1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1. Teori Keagenan Koperasi adalah organisasi yang sarat dengan nilai, prinsip- prinsip, atau karakteristik dan serta menganut motif pelayanan sebagai tujuan utamanya yang memerlukan pengelolaan yang profesional. Untuk dapat mewujudkan semua itu, perlu dilakukan dengan cara menggabungkan keterampilan pengelola dan pengetahuan bisnis dengan kreativitas dan inovasi. Pengelola koperasi harus tetap terikat pada asas, prinsip- prinsip dan motif yang harus diterjemahkan secara konsisten dan operasional. Untuk dapat mengoptimalkan kombinasi tersebut diperlukan pengelola yang profesional. Manajemen secara fungsi dapat dimaknakan sebagai optimalisasi peran manusia, material dan keuangan dalam mencapai tujuan- tujuan organisasi (Ibnoe Soedjono, 1997:183). Proses merupakan rentetan kegiatan yang sistematis yang dilakukan oleh para manajer. Manajer dengan gayanya dan caranya masing- masing akan melakukan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Dalam organisasi koperasi, optimalisasi menghendaki manajemen untuk mencapai hasil terbaik yang dimungkinkan tidak hanya dalam jangka pendek tapi yang lebih penting adalah jangka panjang. Mengkaji koperasi sebagai badan usaha dan organisasi swadaya dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang posisi manusia dalam konstelasi system koperasi. Koperasi menempatkan factor “manusia”
2
sebagai elemen penting system keorganisasian. Anggota merupakan sentral pengembangan yang berposisi penting dalam proses peningkatan kesejahteraan. Dengan
demikian,
tugas
manajemen
koperasi
adalah
menghimpun,
mengkooordinasi, dan mengembangkan potensi yang ada pada anggota. Sehingga potensi tersebut menjadi kekuatan untuk meningkatkan taraf hidup anggota sendiri melalui proses “nilai tambah” ( Rully Indrawan, 1998 :93). Hal itu dapat dilakukan bila sumber daya yang ada dapat dikelola secara efisien dan penuh kreasi (inovatif) serta diimbangi dengan kemampuan manajemen yang tangguh. Manajemen Koperasi memiliki tugas membangkitkan potensi dan motif yang tersedia yaitu dengan cara memahami
kondisi objektif dari anggota
sebagaimana layaknya manusia yang lainnya. Pihak manajamen dituntut untuk selalu berfikir selangkah lebih maju dalam memberi manfaat dibanding pesaing. Untuk menjaga momentum pertumbuhan usaha dan perkembangan koperasi pada umumnya, pihak manajemen harus mengupayakan manfaaat koperasi agar lebih besar daripada manfaat yang disediakan non- koperasi. (Sugiyanto, 2011) Wargner H, (1994:579) menyebutkan, The term of management refers to the institution and to the function. Artinya, manajemen sebagai institusi (lembaga) menggambarkan orang- orang yang melaksanakan tugas- tugas organisasi, yang harus dijalankan dalam menjamin keberhasilan organisasi dan pencapaian tujuan jangka panjang. Manajemen yang dimaksud dalam tulisan ini adalah sebagai institusi (lembaga) yang menggambarkan orang orang yang melaksanakan tugastugas organisasi, dalam organisasi koperasi adalah pengurus, manajer dan karyawan koperasi.
3
Berbagai pihak dalam organisasi saling berhubungan dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Manajemen sebagai pengelola mulai dari pengurus, manajer, dan karyawan merupakan pihak yang memperoleh mandat untuk menjalankan tugas untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki oleh koperasi dalam mencapai tujuan. Mandat tersebut diperoleh dari anggota selaku pemilik modal koperasi. Dalam manajemen keuangan, hubungan antar pihak tersebut disebut hubungan keagenan atau agency relationship. Manajemen sebagai pengelola atau yang diberi mandat disebut agent, dan pemberi mandat atau anggota koperasi sebagai pemilik modal disebut sebagai principal. ( Jensen and Meckling, 1976) Teori keagenan merupakan dasar teori yang digunakan dalam pemahaman konsep Good Corporate Governance. Hubungan keagenan dalam teori agensi muncul karena adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu pemilik modal dengan pihak yang menerima wewenang (agen) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama dimana prinsipal mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada agen dalam mengelola kekayaan pemilik modal (Brigham dan Houston, 2004). Dalam hal ini berarti, pihak principal merupakan seluruh anggota koperasi yang tidak andil dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan koperasi, sedangkan agen merupakan pihak pelaksana koperasi yang bertugas menjalankan program kerja koperasi yang terdiri dari pengawas, pengurus, dan manajer atau karyawan. Bagi perusahaan yang telah memisahkan kekuasaaan pengelolaan usaha dari miliknya dan diserahkan pada
4
manajemen, ketrampilan manajerial dipasok oleh pasar tenaga kerja manjerial. Kebutuhan modal dipasok oleh pemilik atau pemegang saham (stakeholders) dan pemberi pinjaman (debtholders) (Tim LF FE UI,2000:5). Dalam hal ini perusahaan dilihat sebagai suatu rangkaian kontrak antara pihak- pihak berkaitan seperti yang diutarakan oleh Manduh Hanafi (2004:9). Jensen and Mekling (1976) menyatakan bahwa :The firm as viewed as a set of contracts among factors of production. Sumber daya manusia menandatangani kontrak untuk bekerja di perusahaan, atau manajer dikontrak oleh pemilik untuk mengelola perusahaan agar perusahaan tersebut bisa menghasilkan aliran kas yang bisa meningkatkan nilai perusahaan, sehingga meningkatkan kemakmuran pemilik perusahaan. Weston JF and Copeland TE(2001,6) menyebut teori di atas sebagai “teori kontraktual” (contractual theory), teori tersebut memandang suatu perusahaan sebagai suatu pengikatan kontrak baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang ditujukan dengan adanya peranan berbagai unsur dalam organisasi seperti karyawan, manajer, pemilik dan kreditor. Dalam pelaku pengelola organisasi koperasi, karyawan, manajer, pengurus, pengawas dan anggota, masing- masing memiliki hak dan kewajiban menurut kadarnya. Menurut Brigham dan jouston (200626) menyebutkan bahwa Hubungan Keagenan terjadi ketika satu atau lebih individu yang disebut principal menyewa individu atau organisasi lain yang disebut agent, untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk membuat keputusan kepada agent tersebut. Menurut Caska (2003: 51), manajemen koperasi terdiri rapat anggota, pengurus dan manajer ( sebelum revisi UU) . Terdapat hubungan timbak balik
5
antara ketiga unsur tersebut, artinya bahwa tidak ada satu unsur pun bisa bekerja secara efektif tanpa dibantu atau didukung oleh unsur yang lain. Sedangka menurut Roy (1981: 425) menyebutkan, “management of cooperatives concern four entities (1) the members, (2) the board of directors, (3) the operating manager and (4) the employees”. Para pengelola organisasi koperasi memiliki tugas mengembangkan kerjasama yang suatu pengelolaan, untuk menuju kearah itu diperlukan komitmen unsur- unsur tersebut terhadap system kerja yang disepakati. Sedangkan untuk penjelasan hak dan kewajiban atas pihak anggota sebagai principal, dan pengurus, pengawas dan manajer sebagai agent, akan dijelaskan pada pembahasan bab selanjutnya. Menurut Dwiyanti (2010), manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham atau investor). Oleh sebab itu, manajer mempunyai kewajiban memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Informasi yang diberikan oleh manajer dapat dilakukan dengan mengungkapkan informasi akuntansi seperti laporan keuangan koperasi. Hal ini berarti, anggota koperasi selaku pemilik modal ingin mendapat laporan keuangan dan informasi terkait hasil kinerja koperasi selama setahun. Good Corporate Governance sebagai efektivitas mekanisme yang bertujuan meminimalisasi konflik keagenan, dengan penekanan khusus pada mekanisme legal yang yang mencegah dilakukannya eksproriarsi atas pemegang saham baik mayoritas atupun minoritas. Good Corporate Governance merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian
6
hubungan antara manajemen dengan perusahaan, dewan komisaris para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Good Corporate Governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi suatu penentuan sasaran- sasaran dari suatu perusahaan, dan sabagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Deni, Khomsiyah dan Rika, 2004) 2.1.2 Definisi Good Corporate Governance (GCG) Corporate governance adalah rangkaian proses terstruktur yang digunakan untuk mengelola serta mengarahkan atau memimpin bisnis atau usaha usaha korporasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai-nilai perusahaan serta komunitas usaha. Terdapat beberapa pemahaman tentang pengertian corporate governance. Beberapa pengertian tentang GCG, berikut definsi yang dirangkum oleh penulis baik menurut institusi maupun individu dari sumber relevan, tersaji sebagai berikut: Berdasarkan: 1. FCGI mendefinisikan corporate governance yang disadur dari Cadbury Committee of United Kingdom sebagai: Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara Pemegang Saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (st akeholders). (FCGI, 2006)
7
2. Bank Dunia memberikan definisi GCG sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. (Effendi, 2008). 3. Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No.117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang Penerapan GCG pada BUMN menyatakan bahwa corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika. 4. Sesuai surat Nomor: S-359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang Pengkajian Sistem Manajemen BUMN dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, Menteri Keuangan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan kajian, dimana GCG memiliki definisi sebagai berikut: secara umum istilah Good Corporate Governance merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari nilai-nilai yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). Tim GCG BPKP mendefinisikan GCG dari segi soft definition yang mudah dicerna, sekalipun oleh orang awam, yaitu
8
komitmen, aturan main, serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika. 5. Menurut Suprayitno., et al. (2009) IICG (The Indonesian Institute for Corporate Governance), pengertian Good Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organisasi perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. 6. Menurut OECD (The Organization for Economic Cooperation and Development) (2003), sebagaimana dikutip oleh Wahyudin Zarkasyi (2008:35), Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) merupakan struktur yang oleh stakeholders, pemegang saham, komisaris dan manajer menyusun tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja. 7. Sedangkan menurut Indra Surya (2006:25), Good Corporate Governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem. Berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur
organisasi,
menguntungkan,
yang
efisiensi
bertujuan dan
efektif
untuk dalam
mencapai
bisnis
mengelola
resiko
yang dan
bertanggungjawab dengan memerhatikan kepentingan stakeholder. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa GCG merupakan peraturan yang melandasi tata cara organisasi dalam hal pengelolaan , pengawasan serta
9
yang mengatur hubungan antara antara berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemilik modal, pengawas, dan pengurus demi tercapainya tujuan organisasi. Corporate Governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan (mistakes) signifikan dalam strategi korporasi dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki segera. 2.1.3 Arti Penting Good Corporate Governance Organisasi yang mempunyai visi dan misi yang jelas tentu harus terkelola dengan baik, yaitu salah satunya dengan cara
menerapkan Good Corporate
Governance. Dimana, organisasi akan terkelola oleh sistem, bukan oleh orang (subyektif). Dalam pengelolaan oleh sistem itulah, maka akan terwujud keteraturan yang berdasarkan pada aturan, mekanisme dan ketetapan-ketetapan yang dibuat oleh aturan eksternal (misal Undang-undang) atau aturan internal (misal anggaran dasar, anggaran rumah tangga, statuta). Karena itu, penetapan dan penerapan seperangkat aturan dalam pengaplikasian kegiatan ekonomi koperasi jauh akan memberikan jaminan lebih baik lagi terhadap pemanfaatan sumber daya organisasi. Dimana, organisasi koperasi diharapkan akan menjadi lebih ekonomis, efektif dan, efisien dalam melakukan program kegiatannya. Serta, dipastikan akan jauh dari penyimpangan kinerja dan perbuatan negative lainnya yang mungkin dapat terjadi. Pada akhirnya organisasi itu mampu
mencapai
tujuan yang ditetapkan, dan terjaga kesinambungan hidupnya dalam jangka pendek dan jangka panjang. Organisasi yang menerapkan tata kelola perusahaan
10
yang baik misal koperasi, dituntut siap melakukan perubahan dan pembenahan diri, dari kondisi belum berubah menjadi sudah memenuhi kriteria dan persyaratan tata kelola GCG yang baik (good governance). Dengan demikian, tata kelola yang baik atau (good governance), berlaku untuk semua organisasi (universal), baik perusahaan swasta, perusahaan negara, koperasi, organisasiorganisasi sosial, yayasan, kantor pemerintahan ( Prijambodo, 2012). Dari uraian ini maka menjadi jelas konsep, kedudukan, dan lingkup penerapan tata kelola yang baik dalam lingkup organisasi koperasi. Sebagaimana dinyatakan Tjokroamidjojo.B (2004) akar konsep dasarnya adalah tata kelola yang baik (good governance). Konsep good governance ini terimplementasi pada organisasi publik (good public sector governance), pada korporasi (Good Corporate Governance) dan pada organisasi-organisasi non pemerintah. Muara goal dari keseluruhan praktek tata kelola yang baik (good governance) ini, yang disumbangkan oleh sektor publik, sektor swasta dan masyarakat menciptakan bangun tata kelola yang baik suatu negara dan bangsa. Sebagai inovasi di bidang organisasi dan manajemen, yang memberikan manfaat dan nilai tambah bagi organisasi, sudah sepatutnya koperasi menerapkan tata kelola yang baik yang (good governance cooperative). Good cooperative governance ini merupakan langkah re-design organisasi, menuju organisasi yang sehat, transparan, akuntabel, mandiri, responsibel dan wajar dengan tetap mengacu pada nilai dan prinsip-prinsip koperasi.
11
2.1.4 Landasan Peraturan Penggunaan GCG Pada Koperasi Sebagai organisasi yang telah ditetapkan menjadi badan hukum syah seperti yang tertera pada Undang-undang (UU) RI Nomor 25 Tahun1992 tentang perkoperasian diharapkan Koperasi akan menjadi lebih baik lagi dalam perkembangannya sesuai dengan harapan bangsa Indonesia. Namun sayangnya hinga kini belum ada peraturan tetap dari pihak regulator mengenai kejelasan aturan penggunan GCG pada koperasi. Namun satu hal yang pasti adalah, semua organisasi yang membutuhkan peningkatan pengelolaan dan peningkatan kinerja, dalam
rangka
menambah
nilai
guna
perusahaan
tentu
membutuhkan
pengaplikasian GCG dalam kelangsungan kegiatannya. Koperasi perlu mencontoh implementasi Good Corporate Governance (GCG) yang telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan. Implementasi GCG dalam beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu konsep good cooperative governance (disingkat juga dengan GCG) atau tata kelola koperasi yang baik. 2.1.5 Prinsip- prinsip Dasar Good Corporate Governance Ada lima prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG) yaitu transparansi, akuntabel, responsibel, mandiri dan adil. Penjelasan masing-masing prinsip dengan mengutip beberapa sumber, antara lain Muh Arief Effendi (2009) sebagaimana uraian di bawah ini.
12
1. Tranparansi (Transparancy). Penyelenggaraan tata kelola yang baik (GCG) dicirikan oleh terselenggaranya transparansi dalam pengelolaan organisasi. Transparansi yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi material dan relevan mengenai organisasi (koperasi). Dalam bahasa sederhana, transparansi dimaksudkan sebagai keharusan tidak ada yang disembunyikan. Informasi organisasi dapat diakses oleh pihak- pihak yang kompeten, baik shareholders maupun stakeholders, berkaitan dengan antara lain, informasi kinerja organisasi, kinerja keuangan, resiko dan mitigasi. Dalam hal keterbukaan informasi ini, tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dan informasi-informasi tertentu yang tidak selalu harus dinyatakan secara terbuka. 2. Akuntanbilitas (Accountability). Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban manajemen
organisasi
(perusahaan)
sehingga
pengelolaan
organisasi
(perusahaan) berjalan efektif. Suatu organisasi dinyatakan mampu meraih tingkat akuntabilitas, apabila elemen- elemen organisasi mampu berfungsi secara optimal dan mampu mempertanggungjawabkan atas tugas dan fungsinya secara efektif. Kondisi ini (akuntabel) hanya dapat terjadi jika, ada kejelasan aturan, tugas, fungsi, mekanisme kerja, job diskripsi setiap organ organisasi. Keberadaan orang (SDM) yang kompeten di masing-masing pos di setiap organ organisasi, serta ada ukuran kinerja yang jelas untuk mengukur prestasi tugas.(Good Cooperative Governance. Prijambodo. 2012)
13
3. Kemandirian (Independence). Kemandirian, yaitu suatu keadaan organisasi (perusahaan) dikelola secara profesional, tanpa benturan kepentingan/ pengaruh dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Dalam prinsip kemandirian ini tidak ada dominasi satu pihak kepada pihak lain, dan organisasi tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Prinsip kemandirian ini mengait dengan prinsip akuntabilitas. Kemandirian hanya terwujud jika ada kejelasan tugas masing-masing organ organisasi, dapat terselenggaranya tugas itu sesuai fungsi yang digariskan dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga. Kondisi sebaliknya akan terjadi, jika tidak/ belum ada kejelasan tugas masing-masing organ organisasi, sukar menjalankan fungsi sesuai kinerja yang digariskan. 4. Pertanggungjawaban (Responsibility). Implementasi prinsip pertanggung jawaban dicirikan oleh keberhasilan organisasi memenuhi kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku, peraturan internal organisasi (perusahaan) seperti anggaran dasar/anggaran rumah tangga. Selain itu organisasi (perusahaan) juga menunjukkan kepedulian terhadap stakeholders, masyarakat dan lingkungan. Prinsip ini sering tercermin sebagai social responsibility, yang memberi dampak pendukung bagi kelangsungan hidup organisasi (perusahaan) dalam jangka panjang. 5. Kewajaran (Fairness). Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak Kesetaraan dan kewajaran dapat didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan
14
setara dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakkan peraturan yang melindungi hak-hak investor khususnya pemegang saham minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Fairness diharapkan membuat seluruh asset perusahaan dikelola secara baik dan hati-hati, sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara jujur dan adil. Juga diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan serta keadilan juga harus dirasakan oleh para karyawan dan masyarakat
lingkungannya.
Fairness
memerlukan
syarat
agar
bisa
diberlakukan secara efektif, yaitu adanya peraturan perundang-undangan yang jelas, tegas dan konsisten dan dapat ditegakkan secara efektif. Sedangkan menurut KEPMEN BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 pada pasal 3 yang dikutip dari Hery (2010), prinsip-prinsip Good Corporate Governance, yaitu : 1. Transparansi Transparansi yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materil dan relevan mengenai perusahaan. 2. Kemandirian Kemandirian yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang
15
tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; 3. Akuntabilitas Akuntanbilitas yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif; 4. Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; 5. Kewajaran, Kewajaran yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam menerapkan nilai-nilai GCG, Perusahaan harus menggunakan pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan manfaat dari penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik atau biasa disebut Good Corporate Governance. Berdasarkan keyakinan yang kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk menerapkannya sesuai standar internasional. Guna memastikan bahwa Tata Kelola Perusahaan yang baik diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan unit organisasi, semua organisasi harus menyusun berbagai acuan sebagai pedoman atas penilaian penerapan GCG bagi seluruh elemen GCG dan karyawan. Dalam hal penerapan prinsip GCG harus disadari bahwa penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik hanya akan efektif dengan adanya asas kepatuhan dalam
16
kegiatan bisnis sehari-hari, terlebih dahulu diterapkan oleh jajaran manajemen dan kemudian diikuti oleh segenap karyawan. Melalui penerapan yang konsisten, tegas dan berkesinambungan dari seluruh pelaku bisnis maka pastinya dalam jangka panjang akan diikuti seluruh elemen organisasi tersebut. 2.1.6 Manfaat dan Tujuan Penerapan Good Corporate Governance Bentuk manfaat yang diperoleh dari penerapan tata kelola perusahaan yang baik (GCG) lebih rinci tergambarkan sebagai berikut ; 1. Meningkatnya nilai (value) organisasi, untuk koperasi berarti value koperasi terutama kepentingan dan perlindungan shareholders (anggota koperasi sebagai pemilik koperasi), sehingga terbangun kepercayaan dan kredibilitas koperasi di mata anggota, mitra dan stakeholders lain (Prijambodo: 2012 ) 2. Sumber-sumber daya organisasi, untuk koperasi berarti sumber-sumber daya koperasi antara lain termanfatkan secara baik, tepat sasaran, tepat waktu, tepat ukuran, minimalisasi pemborosan dan penyimpangan sehingga terwujud efisiensi dan efektivitas organisasi. 3. Organ-organ organisasi, untuk koperasi berarti perangkat organisasi rapat anggota,
pengurus
dan
pengawas
berfungsi
optimal,
memungkinkan
peningkatan kinerja perangkat organisasi koperasi, penanganan resiko yang tepat, sehingga mencapai kinerja optimal sesuai standar kinerja rapat anggota, pengurus dan pengawas, yang ditetapkan dalam aturan internal koperasi. Sedangkan menurut Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge (2005:5-6), Good Corporate Governance mempunyai lima macam tujuan utama, kelima tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
17
1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham. 2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non-pemegang saham 3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham. 4. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan, dan 5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan. Menurut H.J Wierman Pamuntjak seperti ditulis dalam buletin audit internal edisi No. 020/2003, manfaat dari penerapan GCG antara lain: 1. Meningkatkan kinerja perusahaan Praktek GCG sangat menentukan kinerja perusahaan, proses pengambilan keputusan yang lebih baik akan lebih meningkatkan efisiensi operasional serta akan meningkatkan pelayanan kepada pemegang saham. 2. Memudahkan perolehan dana yang lebih murah GCG memungkinkan diperolehnya kepercayaan pada pemodal, baik investor dalam negeri maupun investor asing, sehingga kebutuhan perusahaan akan sumber-sumber investasi yang murah akan lebih mudah di dapat dari pasar modal. 3. Menciptakan kesejahteraan masyarakat Praktek GCG akan meningkatkan efisiensi dan evektifitas sehingga dengan demikian juga akan mendorong terciptanya dinamika ekonomi. Sejalan dengan meningkatnya kepercayaan para investor, maka praktek GCG akhirnya akan
18
mendorong terjadinya arus investasi serta menciptakan investasi baru, sehingga akan meningkatkan lapangan kerja serta pendapatan masyarakat. 4. Peningkatan pendapatan bagi pemegang saham. 5. Menjadi
katalisator
bagi
perubahan
atau
pertumbuhan
kesejahteraan
masyarakat. 6. Meningkatkan peran shareholders dalam kemajuan perusahaan, karena masing-masing shareholders menjadi semakin aktif mengamati serta memberi masukan-masukan bagi kemajuan operasional. Secara umum manfaat GCG dapat dilihat dari 2 cara pandang, yaitu secara mikro dan secara makro. Manfaat secara mikro tersebut antara lain: 1. Menurunkan resiko 2. Meningkatkan nilai saham 3. Menjamin kepatuhan 4. Memiliki daya tahan (sustainability) 5. Memacu kinerja 6. Membantu penerimaan negara Sedangkan manfaat secara makro yaitu terjadinya pemulihan ekonomi yang akan dirasakan oleh seluruh masyarakat secara nasional antara lain: 1. Pertumbuhan ekonomi meningkat secara wajar 2. Kesempatan kerja semakin besar dan 3. Daya saing lokal maupun internasional meningkat. Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance menurut Hery (2010), yaitu :
19
1. GCG secara tidak langsung akan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya perusahaan ke arah yang lebih efektif dan efisien, yang pada gilirannya akan turut membantu terciptanya pertumbuhan atau perkembangan ekonomi nasional. Hal ini dikarenakan GCG dapat membantu perusahaan dan perekonomian nasional, dalam hal ini menarik modal investor dengan biaya yang lebih rendah melalui perbaikan kepercayaan investor dan kreditur domestik maupun internasional. Sedangkan pada konteks koperasi, GCG dapat meningkatkan kepercayaan pada anggota dalam menanamkan modal lebih banyak lagi dalam bentuk simpanan sukarela dan simpanan wajib. Dan untuk calon anggota koperasi diharapkan akan tertarik untuk bergabung menjadi anggota setelah mengenal lebih jauh lagi atas hasil kinerja koperasi yang telah menerapkan GCG , yang nantinya akan berdampak positif bagi pendapatan koperasi dan anggota koperasi melalui hasil jasa pinjaman dan sisa hasil usaha (SHU) koperasi. 2. Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan/ menjamin bahwa perusahaan telah taat pada ketentuan, hukum, dan peraturan yang telah disepakati bersama dalam kelangsungan kegiatan ekonomi suatu organisasi, baik untuk perusahaan maupun koperasi. 3. Membangun manajemen dan Corporate Board dalam pemantauan penggunaan asset perusahaan. Sehingga kecil kemungkinan terjadinya penyelewengan asset baik kas maupun non kas yang dapat disalahgunakan oleh pihak yang menyalahgunakan kewenangannya. Meskipun terjadi, akan lebih mudah menemukan pelakunya bila telah ada penerapan GCG. Dimana, pelaku akan
20
terlacak melalui system pembagian kewenangan tugas dan tanggung jawab masing- masing. 4. Mengurangi terjadinya praktek korupsi pada suatu organisasi manapun yang telah menerapkan GCG karena adanya system pengendalian yang mengawasi, serta adanya pembagian porsi kerja yang sesuai dengan job description masing- masing tanpa adanya praktek pembagian porsi kewenangan yang berlebihan dalam suatu jabatan. Penerapan sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut: 1. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan 2. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan 3. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para shareholders dan stakeholders. 2.1.7 Elemen-elemen
Penting Pendukung Efektivitas
Good Corporate
Governance (GCG) Good Corporate Governance pada dasarnya memberikan arahan kepada pengurus perusahaan agar dalam mengejar keuntungan dan mengembangkan usahanya, perusahaan juga harus dikelola secara etis dan bertanggung jawab, dan tidak semata-mata mengejar keuntungan finansial belaka. Ada beberapa elemen
21
yang perlu dikembangkan oleh perusahaan supaya penerapan GCG dapat berjalan efektif. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ahmad Daniri (2005:158) yaitu “Elemen-elemen penting yang perlu secara sistematik dikembangkan di perusahaan agar implementasi GCG berjalan secara efektif adalah sistem pengendalian
internal,
sistem
audit,
manajemen
risiko,
dan
pelaporan
perusahaan”. Elemen-elemen penting GCG tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Sistem Pengendalian Internal Sistem pengendalian internal dimaksudkan untuk melindungi perusahaan terhadap penyelewengan finansial dan hukum, serta untuk mengidentifikasi dan menangani resiko dengan tujuan untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya perusahaan secara etis, efektif, dan efisien, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran perusahaan.
Sistem pengandalian internal yang dirancang
secara komprehensif dan diimplementasikan secara efektif dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan mengurangi resiko kekeliruan material dalam laporan keuangan. 2. Sistem Audit Sistem audit dan peran audit internal atau dikenal sebagai Satuan Pengawas Internal (SPI) amat penting bagi perusahaan. Standar praktek internasional sistem audit yang dikembangkan dan direkomendasikan oleh organisasi The Institute of Internal Auditors (IAA) sangat menekankan arti penting audit internal.
22
3. Manajemen Risiko Manajemen resiko adalah upaya untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola resiko sedemikian rupa sehingga perusahaan senantiasa dapat menerapkan pengendalian atas kondisi saat ini maupun mengantisipasi resiko yang mungkin timbul sehingga perusahaan dapat memenuhi tujuan dan sasarannya. 4. Pelaporan perusahaan Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan telah menyajikan laporan keuangan dan hasil-hasil operasi perusahaan dengan penuh integritas. Direksi hendaknya merumuskan mekanisme yang dapat memastikan adanya kepatuhan terhadap berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. 2.1.8
Sistem Pengendalian Internal
1. Pengertian Sistem Pengendalian Internal Pengendalian intern ialah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil satuan usaha lainnya, yang dirancang untuk mendapatkan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam hal-hal berikut: keandalan pelaporan keuangan, kesesuaian dengan undang-undang, dan peraturan yang berlaku, efektifitas dan efisiensi operasi. Menurut Mulyadi (2001:183), “Sistem pengendalian internal meliputi organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipenuhinya kebijakan manajemen.”
23
Menurut Warren, Reeve, & Fees (2005:226), “Pengendalian internal merupakan
kebijakan
dan
prosedur
yang
melindungi
aktiva
dari
penyalahgunaan, memastikan bahwa informasi akurat dan memastikan bahwa perundang-undangan serta peraturan dipatuhi sebagaimana mestinya.” Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami pengendalian intern adalah kebijakan atau prosedur yang bertujuan untuk menjaga aset perusahaan dengan cara mematuhi peraturan yang dibuat sebagaimana mestinya. 2. Komponen Sistem Pengendalian Internal Dalam menunjang pencapaian tujuan pengendalian internal memerlukan komponen kontrol internal. Menurut Sawyers (2005:58), Statement of Auditing Standards (SAS) mendefinisikan lima komponen kontrol internal yang saling berkaitan pada pernyataan COSO: a. Lingkungan Pengendalian Manajemen dan karyawan seharusnya mempunyai komitmen dan sikap yang positif dan konstruktif terhadap pengendalian internal dan kesungguhan manajemen. Kunci lingkungan pengendalian adalah: 1) Integritas dan etika 2) Komitmen terhadap kompetensi 3) Struktur organisasi 4) Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab 5) Praktik dan kebijakan sumber daya manusia yang baik
24
b. Penaksiran Risiko Pengendalian internal yang baik memungkinkan penaksiran risiko yang dihadapi oleh organisasi baik yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi. Langkah-langkah dalam penaksiran risiko adalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko 2) Menaksir risiko yang berpengaruh cukup signifikan 3) Menentukan tindakan yang dilakukan untuk mengendaliakan risiko c. Aktivitas Pengendalian Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan, prosedur, teknik, dan mekanisme yang digunakan untuk menjamin arahan manajemen telah dilaksanakan. Aktivitas pengendalian seharusnya efesien dan efektif untuk mencapai tujuan pengendalian itu sendiri. Aktivitas pengendalian meliputi: 1) Pemisahan fungsi yang cukup 2) Otorisasi transaksi dan aktivitas lainnya yang sesuai 3) Pendokumentasian dan pencatatan yang cukup 4) Pengendalian secara fisik terhadap aset dan catatan 5) Evaluasi secara independen atas kinerja 6) Pengendalian terhadap pemrosesan informasi 7) Pembatasan akses terhadap sumberdaya dan catatan d. Informasi dan Komunikasi Informasi seharusnya dicatat dan dikomunikasikan kepada manajemen dan pihak-pihak lain yang berkepentigan di dalam organisasi dan dalam bentuk dan jangka waktu yang memungkinkan diselenggarakannya pengendalian internal
25
dan tanggung jawab lain terhadap informasi tersebut. Di dalam menjalankan dan mengendalikan operasinya, manajemen harus mengkomunikasikan kejadian yang relevan, handal, dan tepat waktu. e. Monitoring Monitoring seharusnya menilai kualitas kinerja sepanjang waktu dan meyakinkan bahwa temuan-temuan audit dan review lainnya diselesaikan dengan tepat meliputi: 1) Mengevaluasi temuan-temuan, review, dan rekomendasi audit secara tepat 2) Menentukan tindakan yang tepat untuk menanggapi temuan dan rekomendasi dari audit dan review 3) Menyelesaikan dalam waktu yang telah ditentukan tindakan yang digunakan untuk menindaklanjuti rekomendasi yang menjadi perhatian manajemen.
2.2
Rerangka Pemikiran Pada karya ilmiah ilmiah ini, penulis akan menjabarkan tentang analisa
penerapan prinsip- prinsip GCG pada Kopwan SBW yang terdiri dari prinsip transparansi, akuntanbilitas, kemandirian, kewajaran dan pertanggungjawaban. Dimana, dalam pelaksanaan GCG, terdapat empat elemen penting yang menunjang efektivitas terlaksananya penerapan GCG dalam suatu organisasi. Keempat elemen tersebut adalah system pengendalian internal, system audit, manajemen resiko dan pelaporan perusahaan. Namun dalam hal ini, penulis lebih focus dalam penjelasan penerapan elemen penting penunjang GCG bidang system pengendalian internal. Karena, pada elemen penunjang ini menjadi factor paling penting dan vital dalam penerapan GCG pada tiap organisasi. Sedangkan untuk
26
elemen penunjang yang lain, bagi penulis merupakan factor- factor yang dapat mengikuti perkembangan organisasi perusahaan bila GCG sudah mulai efektif diterapkan secara maksimal dan matang.
Gambar 1 Rerangka Pemikiran