BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Sungai Sistem perairan menutupi 70% bagian dari permukaan bumi yang dibagi dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut. Dari kedua sistem perairan tersebut air laut mempunyai bagian yang paling besar yaitu lebih dari 97%, sisanya adalah air tawar yang sangat penting artinya bagi manusia untuk aktivitas hidupnya (Barus, 2004).
Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada permukaan bumi dibandingkan habitat air laut, tetapi bagi manusia kepentingan jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya. Hal ini disebabkan karena: 1) habitat air tawar merupakan sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri. 2) ekosistem air tawar menawarkan sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Odum, 1994).
Ekosistem perairan yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas dua kelompok yaitu perairan lentik (perairan tenang) misalnya danau dan perairan lotik (perairan berarus deras) misalnya sungai. Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah mulai dari bentuk kecil dibagian hulu sungai sampai besar di bagian hilir. Air hujan di atas permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian kecil menguap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk alur-alur kecil, kemudian menjadi alur-alur sedang seterusnya mengumpul menjadi satu alur besar atau utama, dengan demikian dapat dikatakan sungai berfungsi menampung curah hujan dan mengalirkannya ke laut
(Loebis, 1993).
Sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia disepanjang aliran sungai. Manfaatnya
Universitas Sumatera Utara
sebagai sumber air sangat penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yaitu sebagai sarana transportasi, mandi, mencuci dan sebagainya. Namun sungai dapat menjadi sumber bencana apabila tidak dijaga baik dari segi manfaatnya maupun pengamanannya yang dapat menurunkan daya gunanya jika pengaruh yang ditumbuhkan dari berbagai aktivitas melebihi daya dukung sungai atau tercemarnya air oleh zat-zat kimia yang akan mematikan kehidupan yang ada di sekitarnya dan merusak lingkungan (Loebis, 1993).
Hampir setiap hari sungai diseluruh dunia menerima sejumlah besar aliran sedimen baik secara alamiah, buangan industri, buangan limbah rumah tangga, aliran air permukaan, daerah urban dan pertanian. Karena aliran tersebut, kebanyakan sungai tidak dapat berubah normal kembali dari pencemaran karena arus air dapat mempercepat degradasi limbah yang memerlukan oksigen selama sungai tersebut tidak meluap karena banjir. Degradasi dan nondegradasi pada arus sungai yang lambat tidak dapat menghilangkan polusi limbah oleh proses penjernihan alamiah tersebut (Darmono, 2001).
2.2 Biologi Ikan Ikan merupakan vertebrata akuatik dan bernafas dengan insang (beberapa jenis ikan bernafas melalui alat tambahan berupa
modifikasi gelembung
renang/gelembung udara). Mempunyai otak yang terbagi menjadi regio-regio. Otak itu di bungkus dalam kranium (tulang kepala) yang berupa kartilago (tulang rawan) atau tulang menulang. Ada sepasang mata. Kecuali ikan-ikan siklomata, mulut ikan itu di sokong oleh rahang. Telinga hanya terdiri dari telinga dalam, berupa saluransaluran semi sirkular, sebagai organ keseimbangan. Jantung berkembang baik. Sirkulasinya menyangkut aliran seluruh darah dari jantung melalui insang lalu keseluruh tubuh lain. Tipe ginjal adalah profonefros dan mesonefros (Brotowidjoyo, 1993).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Ekologi Ikan Ikan merupakan jasad multiseluler, sel-sel menyusun jaringan-jaringan dan selanjutnya membentuk kelompok kerja yang kompleks dan dengan struktur spesifik yang di kenal sebagai organ. Organ-organ tersebut memiliki spesifikasi dan menjalankan fungsi-fungsi kehidupan seperti otak, otot, perut, hati, jantung dan ginjal. Selain organ-organ yang serupa dengan hewan pada umumnya, beberapa organ memiliki struktur yang berbeda dari hewan darat meskipun memiliki fungsi yang sama misalnya insang yang berperan dalam pernafasan, dijumpai pula organ spesifik yang tidak ada pada hewan yang hidup di darat yaitu gelembung renang (Odum, 1994).
Ikan merupakan organisme yang mempunyai kemampuan bergerak sehingga tidak tergantung pada arus yang kuat atau genangan air yang disebabkan oleh angin, mereka dapat bergerak di dalam air menurut kemauannya sendiri (Nybakken, 1994). Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan konsidi lingkungan. Sebagai hewan yang hidup di air, baik itu yang hidup di perairan tawar maupun diperairan laut menyebabkan ikan harus dapat mengetahui kekuatan maupun arah arus, karena ikan dilengkapi dengan organ yang di kenal sebagai linea lateralis. Organ ini tidak ditemukan pada organisme teresterial. Contoh lain perbedaan konsentrasi antara medium tempat hidup dan konsentrasi cairan tubuh memaksa ikan melakukan osmoregulasi untuk mempertahankan konsentrasi cairan tubuh nya akibat difusi dan osmosis. Bila hal itu tidak dilakukan maka ikan laut dapat menjadi ikan kering yang asin, sedangkan ikan air tawar dapat mengalami kematian akibat kelebihan air (Fujaya, 2002).
Penyebaran ikan di perairan sangat ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan yang dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu: faktor biotik, faktor abiotik, faktor teknologi, dan kegiatan manusia. Faktor biotik yaitu faktor alam yang hidup atau jasad hidup, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan dan faktor abiotik yang mencakup faktor fisik dan kimia yaitu cahaya, suhu, arus, garam-garam mineral, angin, pH, oksigen terlarut, salinitas dan BOD. Sedangkan faktor teknologi dan
Universitas Sumatera Utara
kegiatan manusia berupa hasil teknologi dan kegiatan-kegiatan lain baik yang sifatnya memperburuk lingkungan seperti pabrik yang membuang limbahnya ke perairan maupun yang memperbaiki lingkungan seperti pelestarian daerah pesisir (Rifai et al., 1984 ).
2.4 Pencemaran Logam Berat Dalam Perairan dan Bahaya Bagi Manusia Di Indonesia, pencemaran logam berat cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya proses industrialisasi. Pencemaran logam berat dalam lingkungan bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan, baik pada manusia, tanaman maupun lingkungan. Terdapat 80 jenis logam berat dari 109 unsur kimia di muka bumi ini. Menurut Widowati et al., (2008), Logam berat dibagi ke dalam dua jenis yaitu: a. Logam berat esensial; yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat di butuhkan organisme. Dalam jumlah yang berlebihan, logam tersebut bisa menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. b. Logam berat tidak esensial; yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain.
Berkembangnya IPTEK memacu terjadinya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara. Pencemaran air yang diakibatkan oleh dampak perkembangan industri harus dapat dikendalikan, karena bila tidak dilakukan sejak dini akan menimbulkan permasalahan yang serius bagi kelangsungan hidup manusia maupun alam sekitarnya. Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian dan pemantauan dampak lingkungan adalah melakukan analisis unsur-unsur dalam ikan air tawar, terutama Pb, Cu, dan Cd. Pencemaran logam-logam tersebut dapat mempengaruhi dan menyebabkan penyakit pada konsumen, karena di dalam tubuh unsur yang berlebihan akan mengalami detoksifikasi sehingga membahayakan manusia (Handayani, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Logam berat yang terkandung pada air sungai pada akhirnya akan ditemukan dalam tubuh ikan dan udang. Bila ikan tersebut dimakan manusia maka logam berat akan terakumulasi dalam jaringan tubuh manusia sehingga berbahaya bagi kesehatan karena menyebabkan anemia, kerusakan sistem saraf, ginjal, terganggunya sistem reproduksi, turunnya IQ dan berpengaruh terhadap penyerapan zat oleh tulang untuk pertumbuhan serta dapat merangsang kelahiran bayi prematur (Supriatno & Lelifajri, 2009). Mengingat tingginya minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan yang terdapat di sungai Batang Toru dan bahaya logam berat terhadap kesehatan maka penelitian ini perlu dilakukan. Dengan diketahui kadar logam berat pada beberapa jenis ikan di Sungai Batang Toru, Aek Pahu Tombak dan Aek Pahu Hutamosu dapat ditentukan keamanannya untuk dikonsumsi (foodsafety).
2.4.1 Timbal (Pb) Timbal (Pb) pada awalnya adalah logam berat yang secara alami terdapat di dalam kerak bumi. Namun, timbal juga bisa berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami. Timbal logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang bisa berasal dari tindakan mengkonsumsi makanan, minuman atau inhalasi dari udara, debu yang tercemar, kontak lewat kulit, kontak lewat mata dan lewat parenteral. Logam Pb tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia sehingga bila makanan dan minuman tercemar Pb dikonsumsi, maka tubuh akan mengeluarkannya. Orang dewasa mengabsorpsi Pb sebesar 5-15%dari keseluruhan Pb yang dicerna, sedangkan anak-anak mengabsorpsi Pb lebih besar, yaitu 41,5% (Widowati et al., 2008).
Timbal masuk ke ikan melalui insang, karena insang sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam. Timbal sangat reaktif terhadap ligan sulfur dan nitrogen, sehingga ikatan ligan sulfur dan nitrogen sangat penting bagi fungsi normal metaloenzim dan metabolisme terhadap sel. Enzim yang sangat berperan dalam insang ialah enzim karbonik anhidrase dan transpor ATPase. Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengandung Zn dan berfungsi menghidrolisis CO2 menjadi asam karbonat. Apabila ikatan Zn diganti dengan Pb maka fungsi enzim karbonik
Universitas Sumatera Utara
anhidrase tersebut akan menurun. Pb dapat menyebabkan kerusakan lamella insang yang sejalan dengan semakin tingginya konsentrasi Pb. Kerusakan epitel insang terjadi akibat pengikatan lendir terhadap sejumlah Pb yang melewati lamella dan dengan komposisi yang lebih besar mampu menghalangi proses pertukaran gas-gas dan ion pada lamella dalam sistem respirasi dan dapat mengakibatkan sistem respirasi ikan terhambat dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian (Rachmawati, 1996).
2.4.2 Kadmium (Cd) Cadmium (Cd) adalah logam yang ditemukan alami dalam kerak bumi. Cadmium murni berupa logam lunak berwarna putih perak. Jenis logam tersebut belum pernah ditemukan sebagai logam murni di alam, umumnya terikat dengan unsur lain seperti oksigen, klorin, atau sulfur. Cadmium termasuk logam berat dengan toksisitas tinggi dan merupakan kontaminan yang paling diwaspadai (Supriatno & Lelifajri, 2009). Sumber pencemaran dan paparan Cd berasal dari polusi udara, keramik berglazur, rokok, air sumur, makanan yan tumbuh di daerah pertanian, yang tercemar Cd, fungisida, pupuk serta cat. Paparan dan toksisitas Cd berasal dari rokok, tembakau, pipa rokok, yang mengandung Cd, perokok pasif, plastik berlapis Cd, serta air minum (Widowati et al., 2008).
Toksisistas kronis Cd bisa merusak sistem fisiologi tubuh antara lain sistem urinaria (ren), sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi (darah) dan jantung, kerusakan sistem reproduksi, sistem saraf, bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan tulang, berkurangnya reabsoprsi Ca dan terjadi peningkatan ekskresi Ca yang berpengaruh terhadap tulang. Peningkatan ekskresi Ca tersebut diantaranya menyebabkan osteoporosis dan osteamalsia, diskolorasi gigi menjadi kuning, rhinitis, ulserasi septum nasal, anosmia, protenuria, azotemia, terjadinya kanker paru-paru dan prostat (Rachmawati, 1996).
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Tembaga (Cu) Tembaga (Cu) bisa masuk ke lingkungan melalui jalur alamiah dan non alamiah. Pada jalur alamiah, logam mengalami siklus perputaran dari kerak bumi kelapisan tanah, mahkluk hidup, kedalam kolom air, mengendap dan akhirnya kembali lagi kedalam kerak bumi. Namun, kandungan alamiah logam berubah-ubah tergantung pada kadar pencemaran yang dihasilkan oleh manusia maupun karena erosi alami. Pencemaran akibat aktivitas manusia dan lebih banyak berpengaruh dibandingkan pencemaran secara alam. Unsur Cu bersumber dari peristiwa pengikisan atau erosi batuan mineral, debu-debu, dan partikulat Cu dalam lapisan udara dan dibawa turun oleh air hujan. Proses alami memasok Cu sebesar 325.000 ton/tahun kedalam badan perairan laut. Jalur non alamiah dalam unsur Cu masuk kedalam tatanan lingkungan akibat aktivitas manusia, antara lain berasal dari buangan industri yang menggunakan bahan baku Cu, industri galangan kapal, industri pengolahan kayu, serta limbah rumah tangga (Rachmawati, 1996).
Menurut Amriani (2011), perairan yang sudah tercemar oleh logam berat akan diikuti oleh tercemarnya organisme di perairan tersebut, sehingga di perairan itu akan terjadi akumulasi logam berat dalam jaringan tubuh organisme yang semakin lama akan semakin tinggi kandungannya. Logam Cu merupakan salah satu logam berat esensial untuk kehidupan mahkluk hidup sebagai elemen mikro. Logam ini dibutuhkan sebagai unsur yang berperan dalam pembentukan enzim oksidatif dan pembentukan
kompleks
Cu-protein
yang
dibutuhkan
untuk
pembentukan
hemoglobin, kolagen, pembuluh darah, myelin (Darmono, 1995). Cu akan dieliminasi dari tubuh melalui empedu, urin dan melalui usus. Hanya sebagian kecil yang di ekskresikan melalui kerigat dan susu. Hasil penelitian pada babi menunjukkan bahwa eliminasi terjadi sekitar 40% melalui empedu. Empedu merupakan jalur ekskresi Cu dan memegang peranan penting dalam mengatur homeostasis. Sebagian besar Cu disimpan di dalam hati dan tulang sumsum sehingga Cu dapat berikatan membentuk metalotionin (Widowati et al., 2008). Menurut Panjaitan (2009), bahwa Logam Cu dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh, maka apabila konsentrasinya cukup besar logam ini akan meracuni manusia tersebut. Pengaruh racun yang ditimbulkan dapat
Universitas Sumatera Utara
berupa muntah-muntah, rasa terbakar di daerah eksofagus dan lambung, kolik, diare, yang kemudian disusul dengan hipotensi, nekrosi hati dan koma.
2.4.4 Merkuri (Hg) Merkuri (Hg) atau air raksa adalah logam yang ada secara alami, merupakan satusatunya logam yang pada suhu kamar berwujud cair. Logam murninya berwarna keperakan/putih keabuan-abuan, cairan tak berbau, dan mengkilap. Bila dipanaskan sampai suhu 3570C, Hg akan menguap. Walaupun Hg hanya terdapat dalam konsentrasi 0,08 mg/kg kerak bumi, logam ini banyak tertimbun di daerah penambangan. Hg lebih banyak digunakan dalam bentuk logam murni dan organik dari pada bentuk anorganik. Logam Hg dapat berada pada berbagai senyawa. Bila bergabung dengan klor, belerang atau oksigen, Hg akan membentuk garam yang biasanya berwujud padatan putih (Agustina, 2002).
Keberadaan merkuri dalam perairan dapat berasal dari sumber alamiah masuk kedalam badan perairan, bisa berupa pengikisan dari batu mineral yang terdapat disekitar perairan. Partikel merkuri yang terdapat dalam udara yang terbawa oleh air hujan juga dapat menjadi sumber merkuri di perairan. Sedangkan merkuri yang berasal dari aktivitas manusia dapat berupa buangan sisa industri maupun buangan rumah tangga (Darmono, 1995).
Pemanfaatan logam merkuri pada saat ini sudah hampir mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dan lingkungan. Selama kurun waktu beberapa tahun, merkuri telah banyak digunakan dalam bidang kedokteran, pertanian dan industri. Dalam bidang kedokteran gigi misalnya merkuri digunakan sebagai campuran untuk bahan penambal gigi, sebagai bahan untuk cairan termometer. Dalam bidang pertanian, merkuri digunakan untuk membunuh jamur sehingga baik digunakan untuk pengawet produk hasil pertanian. Merkuri organik juga digunakan untuk pembasmi hama pada tanaman seperti buah apel dan juga digunakan sebagai pembasmi hama padi (Bramono, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Buku Pedoman Mutu Lingkungan, kadar merkuri yang terdapat pada makanan kita yang tanpa disadari adalah: maksimum 0,001 ppm baik dikonsumsi langsung maupun tanpa diolah dulu. Kadar merkuri yang aman dalam darah maksimal 0,04 ppm (part per millions). Kandungan merkuri 0,1-1 ppm dalam jaringan sudah dapat menyebabkan munculnya gangguan fungsi tubuh (Renova, 2010).
2.4.5 Seng (Zn) Zn adalah komponen alam yang terdapat di kerak bumi. Zn adalah logam yang memiliki karakteristik cukup tinggi, berwarna putih-kebiruan, pudar bila terkena uap udara, dan terbakar bila terkena udara dengan api hijau terang. Zn merupakan bagian tak terpisahkan dari lingkungan. Zn terdapat pada batuan, tanah, udara, air dan biosfer. Tanaman, hewan dan manusia juga mengandung Zn (Widowati et al., 2008).
Banyak aktivitas manusia yang mengakibatkan konsentrasi Zn dalam alam meningkat, seperti industri biji besi dan logam serta industri lain, karena logam Zn dimanfaatkan dalam produksi cat, bahan keramik, gelas, lampu dan pestisida. Limbah industri yang mengandung logam Zn dibuang ke perairan dalam jumlah banyak, maka akan mencemari perairan tersebut. Bahkan secara biologis logam Zn berasal dari ekskresi manusia dan binatang (Syahminan, 1996).
Menurut Widowati et al., (2008), gejala defisiensi Zn berupa terhambatnya pertumbuhan, rambut rontok, diare, kelambatan kematangan seksual, impoten, lesi mata, lesi kulit dan kehilangan nafsu makan serta ganguan perkembangan mental pada anak, kehilangan berat badan, proses penyembuhan luka yang membutuhkan waktu lama, ganguan saraf perasa, kelelahan mental, menurunnya daya imunitas tubuh, meningkatnya infeksi, ganguan kehamilan, ganguan sistem saraf dan masalah kulit.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Faktor Fisik Kimia pada Air Faktor fisik dan kimia yang mempengaruhi kehidupan ikan pada suatu perairan diantaranya: a. Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang utama pada perairan karena merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan penyebaran hewan, termasuk dari jenis ikan (Michael, 1994). Selanjutnya Rifai et al., (1983) dan Asdak (1995) menjelaskan bahwa secara umum kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan aktifitas fisiologis organisma ikan. Disamping itu perubahan suhu perairan sekitarnya merupakan faktor pemberi tanda secara alamiah yang menentukan mulainya proses pemijahan, ruaya dan pertumbuhan bibit ikan. Menurut Van hoffs, kenaikan temperatur sekitar 100C akan meningkatkan aktifitas fisiologis organisme sebesar 2 – 3 kali lipat. Akibat meningkat laju respirasi akan mengakibatkan konsentrasi oksigen meningkat dengan menaiknya temperatur akan mengakibatkan kelarutan oksigen menjadi berkurang (Barus, 2004). Organisme aquatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan temperatur (Odum, 1994). Kenaikan suhu yang relatif tinggi ditandai dengan munculnya ikanikan dan hewan lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen (Fardiaz, 1992).
b. Turbidity/ Kekeruhan Turbidity atau kekeruhan digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di dalam air yang disebabkan bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap yang dipancarkan oleh bahan-bahn yang terdapat dalam air.
Kekeruhan erat sekali hubungannya dengan kadar zat tersuspensi karena kekeruhan pada air memang disebabkan adanya zat-zat tersuspensi yang ada dalam air tersebut. Zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri dari berbagai macam zat,
Universitas Sumatera Utara
misalnya pasir halus, liat dan lumpur alami yang merupakan bahan-bahan anorganik atau dapat pula berupa bahan-bahan organik yang melayang-layang dalam air. Bahan-bahan organik yang merupakan zat tersuspensi terdiri dari berbagai jenis senyawa seperti selulosa, lemak, protein yang melayang-layang dalam air atau dapat juga berupa mikroorganisme seperti bakteri, algae, dan sebagainya. Bahan-bahan organik ini selain berasal dari sumber-sumber alamiah juga berasal dari buangan kegiatan manusia seperti kegiatan industri, pertanian, pertambangan atau kegiatan rumah tangga. Kekeruhan memang disebabkan karena adanya zat tersuspensi dalam air, namun karena zat-zat tersuspensi yang ada dalam air terdiri dari berbagai macam zat yang bentuk dan berat jenisnya berbeda-beda maka kekeruhan tidak selalu sebanding dengan kadar zat tersuspensi.
c. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basah perairan. Air dikatakan basah apabila pH >7 dan dikatakan asam apabila pH <7. Secara alamiah pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam. Pada siang hari fitoplankton dan tanaman air mengkonsumsi CO2 dalam proses fotosintesis yang menghasilkan O2 dalam air, suasana ini menyebabkan pH air meningkat. Malam hari fitoplankton dan tanaman air mengkonsumsi O2 dalam proses respirasi yang menghasilkan CO2, suasana ini menyebabkan pH air menurun (Arie, 1998).
Sastrawidjaya (1991) menyatakan bahwa pH air turut mempengaruhi kehidupan dari ikan, pH air yang ideal bagi kehidupan ikan berkisar antara 6,5 – 7,5. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. pH air kurang dari 6 atau lebih dari 8,5 perlu diwaspadai karena mungkin ada pencemaran, hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi ikan.
Universitas Sumatera Utara
d. Dissolved Oxygen (DO) Oksigen merupakan salah satu faktor penting dalam setiap perairan. Oksigen diperlukan organisme untuk melakukan respirasi aerob. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan proses fotosintesis. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung di permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasi garam (Michael, 1994).
Menurut Michael (1994), oksigen hilang dari air secara alami oleh adanya pernafasan biota, penguraian bahan organik, aliran masuk air bawah tanah yang miskin oksigen dan kenaikan suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu O0 C yaitu sebesar 14,16 mg/l O2, sedangkan nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya tidak lebih kecil dari 8 mg/l O2. Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen dalam setiap liter selebihnya tergantung pada ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemar, temperatur dan sebaliknya. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi O2 menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi O2 terlarut. Kelarutan maksimum oksigen pada perairan tercapai pada temperatur 0oC yaitu sebesar 14,16 mg/l oksigen konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur air (Barus, 2004).
e. Biochemical Oxygen Demand (BOD) BOD (Boichemical Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk mencegah atau mengoksidasi senyawa organik di dalam air yang diukur pada temperatur 200C (Fardiaz,1992). Dalam proses oksidasi secara biologis dibutuhkan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan proses oksidasi secara kimiawi. Pengukuran BOD yang umum dilakukan adalah pengukuran selama lima hari (BOD5) karena selama lima hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai 70% (Barus, 1996). Menurut Saanin (1995) menyatakan bahwa kebutuhan oksigen oleh hidrobiota akan meningkat apabila
Universitas Sumatera Utara
oksigen terlarut di perairan semakin kecil, hal ini dapat diakibatkan karena banyaknya substansi yang terlarut di dalam air. Oksigen yang terlarut dipergunakan untuk proses oksidasi, sehingga menyebabkan oksigen terlarut semakin kecil dan angka BOD5 semakin tinggi. Angka BOD5 yang tinggi menunjukkan terjadinya pencemaran organik di perairan.
Konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar 5 mg/l O2 maka perairan tersebut tergolong baik. Apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/l – 20 mg/l O2 menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumya lebih dari 100 mg/l (Brower et al., 1990).
f. Total Suspended Solid (TSS) Total suspended solid adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahanbahan organik dan anorganik yang dapat disaring dengan kertas millipore berporipori 0,45 μm. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan lain-lain. Misalnya air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk tersuspensi. Partikel tersuspensi akan menyebarkan cahaya yang datang, sehingga menurunkan intensitas cahaya yang disebarkan. Padatan tersuspensi dalam
air umumnya terdiri dari fitoplankton,
zooplankton, sisa tanaman dan limbah industri
(Effendi, 2003).
Universitas Sumatera Utara