajat beratnya dan respon terhadap terapi
•
•
42nm partikel sferis dengan : -
Inti nukleokapsid, densitas elektron, diameter 27nm
-
Selubung luar lipoprotein dengan ketebalan 7nm
Inti VHB mengandung, ds DNA partial (3,2 kb) dan: -
Protein polimerase DNA dengan aktivitas reverse transcriptase
-
Antigen hepatitis B core (HbcAg), merupakan protein struktural
-
Antigen hepatitis B e (HbeAg), protein non-struktural yang berkorelasi secara tidak sempurna dengan replikasi aktif VHB.
•
Selubung lipoprotein VHB mengandung: -
Antigen permukaan hepatitis B (HbsAg), dengan tiga selubung protein; utama, besar dan menengah
Universitas Sumatera Utara
-
Lipid minor dan komponen karbohidrat
-
HbsAg dalam bentuk partikel non infeksius dengan bentuk sferis 22nm atau tubular.
•
Satu serotipe utama dengan banyak subtipe berdasarkan keanekaragaman protein HbsAg.
•
Virus VHB mutan merupakan konsekuensi kemampuan proof reading yang terbatas dari reverse transcriptase atau munculnya resistensi. Hal tersebut meliputi:
•
-
HbeAg negatif mutasi precore/core
-
Mutasi yang diinduksi oleh vaksin VHB
-
Mutasi YMDD oleh karena lamivudin.
Hati merupakan tempat utama replikasi di samping tempat lainnya.
2.3.3. Epidemiologi Menurut Sanityoso (2006), masa inkubasi bagi virus hepatitis B adalah 15180 hari dan rata-rata sekitar 60-90 hari. Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut. Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi hepatitis kronik dan viremia yang persisten. Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis dan kanker hati (Atmosukarto, 1991). VHB ditemukan di darah, semen, sekret servikovaginal, saliva, dan cairan tubuh lain (Ganem dan Prince, 2004).
2.3.4. Transmisi Menurut World Health Organization (WHO, 2001), VHB dapat tersebar melalui darah yaitu di kalangan penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis, pekerja kesehatan atau pekerja yang terpapar dengan darah. Selain itu, dapat juga melalui cairan tubuh, aktivitas seksual atau melalui penetrasi jaringan(perkutan) atau permukosa: tertusuk jarum, penggunaan ulang peralatan medis yang terkontaminasi,
Universitas Sumatera Utara
penggunaan bersama pisau cukur dan silet, tato, akupuntur, tindik, atau penggunaan sikat gigi bersama. Transmisi maternal-neonatal juga dapat menularkan virus hepatitis B ini dan sampai sekarang masih tidak ditemukan bukti penyebaran melalui fekal-oral.
2.3.5. Manifestasi Klinis VHB masuk ke dalam darah secara parenteral (Atmosukarto, 1991). Dari peredaran darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan tubuler, dan HbeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus (Soemohardjo dan Gunawan, 2006). VHB juga marangsang respons imun tubuh dan mengaktivasi sel limfosit B yang akan menyebabkan produksi antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc dan antiHbe. Fungsi anti-HBs adalah menetralisasi partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel. Dengan demikian, anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB yang menetap (Soemohardjo dan Gunawan, 2006). Seseorang yang telah terinfeksi dengan VHB bisa menunjukkan gejala seperti demam, rasa kelelahan, kehilangan nafsu makan, mual, muntah atau urin berwarna gelap. Gejala ini menunjukkan bahwa seseorang telah menderita hepatitis B akut yang juga dapat ditandai dengan keberadaan dari IgM antibodi terhadap antigen core hepatitis (IgM anti HBc dan HbsAg) dan bisa sembuh dengan sendirinya. Selepas sembuh dari infeksi maka seseorang itu sudah memiliki antibodi terhadap HbsAg (anti HBs). Antibodi ini merupakan antibodi penetral yang secara umum mengindikasikan kesembuhan dan kekebalan terhadap reinfeksi (Sanityoso, 2006). Namun, jika seseorang yang telah terinfeksi dengan VHB namun tidak menunjukkan sebarang gejala sehinggalah 30-40 tahun kemudian, maka disebut sebagai infeksi hepatitis B kronik yang ditandai dengan penyakit hati menahun,
Universitas Sumatera Utara
sirosis atau karsinoma hepatoselular (Suwandi, 1991). Pada pemeriksaan serologis menunjukkan adanya persistensi VHB lebih dari 6 bulan atau terdapat HbeAg yang positif di dalam darah (Sanityoso, 2006).
2.3.6. Penatalaksanaan Menurut Sanityoso (2006), jika pasien terinfeksi dengan virus hepatitis B dan sembuh spontan, pasien tersebut hanya perlu dirawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan menyebabkan diare. Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan juga perlu dihindari. Pemberian obat antivirus seperti lamivudin atau adefovir masih belum jelas kepentingannya sampai saat ini. Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk penderita jika sudah didiagnosa menderita hepatitis B tipe kronik yaitu: 1. Kelompok Imunomodulasi •
Interferon
•
Timosin alfa 1
•
Vaksinasi terapi
2. Kelompok Terapi Antivirus •
Lamivudin
•
Adefovir Dipivoksil Tujuan pengobatan hepatitis B adalah mencegah atau menghentikan progresi
jejas hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau menghilangkan injeksi. Dalam pengobatan hepatitis B kronik, titik akhir yang sering dipakai adalah hilangnya petanda replikasi virus yang aktif secara menetap (HBeAg dan DNA VHB). Pada umumnya, serokonversi dari HBeAg menjadi anti-HBe disertai dengan hilangnya DNA VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati. Pada kelompok pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif, serokonversi HbeAg tidak dapat dipakai
Universitas Sumatera Utara
sebagai titik akhir terapi dan respons terapi hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB.
2.3.7. Pencegahan Infeksi virus hepatitis B dapat dicegah melalui pemberian vaksin hepatitis B sebelum paparan terjadi (Gunawan, 1991). Pelaksanaan vaksinasi terhadap virus hepatitis B pada manusia, pertama kali dilakukan oleh Krugman dan koleganya pada tahun 1971 yaitu menggunakan sediaan serum yang diperoleh dari karier virus hepatitis B dan diinaktifasi menggunakan panas. Hasilnya 20 dari 29 anak terlindung dari infeksi virus hepatitis B. Imunitas dijumpai pada anak-anak yang mempunyai antibodi terhadap Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg). Hasil ini memacu perkembangan pembuatan vaksin hepatitis B lebih maju, terutama untuk produksi skala besar dari plasma karier (Suwandi, 1991). Saat ini setidaknya ada 3 sumber partikel HBsAg yang digunakan untuk vaksinasi hepatitis B dan yang paling utama adalah HbsAg yang dimurnikan dari plasma karier. Metode ini telah berhasil dan efikasinya tidak disangsikan. Dua sumber lain yaitu melalui pendekatan teknologi rekombinan DNA, dengan memasukkan gen virus hepatitis B pengkode HBsAg ke dalam sel ragi dan sel mamalia. Selain itu, HBsAg juga dapat disekresi oleh E. coli, namun jumlahnya relatif kecil, demikian juga sifat antigeniknya (Suwandi, 1991). Menurut Gunawan dalam artikelnya yang berjudul Hepatitis B dan Pencegahannya melalui Imunisasi di Indonesia (1991), apabila vaksin disuntikkan, tubuh akan membentuk anti-HBs. Satu seri vaksinasi yang tepat dapat membentuk antibodi yang cukup pada 95% orang sehat. Respons pembentukan antibodi berkurang pada usia lebih tua dan adanya gangguan daya tahan tubuh. Pada bayi dan anak respons umumnya sangat baik dan menghasilkan kadar antibodi yang tinggi walaupun dengan dosis yang lebih rendah dari orang dewasa. Berapa lama antibodi dapat bertahan dalam tubuh belum diketahui dengan pasti, tapi diperkirakan lebih dari 5 tahun. Perlindungan dalam 5 tahun pertama kehidupan
Universitas Sumatera Utara
sudah cukup baik untuk mengurangi jumlah pengidap kronik, sekalipun booster tidak diberikan. Menurut World Health Organization (2001), pemberian vaksinasi hepatitis B sangat dianjurkan kepada semua bayi yang baru dilahirkan dan kepada semua anak sehingga berusia 18 tahun. Selain itu, vaksinasi juga sangat direkomendasikan kepada kelompok populasi dengan resiko tertular virus hepatitis B yang tinggi yaitu: -
Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan karier hepatitis B
-
Pekerja kesehatan dan pekerja yang terpapar darah
-
Homoseksual dan biseksual pria
-
Individu dengan banyak pasangan seksual
-
Resipien transfusi darah
-
Pasien hemodialisis
-
Sesama narapidana
-
Individu dengan penyakit hati yang sudah ada (hepatitis C kronik) Pemberian vaksinasi hepatitis B biasanya diberikan secara suntikan. Suntikan
sebaiknya diberikan ke dalam otot deltoid pada orang dewasa dan ke dalam otot pada bayi dan anak. Suntikan di pantat (gluteus) tidak dianjurkan karena terbukti mengakibatkan respons antibodi yang rendah. Berbagai percobaan memberikan suntikan secara intradermal menunjukkan bahwa dengan dosis 1/10 dapat diperoleh respons yang cukup baik. Suntikan intradermal secara teknis lebih sulit dan memerlukan latihan khusus untuk petugas. Apakah cara ini bisa dipakai dalam program skala besar masih diteliti dengan lebih lanjut (Gunawan, 1991).
2.3.8. Prognosis Menurut penelitian yang telah dijalankan oleh Gunawan (1991), risiko penyakit hepatitis B untuk menjadi kronis adalah tergantung umur, menurun secara progresif dengan meningkatnya umur. 90% infeksi pada neonatus akan berkembang menjadi karier, 1-5% pasien dewasa akan berkembang menjadi kronik dan gagal hati
Universitas Sumatera Utara
akut terjadi pada <1% infeksi akut. Infeksi persisten (HbsAg positif dengan atau tanpa replikasi aktif VHB) : -
Karier asimtomatik dengan gambaran histologi normal atau non-spesifik
-
Hepatitis kronik, sirosis, karsinoma hepatoselular
-
Dihubungkan dengan glomerulonefritis membranosa, poliarteritis nodosa, dan yang lebih jarang akan mengakibatkan krioblobulinemia campuran.
Universitas Sumatera Utara