5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minuman 2.1.1 Pengertian minuman
Minuman merupakan bahan yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, kualitas minuman harus terjamin agar konsumen sebagai pemakaian produk minuman dapat terhindar dari penyakit akibat minum terlebih minuman yang mengandung bahan tambahan makanan seperti bahan pengawet makanan. Definisi minuman adalah segala sesuatu yang dapat dikonsumsi dan dapat menghilangkan rasa haus. Minuman umumnya berbentuk cair, namun ada pula yang berbentuk padat seperti es krim atau es lilin. Minuman kesehatan adalah segala sesuatu yang dikonsumsi yang dapat menghilangkan rasa haus dan dahaga juga mempunya efek menguntungkan terhadap kesehatan. (Winarti, 2006)
2.1.2 Penggolongan Minuman Jenis minuman yang tersedia setiap hari bervariasi. Minuman dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Air putih,
ini merupakan minuman netral dengan syarat tidak berwarna, tidak
berbau, dan tidak berasa. b. Kopi dan teh, ini minuman yang dapat dikonsumsi selagi panas ataupun dingin c. Wedang jahe, wedang ronde yang dikonsumsi umumnya selagi panas d.
Es sirup yang lazim dikonsumsi dingin. Es sirup ini dibuat dari gula pasir yang dilarutkan dalam air dengan perbandingan tertentu, lalu direbus sampai mendidih.
e.
Jus buah juga sering diminum sebagai minuman dingin, yaitu minuman yang dibuat dari buah-buahan yang dihaluskan menggunakan satu macam buah atau campuran beberapa buah ditambah dengan sirup atau gula pasir dan es batu.
6
f.
Es buah, yaitu es sirup yang diisi dengan beberapa macam buah yang dipotongpotong kecil dan ditambah es.
g.
Es krim yang terbuat dari susu, gula, telur, dan bahan tambahan seperti buah-buahan.
h.
Es puter, adalah mirip dengan es krim. Bedanya kalau es krim menggunakan susu.
i.
Es teller yaitu es yang diisi dengan berbagai macam bahan, seperti nangka masak, kelapa muda, tape dan alpukat.
j.
Minuman ringan (Soft drinks), yaitu minuman yang tidak mengandung alkohol, hanya mengandung gula, atau soda. Misalnya merek Cola-cola, Sprite, Fanta dan juga minuman berenergi yang salah satunya adalah Minuman Isotonik.
2.2 Minuman isotonik Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS) diketahui bahwa pada tahun 1999 persentase pertumbuhan konsumsi minuman ringan sebesar 0,56% naik menjadi 0,89% pada tahun 2002. Minuman isotonik yang dikelompokan dalam minuman kesehatan juga mengalami kenaikan pertumbuhan dari 0,03% pada tahun 1999 menjadi 0,09% pada tahun 2002. Tumbuhnya tingkat konsumsi masyarakat terhadap minuman isotonik telah mendorong perusahaan minuman untuk meningkatkan produksinya. Menurut buku kategori pangan BPOM RI 2006, definisi minuman isotonik adalah minuman formulasi yang ditujukan untuk menggantikan cairan, karbohidrat, elektrolit, dan mineral tubuh dengan cepat. Dengan demikian, minuman ini dapat diserap tubuh setelah diminum. Pada prinsipnya minuman isotonik ini untuk mencegah dehidrasi serta memberikan energi yang dapat digunakan dengan cepat. Pertimbangan yang penting dalam membuat minuman isotonik adalah minuman harus mempunyai sifat-sifat mengosongkan perut dengan, cepat dan penyerapan yang tinggi dalam usus. Selain itu, sifat ini dapat mempengaruhi fungsi jantung serta mengatur suhu tubuh, sehingga dengan demikian meningkatkan kinerja tubuh.Kedua sifat ini ditentukan oleh jumlah dan jenis karbohidrat yang terkandung dalam minuman isotonik serta faktor-faktor lainnya. (Winarti, 2006)
7
Dari hasil survai cepat terbaru yang dilakukan pada 100 mahasiswa U I sebelum acara seminar “Isotonik Drinks, Useful or Useless? Untuk pertanyaan alasan mengkonsumsi minuman isotonik didapatkan 78% responden mengonsumsi minuman isotonik dengan alasan enak, segar, haus, atau dingin saja, 7% dengan alasan sebagai pengganti kandungan zat yang
berkurang paska olahraga,
4% menyatakan lemas atau merasa dehidrasi, sedangkan 11% menjawab tidak tahu. Banyaknya responden yang memberikan jawapan enak, segar, haus, atau dingin dan ini meunjukkan betapa tidak mengertinya masyarakat kita mengenai kegunaan minuman jenis ini. (Prasetyo, 2006)
2.3 Pembuatan Minuman Isotonik 2.3.1 Bahan 1. Glukosa
: 32,000 gram
2. Sukrosa
: 32,300 gram
3. Asam sitrat
: 15,500 gram
4. Kalium monofosfat
: 5,700 gram
5. Natrium klorida
: 4,700 gram
6. Natrium sitrat
: 3,800 gram
7. Citarasa jeruk
: 2,800 gram
8. Kalium klorida
: 1,400 gram
9. Natrium sakarin
: 1,300 gram
10. Asam askorbat
: 0,400 gram
11. Pewarna
:0,100 gram
8
2.3.2 Tahap-tahap Proses Pembuatan Minuman Isotonik Pertama semua bahan sesuai dengan berat dicampurkan dan dilarutkan dalam 800ml air, selanjutnya dikemas dalam wadah tahan panas dan dilakukan sterilisasi dengan autoclaf (Winarti, 2006) . Secara skematis pembuatannya digambarkan pada skema dibawah ini.
Penimbangan bahan
Pencampuran dan Pelarutan
Pembotolan dan
Penutupan
Air 800ml
Minuman isotonik
Botol steril
Sterilisasi, 15menit; 121°C
2.4 Bahan tambahan Pangan Bahan Tambahan Pangan (Food Additive) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi bahan tambahan pangan ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang tinggi.
9
Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dengan revisi No. 1168/Menkes/Per/X/1999 menyatakan bahwa bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).
2.4.1. Jenis Bahan Tambahan Pangan Pada umumnya bahan tambahan Pangan dibagi mejadi dua golongan besar, yaitu dengan sengaja ditambahkan dan tidak sengaja ditambahkan (Cahyadi, 2008):
1. Dengan sengaja ditambahkan (Intentional Additives) Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dengan maksud dan tujuan tertentu, seperti untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.
2. Tidak sengaja ditambahkan Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan pangan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan makanan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), dan antibiotik.
10
2.4.2. Tujuan Penambahan Bahan Tambahan Makanan Pada umumnya bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila (Cahyadi, 2008): 1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan. 2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan. 3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang betentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan. 4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan.
2.4.3. Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang Diizinkan Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 menyatakan bahwa tambahan pangan yang diizinkan digunakan dalam makanan adalah (Cahyadi, 2008):
1. Antioksidan dan anti oksidan sinergis Bahan tambahan makanan yang digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi. Contoh: asam askorbat dan asam eritrobat serta garamnya untuk produk daging, ikan dan buah-buahan kaleng.
2. Antikempal Bahan tambahan makanan untuk mencegah atau mengurangi kecepatan pengempalan atau menggumpalnya makanan yang mempunyai sifat higroskopis atau mudah menyerap air. Bahan yang biasa ditambah bahan antikempal misalnya susu bubuk, krim bubuk, garam meja, dan kaldu bubuk.
11
3. Pengatur keasaman Bahan
tambahan
makanan
yang
dapat
mengasamkan,
menetralkan,
dan
mempertahankan derajat keasaman makanan. Contoh: Asam laktat, sitrat, dan malat digunakan pada jeli. Natrium bikarbonat, karbonat, dan hidroksi digunakan penetral pada mentega.
4. Pemanis buatan Bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contoh: sakarin, dan siklamat.
5. Pemutih dan pematang tepung Bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan tepung dan atau pematangan tepung hingga dapat memperbaiki mutu penanganan.
6. Pengemulsi, pemantap dan pengental Bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan. Biasa digunakan pada makanan yang mengandung air atau minyak. Contoh: polisorbat untuk pengemulsi es krim dan kue, pektin untuk pengental pada jamu, jeli, minuman ringan dan es krim, gelatin pemantap dan pengental untuk sediaan keju, karagenen dan agar-agar untuk pemantap dan pengental produk susu dan keju.
7. Pengawet Bahan tambahan makanan dapat mencegah fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Biasa ditambahkan pada makanan yang mudah rusak atau yang disukai sebagai medium pertumbuhan bakteri atau jamur. Contoh: asam benzoat dan garamnya serta ester para-hidroksi benzoat untuk produk buah-buahan, kecap, keju, dan margarin; asam propionat untuk keju dan roti.
12
8. Pengeras Bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya makanan. Contoh: Al sulfat, Al Na sulfat untuk pengeras pada acar ketimun dalam botol, Ca glukonat, dan Ca sulfat pada buah kaleng seperti tomat dan apel.
9. Pewarna Bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Contoh: ponceau 4R, eritrosin warna merah, green FCF, green S warna hijau, kurkumin, karoten, yellow kuinolin, tartazin warna kuning, dan karamel warna coklat.
10. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa Bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Contoh: monosodium glutamat pada produk daging.
11. Sekuestran Bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada pada makanan sehingga dicegah terjadinya oksidasi yang dapat menimbulkan perubahan warna dan aroma. Biasa ditambahkan pada produk lemak dan minyak atau produk yang mengandung lemak atau minyak seperti daging dan ikan. Contoh: asam folat dan garamnya.
13
2.4.4. Bahan Tambahan Makanan Yang Tidak Diizinkan Bahan tambahan makanan yang tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam makanan karena bersifat karsinogenik berdasarkan Permenkes RI Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 adalah:
1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya 2.
Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)
3.
Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)
4.
Dulsin (Dulcin)
5.
Kalium Klorat (Potassium Chlorate)
6.
Kloramfenikol (Chloramphenicol)
7.
Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)
8.
Nitrofurazon (Nitrofurazone)
9.
Formalin (Formaldehyde)
10. Kalium Bromat (Potassium Bromate) 11. Rhodamin B (pewarna merah) 12. Methanyl Yellow (pewarna kuning), (Cahyadi, 2008) 2.5. Bahan Pengawet Bahan Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteria dan mikroba lainnya. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang dibawa makanan (food borne illness) termasuk botulism yang membahayakan kehidupan. (Cahyadi, 2008)
14
2.5.1. Pengawet Natrium Benzoat Pengawet yang banyak dijual dipasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai bahan makanan adalah benzoat, dengan rumus kimia C₇H₅NaO₂ yang biasanya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat karena lebih mudah larut. Natrium benzoat berwarna putih, granula tanpa bau, bubuk kristal atau serpihan dan lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat dan juga dapat larut dalam alkohol, jadi garam natrium lebih sering digunakan dari asam benzoat karena sifatnya tersebut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap dan lain-lain. (Cahyadi, 2008) Selain berfungsi sebagai bahan pengawet, asam benzoat juga berperan sebagai antioksidan karena pada umumnya antioksidan mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzen tidak jenuh disertai dengan gugus hidroksil atau gugus amina. Antioksidan dapat menghambat setiap tahap proses oksidasi, dengan penambahan antioksidan maka energi persenyawaan aktif ditampung oleh antioksidan sehingga reaksi oksidasi berhenti. Penambahan antioksidan buatan dalam bahan makanan harus lebih hati-hati, karena banyak diantaranya yang menyebabkan keracunan pada dosis tertentu, dosis yang diizinkan dalam bahan pangan adalah 0,01-0,1% . (Tranggono, 1990) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, batas penggunaan maksirnum natrium benzoat yang diizinkan pada produk minuman yaitu 600 mg/kg. (Depkes, 1999)
15
2.5.2 Dampak Pengawet Natrium Benzoat Terhadap kesehatan Menurut Badan Pangan Dunia (FAO), pengkonsumsian natrium benzoat
secara berlebihan dapat menyebabkan keram perut dan rasa kebas di mulut bagi mereka yang mengalami lelah atau mempunyai penyakit ruam kulit (seperti jenis urtikaria dan eksema). (Awang, 2003) Menurut penelitian B Bateman, J O Warner, E Hutchinson, T Dean, P Rowlandson, C Gant, J Grundy, C Fitzgerald, J Stevenson, penggunaan bahan pengawet seperti natrium benzoat dapat menyebabkan hiperaktivitas pada kanakkanak berumur tiga tahun. Sifat hiperaktivitas ini dapat dideteksi oleh orang tua kanak-kanak tetapi bukan dengan diagnosa klinis. (B Bateman, J O Warner, E Hutchinson, T Dean, P Rowlandson, C Gant, J Grundy, C Fitzgerald,J Stevenson 2004.) Minuman isotonik yang mengandung natrium benzoat dalam jumlah yang berlebihan (tidak sesuai dengan Acceptable Dailly Intake) akan mengganggu kesehatan manusia. Natrium benzoat yang masuk ke dalam tubuh akan melewati membrane-mrmbrane tubuh dan memasuki aliran darah karena tidak ada sistem yang khusus pada manusia untuk tujuan tunggal mengenai penyerapan zat-zat kimia. Natrium benzoat cenderung di serap oleh lambung dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar akan mengiritasi lambung lalu merusak organ target (hati) setelah menumpuk satu jumlah yang berlebihan (WHO, 2000). Selain itu, menurut Peneliti Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) Nurhasan menyatakan terdapat 350 pasien penderita Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) pada tahun 2009 yang berobat di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung dan ditemukan 80% pasien Lupus tersebut memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman kemasan yang kaya bahan pengawet. Riset yang lebih mendalam sangat dibutuhkan, karena lupus sampai kini belum sepenuhnya jelas akan hubungannya dengan bahan pengawet.
16
2.5.3 Acceptable Daily Intake (ADI) Natrium Benzoat Semua bahan kimia jika digunakan secara berlebihan pada umumnya akan bersifat racun (toksik) bagi hewan dan manusia. Oleh karena itu perlu ditetapkan batas asupan harian (daily intake) bahan tambahan kimiawi untuk perlindungan kesehatan konsumen. Acceptable Daily Intake merupakan suatu batasan banyaknya konsumsi bahan tambahan makanan yang dapat diterima dan dicerna setiap hari seumur hidup tanpa mengalami resiko kesehatan. ADI dihitung berdasarkan berat badan konsumen dan dinyatakan dalam satuan mg bahan tambahan makanan per kg berat badan. ADI untuk natrium benzoat adalah maksimal sebesar 5mg/kg berat badan. Anak-anak lebih peka atau mempunyai daya tahan yang lebih rendah terhadap bahan tambahan makanan dibandingkan dengan orang dewasa untuk berat badan yang identik atau per satuan berat badan. Berdasarkan kebutuhan kalori per kilogram berat badan untuk orang dewasa, yaitu sekitar 40 kalori dan anak-anak 100 kalori, maka faktor keamanan untuk anak-anak yang digunakan adalah 2,5, artinya dalam perhitungan batas maksimum penggunaan berat badan orang dewasa perlu dibagi dengan 2,5 untuk mendapatkan batas maksimum penggunaan untuk konsumsi anakanak. (Cahyadi, 2008).
2.6. Pengamanan Makanan dan Minuman Untuk memenuhi kebutuhan akan keadaan bebas dari resiko kesehatan yang disebabkan oleh kerusakan, pemalsuan dan kontaminasi, baik oleh mikroba atau senyawa kimia, maka keamanan pangan merupakan faktor terpenting baik untuk dikonsumsi pangan dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Keamanan makanan dan minuman merupakan masalah kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologik, toksisitas kimia dan status gizi. Hal ini saling berkaitan, dimana makanan dan minuman yang tidak aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirnya menimbulkan masalah terhadap status gizi.
17
Di dalam UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 pasal 11, disebutkan bahwa salah satu penyelenggaraan upaya kesehatan adalah melalui kegiatan pengamanan makanan dan minuman. Tentang pengamanan makanan dan minuman, dijelaskan lebih lanjut pada pasal 21 (Depkes, 1999): 1. Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai standarisasi persyaratan kesehatan. 2. Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi: a. Bahan yang dipakai b. Komposisi setiap bahan c. Tanggal, bulan, dan tahun d. Ketentuan lainnya. 3. Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 4. Ketentuan mengenai pengamanan makanan dan minuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.