Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1
Pengertian Biomassa Untuk memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi
biomassa, diperlukan pengertian yang sesuai mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan sebagai bagian dari tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar padat atau bisa juga terlebih dahulu diubah ke dalam bentuk cair atau bentuk gas untuk menghasilkan energi listrik, panas, bahan kimia atau bahan bakar [7]. Berbagai jenis biomassa dapat digunakan dalam proses gasifikasi, mulai dari kayu, kertas, tandan kosong kelapa sawit, sekam padi, hingga bonggol jagung.
2.2
Prinsip Dasar Gasifikasi Biomassa Gasifikasi adalah proses yang berbeda dengan proses pembakaran maupun
proses pembentukan biogas. Perbedaan gasifikasi dengan pembakaran terletak pada jumlah oksigen yang digunakan dalam proses, serta produk yang dihasilkan. Proses pembakaran menggunakan oksigen yang melebihi kebutuhan stokiometrik, selain itu produk yang dihasilkan berupa energi panas dan gas yang tidak terbakar. Sementara itu, proses gasifikasi sangat bergantung pada reaksi kimia yang terjadi pada temperatur di atas 700 oC. Hal inilah yang membedakannya dengan proses biologis seperti proses anaerobik yang menghasilkan biogas. Gasifikasi adalah proses pengubahan materi yang mengandung karbon seperti batubara, minyak bumi, maupun biomassa ke dalam bentuk karbon monoksida (CO), metana (CH4) dan hidrogen (H2) dengan mereaksikan bahan baku yang digunakan pada temperatur tinggi dengan jumlah oksigen yang diatur. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengubah unsur-unsur pokok dari bahan bakar yang digunakan kedalam bentuk gas yang lebih mudah dibakar, sehingga hanya menyisakan abu dan sisa-sisa material yang tidak terbakar (inert).
5
Proses gasifikasi biomassa dilakukan dengan cara melakukan pembakaran secara tidak sempurna di dalam sebuah ruangan yang mampu menahan temperatur tinggi yang disebut reaktor gasifikasi. Agar pembakaran tidak sempurna dapat terjadi, udara dengan jumlah yang lebih sedikit dari kebutuhan stokiometrik pembakaran dialirkan ke dalam reaktor untuk mensuplai kebutuhan oksigen menggunakan fan/blower. Proses pembakaran yang terjadi menyebabkan reaksi termo-kimia yang menghasilkan CO, H2, dan gas metan (CH4). Selain itu, dalam proses ini juga dihasilkan uap air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) yang tidak terbakar. Proses gasifikasi biomassa terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan pertama adalah pirolisa yang terjadi ketika biomassa mulai mengalami kenaikan temperatur. Pada tahap ini volatil yang terkandung pada biomassa terlepas dan menghasilkan arang (char). Tahapan kedua adalah terjadinya proses pembakaran (combustion). Pada tahapan ini volatil dan sebagian arang yang memiliki kandungan karbon (C) bereaksi dengan oksigen membentuk CO2 dan CO serta menghasilkan panas yang digunakan pada tahap selanjutnya yaitu tahap gasifikasi. Reaksi kimia yang terjadi pada tahap ini adalah: • Reaksi pembakaran
C + ½ O2
CO
• Reaksi Boudouard
C + CO2
2 CO
Tahapan berikutnya adalah tahap gasifikasi. Tahapan ini terjadi ketika arang bereaksi dengan CO2 dan uap air yang menghasilkan gas CO dan H2 yang merupakan produk yang diinginkan dari keseluruhan proses gasifikasi. Reaksi kimia yang terjadi pada tahap ini adalah: • Reaksi water gas:
C + H2 O
CO + H2
Tahapan tambahan dalam proses ini adalah tahap water shift reaction. Melalui tahapan ini, reaksi termo-kimia yang terjadi di dalam reaktor gasifikasi mencapai keseimbangan. Sebagian CO yang terbentuk dalam reaktor bereaksi dengan uap air dan membentuk CO2 dan H2. Reaksi kimia yang terjadi pada tahap ini adalah: • Reaksi water shift reaction:
CO + H2O 6
CO2 + H2
Jika proses gasifikasi dapat dikendalikan sehingga temperatur reaksi terjadi di bawah 1000 oC, maka akan terjadi reaksi pembentukan CH4 [5]. Hal ini terjadi ketika C bereaksi dengan H2, sesuai dengan reaksi: • Reaksi metana:
CH4
C + 2 H2
Penelitian terhadap gasifikasi sekam padi telah memberi petunjuk mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses gasifikasi [5]. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah: 1.
Kandungan energi bahan bakar yang digunakan Bahan bakar dengan kandungan energi yang tinggi akan memberikan pembakaran gas yang lebih baik.
2.
Kandungan air dari bahan bakar yang digunakan Bahan bakar dengan tingkat kelembaban yang lebih rendah akan lebih mudah digasifikasikan daripada bahan bakar dengan tingkat kelembaban yang lebih tinggi.
3.
Bentuk dan ukuran bahan bakar Ukuran bahan bakar yang lebih kecil memerlukan fan/blower dengan tekanan yang lebih tinggi.
4.
Distribusi ukuran bahan bakar Distribusi ukuran bahan bakar yang tidak seragam akan menyebabkan bahan bakar yang digunakan lebih sulit terkarbonisasi, dan mempengaruhi proses gasifikasi.
5.
Temperatur reaktor gasifikasi Temperatur
reaktor
ketika
proses
gasifikasi
berlangsung
sangat
mempengaruhi produksi gas yang dihasilkan. Untuk itu reaktor gasifikasi perlu diberi insulasi untuk mempertahankan temperatur di dalam reaktor tetap tinggi.
Secara umum, urutan dan susunan proses gasifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.1
7
Gambar 2.1 Susunan Proses Gasifikasi Biomassa
2.2.1 Reaktor Gasifikasi Reaktor gasifikasi biomassa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori berdasarkan sumber panas dan arah aliran gas yang terjadi [5], yaitu:
1.
Reaktor Gasifikasi Tipe Updraft Pada reaktor gasifikasi tipe ini, zona pembakaran (sumber panas) terletak di bawah bahan bakar dan bergerak ke atas seperti tampak dalam Gambar 2.2. Dalam gambar ini, tampak bahwa gas panas yang dihasilkan mengalir ke atas melewati bahan bakar yang belum terbakar sementara bahan bakar akan terus jatuh ke bawah. Melalui pengujian menggunakan sekam padi, reaktor gasifikasi ini dapat bekerja dengan baik. Kekurangan dari reaktor tipe ini adalah produksi asap yang berlebihan dalam operasinya.
Gambar 2.2. Skema Reaktor Gasifikasi Tipe Updraft [5]
8
2.
Reaktor Gasifikasi Tipe Downdraft Pada tipe ini sumber panas terletak di bawah bahan bakar seperti tampak dalam Gambar 2.3. Dalam gambar ini terlihat aliran udara bergerak ke zona gasifikasi di bagian bawah yang menyebabkan asap pirolisa yang dihasilkan melewati zona gasifikasi yang panas. Hal ini membuat tar yang terkandung dalam asap terbakar, sehingga gas yang dihasilkan oleh reaktor ini lebih bersih. Keuntungan reaktor tipe ini adalah reaktor ini dapat digunakan untuk operasi gasifikasi yang berkesinambungan dengan menambahkan bahan bakar melalui bagian atas reaktor. Namun untuk operasi yang berkesinambungan dibutuhkan sistem pengeluaran abu yang baik, agar bahan bakar bisa terus ditaambahkan ke dalam reaktor.
Gambar 2.3. Skema Reaktor Gasifikasi Tipe Downdraft [5]
3.
Reaktor Gasifikasi Tipe Inverted Downdraft Prinsip kerja reaktor gasifikasi tipe ini sama dengan prinsip kerja reaktor gasifikasi downdraft gasifiers. Dalam Gambar 2.4 tampak bahwa perbedaan antara reaktor gasifikasi downdraft gasifiers dengan reaktor gasifikasi inverted downdraft gasifiers terletak pada arah aliran udara dan
9
zona pembakaran yang dibalik sehingga bahan bakar berada pada bagian bawah reaktor dengan zona pembakaran di atasnya. Aliran udara mengalir dari bagian bawah ke bagian atas reaktor.
Gambar 2.4. Skema Reaktor Gasifikasi Tipe Inverted Downdraft [5]
4.
Reaktor Gasifikasi Tipe Crossdraft Pada reaktor ini, aliran udara mengalir tegak lurus dengan arah gerak zona pembakaran.
Reaktor
tipe
ini
memungkinkan
operasi
yang
berkesinambungan apabila memiliki sistem pengeluaran abu yang baik.
5.
Reaktor Gasifikasi Tipe Fluidized Bed Berbeda dengan tipe-tipe reaktor gasifikasi sebelumnya, pada reaktor gasifikasi tipe ini bahan bakar bergerak di dalam reaktor. Sebuah fan bertekanan tinggi diperlukan untuk menggerakkan bahan bakar yang sedang digasifikasi. Reaktor gasifikasi tipe ini sangat cocok untuk keperluan industri karena mahalnya ongkos yang dikeluarkan untuk sistem seperti ini.
10
2.2.2 Siklon Siklon merupakan bagian yang berfungsi sebagai pemisah antara debu dan tar dengan gas hasil gasifikasi. Siklon memanfaatkan gaya sentrifugal dan tekanan rendah yang dihasilkan oleh gerakan memutar untuk memisahkan material yang memiliki perbedaan massa jenis, ukuran, dan bentuk. Siklon sering digunakan karena sangat sederhana dan murah untuk dibuat [8]. Selain itu, siklon tidak memiliki bagian yang bergerak dan dapat dioperasikan dalam temperatur dan tekanan yang tinggi. Prinsip kerja siklon dapat dilihat pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 Prinsip Kerja Siklon [8]
Gas dengan kecepatan yang tinggi masuk melalui pipa dan bentuk kerucut dari siklon mengakibatkan aliran gas untuk berputar dalam bentuk vortex.
11
Material yang lebih besar atau memiliki massa jenis lebih besar akan terlempar keluar dan drag yang dihasilkan oleh udara berputar dan gaya gravitasi mengakibatkan material tersebut keluar melalui lubang bawah. Sedangkan material yang ringan keluar melalui lubang pipa ke atas. Proses pemisahan melalui siklon membutuhkan aliran yang tunak. Kedua lubang keluaran juga sebaiknya memiliki tekanan yang sama agar tidak terjadi aliran balik. Penambahan siklon akan menghasilkan gas hasil gasifikasi yang lebih bersih. Untuk proses perancangannya dilakukan dengan mengikuti standar yang sudah ada dan ukurannya disesuaikan dengan besarnya reaktor dan debit gas yang dihasilkan.
2.3
Prinsip Dasar Pembakaran Gas Menurut C.E. Bauekal [9], pembakaran (combustion) adalah proses
pengubahan energi kimia menjadi energi panas. Proses pembakaran akan dapat terjadi jika ada 3 hal yang disebut sebagai segitiga pembakaran, yaitu bahan bakar, oksidator, dan pencapaian titik api/pemantik. Jika salah satu dari ketiga faktor tersebut tidak ada pembakaran tidak akan terjadi. Pembakaran menurut prosesnya ada dua, yaitu proses pembakaran sempurna dan proses pembakaran tidak sempurna. Proses pembakaran sempurna dapat dicapai jika oksigen dan bahan bakar dan tercampur secara sempurna dan mencapai kondisi stoikiometri. Ciri pembakaran sempurna adalah api sudah berwarna biru. Proses pembakaran biasanya dilakukan dengan memakai oksidator yang jumlahnya melebihi stoikiometri agar oksidator yang dibutuhkan dapat tercapai dan pembakaran sempurna dapat terjadi. Seperti pada proses lainnya, pada pembakaran, massa akan selalu kekal. Ini berarti massa sebelum terjadi pembakaran dan massa setelah pembakaran akan tetap. Selain itu, pada pembakaran sempurna berlaku juga hukum kesetimbangan mol. Ini berarti jumlah atom sebelum pembakaran dan setelah pembakaran adalah sama.
12
Contoh: a CxHy + b O2 c CO2 + d H2O Berarti: Mol atom H: ay = 2d Mol atom C : ax = c Mol atom O : 2b = 2c + d
Jenis aliran juga mempengaruhi proses pembakaran. Aliran yang turbulen akan menghasilkan pembakaran yang lebih baik karena oksidator dan bahan bakar akan tercampur dan akan berada dalam keadaan yang seragam. Karena hal tersebut, aliran biasanya sebisa mungkin dibuat turbulen [kecuali untuk menghindari fenomena flashback (percikan balik)], salah satunya dengan memakai alat yang bernama swirler seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Swirler
13
2.3.1 Pembakaran Gas Gasifikasi Gasifikasi menghasilkan gas CO,H2, CH4 sebagai bahan bakar. Pada pembakaran gas hasil gasifikasi, reaksi yang terdapat adalah: •
CO + ½ O2 CO2
•
H2 + O2 H2O
•
CH4 + 2 O2 CO2 + 2H2O Pembakaran gas-gas tersebut harus dilakukan dengan perbandingan udara
dan bahan bakar (AFR) yang sesuai, tidak boleh terlalu berlebih ataupun kurang. Gas-gas hasil gasifikasi ini sangat bergantung dengan reaksi kimia pada keadaan stoikiometri. 2.3.2 Flammability Limit Flammbility limit menggambarkan komposisi antara gas dan oksidator pada keadaan di mana gas bisa tergambar. LFL (Lower Flammability Limit) menggambarkan
campuran
udara-gas
yang
paling
miskin
yang
masih
memungkinkan pembakaran yang terjadi. Sedangkan UFL (Upper Flammability Limit) menggambarkan campuran udara-gas yang paling kaya yang masih memungkinkan pembakaran terjadi. Flammability limit untuk campuran beberapa gas dapat dihitung dengan persamaan Le Chatelier [10], yaitu: LFL
∑
;
Dengan xi adalah fraksi volume. Rumus yang sama berlaku juga untuk UFL. Tabel 2.1 menggambarkan LFL dan UFL dari bensin dan gas-gas hasil gasifikasi. Terlihat betapa jauhnya jangkauan dari gas hasil gasifikasi. Ini juga menjadi salah satu penyebab sulitnya pembakaran dapat terjadi pada gas hasil gasifikasi.
Tabel 2.1 Flammability Limit untuk Beberapa Bahan Bakar
Bensin CH4
CO
H2
LFL
1,3%
5,3% 12,5% 4%
UFL
6%
17%
14
74%
75%
2.4
Pembakar (Burner) Pembakar (burner) adalah alat yang digunakan untuk mereaksikan secara
baik antara bahan bakar dengan oksidator sehingga dapat terjadi proses pembakaran. Pembakar (burner)
merupakan komponen yang penting dalam
Industri, karena tanpa pembakar (burner) yang baik, akan terjadi pemborosan dari bahan bakar yang akan dipakai. Menurut C.E. Bauekal [9], pembakar (burner) menurut tipe pencampurannya dapat dibagi menjadi: 1.
Premixed Burner (Gambar 2.7). Pencampuran antara oksidator dan bahan bakar pada pembakar (burner) tipe ini dilakukan sebelum dipantik. Hasil dari pembakar (burner) tipe ini adalah api yang lebih pendek dan intens jika dibandingkan dengan pembakaran secara difusi. Temperatur hasil pembakaran dengan premixed burner ini lebih tinggi dibandingkan dengan difusi. Kerugian pembakar (burner) tipe ini adalah besarnya kadar emisi gas buang NOx. Oksidator yang biasa dipakai pada pembakar (burner) ini adalah udara.
Gambar 2.7 Premixed Burner [9]
2.
Diffusion-mixed Burner (Gambar 2.8). Pada pembakar (burner) tipe ini, tidak dilakukan pencampuran terlebih dahulu sebelum campuran dipantik. Keuntungan dari pembakar (burner) ini adalah api yang lebih panjang dan temperatur api lebih seragam. Jika oksidator yang digunakan adalah oksigen murni, biasanya menggunakan pembakar (burner) tipe ini untuk menghindari adanya percikan balik (flashback).
Gambar 2.8 Diffusion-mixed Burner [9]
15
3.
Partially Premixed Burner (Gambar 2.9). Merupakan gabungan antara premixed dan diffusion-mixed burner. Pada awal/bagian depan pembakar (burner), ada sebagian oksidator dan bahan bakar yang telah dicampur terlebih dahulu sedangkan pada ujung pembakar (burner) (ketika akan dipantik) ada saluran untuk suplai oksidator dan bahan bakar.
Gambar 2.9 Partially Premixed Burner [9]
4.
Staged Burner (Gambar 2.10). Pembakar (burner) ini memiliki banyak tingkat/tahap pencampuran antara udara dan bahan bakar. Pembakar (burner) ini bertujuan untuk mengontrol perpindahan panas, membuat api menjadi lebih panjang, dan mengurangi emisi gas buang seperti NOx. Jenis pembakaran ini memiliki kelemahan, yaitu bisa terjadinya interaksi antara masing-masing tahap sehingga pembakaran akan makin tidak stabil dan susah diprediksi.
Gambar 2.10 Staged Burner [9]
16