BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tumbuhan Mawar Merah (Rosa hybrida) Rosa hybridatermasuk dalam Famili Rosaceae, sering di juluki Prince of flowerkarena keindahan bentuk dan warnanya, serta baunya yang harum dan memikat (Widyawan, 1994). Di Indonesia dikenal dengan nama Bunga Mawar. Famili Rosaceae meliputi berbagai macam Mawar dengan berbagai macam bentuk dan warna bunga, serta bau wangi khas. Tanaman Mawar bisa berupa herba tegak, merayap, atau memanjat. Mempunyai percabangan banyak, berduri tempel. Daun majemuk, menyirip ganjil, anak daun 5 - 7 jarang 3, bentuk helaian anak daun bulat telur - lonjong, ujung- meruncing, tepi daun bergerigi (Suryowinoto, 1997). Berikut sistematika tumbuhan mawar merah. Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Class
: Dicotyledonae
Ordo
: Rosanales
Famili
: Rosaceae
Genus
: Rosa
Spesies
: Rosa hybrida.
Nama Lokal : Mawar Merah Tanaman bunga Mawar adalah tanaman yang menghasilkan biji. Pohonnya memiliki batang yang berkayu. Tanaman ini juga memiliki sistem akar tunggang, kemudian batangnya memiliki kambium yang dapat menyebabkan batang membesar (Manganti, 2015).Jumlah varietas mawar yang ada saat ini diperkirakan mencapai 5.000 macam, namun hanya sekitar 300-400 varietas saja yang dikenal secara umum dan sering dibudayakan (Widyawan, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Bunga Mawar dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi. Tetapi untuk mawar tertentu seperti Mawar teh hibrida hanya menyukai dataran tinggi sebab bunganya akan tumbuh dengan sempurna, baik bentuk, ukuran, warna, maupun baunya (Soekartiwi, 1996).
2.1.1 Penggolongan bunga mawar
Tim Direktorat Bina Produksi Hortikultura (1998) mencatat bahwa ada sembilan kelompok utama varietas mawar, yaitu: 1.
Hybrid tea : Jenis bunga potong yang bertangkai panjang dengan bunga tunggal di ujungnya sehingga tampak megah dan cantik.
2.
Floribunda : Jenis bunga potong dan tanaman taman yang bunganya cukup besar dengan warna bervariasi dan tangkai tegak panjang.
3.
Grandiflora : Bunganya berukuran raksasa dengan diameter dapat mencapai 7,5-12,5 cm.
4.
Climbing rose : Diameter bunga berkisar antara 5-15 cm dan tumbuh merunduk karena beratnya cabang serta tersusun dalam tandan yang jarang. Kelompok mawar ini pertumbuhannya sangat lamban dibandingkan kelompok lain dan rata-rata baru dapat berbunga setelah umurnya lebih dari dua tahun.
5.
Polyantha : Jenis mawar taman dengan warna bunga yang sangat beraneka ragam, bunganya kecil dengan garis tengah sekitar 5 cm dan di dekat pucuk cabangnya terdapat banyak ranting yang masing-masing memiliki sekuntum bunga.
6.
Hybrid perpetual : Jenis mawar yang diameter bunganya sangat lebar (15 cm) dan juga merupakan kelompok mawar yang sudah sulit dalam literatur.
Universitas Sumatera Utara
7.
Mawar tea : Merupakan nenek moyang mawar di Asia dengan ukuran bunga kecil.
8.
Mawar tua : Disebut juga mawar kuno, dan aromanya sangat wangi.
9.
Special purpose : Mawar yang dibedakan atas tiga golongan, yaitu mawar pohon, mawar perdu, dan mawar mini.
2.1.2
Manfaat
Bunga
Tumbuhan
Mawar
Merah
(Rosa
Hybrida)
Tidak hanya sebagai hiasan, bunga mawar juga ternyata bisa dimakan untuk dijadikan obat. Aroma dan rendaman air bunga mawar mampu meredakan stres, mengatasi nyeri saat haid, dan membantu menjaga kesehatan kulit. Karena air mawar mengandung astringent yang bersifat menghilangkan racun (Khaerani, 2014). Bunga Mawar juga memiliki efek farmakologis diantaranya melancarkan sirkulasi darah, menormalkan anti radang, menghilangkan bengkak dan menetralisir racun. Bunga dan akar dalam kondisi segar dapat dimanfaatkan untuk mengobati beberapa penyakit seperti batuk darah dan campak (Hariana, 2005). Dalam buku Tanaman Obat Untuk Mengobati Jantung Koroner dan Menyembuhkan Stroke bunga Mawar juga memiliki khasiat menghilangkan bau mulut dan mengobati stroke.
2.2 Senyawa Flavonoida Senyawa flavonoida diturunkan dari unit C6-C3 (fenil propana) yang bersumber dari asam sikimat (via fenilalanin) dan unit C 6 yang diturunkan dari jalur poliketida. Fragmen poliketida ini disusun dari tiga molekul malonil-KoA yang bergabung dengan unit C6-C3 (sebagai KoA tioester) untuk membentuk unit awal triketida. Oleh karena itu, flavonoid yang berasal dari biosintesis gabungan terdiri atas unit-unit yang diturunkan dari asam sikimat dan jalur poliketida.
Universitas Sumatera Utara
Struktur dan sistem penomoran untuk turunan senyawa flavonoid dapat dilihat pada gambar 2.1 yang di bawah ini : 3' 2' 8
1
4'
1'
O
7
2
5' 6'
3
6 4
5 O
Gambar 2.1. Senyawa Flavonoida (Robinson, 1995). Flavonoida umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih gugus hidroksil fenolik. Gugusan hidroksil selalu terdapat pada karbon no. 5 dan no. 7 pada cinicin A. Pada cincin B gugusan hidroksil atau alkoksil terdapat pada karbon no. 3 dan no. 4 ( Sirait, 2007). Adapun struktur dari flavonoida adalah struktur yang mempunyai dua cincin aromatik yang dihubungkan dengan tiga karbon yang membentuk suatu cincin yang terdapat gugus eter (C-O-C) dan satu karbonil (C=O) yang dinotasikan cincin C. Kedua cincin aromatik ini dinotasikan cincin A dan B. Pada cincin A dan B ada dijumpai atau terdapat substituent hidroksil (OH) atau metoksi, juga gugus gula yang bentuk C-glikosida atau O-glikosida. Tapi ada juga senyawa flavonoida tanpa adanya gugus C=O yang disebut senyawa flavan (Ikan, 1969).
Istilah flavonoida dikenakan pada suatu golongan besar senyawa yang yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum yaitu flavon.Suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincinA dalam kedudukan orto dan atom karbon benzil yang terletak di sebelah cincin B membentuk cincin darri tipe 4piron. Senyawa heterosiklik ini pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi yang paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa ini (Manito, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak. Akhirnya flavonoida umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pad agula sebagai glikosida dan aglikon flavonoida yang mana pun mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh, tetapi beberapa kelas lebih tersebar daripada yang lainnya: flavor dan flavonol terdapat disemesta, sedangkan isoflavon dan biflavon hanya terdapat pada beberapa suku tumbuhan (Harborne, 1996). Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antosianin memberikan warna merah, ungu, atau biru. Secara biologis, flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan pada tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit hingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu (Sastrohamidjojo, 1996). Flavonoida tertentu juga mempengaruhi rasa makanan secara signifikan; misalnya beberapa tanaman memiliki rasa pahit dan kesat seperti flavanon naringin, pada kulit grapefruit (C. paradisi). Dalam tubuh manusia, flavonoida dapat berguna untuk mengobati gangguan sirkulasi perifer, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan aquaresis. Banyak juga obat-obat mengandung flavonoid yang dipasarkan diberbagai negara sebagai obat anti-inflamasi, antispasmodik, antialergi dan antivirus. (Heinrich et al, 2005). Manfaat lain lain flavonoida adalah melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai anti bioktik (Muhammad, 2011). Senyawa flavonoid diduga sangat bermanfaat dalam makanan karena, berupa senyawa fenolik, senyawa ini yang bersifat antioksidan kuat. Oleh karena itu, makanan kaya flavonoid dianggap penting untuk mengobati penyakit-penyakit, seperti kanker dan penyakit jantung (yang dapat memburuk akibat oksidasi lipoprotein densitas-rendah) (Heinrich et al, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Klasifikasi Senyawa Flavonoida Dalam tumbuhan, flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Keragaman struktur flavonoid ini disebabkan karena perbedaan tahap modifikasi lanjutan dari struktur dasar flavonoid, antara lain: 1. Flavonoid O-glikosida. Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O-glikosida, pada senyawa tersebut satu gugus hidroksi flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula (atau lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosilasi meyebabkan flavonoid menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air (cairan). Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat, walaupun galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa sering juga terdapat.
Salah
satu
kelompok
senyawa
flavonoida-o-glikosida
ditunjukkan pada gambar 2.2 di bawah ini: ROH2C HO HO
OH O
O
O
OH OH
O
Gambar 2.2(R=H) Apigenin 7-O-β-D-glukopiranosida (R=OCOCH3) Apigenin 7-O-β-D-(6”-O-asetil) glukopiranosida 2. Flavonoid C-glikosida. Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbonkarbon. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Sekarang gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis gula pada O-glikosida. Jenis aglikon flavonoid yang terlibat pun sangat terbatas. Salah satu kelompok senyawa flavonoida Cglikosida ditunjukkan pada gambar 2.3 Jadi, walau pun isoflavon,
Universitas Sumatera Utara
flavanon, dan flavonol kadang-kadang terdapat dalam bentuk C-glikosida, hanya flavon C-glikosida yang paling lazim ditemukan. HO HO CH2OH HO
O
HO
OH O
OH
O
Gambar 2.3Apigenin 8-C-β-D-glukopiranosida (Viteksin) 3. Flavonoid Sulfat Gabungan flavonoid lain yang mudah larut dalam air yang mungkin ditemukan hanya flavonoid sulfat. Senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih, yang terikat pada hidroksil fenol atau gula. 4. Biflavonoid Biflavonod adalah flavonoid dimer, walau pun prosianidin dimer (satuan dasarnya katekin) biasanya tidak dimasukkan ke dalam golongan ini. Flavonoid yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4’ (atau kadang-kadang 5,7,3’,4’) dan ikatan antar-flavonoid berupa ikatan karbonkarbon atau kadang-kadang ikatan eter. Biflavonoid jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya terbatas, terdapat terutama pada gimnospermae. Salah satu senyawa kelompok biflavonoid dapat dilihat pada gambar 2.4 di bawah ini: OH HO
OH
O HO OH
O
O OH
O
Gambar 2.4Amentoflavon
Universitas Sumatera Utara
5. Aglikon flavonoid yang aktif-optik Aglikon flavonoid mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan demikian
menunjukkan
keaktifan
optik
(yaitu
memutar
cahaya
terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan flavonid ini ialah flavanon, dihidroflavonol, katekin, pterokarpan, rotenoid, dan beberapa biflavonoid (Markham, 1988). Senyawa flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan tahanan oksidasi dan keragaman lain pada rantai C3 : 1. Flavon Flavon berbeda dengan flavonol karena pada flavon tak terdapat penyulihan 3-hidroksi. Hal ini mempengaruhi serapan UV-nya, gerakan kromatografinya, serta reaksi warnanya, dan karena itu flavon dapat dibedakan dari flavonol. Flavon terdapat juga sebagai glikosida tetapi lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Jenis yang paling umum ialah 7-glukosida, contohnya luteolin 7-glukosida. Struktur senyawa Flavon dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini:
A
O C
B
O
Gambar 2.5 Flavon (Robinson, 1995). 2. Flavonol Flavonol sangat tersebar luas di dalam tumbuhan, baik sebagai kopigmen antosianin dalam daun bunga maupun dalam daun tumbuhan tinggi. Dalam tumbuhan terdapat banyak sekali glikosida flavonol. Sampai saat ini yang paling umum adalah kuersetin 3-rutinosida yang dikenal sebagai rutin.
Universitas Sumatera Utara
Adapun struktur senyawa Flavonol dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini :
A
B
O C
OH O
Gambar 2.6 Flavonol (Robinson, 1995). 3. Isoflavon Isoflavon merupakan senyawa yang tidak begitu mencolok, tetapi senyawa ini penting sebagai fitoaleksin (senyawa pelindung) dalam tumbuhan untuk pertahanan terhadap penyakit. Adapun struktur senyawa Isoflavon ditunjukkan pada gambar 2.7. Isoflavon menunjukkan aktivitas sebagai estrogenik, insektisida, dan antifungi O C
A
B
O
Gambar 2.7 Isoflavon (Robinson, 1995). 4. Flavanon Flavanon adalah senyawa tanwarna yang tak dapat dideteksi pada pemeriksaan kromatografi
kecuali
bila
menggunakan penyemprot
kromogen. Uji warna yang penting dalam larutan alkohol ialah reduksi dengan serbuk Mg dan HCl pekat. Struktur senyawa Flavanon dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
A
O C
B
O
Gambar 2.8 Flavanon (Robinson, 1995).
Universitas Sumatera Utara
5. Flavanonol Flavanonol (atau dihidroflavonol) barangkali merupakan flavonoid yang paling kurang dikenal, dan tidak dapat diketahui apakah senyawa ini terdapat sebagai glikosida. Senyawa ini stabil dalam asam klorida panas tetapi terurai oleh udara adapun struktur senyawa Flavanonol dapat dilihat pada gambar 2.9 dibawah ini :
B
O C
A
OH O
Gambar 2.9 Flavanonol (Harborne, 1987). 6. Antosianin Antosianin adalah pigmen daun bunga merah sampai biru yang biasa, banyaknya sampai 30% bobot kering dalam beberapa bunga. Antosianin terdapat juga dalam bagian lain tumbuhan tinggi kecuali fungus. Struktur senyawa Antosianin dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
+
A
O C
B
OH
Gambar 2.10 Antosianin (Harborne, 1987). 7. Katekin Katekin dan proantosianidin adalah dua golongan senyawa yang mempunyai banyak kesamaan. Semuanya senyawa tanpa warna, terdapat pada seluruh dunia tumbuhan tetapi terutama dalam tumbuhan berkayu OH OH HO A
O C
B
OH OH
Gambar 2.11 Katekin (Harborne, 1987).
Universitas Sumatera Utara
8. Leukoantosianidin Merupakan monomer flavan 3,4-diol, leukoantosianidin jarang terdapat sebagai glikosida, namun beberapa bentuk glikosida yang dikenal adalah apiferol, dan peltoginol. Struktur senyawa Leukoantosianidin dapat dilihat pada gambar 2.12 di bawah ini : OH OH HO A
B
O C
OH OH
HO
Gambar 2.12 Leukoantosianidin (Harborne, 1987). 9. Kalkon Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat tua dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air, adapun struktur senyawa Kalkon dapat dilihat pada gambar 2.13 di bawah ini :
B
A O
Gambar 2.13 Kalkon (Harborne, 1987). 10. Auron Seperti kalkon, senyawa ini tampak pada kromatogram kertas berupa bercak kuning. Dengan sinar UV akan tampak berbeda, warna auron berubah menjadi merah jingga bila diuapi ammonia. Struktur senyawa Auron dapat dilihat pada gambar 2.14 di bawah ini: O A
CH
B
O
Gambar 2.14 Auron
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Sifat Kelarutan Senyawa Flavonoida Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia seperti fenol yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi bila didiamkan dalam larutan basa dan disamping itu terdapat banyak oksigen maka akan banyak yang terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula, flavonoida merupakan senyawa polar maka umumnya flavonoida larut dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air(Markham, 1988).
2.2.3 Biosintesa Flavonoid Kerangka C15 yang dihasilkan, telah mempunyai substituen oksigen tertentu, kebanyakan sebagai gugus hidroksil pada kedudukan yang sesuai, sehubungan dengan pembentukan cincin A (jalur poliketida) dan dengan cincin B yang berasal dari sikimat (fenilalanina---asam sikimat). Setelah terjadi berbagai perubahan enzimatik dari ketiga atom karbon sentral dari kerangka 1,3-diaril propana dapat mempunyai berbagai gugus fungsional, misalnya hidroksil, ikatan rangkap, karbonil dan sebagainya. Biosintesa hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur asetat-malonat dan alur sikimat dapat dilihat pada gambar 2.15 di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
OH
Alur Sikimat
Alur asetat-malonat Sinamil alkohol
HOOC OH
OH HO
LiIGNIN
HO
OH
O
H
OH OH O (-)-Flavanon
O Khalkon
HO
OH
OH O Dihidrokhalkon OH HO
O
O CH
OH OH
O Auron HO
O
OH
HO
O
O
Flavon O
OH
OH
Isoflavon
O
OH
Pterokarpan
OH HO
O
H HO
O
OH OH
O
OH
(+) -Dihidroflavonol
OH O
O
OH
Rotenoid
(OH)
HO
O
H
OH
H
OH
OH HO
HO
O
O
OH OH (+) -Katekin (OH)
O
OH
OH OH
HO
OH
OH O
Flavonol
Antosianidin
H OH
OH (-)-Epikatin
Gambar 2.15 Biosintesa hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur asetat-malonat dan alur sikimat (Markham, 1988).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Teknik Pemisahan
Teknik pemisahan memiliki tujuan untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponenkomponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan: 1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan dipisahkan. 2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam satu golongan. Diagram teknik pemisahan dapat dilihat pada gambar 2,16 di bawah ini: Biomassa (tanaman, mikroba, laut) Ekstraksi Skrining Isolasi zat aktif berdasarkan uji hayati Skrining silang Elusidasi Struktur Gambar 2.16 Diagram Teknik Pemisahan (Muldja, 1995).
2.3.1 Ekstraksi
Sampel yang berasal dari tanaman setelah diidentifikasi, kemudian digolongkan menjadi spesies dan famili, sampel kemudian dikumpulkan dari bagian arialnya (daun, batang, kulit kayu pada batang, kulit batang, dan akar). Sampel ini kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan untuk menghindari penguraian komponen oleh udara atau mikroba.
Universitas Sumatera Utara
Jika telah dikeringkan, biomassa kemudian digiling menjadi partikelpartikel kecil menggunakan blender atau penggilingan. Proses penggilingan ini penting karena ektraksi efektif pada partikel kecil, dikarenakan memiliki luas permukaan yang lebih besar.Pemilihan pelarut ekstraksi sangat penting. Jika tanaman diteliti dari sudut pandang etnobotani, ektraksi harus mengikuti pemakaiannya secara tradisional. Kegagalan mengekstraksi biomassa dapat menyebabkan kehilangan akses untuk mendapatkan zat aktif. Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi dingin (dalam labu besar berisi biomassa), dengan cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya makin tinggi. Keuntungan utama cara ini adalah merupakan metode ekstraksi yang mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam terurai. Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran secara berurutan memungkinkan
pemisahan
bahan
alam
berdasarkan
kelarutannya
(dan
polaritasnya) dalam ektraksi. Hal ini sangat mempermudah proses isolasi. Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi, meskipun beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut ekstraksi pada suhu kamar (Heinrich et al, 2009). Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak pekat, biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator (Harborne, 1996). 2.3.2 Partisi Metode pemisahan yang mungkin paling sederhana adalah partisi, yang banyak digunakan sebagai tahap awal pemurnian ekstrak. Partisi menggunakan dua pelarut tak bercampur yang ditambahkan kedalam ekstrak tersebut, hal ini dapat dilakukan secara terus menerus dengan menggunakan dua pelarut yang tak bercampur yang kepolarannya meningkat. Partisi biasanya dilakukan melalui dua tahap:
Universitas Sumatera Utara
1. Air/petroleum eter ringan (heksana) untuk menghasilkan fraksi nonpolar di lapisan organik 2. Air/diklorometan atau air/kloroform atau air/etil asetat untuk membuat fraksi agak polar di lapisan organik. Ini merupakan metode pemisahan yang mudah dan mengandalkan kelarutan bahan alam dan bukan interaksi fisik dengan medium lain (Heinrich et al, 2009).
2.3.3 Hidrolisis Prosedur yang digunakan untuk hidrolisis asam dari flavonoid glikosida adalah, sebanyak 2 mg sampel flavonoid glikosida dicampur dengan asam klorida 6% sebanyak 5 ml dengan jumlah metanol yang sangat sedikit pada sampel untuk membuat proses hidrolisis menjadi sempurna. Larutan dipanaskan selama 45 menit lalu didinginkan, kemudian ekstrak sepenuhnya dilarutkan dengan eter. Penguapan dari larutan akan mengendapkan ramnosa dan glukosa. Lapisan eter, setelah dikeringkan dengan menggunakan natrium sulfat akan didapatkan aglikon flavonoid setelah diuapkan (Mabry et al, 1970).
2.3.4 Kromatografi Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik.
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada pengelompokkannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi: kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi pasangan ion, kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi ukuran.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis (disebut juga kromatografi planar), kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatogtrafi gas. Bentuk kromatografi yang paling awal adalah kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel dalam jumlah yang besar. Pemisahan pada kromatografi planar pada umumnya dihentikan sebelum semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua kromatografi ini dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase geraknya. Nilai faktor retardasi solut (Rf) dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan dalam persamaan:
Rf=
arak yang ditempuh solut arak yang ditempuh fase gerak
Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi sama dengan 0 yang berarti solut bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati jika solut tertahan pada posisi titik awal di permukaan fase diam. Proses Sorpsi Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fase gerak ke fase diam, sementara itu proses sebaliknya (pemindahan solut dari fase diam ke fase gerak) disebut dengan desorpsi. Kedua proses ini (sorpsi dan desorpsi) terjadi secara terus menerus selama pemisahan kromatografi karenanya sistem kromatografi berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis. Solut akan terdistribusi diantara dua fase yang bersesuaian dengan perbandingan distribusinya (D) untuk menjaga keadaan kesetimbangan ini. Ada 4 jenis mekanisme sorpsi dasar dan umumnya 2 atau lebih mekanisme ini terlibat dalam satu jenis kromatografi. Keempat jenis tersebut adalah adsorpsi, partisi, pertukaran ion, dan eksklusi ukuran.
Universitas Sumatera Utara
Adsorben Silika gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang penggunaannya paling luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu membentuk ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar. Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu mendeaktifkan permukaan silika gel karena air akan menutup sisi aktif silika gel. Hal seperti ini dapat diatasi dengan memanaskan pada suhu 105 0C, meskipun demikian reprodusibilitasnya sulit dicapai kecuali jika suhu dan kelembapan benar-benar dijaga secara hati-hati. Semakin polar solut maka akan semakin tertahan kuat ke dalam adsorben silika gel ini. Berikut merupakan kepolaran dari beberapa adsorben menurut Gandjar dkk (2007) yang disajikan pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Daftar Adsorben pada Kromatografi No
Nama Adsorben
Sifat Adsorben
1
Alumina
Paling polar
2
Karbon aktif
3
Silika gel
4
Selulosa
5
Resin-resin polimerik (stiren/difenil benzen)
Paling non polar
2.3.4.1 Kromatografi Lapis Tipis Teknik kromatografi lapis tipis (KLT) sangat bermanfaat untuk analisis obat dan bahan lain dalam laboratorium karena hanya memerlukan peralatan sederhana, waktu cukup singkat (15-60 menit), dan jumlah zat yang diperiksa cukup kecil (kira-kira 0,01 g senyawa murni atau 0,1 g simplisia) (Harmita, 2009). KLT pada penelitian flavonoid ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan yang sangat sedikit. Menurut pengalaman pengarang, KLT terutama berguna untuk tujuan berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom c. Isolasi flavonoid murni skala kecil d. Identifikasi flavonoid secara ko-kromatografi (Markham, 1988) Kromatografi lapis tipis merupakan metode fisikokimia yang didasarkan atas penyerapan, partisi (pembagian), atau gabungannya. Lapisan pemisah tipis yang terdiri atas butir penyerap atau penyangga dilapiskan pada lempeng kaca, logam dan lain-lain. Untuk mendapatkan kondisi jenuh dalam bejana kromatografi, dinding bejana dilapisi dengan lembaran kertas saring, fase gerak dituang kedalam bejana sehingga kertas saring basah dan dalam bejana terdapat fase gerak setinggi 5-10 mm. Bejana ditutup dan dibiarkan selama satu jam pada suhu 20-25 oC. (Harmita, 2009).
2.3.4.2 Kromatografi Kolom Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi (gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang-kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kalinya. Ukuran kolom dan banyaknya penjerap yang dipakai ditentukan oleh bobot campuran sampel yang akan dipisahkan.
Untuk pemisahan normal, bobot sampel biasanya 30:1 ternyata memadai jika pemisahan tidak terlalu sukar. Ukuran partikel penjerap pada kolom biasanya lebih besar daripada untuk KLT. Walau pun banyak jenis penjerap telah dipakai untuk kolom, alumina dan silika gel adalah penjerap yang paling berguna dan mudah didapat.Fraksi kolom yang mengandung senyawa yang sama (diperiksa dengan KLT) atau tampaknya berasal dari satu puncak (memakai pendeteksian sinambung) digabungkan, dan pelarutnya diuapkan, lebih baik dengan tekanan rendah. Jika pelarut dan penjerap murni. Maka fraksi-fraksi pun murni (Gritter et al, 1991).
Universitas Sumatera Utara
2.3.4.3 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Sebagian besar pemakaian kromatografi lapis tipis preparatif hanya dalam jumlah miligram. Kromatografi lapis tipis preparatif bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka, dijumpai sebagian besar dalam isolasi bahan alam. Penjerap yang paling umum digunakan adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. Ukuran partikel dan porinya kurang lebih sama dengan ukuran tingkat KLT. Cuplikan sebanyak 10-100 mg dapat dipisahkan pada lapisan silika gel atau aluminium oksida 20 x 20 cm yang tebalnya 1 mm. Pengembangan plat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring yang tercelup ke dalam pengembang. Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator fluorosensi yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV. Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari plat dengan spatula atau pengerok berbentuk tabung. Senyawa harus diekstraksi dari penjerap dengan pelarut yang paling kurang polar yang mungkin (sekitar 5 ml pelarut untuk 1 g penjerap). Harus diperhatikan bahwa semakin lama senyawa berkontak dengan penjerap makin besar kemungkinan penguraian (Hostettmann et al, 1995) 2.4.Teknik Spektroskopi Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektomagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi
dengan
detektor
yang
bersifat
fotoelektrik
maka
disebut
spektrofotometer (Muldja, 1955).
Universitas Sumatera Utara
Interaksi atom atau molekul dapat memiliki berbagai jenis energi, antara lain sebagai berikut. 1. Energi rotasi (energi putaran). Energi ini disebabkan oleh perputaran molekul pada pusat gaya berat molekul tersebut. 2. Energi vibrasi (energi getaran). Energi ini disebabkan oleh perpindahan periodik atom-atom molekul tersebut dari posisi keseimbangan. 3. Energi elektronik. Energi ini disebabkan elektron-elektron yang berhubungan dengan masing-masing atom atau ikatan selalu dalam keadaan bergerak. 4. Energi Translasi. Energi translansi adalah energi kinetik atom atau molekul yang dimiliki untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lain
Etranslansi < Erotasi < Evibrasi< Eelektronik (Harmita.2009)
2.4.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis)
Serapan molekul di dalam daerah ultraviolet dan terlihat dari spektrum bergantung pada struktur ultraelektronik dari molekul. Penyerapan sejumlah energi, menghasilkan percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yangberenergi lebih tinggi di dalam keadaan tereksitasi (Silverstein,1986).
Senyawa polifenol memiliki dua karakteristik pita penyerapan Ultraviolet dengan maksimal jarak 240 sampai 285 nm dan 300 sampai 550 nm. Berbagai macam golongan flavonoid dapat dikenali dari spektrum UV mereka masingmasing,
karakteristik
spektra
UV
dari
masing-masing
flavonoid
yang
mengandung jumlah dari golongan hidroksil aglikon, pola substituen glikosida, dan golongan asil aromatik bahan alam (Andersen, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol (MeOH, AR atau yang setara) atau etanol (EtOH), meski perlu diingat bahwa spektrum yang dihasilkan dalam etanol kurang memuaskan sehingga pada umumnya pelarut metanol yang digunakan untuk menentukan serapan pita yang dihasilkan. Perubahan penyulihan pada cincin A cenderung tercerminkan pada serapan pita II, sedangkan perubahan penyulihan pada cincin B dan C cenderung lebih jelas tercermin pada serapan pita I (Markham, 1988). Ciri spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang setara disajikan pada tabel 2.2 dibawah ini : Tabel 2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida No.
Pita II (nm)
Pita I (nm)
Jenis Flavonoida
1.
250-280
310-350
Flavon
2.
250-280
330-360
Flavonol (3-OH tersubstitusi)
3.
250-280
350-385
Flavonol (3-OH bebas)
4.
245-274
310-330 bahu
Isoflavon
5.
275-295
300-330 bahu
Flavanon dan dihidroflavonol
6.
230-270 (kekuatan rendah)
340-390
Khalkon
380-430
Auron
465-560
Antosianidin dan antosianin
230-270 7. (kekuatan rendah) 8.
270-280
2.4.2 Spektroskopi Inframerah (FT-IR) Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran (vibrasi) yang berlainan. Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation) dengan cara serupa dengan dua bola yang terikat oleh suatu pegas.
Universitas Sumatera Utara
Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi , energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, CC, C=O, C=C, O-H, dan sebagainya) menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan. Dengan demikian spektrometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul. Banyaknya energi yang diserap juga beraneka ragam dari ikatan ke ikatan. Ini disebabkan sebagian oleh perubahan dalam momen dipol (µ≠0) pada saat energi diserap. Ikatan nonpolar (seperti C-H atau C-C) menyebabkan absorpsi lemah, sedangkan ikatan polar (seperti misalnya O-H, N-H, dan C=O) menunjukkan absorpsi yang lebih kuat.
Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai vibrasi molekul. Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul: 1. Streching (vibrasi regang/ulur): vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi perpanjangan atau pemendekan ikatan. 2. Bending (vibrasi lentur/tekuk): vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan.
Oleh karena itu suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi lebih dari satu panjang gelombang. Contohnya, ikatan O-H menyerap energi pada frekuensi 3330 cm-1, energi pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi regang ikatan O-H itu. Suatu ikatan O-H itu juga menyerap pada kira-kira 1250 cm-1, energi pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi lentur. Tipe vibrasi yang berlain-lainan ini disebut cara vibrasi fundamental (Supratman, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) Setelah spektroskopi inframerah, spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) adalah yang metode yang paling penting digunakan dalam kimia organik. Dalam spektroskopi inframerah mengandung infromasi mengenai adanya gugus fungsi pada molekul, sedangkan spektroskopi NMR memberikan informasi mengenai jumlah dari masing-masing hidrogen. Kemampuan terhebat resonansi inti magnetik timbul karena tidak semua proton dalam molekul memiliki resonansi yang identik pada frekuensi yang sama. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa berbagai macam proton dalam molekul dikelilingi oleh elektron
dan memiliki sedikit perbedaan dalam lingkungan
elektronik dari satu dan yang lainnya. Proton akan terlindungi oleh elektron yang mengelilingi mereka. Dalam daerah magnetik, peredaran elektron valensi dari daerah penghasil proton yang bertentangan dengan daerah magnetik yang berlaku. Pergeseran kimia dalam unit δ ditunjukkan dalam jumlah resonansi proton yang bergeser dari TMS dalam bagian per juta (ppm) dari frekuensi dasar spektroskopi δ=
pergeseran dalam frekuensi spektrometer dalam M
Unsur dasar dari spektrometer nmr adalah ilustrasi skematis. Sampel dilarutkan dalam pelarut yang tidak memiliki proton (biasanya CCl4) dan dalam jumlah yang kecil dari TMS yang ditambahkan sebagai pusat referensi internal. Semua proton dalam molekul yang identik dalam lingkungan kimia akan memiliki pergerseran kimia yang sama. Dengan demikian, semua proton dari TMS atau semua proton dalam benzena, siklopentana, atau aseton memiliki nilai resonansi yang berdekatan pada nilai δ. Masing-masing komponen akan memiliki penyerapan yang tunggal dalam spektrum nmr. Proton ini dikatakan sama secara kimia. Pada kenyataannya, spektrum tidak dapat hanya dibedakan dari berapa banyak tipe proton yang berbeda pada molekul tersebut, tetapi dapat memperlihatkan berapa banyak jenis perbedaan yang ada dalam molekul tersebut. Dalam spektrum nmr, daerah dibawah masing-masing peak adalah proporsional dengan jumlah dari hidrogen yang ada pada peak tersebut (Pavia, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Tidak semua inti 1H membalikkan spinnya tepat sama dengan frekuensi radio karena inti-inti tersebut mungkin berbeda dalam lingkungan kimianya atau bahkan lingkungan elektroniknya. Kondisi ini menyebabkan adanya pergeseran kimia. Kebanyakan senyawa organik memiliki puncak bawah medan (dimedan rendah) dari TMS/senyawa standar dan diberi δ positif. Nilai δ= 1,00 berarti bahwa puncak muncul 1 ppm dibawah medan dari puncak TMS. Cara umum untuk menetapkan puncak ialah dengan membandingkan pergeseran kimia dengan proton yang serupa dalam senyawa standar yang diketahui. Sebagai contoh, Benzena memiliki enam hidrogen ekuivalen dan menunjukkan satu puncak pada spektrumnya pada δ = 7,24. Senyawa aromatik lain juga menunjukkan puncak didaerah ini. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan hidrogen cincin aromatik akan memiliki pergeseran kimia pada sekitar δ = 7. Demikian pula kebanyakan hidrogen CH3-Ar muncul pada δ = 2,2-2,5. Pergeseran kimia dari inti 1H pada berbagai lingkungan kimia telah ditetapkan dengan mengukur spektrum NMR 1H dari sejumlah besar senyawa dengan relatif sederhana yang diketahui (Achmadi,2003).
Universitas Sumatera Utara