BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebugaran Fisik 2.1.1. Definisi dan Komponen Kebugaran Fisik Kebugaran fisik adalah suatu kondisi fungsional tubuh yang ditandai dengan kemampuan tubuh untuk toleransi beban latihan fisik. Contoh beban latihan fisik bisa dicontohkan dari hal yang paling sederhana, yaitu berjalan kaki, berlari, atau bahkan mengangkat beban sebesar puluhan kilogram (Robergs, 2003). Kebugaran fisik sendiri terdiri dari berbagai komponen, yaitu: a. Kekuatan otot (muscular strength & muscular power) : kemampuan otot untuk menghasilkan tenaga selama kontraksi. b. Daya tahan otot (muscular endurance) : kemampuan otot rangka untuk bertahan terhadap kontraksi yang terus menerus dan berulang. c. Daya tahan jantung-paru (cardiorespiratory endurance) : kemampuan paru-paru untuk proses pertukaran gas serta kemampuan jantung dan pembuluh darah untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh. d. Fleksibilitas (flexibility) : kemampuan untuk memaksimalkan jangkauan gerakan sendi. e. Komposisi tubuh (body composition) : proporsi tubuh yang terdiri dari lemak, mineral, protein, dan air. f. Ketangkasan (agility) : kemampuan untuk mengubah arah dengan cepat pada saat bergerak. Komponen-komponen ini penting dan berbeda dalam tiap jenis latihan fisik. Misalnya pada lari maraton jarak jauh, komponen yang sangat dibutuhkan adalah daya tahan otot, daya tahan jantung-paru dan komposisi lemak yang rendah dalam tubuh. Sedangkan pada angkat beban, kompenen yang terpenting adalah kekuatan otot. Lain halnya pada seorang penari, komponen yang sangat dibutuhkan adalah fleksibilitas dan ketangkasan (Robergs, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Pengukuran Kebugaran Fisik Untuk melakukan pengukuran tingkat kebugaran, ada berbagai macam metode yang bisa digunakan. Pemilihan metode tersebut harus disesuaikan dengan populasi yang akan dinilai (atlet, anak-anak, pasien dengan penyakit jantung), tujuan (menilai cardio-respiratory fitness, menghitung VO 2 max, mendiagnosa penyakit jantung koroner), dan biaya (Powers, 2007). Metode pertama yang bisa digunakan adalah treadmill. Treadmill bisa diaplikasikan untuk semua populasi karena menggunakan aktifitas alamiah manusia, yaitu berjalan dan berlari. Treadmill sendiri terdiri dari beberapa protokol, yaitu ada protokol Balke, protokol Bruce, dan protokol Astrand and Rodahl. Pembagian protokol tersebut berdasarkan aktif atau tidaknya seseorang, misalnya orang tersebut atlet atau bukan (Powers, 2007). Metode kedua adalah sepeda ergometer, dimana tes dilakukan dengan menggunakan sepeda statis yang dikayuh untuk mendapatkan beban kerja. Sepeda ergometer ini dapat mekanik ataupun elektrik. Lalu dipasang EKG untuk merekam beban kerja serta lakukan pengukuran tekanan darah pada permulaan dan akhir pembebanan. Sepeda ergometer ini biasanya digunakan untuk menghitung VO 2max (Robergs, 2003). Dan metode pengukuran yang terakhir adalah step test, yang akan digunakan dalam penelitian ini dan dijelaskan selanjutnya.
2.2. Latihan Fisik 2.2.1. Definisi dan Manfaat Latihan fisik atau olah raga adalah pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki kebugaran fisik (Committee on sports medicine and fitness, 1994). Latihan fisik yang dilakukan secara rutin akan memberikan banyak manfaat, diantaranya adalah: a. Menurunkan tekanan darah b. Menurunkan kadar LDL (low-density lipoprotein) dan kadar trigliserida
Universitas Sumatera Utara
c. Meningkatkan HDL (high-density lipoprotein) d. Meningkatkan sensitifitas terhadap insulin e. Mengontrol kadar glukosa darah (pada penderita Diabetes tipe 2) f. Menurunkan prevalensi kanker kolon dan kanker endometrium g. Menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler h. Menurunkan resiko kecemasan dan depresi (Suleman, 2012)
2.2.2. Respon Tubuh terhadap Latihan Fisik Selama melakukan aktifitas fisik, sejumlah besar ATP harus terus dibentuk agar dapat dipergunakan oleh otot untuk latihan fisik yang lebih lama dan lebih berat. Ada dua cara untuk pemecahan glukosa, yaitu dengan cara aerob dan anaerob. Respirasi anaerob menghasilkan beberapa molekul ATP dan 2 molekul asam piruvat. Lalu asam piruvat akan dipecah lagi menjadi asam laktat. Apabila laktat ini dibiarkan terakumulasi di dalam otot, maka akan menyebabkan kelelahan otot (muscle fatigue). Oleh karena itu, pada saat melakukan aktifitas fisik atau olahraga, respirasi aerob lah yang dibutuhkan agar tidak menimbulkan kelelahan otot. Respirasi aerob menghasilkan banyak energi yang hanya dibatasi oleh kemampuan tubuh dalam menyediakan oksigen dan nutrisi penting lainnya (Suleman, 2011). Tujuan utama dari sistem respirasi adalah menyediakan oksigen untuk jaringan dan mengeliminasi karbon dioksida. Selama melakukan aktifitas fisik, sistem respirasi bekerja lebih banyak karena konsumsi oksigen, ventilasi pulmonal dan alveolar serta kapasitas difusi oksigen meningkat untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang tinggi terutama pada otot rangka (Suleman, 2011). Karena kebutuhan oksigen yang diperlukan pada otot selama melakukan aktifitas fisik meningkat, maka sistem kardiovaskuler pun harus meningkatkan tekanan darah, volume sekuncup (stroke volume), denyut jantung (heart rate), dan cardiac output untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh jaringan otot. Agar hal tersebut terpenuhi, maka pada saat yang sama, tubuh mengurangi
Universitas Sumatera Utara
aliran darah ke organ-organ yang tidak terlalu aktif selama melakukan latihan fisik, seperti ginjal, hati dan organ-organ pada saluran pencernaan (Powers, 2007). Latihan fisik yang dilakukan secara teratur akan membuat sistem kardiovaskuler lebih efisien dalam hal memompa darah dan mengantarkan oksigen ke otot-otot yang dipergunakan saat berolahraga (Suleman, 2011).
Gambar 2.1. Distribusi cardiac output selama istirahat dan berolahraga (Powers, 2007) 2.3. Step Test 2.3.1. Step Test Protocol Step test protocol adalah salah satu metode untuk pengukuran tingkat kebugaran. Step test mudah untuk dilakukan karena orang-orang sudah familiar dengan stepping exercise dan tidak membutuhkan peralatan yang sulit dan mahal (Powers, 2007). Frekuensi melangkah pada step test dihitung dan disesuaikan dengan irama metronom. Dalam satu siklus, terdapat empat hitungan langkah, yaitu naik, naik, turun, turun (up, up, down, down). Subjek yang melakukan step test harus melangkah dengan mengikuti irama yang sesuai dari metronom. Diketahui terdapat tiga metode step test, yaitu metode Sharkey, metode Kash dan metode Harvard yang akan digunakan dalam penelitian ini. Metode Sharkey
Universitas Sumatera Utara
menggunakan bangku setinggi 40cm untuk laki-laki dan 33cm untuk perempuan. Naik turun bangku dilakukan sebanyak 90x/menit selama 5 menit. Sedangan metode Kash menggunakan bangku setinggi 30cm untuk laki-laki dan perempuan lalu naik turun bangku dilakukan sebanyak 96x/menit selama 3 menit (Rusip, 2006).
2.3.2. Harvard Step Test Harvard step test adalah suatu tes kesanggupan badan dinamis/fungsional. Syarat tes kesanggupan badan dinamis yang baik menurut Harvard adalah sebagai berikut: a. Tes harus memberikan pembebanan pada berbagai otot yang besar sehingga kesanggupan seseorang lebih dibatasi oleh kemampuan susunan kardiovaskuler dan pernafasan (jantung-paru) dibanding kelelahan otot itu sendiri. b. Tes harus sedemikian berat sehingga tidak lebih daripada 2/3 bagian yang di tes dapat menyelesaikan tes itu. c. Tes harus dapat dikerjakan dengan baik tanpa memerlukan suatu keterampilan yang luar biasa. Alat yang dipergunakan pada Harvard Step Test: 1. Bangku (setinggi 45cm untuk laki-laki, 43cm untuk perempuan) 2. Stopwatch 3. Metronom Perincian penyelenggaraan Harvard Step test: 1. Sampel hanya menggunakan kaos dan celana olahraga tanpa sepatu, diminta untuk berdiri dengan tenang tetapi dengan penuh perhatian di depan bangku yang akan digunakan. 2. Sebuah metronom yang sebelumnya sudah diperiksa ketelitiannya, diatur irama dengan kecepatan 120x/menit.
Universitas Sumatera Utara
3. Pada saat tanda “mulai” diberikan, sampel menempatkan salah satu kakinya diatas bangku tepat pada suatu ketukan metronom yang sekaligus merupakan tanda permulaan tes. Pada ketukan metronom yang kedua, sampel menempatkan kedua kakinya diatas bangku. Pada ketukan ketiga sampel turun dan menurunkan dulu kakinya yang pertama kali naik tadi. Pada ketukan keempat, kakinya yang kedua diturunkan pula, sehingga sampel sekarang berdiri tegak lagi diatas lantai. Siklus ini terus diulangi sampai selama mungkin tapi tidak lebih dari 5 menit. 4. Sampel saat menaiki bangku harus tetap tegak dan tidak boleh membungkuk. 5. Sampel harus mengikuti irama ketukan metronom dengan tepat, jika ada tanda-tanda gerakan tidak sesuai irama, maka peringatan diberikan supaya kembali mengikuti irama dengan baik. 6. Apabila irama/sikap tetap salah selama 10-15 detik, walaupun sudah diberikan peringatan, maka tes harus dihentikan dan lama masa kerja dicatat. 7. Untuk mencegah terjadinya kelelahan pada satu tungkai, sampel diizinkan untuk sesekali mengubah langkahnya. 8. Saat tes dihentikan, kedua stopwatch dihentikan. Penghentian stopwatch pertama akan menunjukkan waktu lama masa kerja naik turun bangku, sedangkan
penghentian
stopwatch
yang kedua merupakan
tanda
permulaan masa pemulihan sekaligus digunakan untuk menghitung nadi. 9. Nadi dihitung pada arteri radialis di pergelangan tangan dari 1-1,5 menit, 2-2,5 menit dan 3-3,5 menit. 10. Indeks kesanggupan badan dihitung. 11. Tiap tes didahului oleh suatu tes percobaan guna memberikan kesempatan kepada sampel untuk membiasakan diri naik turun bangku dan mengikuti irama metronom. Test percobaan ini hanya dilakukan sebentar saja. Setelah tidak merasa lelah sama sekali, barulah tes yang sesungguhnya dimulai. 12. Suhu kamar harus berada diantara 25o C-35o C
Universitas Sumatera Utara
Cara menghitung indeks kesanggupan badan: Lama naik turun (dalam detik) x 100 I.K.B
= 2 x (nadi 1 + nadi 2 + nadi 3)
Tabel 2.1. Kriteria Indeks Kesanggupan Badan dan Nilainya Kriteria
Nilai
Hasil Perhitungan IKB
Sangat baik
5
>90
Baik
4
80-89
Cukup
3
65-79
Sedang
2
50-64
Kurang
1
<50
Sumber : Rusip, 2006 2.4.
Oksigen
2.4.1. Sifat dan Fungsi Oksigen Oksigen merupakan suatu unsur kimia yang mengisi kira-kira 20 persen udara di atmosfer yang sangat penting dalam proses pernapasan (Nuswantari, 1998). Seperti unsur kimia yang lain, oksigen juga memiliki sifat fisik dan sifat kimia. Sifat-sifat fisik oksigen antara lain tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa. Sedangkan secara kimia, oksigen bersifat membantu pembakaran (Misawa, 2008). Sel-sel tubuh memerlukan pasokan oksigen (O 2 ) kontinu untuk menunjang reaksi-reaksi kimia yang menghasilkan energi yang diproses di dalam mitokondria (Juwono, 2003). Energi sangat penting bagi berbagai aktivitas sel yang ditujukan untuk mempertahankan hidup. Tubuh memperoleh energi terutama dari karbohidrat, lemak, dan protein yang terdapat dalam makanan. Sewaktu seseorang makan, makanan akan dicerna dan diserap. Produk pencernaan akan beredar dalam darah, masuk ke dalam berbagai jaringan, dan akhirnya diserap oleh sel dan dioksidasi untuk menghasilkan energi. Untuk mengubah makanan secara
Universitas Sumatera Utara
sempurna menjadi karbon dioksida (CO 2 ) dan air (H 2 O), diperlukan oksigen molekular (O 2 ) (Marks, 2000).
2.4.2. Proses Respirasi dan Transpor Oksigen Oksigen didapatkan oleh tubuh melalui proses respirasi. Proses respirasi sendiri terdiri dari proses inspirasi dan proses ekspirasi. Inspirasi adalah proses yang aktif sehingga baik inspirasi biasa maupun inspirasi dalam selalu memerlukan aktifitas dari otot-otot inspirasi. Diafragma merupakan otot inspirasi utama yang mengambil peran kurang lebih 75% dari fungsi otot-otot inspirasi yang lain, yaitu musculus intercostalis externus, musculus scalenus, musculus sternocleidomastoideus, dan musculus pectoralis minor (Alsagaff, 2010). Kontraksi otot diafragma dan musculus intercostalis externus
Volume toraks membesar
Tekanan intra pleura menurun
Paru-paru mengembang
Tekanan intra alveoli menurun
Udara (oksigen) masuk ke dalam paru-paru Gambar 2.2. Proses inspirasi Sedangkan proses ekspirasi adalah proses pasif yang terjadi karena elastisitas dari jaringan paru dan tidak memerlukan aktifitas otot-otot ekspirasi, yaitu
Universitas Sumatera Utara
musculus intercostalis internus dan otot-otot dinding perut. Otot-otot ekspirasi hanya digunakan pada proses ekspirasi dalam (Alsagaff, 2010).
Otot inspirasi relaksasi
Volume toraks mengecil
Tekanan intra pleura meningkat
Volume paru-paru mengecil
Tekanan intra alveoli meningkat
Udara (karbon dioksida) bergerak keluar paru-paru
Gambar 2.3. Proses ekspirasi Dalam melaksanakan tugas tersebut, paru-paru dikontrol oleh suatu sistem yang terdiri dari : a. Sensor, yang berfungsi untuk mengumpulkan informasi dan meneruskannya ke pengendali sentral. b. Pengendali sentral, yang berada di otak yang bertugas untuk mengkoordinasikan semua informasi yang masuk dan mengirim impuls ke efektor agar ventilasi dapat berjalan dengan sempurna.
Universitas Sumatera Utara
c. Efektor (otot-otot pernapasan), yang berfungsi sebagai pompa sehingga ventilasi dapat terlaksana seperti yang seharusnya (Alsagaff, 2010). Pengendali sentral
Sensor
Efektor
Gambar 2.4. Alur pengaturan dan pengendalian pernapasan Setelah proses inspirasi dan oksigen masuk ke dalam paru-paru, maka oksigen tadi akan berdifusi dan masuk ke dalam aliran darah. Setelah oksigen berada di dalam darah dan siap untuk dialirkan ke berbagai jaringan di tubuh, oksigen terikat dengan hemoglobin, yaitu suatu protein yang terkandung di dalam eritrosit (sel darah merah). Empat molekul oksigen dapat ditransportasikan melalui satu molekul hemoglobin. Ikatan antara hemoglobin dengan oksigen akan membentuk oksihemoglobin. Sedangkan hemoglobin yang tidak mengikat oksigen disebut deoksihemoglobin. Jumlah oksigen yang dapat dialirkan ke jaringan tergantung dari konsentrasi hemoglobin (Powers, 2007).
2.5. Minuman Beroksigen Oksigen diperlukan tubuh untuk reaksi oksidasi. Pada manusia, oksigen diangkut melalui darah yang terikat dengan hemoglobin dari paru – paru sampai ke jaringan. Minuman beroksigen mampu berdifusi ke dalam darah melalui absorpsi di saluran intestinal dan mukosa lainnya setelah dikonsumsi (Pakdaman, 1985). Jenkins dkk melaporkan bahwa dijumpai peningkatan waktu ketahanan sebesar 11% pada latihan fisik yang mengkonsumsi minuman beroksigen (Jenkins et al., 2002). Sebuah studi pada tahun 1997 pada Texas Women’s University mendapati pelari jarak 5 km yang minum air beroksigen lebih cepat berlari dengan VO 2 max yang lebih tinggi dibandingkan yang minum air biasa. Tetapi pada penelitian lain,
Universitas Sumatera Utara
Porcari dkk meyimpulkan bahwa minuman beroksigen tidak memberikan pengaruh berupa peningkatan performa saat berolahraga (Porcari, 2002). Kecepatan zat-zat nutrisi termasuk air dan elektrolit masuk ke dalam sistemik tergantung pada laju pengosongan lambung dan laju absorpsi cairan dari usus halus. Beberapa faktor yang diketahui berpengaruh terhadap laju pengosongan isi lambung tertera pada tabel. Tabel 2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengosongan lambung Faktor
Cara Pengaturan
Efek pada motilitas & pengosongan lambung
Volume
Distensi
menimbulkan
efek Peningkatan
volume
Kimus
langsung pada eksitabilitas otot merangsang motilitas dan polos lambung, serta bekerja pengosongan melalui pleksus intrinsik, saraf vagus dan gastrin
Derajat
Efek
langsung,
Keenceran
berbentuk
isi
cair
agar
harus Peningkatan
keenceran
dapat mempercepat pengosongan
dievakuasi
Adanya
Memulai
lemak,
atau
refleks
memicu
hipertonisitas, enterogastron asam
atau sekretin,
peregangan
enterogastrik Faktor-faktor di duodenum
lambung)
pengeluaran tersebut
menghambat
(kolesistokinin, motilitas dan pengosongan
peptida
inhibitorik lambung lebih lanjut sampai duodenum mengatasi faktorfaktor yang sudah ada
Emosi
Mengubah otonom
keseimbangan Merangsang
atau
menghambat motilitas dan pengosongan
Universitas Sumatera Utara
Nyeri hebat
Meningkatkan aktivitas simpatis
Menghambat motilitas dan pengosongan lambung
Penurunan
Meningkatkan aktivitas vagus
pemakaian glukosa
Merangsang
motilitas
disertai rasa lapar di
hipotalamus Sumber : Sherwood, 2001 Absorpsi air pada saluran cerna juga dipengaruhi oleh suhu air tersebut. Minuman yang dingin lebih cepat diabsoprsi daripada minuman yang hangat (Powers, 2007). Absorpsi air oksigen pada saluran cerna dapat dinilai dengan pemeriksaan PaO 2 darah. Setelah 5 menit minum air beroksigen akan terjadi peningkatan PaO 2 darah. Selama 3 sampai 4 jam kandungan oksigen tetap tinggi didalam darah. Absorpsi minuman beroksigen masuk ke kapiler membran mukosa saluran cerna kemudian ke vena portal dan masuk ke sirkulasi hati serta ke seluruh sirkulasi tubuh. Peningkatan oksigen dalam darah ini akan mencapai organ tubuh mengikuti jalur hematogen (Pakdaman, 1985).
Universitas Sumatera Utara