BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kanker Payudara
2.1.1.
Definisi Dalam istilah kedokteran, semua benjolan disebut tumor. Benjolan atau
ada yang jinak dan ada yang ganas, tumor yang ganas itulah yang disebut kanker. Kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari kelenjar payudara. Termasuk saluran kelenjar air susu dan jaringan penunjangnya (Darwito, 2009).
2.1.2.
Faktor resiko Penyebab pasti kanker payudara tidak diketahui. Meskipun demikian, riset
mengidentifikasi sejumlah faktor yang dapat meningkatkan resiko pada individu tertentu, yang meliputi; keluarga yang memiliki riwayat penyakit serupa, usia yang makin bertambah, tidak memiliki anak, kehamilan pertama pada usia di atas 30 tahun, periode menstruasi yang lebih lama (menstruasi pertama lebih awal atau menopause lebih lambat), faktor hormonal (baik estrogen maupun androgen). Dari faktor resiko tersebut di atas, riwayat keluarga serta usia menjadi faktor terpenting. Riwayat keluarga yang pernah mengalami kanker payudara meningkatkan resiko berkembangnya penyakit ini. Para peneliti juga menemukan bahwa kerusakan dua gen yaitu BRCA1 dan BRCA2 dapat meningkatkan resiko wanita terkena kanker sampai 85%. Hal yang menarik, faktor genetik hanya berdampak 5-10% dari terjadinya kanker payudara dan ini menunjukkan bahwa faktor resiko lainnya memainkan peranan penting. Pentingnya faktor usia sebagai faktor resiko diperkuat oleh data bahwa 78% kanker payudara terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dan hanya 6% pada pasien yang kurang dari 40 tahun. Rata-rata usia pada saat ditemukannya kanker adalah 64 tahun. Studi juga mengevaluasi peranan faktor gaya hidup dalam perkembangan kanker payudara yang meliputi pestisida, konsumsi alkohol, kegemukan, asupan lemak serta kurangnya olahraga fisik (Darwito, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.
Gejala klinis Tanda awal dari kanker payudara adalah ditemukannya benjolan yang
terasa berbeda pada payudara. Jika ditekan, benjolan ini tidak terasa nyeri. Awalnya benjolan ini berukuran kecil, tapi lama kelamaan membesar dan akhirnya melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau puting susu. Berikut merupakan gejala kanker payudara: benjolan pada payudara yang berubah bentuk atau ukuran, kulit payudara berubah warna: dari merah muda menjadi coklat hingga seperti kulit jeruk, puting susu masuk ke dalam (retraksi), salah satu puting susu tiba-tiba lepas atau hilang, bila tumor sudah besar, muncul rasa sakit yang hilang-timbul, kulit payudara terasa seperti terbakar, payudara mengeluarkan darah atau cairan yang lain, tanpa menyusui. Tanda kanker payudara yang paling jelas adalah adanya borok (ulkus) pada payudara. Seiring dengan berjalannya waktu, borok ini akan menjadi semakin besar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan seluruh payudara. Gejala lainnya adalah payudara sering berbau busuk dan mudah berdarah (Pane, M., 1990).
2.1.4.
Patogenesis Patogenesis terjadinya kanker payudara juga disebut karsinogenesis. Pada
tahun 1950 diketahui bahwa hormon steroid memegang peranan penting untuk terjadinya kanker payudara. Tahun 1980 mulai terbuka pengetahuan tentang adanya beberapa onkogen dan gen suprespor, keduanya memegang peranan penting untuk progresi tumor, adesi antar sel dan faktor pertumbuhan. Abad 20, mulailah diketahui tentang siklus sel serta perbaikan DNA dan kematian sel (apoptosis) serta regulasinya. Kemudian abad 21 ini mulai berkembang pengetahuan yang menguak tentang kegagalan terapi kanker. Tentang mekanisme resistensi terhadap kemoterapi, antiestrogen, radiasi dan pengetahuan tentang proses invasi, angiogenesis dan metastasi. Pada tahun 1971 Folkman mengetengahkan bahwa pertumbuhan tumor tergantung pada angiogenesis dimana tumor akan mengaktifkan endothelial sel dalam kondisi dorman untuk berproliferasi dengan mengeluarkan isyarat kimia. Hipotesis Folkman ini
Universitas Sumatera Utara
memperlihatkan bahwa tumor sangat memerlukan angiogenesis untuk dapat tumbuh di atas ukuran 1-2 milimeter. Angiogenesis ini diatur secara ketat, melalui proses tahapan yang rumit dan hanya pada keadaan tertentu seperti proses penyembuhan luka serta proliferasi sel kanker. Penghambatan angiogenesis menjadi target terapi yang mempunyai harapan dimasa depan. Pembelahan sel tumor yang dipacu oleh angiogenic stimulatory peptides akan menyebabkan tumor menjadi cepat tumbuh serta akan mudah invasi ke jaringan sekitar, dan metastase. Sebaliknya, pembelahan sel tumor yang diberikan inhibitors angiogenesis akan menghambat pertumbuhan tumnor, invasi dan mencegah metastase. Beberapa penelitian melaporkan bahawa terdapat hubungan terbalik antara expresi gen VEGF dan overall survival. Sel tumor dengan overexpresi VEGF akan mempunyai prognose yang buruk, serta semakin pendek overall survivalnya. Expresi VEGF juga berhubungan dengan respon yang kurang baik terhadap terapi hormonal maupun kemoterapi (Darwito, 2009). Stadium 1 Pada stadium ini, benjolan kanker tidak melebihi dari 2 cm dan tidak menyebar keluar dari payudara. Perawatan sistematis akan diberikan pada kanker stadium ini, tujuannya adalah agar sel kanker tidak dapat menyebar dan tidak berlanjutan. Pada stadium ini, kemungkinan sembuh total untuk pasien adalah sebanyak 70%. Stadium 2 Biasanya besarnya benjolan kanker sudah lebih dari 2 hingga 5 cm dan tingkat penyebarannya pun sudah sampai daerah kelenjar getah bening ketiak. Atau juga belum menyebar kemana-mana. Dilakukan operasi untuk mengangkat sel-sel kanker yang ada pada seluruh bagian penyebaran, dan setelah operasi dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang tertinggal. Pada stadium ini, kemungkinan sembuh total untuk pasien adalah sebanyak 30-40% Stadium 3A Berdasarkan data dari Depkes, 87% kanker payudara ditemukan pada stadium ini. Benjolan kanker sudah berukuran lebih dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar limfa disertai perlengketan satu sama lain atau perlengketan ke struktur lainya.
Universitas Sumatera Utara
Stadium 3B Kanker sudah menyusup keluar dari bagian payudara, yaitu ke kulit, dinding dada, tulang rusuk dan otot dada. Penatalaksanaan yang dilakukan pada stadium ini adalah pengangkatan payudara. Stadium 4 Sel-sel kanker sudah mulai menyerang bagian tubuh lainnya, seperti tulang, paru-paru, hati, otak, kulit, kelenjar limfa yang ada di dalam batang leher. Tindakan yang harus dilakukan adalah pengangkatan payudara (Ronald, 2008).
2.2.
Obesitas
2.2.1.
Definisi Obesitas adalah keadaan di mana terdapat kelebihan lemak dalam tubuh.
Standar definisi dari obesitas dilihat berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). IMT diukur dengan satuan berat badan dan tinggi badan ((Berat badan/tinggi badan (kg/m2)). Obesitas dapat meningkatkan mortalitas (angka kematian) seseorang dengan penyakit kronis yang mengancam jiwa seperti diabetes melitus tipe 2, penyakit jantung dan pembuluh darah, kantung empedu, sensitifitas hormon dan kanker payudara. Index Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) adalah suatu alat bantu untuk mengetahui status gizi seseorang. Index Massa Tubuh tersedia dalam kriteria Asia Pasifik dan WHO. Terdapat perbedaan kategori dalam kriteria Asia Pasifik dan WHO. Kriteria Asia Pasifik diperuntukkan untuk orangorang yang berdomisili di daerah Asia, karena Index Massa Tubuhnya lebih kecil sekitar 2-3 kg/m2 dibanding orang Afrika, orang Eropa, orang Amerika, ataupun orang Australia (Bethesda, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Klasifikasi Berat Badan yangDiusulkan berdasarkan IMT pada Penduduk Asia Dewasa (IOTF, WHO 2000) IMT Kelas < 18,5 kg/m2
Kurang berat badan
18,5 - 22,9 kg/m2
Batas Normal
23,0 – 24,9 kg/m2
Lebih Berat Badan
25.0 – 29.9 kg/m2
Obese kelas I
> 30.0 kg/m2
Obese kelas II
Namun pengunaan IMT untuk menentukan lemak tubuh tidak terlalu akurat, karena untuk individu yang mempunyai massa otot yang tinggi akan mempunyai IMT yang tinggi. Maka pengunaan Presentase Lemak Tubuh (Body fat percentage) boleh diaplikasikan bagi mengestimasi lemak tubuh sesorang dengan menggunakan pengiraan lanjutan daripada IMT (Gallagher, 2000). Menurut Deurenberg, (2000) formula pengiraan Presentase Lemak Tubuh berdasarkan IMT adalah seperti berikut : Lemak tubuh dewasa = (1.20 x IMT) + (0.23 x USIA) – (10.8 x JENIS KELAMIN) – 5.4 Lemak tubuh anak
= (1.51 x IMT) – (0.70 x USIA) – (3.6 x JENIS KELAMIN) + 1.4
JENIS KELAMIN , lelaki=1 ; wanita=0 , dan hasil pengiraan dinilai berdasarkan gambar dibawah :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Klasifikasi Presentase Lemak tubuh sesuai usia. (Deurenberg, 2000) 2.2.2.
Etiologi dan patofisiologi Penyebab obesitas ada kompleks dan sukar untuk difahami. Faktor
genetik,
lingkungan dan psikologi memainkan peranan penting dalam
patofisiologi
obesitas.
Secara
ringkas,
obesitas
merupakan
gangguan
keseimbangan energi. Penggunaan (expenditure) serta pengambilan (intake) energi diregulasi oleh mekanisme neural dan hormonal tubuh, dan berat badan bisa tetap dijaga dalam rentang yang sempit untuk beberapa tahun. Keseimbangan ini dijaga oleh set point dalaman (lipostat), yang bisa mendeteksi kuantiti cadangan energi (jaringan adiposa) dan meregulasi asupan makanan serta penggunaan energi. Beberapa tahun belakangan ini, ‘gen obesitas’ telah diidentifikasi. Gen-gen ini mempunyai kode untuk komponen molekular untuk sistem fisiologis yang mengatur keseimbangan energi. Salah satu gen penting yang berperan dalam homeostasis energi ialah gen LEP serta produknya, leptin. Leptin merupakan sejenis sitokin yang disekresi oleh sel adiposa, berfungsi untuk meregulasi asupan makanan dan pengunaan energi. Efek leptin adalah untuk mengurangkan pengambilan makanan dan meningkatkan penggunaan energi. Sekresi leptin diregulasi oleh jumlah cadangan lemak, tetapi mekanismenya belum jelas. Dengan jaringan adiposa yang banyak,sekresi leptin distimulasi, dan hormon tersebut sampai ke hipothalamus, di mana ia berikatan dengan reseptor leptin pada dua kelas neuron. Satu kelas neuron yang sensitif terhadap leptin menghasilkan neuropeptida yang memicu nafsu makan (orexigenic), neuropeptida Y (NPY) dan protein agouti-related (AgRP). Kelas neuron dengan reseptor leptin yang satu lagi
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan peptida yang menghambat nafsu makan (anorexigenic), hormon alpha-melanocyte stimulating (α-MSH) dan transkrip yang berhubung dengan kokain- dan amfetamin- (CART). Kerja neuropeptida anoreksigenik dan oreksigenik ditunjukkan dengan berikatan pada set reseptor lain, yang paling utama adalah reseptor NPY dan reseptor melanokortin 4 (MC4R), di mana AgRP dan α-MSH masing-masing berikatan. Pengikatan leptin mengurangkan asupan makanan dengan cara menstimulasi produksi α-MSH dan CART (peptida anoreksigenik) dan menghambat sintesis NPY dan AgRP (peptida oreksigenik). Keadaan yang sebaliknya berlaku apabila cadangan lemak tubuh tidak adekuat: sekresi leptin berkurang dan pengambilan makanan meningkat. Pada individu dengan berat badan yang stabil, proses ini dalam keadaan seimbang. Seperti yang telah dibincangkan sebelum ini, leptin bukan saja meregulasi nafsu makan, tetapi juga penggunaan energi, melalui mekanisme tertentu (Kumar dan Mitchell, 2007). Oleh itu, kadar leptin yang tinggi meningkatkan aktivitas fisik, penghasilan panas, dan penggunaan energi. Mediator-mediator neurohormonal untuk penggunaan energi yang dipicu oleh leptin kurang diketahui. Termogenesis (thermogenesis) mungkin merupakan efek katabolik paling utama yang dipicu oleh leptin melalui hipothalamus. Termogenesis sebagiannya dikawal oleh sinyal hipothalamus yang meningkatkan pelepasan norepinefrin daripada ujung syaraf simpatetik di jaringan adiposa. Sel lemak memaparkan reseptor β 3-adrenergik yang akan menyebabkan hidrolisis asam lemak dan penghasilan energi uncouple dari cadangan apabila distimulasi oleh norepinefrin. Obesitas pada manusia dalam bentuk monogenik adalah jarang, dan dikatakan terdapat gangguan didapat (acquired) yang lain terlibat dalam patogenesis obesitas. Contohnya, kadar leptin darah yang tinggi pada kebanyakan individu obesitas, menunjukkan resistensi terhadap leptin dibandingkan defisiensi leptin adalah lebih sering terjadi pada manusia. Tidak dinafikan bahawa genetik mempunyai peran penting dalam mengawal berat badan. Namun, dengan adanya ciri-ciri kompleks, obesitas bukanlah gangguan genetik semata-mata. Terdapat pengaruh dari lingkungan yang definitif; prevalensi obesitas pada orang Asia yang pindah ke Amerika adalah lebih tinggi berbanding dengan yang tinggal di Asia. Hal ini mungkin merupakan
Universitas Sumatera Utara
akibat daripada perubahan tipe dan jumlah asupan gizi. Bagaimanapun kondisi genetik individu itu, obesitas tidak mungkin akan terjadi tanpa pengambilan makanan (Kumar dan Mitchell, 2007). 2.2.3. Komplikasi obesitas Obesitas, terutamanya obesitas sentral, meningkatkan risiko diabetes, hipertensi, hipertrigliseridemia dan kanker. Peningkatan berat badan juga akan menyebabkan peningkatan resistensi terhadap insulin (Hiperinsulinemia) (Kumar dan Mitchell, 2007).
2.2.4. Penatalaksanaan Strategi menurunkan berat badan harus melakukan modifikasi diet, aktivitas fisik, kebiasaan dan hindari stress. Diet yang dianjurkan adalah makan yang secukupnya,
kurangi konsumsi makan-makanan yang mengandung
karbohidrat dan lemak. Kira-kira karbohidrat yang dikonsumsi 55-65% dari total energi. Buah-buahan, gandum dan sayuran diperbanyak, dan kurangi konsumsi alkohol. Salah satu faktor yang tidak kalah penting untuk program penurunan berat badan adalah meningkatkan aktivitas fisik sehari-hari. Aktivitas fisik yang dianjurkan untuk obesitas adalah aktivitas yang tidak terlalu berat seperti jalan kaki dan turun-naik tangga. Aktivitas yang intensitas rendah sampai sedang sangat dianjurkan . Apabila sudah melaksanakan perubahan gaya hidup diatas, namun masih belum berhasil, dapat konsultasikan ke dokter anda untuk penatalaksanaan dengan obat-obatan maupun tindakan lainnya (operasi). Ada dua obat resep yang sudah di izinkan oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan jangka panjang obesitas. Yaitu; Sibutramine. Obat ini merubah persarafan di otak menyebabkan lebih cepat merasa kenyang. Obat yang lain adalah Orlistat (Xenical), cara kerja obat ini adalah mencegah penyerapan lemak dalam usus. Lemak yang tidak terserap akan dibuang bersama tinja. Efek samping yang timbul adalah peningkatan gerakan usus. Karena obat ini juga akan menyerap nutrisi selain lemak, maka konsumsi multivitamin disarankan. Obat
Universitas Sumatera Utara
seperti amphetamines dapat mengurangkan derajat rasa lapar dengan menginhibisi pusat rangsangan lapar di otak (Guyton dan Hall, 2006). Operasi bypass lambung, yang akan merubah anatomi dari saluran pencernaan untuk mengontrol masuknya makanan yang anda makan. Dokter bedah akan membuat kantung di bagian atas lambung yang akan disambung dengan usus halus. Maka makanan yang masuk, langsung menuju kantung dan langsung ke usus halus. Lambung akan tetap mengeluarkan cairannya untuk membantu menghancurkan makanan. Tindakan ini dapat menimbulkan efek samping seperti pneumonia, pembekuan darah dan infeksi bisa terjadi (Klikdokter, 2008).
2.3 Kaitan Obesitas dan Kanker Payudara Dalam siklus normal atau sebelum gejala menopause bagi wanita, tempat primer hormon estrogen disintesis di ovarium, namun estrogen juga diproduksi dalam jaringan lemak . Setelah menopause, ketika ovarium berhenti memproduksi hormon, jaringan lemak (payudara, perut, paha, dan bokong) menjadi sumber estrogen
yang
paling
penting,
dimana
tingkat
estrogen
pada
wanita
pascamenopause adalah lebih tinggi sebanyak 50 hingga 100 persen berbanding wanita berat badan normal/ideal. Biosintesis estrogen dikatalisis oleh enzim aromatase (P450 aromatase), merupakan produk dari gen CYP19. Aromatase mengkatalisis aromatisasi cincin A dari C19 androgen ke Cincin A estrogen fenol C18. Enzim aromatase juga meningkat seiring dekat peningkatan usia dan IMT. Faktor lain, seperti faktor tumor nekrosis (TNF-alpha) dan interleukin-6 (IL-6) juga disekresikan oleh sel adiposit dan bertindak secara autokrin atau parakrin untuk merangsang produksi aromatase. Estrogen adalah penting untuk pengembangan susu normal dan pertumbuhan duktal dan memainkan peran sentral dalam perkembangan kanker payudara manusia. Paparan estrogen atau peningkatan reseptor estrogen (ER) dalam sel epitel mammary (human mammary epithelial cells;HMECs) meningkatkan resiko kanker payudara. Obesitas juga menyumbang kepada hiperinsulinemia. Dalam sindrom metabolik, jaringan tidak mampu menyerap, menyimpan dan memetabolisme glukosa secara efisien. Oleh
Universitas Sumatera Utara
itu, untuk mencegah peningkatan jumlah glukosa, pankreas mensekresi sejumlah insulin. Insulin boleh merangsang sintesis DNA dan sangat penting bagi pertumbuhan sel secara in vitro. Hiperinsulinemia mempengaruhi tumorigenesis dengan berkontribusi terhadap sintesis dan aktivitas IGF-1, faktor pertumbuhan yang semakin diakui sebagai penting untuk kanker payudara. IGF-1 bertindak secara endokrin, parakrin atau autokrin untuk mengatur pertumbuhan sel, transformasi dan diferensiasi dan dapat bersinergi dengan faktor-faktor pertumbuhan lainnya (estrogen) untuk menghasilkan peningkatan efek mitogenik. Jadi ekspresi IGF-1 adalah sangat efektif dalam mempromosikan pertumbuhan tumor ( Lorincz dan Sukumar, 2006). Mekanisme estrogen merangsang proliferasi sel adalah melalui aktivasi ER yang melalui siklus MAPK (mitogen-activated protein kinase).Tanpa kehadiran estrogen, insulin dan IGF juga bisa merangsang aktivasi ER. Bersama-sama, IGF1 dan estradiol dapat meningkatkan pengaktifan transkripsional ER ke tingkat yang lebih besar dan mengarah ke tumorgenesis ( Lorincz dan Sukumar, 2006). Peningkatan sel adiposit akan menyebabkan peningkatan kosentrasi insulin dan IGF. Peningkatan insulin dan IGF akan menyebabkan penurunan SHBG (sexhormone binding globulin). Dalam satu kajian terhadap wanita obese (IMT>30kg/m2), kosentrasi SHBGnya lebih rendah berbanding wanita normal dengan IMT < 22kg/m2. SHBG mengikat testosteron dan estradiol dengan afinitas yang tinggi. Penurunan SHBG dalam obesitas akan meningkatkan bioavaibilitas estradiol yang bersirkulasi. Resiko kanker payudara telah terbukti secara langsung berhubungan dengan konsentrasi hormon seks seperti estrone dan estradiol. Maka SHBG merupakan faktor regulator kepada estradiol dalam sel kanker payudara. SHBG bertindak sebagai faktor anti-proliferasi, jadi wanita obese mempunyai resiko relatif lebih tinggi menghidapi kanker payudara. Leptin juga merupakan faktor pertumbuhan untuk kanker payudara. Dalam perbandingan, reseptor leptin tidak terdeteksi dalam sel-sel epitel normal, sedangkan sel kanker menunjukkan pewarnaan positif bagi Ob-R (reseptor isoform bagi leptin) dalam 83% kasus ( Lorincz dan Sukumar, 2006). BAB 3
Universitas Sumatera Utara