5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Anestesi Umum
2.1.1. Definisi Anestesi umum adalah ketidaksadaran yang dihasilkan oleh medikasi (Torpy, 2011). Anestesi umum adalah keadaan fisiologis yang berubah ditandai dengan hilangnya kesadaran reversibel, analgesia dari seluruh tubuh, amnesia, dan beberapa derajat relaksasi otot (Morgan et al., 2006). Ketidaksadaran tersebut yang
memungkinkan
akanmenimbulkan
pasienuntuk rasa
mentolerirprosedur
sakittak
bedahyang
tertahankan,
yang
mempotensiasieksaserbasifisiologisyang ekstrim, danmenghasilkaningatan yang tidak menyenangkan. Selamaanestesi umum, seseorang tersebut tidak sadar tetapitidakdalam
keadaantidur
yang
alami.
Seorang
pasiendibiusdapat
dianggapsebagai berada dalam keadaanterkontrol, keadaantidak sadar yang reversibel (Press, 2013). Anestesi umumtidak terbatas padapenggunaan ageninhalasi. Banyakobat yangdiberikan
secara
oral,
intramuskular,
danintravena
yangmenambah
ataumenghasilkankeadaananestesidalamrentang dosisterapi (Morgan et al., 2006). Tetapi
saat
ini
anestesi
umum
biasanya
menggunakansediaanintravenadaninhalasiuntuk memungkinkan aksesbedahyang memadaike tempat yang akan dioperasi. Hal yang perludicatat adalah bahwaanestesi umummungkintidak selalumenjadi pilihan terbaik. Semua itu tergantung padapresentasiklinispasien, dan anestesilokal atau regionalmungkin lebih tepat. (Press, 2013). Kombinasiagen
anestesiyang
digunakanuntuk
anestesi
umumsering
meninggalkanpasiendenganklinis berikut (Press, 2013): 1.
Tidak
dapat
dibangkitkan
bahkansekunderterhadap
rangsanganyang
menyakitkan. 2.
Tidak dapatmengingat apa yang terjadi(amnesia).
3.
Tidak
mampu
mempertahankanperlindunganjalan
napasyang
memadaidan/atau ventilasispontanakibatkelumpuhan otot.
Universitas Sumatera Utara
6
4.
Perubahankardiovaskularsekunder
terhadap
efekstimulan/depresanagen
anestesi. Adapun tahapan-tahapananestesi umum, sebagai berikut (Ezekiel, 2008): 1.
Tahap1(amnesia)
dimulai
denganinduksianestesi
hilangnyakesadaran(hilangnya
reflekskelopak
danberakhirdengan
mata).
Ambangpersepsi
sakitselama tahap initidakditurunkan. 2.
Tahap
2(delirium)
ditandai
denganeksitasiyang
tidak
terinhibisi.
Agitasi,delirium, respirasi yang iregulerdanmenahan nafas. Pupil dilatasi dan matayangdivergensi. Respons terhadap stimuli berbahayadapat terjadi selamatahap
inimungkin
termasukmuntah,
spasme
laring,
hipertensi,
takikardia, dan gerakanyang tidak terkendali. 3.
Tahap 3(anestesi bedah) ditandai dengantatapan terpusat, pupil konstriksi, dan respirasi teratur. Target kedalamananestesicukup ketikastimulasiyang menyakitkantidakmenimbulkanreflekssomatikataumengganggu
respon
otonom. 4.
Tahap
4(kematian
yang
akan
datang
/
overdosis)
adalahditandai
dengantimbulnyaapnea, pupil yang berdilatasi dantidak reaktif, danhipotensi. 2.1.2. Obat-Obatan dalam Anestesi Umum Menurut Torpy (2011), beberapaobatyang paling umum digunakanuntuk memberikan anestesiumum adalah: a.
Propofol, menghasilkanketidaksadaran(induksi anestesi umum). Dalam dosiskecil, dapat digunakanuntuk memberikansedasi.
b.
Benzodiazepin, mengurangi kecemasan tepatsebelum operasi. Beberapa obat-obatan yangmengurangi kecemasanjuga dapat membantumenahan terjadinya ingatan darisebuah kejadian.
c.
Narkotika, mencegah ataumengobati rasa sakit.
d.
Agen anestesi volatil (mudah menguap), terhirupdalam campurangas yang mengandungoksigen. Kadang-kadang, untuk menghindarimemulai jalur intravena(IV)
pada
bayidan
anak-anak,
agenvolatildiberikanmelalui
maskeruntuk induksianestesi umum.
Universitas Sumatera Utara
7
e.
Obat laintermasuk agenantiemetik(untuk melindungi terhadap mual dan muntah), relaksan otot, obat-obatanuntuk mengontroltekanan darahatau heart rate, dan obatantiinflamasi nonsteroid(NSAID).
2.1.3. Keuntungan dan Kerugian Anestesi Umum Penyedia anestesi bertanggung jawab untuk menilai semua faktor yang mempengaruhi kondisi medis pasien dan memilih teknik anestesi yang optimal sesuai. Atribut anestesi umum meliputi (Press, 2013): •
Keuntungan - Mengurangi kesadaran dan ingatan intraoperatif pasien. - Memungkinkan relaksasi otot yang diperlukan untuk jangka waktu yang lama. - Memfasilitasi kontrol penuh terhadap jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. - Dapat digunakan dalam kasus-kasus kepekaan terhadap agen anestesi lokal. - Dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi terlentang. - Dapat disesuaikan dengan mudah dengan durasi prosedur yang tak terduga. - Dapat diberikan dengan cepat dan bersifat reversibel.
•
Kekurangan - Membutuhkan peningkatan kompleksitas perawatan dan biaya terkait. - Membutuhkan beberapa derajat persiapan pasien sebelum operasi. - Dapat menyebabkan fluktuasi fisiologis yang memerlukan intervensi aktif. - Terkait dengan komplikasi yang kurang serius seperti mual atau muntah, sakit tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan tertunda kembali ke fungsi mental yang normal. - Terkait dengan malignant hyperthermia, kejadian langka, dimana kondisi otot terhadap paparan beberapa agen anestesi umum dapat menghasilkan peningkatan suhu akut dan berpotensi mematikan, hiperkarbia, asidosis metabolik, dan hiperkalemia.
Universitas Sumatera Utara
8
Dengan kemajuan modern di obat-obatan, teknologi pemantauan, dan sistem keamanan, serta penyedia anestesi yang berpendidikan tinggi, risiko yang disebabkan oleh anestesi kepada pasien yang menjalani operasi rutin sangat kecil. Kematian disebabkan anestesi umum dikatakan terjadi pada tingkat kurang dari 1:100.000. Komplikasi minor terjadi pada tingkat yang dapat diprediksi, bahkan pada pasien yang sebelumnya dalam keadaan sehat. Frekuensi gejala yang terkait anestesi selama 24 jam pertama setelah operasi rawat jalan adalah sebagai berikut (Press, 2013): -
Muntah: 10-20 %
-
Mual: 10-40 %
-
Sakit tenggorokan: 25 %
-
Nyeri Insisional: 30 %
2.2.
Operasi Mata dan Anestesi Umum Pilihan antaraanestesi umumatapunlokal harusdibuat bersama olehpasien,
anestesiologis, dan ahli bedah. Beberapa pasienmenolak anestesi lokalkarenatakut akan
terjagaselama
prosedurbedah
dan
mendapatingatanrasa
sakit
selamateknikregional.Meskipun tidak adabukti yang meyakinkan bahwasalah satubentukanestesilebih
aman,
anestesi
lokaltampaknya
lebih
kurang
menyebabkan stres. Anestesi umumdiindikasikanpada anak-anakdan pasientidak kooperatif, karena bahkangerakan kepala yang kecil dapatmenyebabkan bencanaselama bedah mikro (Morgan et al., 2006).
2.2.1. Pembagian Operasi Mata Menurut Smith (2004), operasi mata dapat dibagi menjadi dua kategori yang berbeda: ekstraokular dan intraokular. a.
Operasi ekstraokular, dilakukan pada struktur sekitar mata itu sendiri, seperti kelopak mata dan konjungtiva. Jaringan ini memiliki suplai darah yang sangat baik. Oleh karena itu jaringan sembuh dengan baik dan jarang terinfeksi serius. Jaringan tersebut berada pada permukaan tubuh sehingga paparan terhadap pembedahan biasanya tidak menjadi masalah. Jaringan dapat dibius
Universitas Sumatera Utara
9
dengan mudah dengan infiltrasi jaringan menggunakan anestesi lokal. Adrenalin (1 dalam 100.000) selalu digunakan dalam anestesi lokal untuk mengurangi perdarahan karena jaringan ini sangat vaskular. Dengan semua alasan tersebut, prinsip-prinsip operasi ekstraokular adalah sama dengan untuk operasi umum. Namun jaringan ekstraokular agak kecil dan melakukan pembesaran biasanya membantu dokter bedah. b.
Operasi intraokular, dilakukan pada mata itu sendiri. Struktur mata selain yang sangat kecil, juga sangat khusus dan rentan. Karena itu ada beberapa aturan dasar atau prinsip-prinsip lainnya untuk setiap jenis operasi intraokular. Karena bersifat khusus, mata hanya memiliki kekuatan terbatas dari pemulihan cedera termasuk cedera dari operasi. Bagian lain dari tubuh akan sering sembuh sepenuhnya sekalipun dari penanganan yang kasar pada operasi atau dari komplikasi seperti infeksi. Ataupun secara alternatif dapat dilakukan operasi lain untuk memperbaiki komplikasi pasca-operasi. Namun, hal tersebut tidak berlaku pada mata. Operasi yang buruk atau komplikasi pascaoperasi sering akan menyebabkan kehilangan penglihatan secara permanen.
2.2.2. Anestesi Umum pada Operasi Mata Anestesi umum digunakan pada sekitar 35 % dari kasus operasi mata, dan yang paling umum di antaranya adalah lengthy retinal surgerydan operasi strabismus pada pediatrik. Indikasi untuk anestesi umum meliputi berikut (Basta, 2008): -
Ketidakmampuan pasien untuk bekerja sama dengan monitored anesthesia care (MAC; misalnya, anak-anak, orang dewasa dengan defisit mental atau psikologis, tremor, ketidakmampuan untuk berbaring terlentang).
-
Akinesia okular lengkap diinginkan oleh dokter bedah.
-
Prosedur yang panjang (> 3-4 jam).
-
Bagian bedah tidak setuju untuk anestesi regional, lokal, atau topikal (misalnya, rabun bola mata yang besar, koagulopati).
-
Injeksi intratekal atau intravaskular anestesi lokal.
Universitas Sumatera Utara
10
-
Keinginan dokter bedah atau pasien.
Ada kontroversi mengenai keselamatan relatif dari anestesi umum dan regional pada operasi mata. Kedua teknik telah menunjukkan tidak ada perbedaan pasca operasi berkaitan dengan memori, fungsi kognitif dan saturasi oksigen. Kejadian kematian dan komplikasi utama adalah sama (Basta, 2008). Anestesi regional telah dilaporkan berkaitan dengan episode yang lebih sedikit untuk desaturasi oksigen intraoperatif, fluktuasi hemodinamik, PONV, dan kurangnya nyeri awal pascaoperasi. Anestesi regional untuk operasi mata juga telah terbukti bebas dari respon stres hormonal yang dikaitkan dengan anestesi umum. Dengan pertimbangan ini, tampaknya bijaksana untuk menghindari anestesi umum, bila mungkin, pada pasien dengan penyakit jantung atau paru yang parah, serta pada mereka yang sangat rentan terhadap PONV (Basta, 2008). Tujuan dari anestesi umum untuk operasi mata mencakup induksi yang lancar dengan TIO yang stabil, penghindaran atau pengobatan refleks okulokardiak yang parah, dan pemeliharaan lapangan bergerak. Tujuan ini dapat dicapai dalam berbagai cara, dengan menggunakan anestesi inhalasi, agen IV, atau teknik gabungan (Basta, 2008). Relaksan otot terutama berguna selama bedah mikro intraokular, ketika gerakan pasien yang sedikit saja dapat menjadi bencana (Basta, 2008).
2.2.3. Jenis Operasi Mata dengan Anestesi Umum 2.2.3.1. Strabismus Operasi strabismusseringdikaitkan dengan tingkat yang tinggi untuk mengalami PONV (Kranke etal., 2009).InsidenPONVbisa mencapai 88% tanpaprofilaksisantiemetikdengan tingkatadmisihingga 30% setelahprosedur (Aly etal., 2014). Strabismus berarti misalignment okuler atau penyimpangan dari satu mata relatif terhadap sumbu visual yang lain. Etiologinya mungkin berhubungan dengan kelainan penglihatan binokular atau masalah neuromuskular dari motilitas okular (Basta, 2008).
Universitas Sumatera Utara
11
Koreksi bedah strabismus adalah reposisi otot ekstraokular. Koreksi ini memerlukan berbagai macam teknik untuk melemahkan otot ekstraokular dengan memindahkan insersinya pada bola mata atau untuk memperkuat otot ekstraokular dengan mengeliminasi sebuah strip pendek dari tendon atau otot (Barash, 2009). Untuk memperkuat otot, dilakukan reseksi. Untuk melemahkan otot, dilakukan resesi. Pada kasus yang parah, reseksi mungkin dilakukan pada satu otot dan resesi pada otot yang berlawanan. Karena pematangan visual terjadi pada usia 5 tahun, koreksi strabismus biasanya dicoba pada awal masa kanak-kanak. Jika tidak dikoreksi, amblyopia, atau cacat dalam penglihatan sentral, dapat terjadi (Aitkenhead et al., 2013). Jahitan yang dapat disesuaikan kadang-kadang digunakan untuk meningkatkan peluang alignment dengan sebuah operasi tunggal. Penyesuaian dilakukan langsung dalam periode pasca operasi, ketika pasien sepenuhnya terjaga dan bisa fokus. Pada pasien yang mempunyai riwayat operasi strabismus atau trauma orbital sebelumnya, dokter bedah mungkin perlu untuk membedakan antara pergerakan mata paretik dan restriksi dengan melakukan forced duction test (Aitkenhead et al., 2013). Pasien anak banyak dan sering menjalani operasi strabismus dan membutuhkan anestesi umum. Beberapa pasien dewasa cukup baik dengan teknik regional dan sedasi secara intravena (Basta, 2008). Kebanyakan pasien lebih memilih anestesi umum dan memberikan hasil yang sangat memuaskan dengan propofol, remifentanil, antagonis 5HT3, dan/atau deksametason ,dan non-opiat untuk nyeri (Basta, 2008).
2.2.3.2. Penetrating Keratoplasty Penetrating Keratoplasty mengacu pada bedah penggantian sebagian kornea dengan jaringan donor. Jaringan donor yang berasal dari pasien disebut autograft. Jaringan yang berasal dari lain orang disebut allograft. Indikasi untuk prosedur ini banyak –– opasitas kornea, keratokonus, infeksi, dan jaringan parut adalah beberapa diantaranya. Baik anestesi regional maupun anestesi umum mungkin tepat untuk prosedur ini (Basta, 2008).
Universitas Sumatera Utara
12
2.2.3.3. Katarak Katarak adalah penyebab umum gangguan penglihatan pada orang tua. Karenatingginya prevalensikatarak, ekstraksi katarakadalahoperasi matayang paling umum(Uhr, 2003). Patogenesis katarak adalah multifaktorial tetapi pada dasarnya menghasilkan opasitas dari lensa. Lensa tertutup dalam lapisan yang disebut kapsul lensa. Operasi katarak memisahkan katarak dari kapsul lensa. Dalam kebanyakan kasus, lensa akan diganti dengan implan lensa intraokular (IOL). Jika IOL tidak dapat digunakan, lensa kontak atau kacamata harus dipakai untuk mengkompensasi kurangnya kemampuan lensa alami (Husney dan Karp, 2011). Ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECCE) adalah metode yang paling disukai dari ekstraksi katarak rutin. Prosedur dilakukan melalui insisi yang lebih kecil dan kurang traumatis bagi endothelium kornea. Pengangkatan lensa dengan kapsul posterior utuh memberikan posisi yang lebih baik dari implan lensa intraokular. Fakoemulsifikasi adalah teknik ECCE yang dilakukan melalui insisi 3-4mm. Inti katarak terfragmentasi dengan jarum ultrasonik dan kemudian diaspirasi. Ekstraksi katarak intrakapsular (ICCE) adalah teknik yang secara komplit menghilangkan lensa dengan kapsul melalui insisi yang jauh lebih besar. ICCE dilakukan pada kasus tertentu dan di lokasi di mana peralatan canggih tidak tersedia. Ekstraksi katarak biasanya dilakukan dengan injeksi retrobulbar atau peribulbar dan, jika diperlukan, blok saraf wajah. Sedasi intravena dan analgesia harus diberikan untuk menetapkan blok tersebut. Prosedur tersebut dapat dilakukan di bawah anestesi topikal pada pasien tertentu (Basta, 2008). Walau demikian, saat ini pada pasien katarak pediatrik dan beberapa orang dewasa (misalnya, retardasi mental), anestesi umum masih berperan dan digunakan (Shah, 2010).
2.2.3.4. Glaukoma Glaukoma adalah istilah umum untuk kelompok penyakit mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular. Goniotomi adalah prosedur dilakukan untuk mengobati glaukoma infantil. Sebuah sayatan dangkal dibuat di
Universitas Sumatera Utara
13
trabecular
meshwork
untuk
meningkatkan
aliran
aqueous
humor
dari
ruang anterior. Bayi dan anak-anak memerlukan anestesi umum untuk prosedur ini. Trabekulektomi adalah paling umum dilakukan pada orang dewasa. Sebuah blok jaringan limbal akan diangkat di bawah scleral flap, memungkinkan aliran aqueous. Antimetabolit, seperti di mitomisin, dapat disuntikkan intraoperatif untuk membantu mencegah kegagalan bedah sekunder terhadap jaringan paru. Iridektomi biasanya dilakukan dengan sebuah laser
yttrium -
aluminium garnet - ( YAG ); namun, sebuah iridektomi insisional kadang-kadang diperlukan. Iridektomi adalah pengobatan definitif untuk glaukoma sudut tertutup. Anestesi untuk operasi glaukoma pada orang dewasa biasanya dilakukan dengan injeksi retrobulbar atau peribulbar dan , jika diperlukan , blok saraf wajah (Basta, 2008).
2.2.3.5. Bedah Vitreoretinal Vitrektomi mengacu pada pembedahan ekstraksi isi ruang vitreous dan penggantian mereka dengan larutan fisiologis. Vitrektomi segmen anterior dilakukan untuk kehilangan vitreous selama operasi katarak. Vitrektomi segmen posterior diindikasikan untuk pengangkatan badan asing di intraokular, manajemen dari retinal detachment yang sulit dengan membran intraokular, penghapusan kekeruhan media, dan pengentasan traksi vitreous pada retina. Karena operasi dapat diperpanjang dan banyak pasien memiliki kondisi medis yang menyertai (misalnya, diabetes, penyakit ginjal, atau penyakit jantung), vitrektomi dapat memberikan tantangan yang sulit untuk para anestesiologis (Basta, 2008). Anestesi umum telah secara tradisional digunakan untuk operasi vitreoretinal. Namun, dengan menggunakan anestesi lokal dengan MAC telah menjadi alternatif yang menarik. Anestesi umum sesuai untuk kasus operasi dengan jangka yang lebih lama (Basta, 2008).
Universitas Sumatera Utara
14
2.2.3.6. Bedah Orbital Kebanyakan operasi orbital membutuhkan anestesi umum kecuali prosedur terbatas pada anterior bola mata dan tidak melibatkan tulang orbita .
Orbitotomi Orbitotomi dilakukan untuk mendapatkan akses bedah ke bola mata. Pendekatan yang dilakukan termasuk transkonjungtival, transseptal, dan transperiosteal. Indikasi untuk orbitotomi termasuk tumor, abses, benda asing, dan patah tulang orbital (Basta, 2008).
Dekompresi Orbital Dekompresi orbital diindikasikan untuk koreksi eksoftalmus yang dihasilkan penyakit Graves. Akses ke orbita diperoleh dengan pendekatan transkonjungtival atau transperiosteal. Beberapa ahli bedah menggunakan sayatan koronal dengan refleksi dari kulit kepala secara anterior ke tingkat se-level orbita. Kasus bisa panjang (4+ jam), dan kehilangan darah bisa cukup besar untuk memerlukan transfusi (Basta, 2008).
2.3.
Postoperative Nausea and Vomiting (PONV) Komplikasi paling umum yang dialami pasien berhubungan dengan
anestesi dan operasi adalah mual dan muntah pascaoperasi atau postoperative nausea and vomiting (PONV). Komplikasi ini sangat menyusahkan, dan sangat dicegah untuk terjadi. PONV merupakan masalah yang penting dandapat menyebabkan outcome yang seriusserta peningkatanpengeluaran perawatan kesehatan (Rother, 2012). PONV biasanya didefinisikan sebagaimual (nausea), muntah-muntah
(vomiting)ataumuntah
(retching)yang
terjadiselama24-48
jampertamasetelah operasi pada pasien dan mempengaruhi sebanyak 20-30% pasien (Pierre dan Whelan, 2013; Rother, 2012). PONV juga didefinisikan sebagai mualdan/ataumuntahterjadidalam waktu 24 jamsetelah operasi (McCracken, 2008). Insidensikeseluruhan dari PONV secara umum padapasien yang menjalani pembedahanadalah25-30%, tetapi di antarapasien berisiko tinggiPONVbisa
Universitas Sumatera Utara
15
mencapai70-80% (Doubravska et al., 2010). Insidensi dari mualnya sendiri sekitar 50%
(Gan
et
al.,
2014).
Bahkan
pasien
dengan
nolfaktor
risiko
diketahuimembawa10% risiko untuk PONV (Smith et al., 2012). FisiologiPONV juga kompleks dantidak secara sempurnadipahami. (Pierre DanWhelan, 2012). Pengenalan masalah ini, diikuti oleh perubahan dalam rencana anestesi telah menghasilkan perbaikan siknifikan dalam outcome dan kepuasan pasien. Namun bila tidak diobati, mual terjadi sebanyak 40 % dari pasien yang menjalani anestesi umum (Benedict dan Tremper, 2008).
Tabel 2.1. Komplikasi anestesi potensial pada pasien sehat Komplikasi
Frekuensi (Referensi)
Postoperative nausea and
1:311
vomiting
1:600-1:1600103,104
Ocular injury Unanticipated difficult airway
1:8-1:100045
Intraoperative awareness
1:100-1:50025,105
Malignant hyperthermia
1:30,00016,106
Sumber: Anaethesiology, 2008
Mualdan muntah pasca operasi(PONV) tetap merupakan masalahklinis yang signifikanyang dapatmengurangikualitashidup pasiendifasilitas rumah sakit/perawatan, sertapada hari dimana dapat segerapostdischarge. Selain itu, PONVdapat meningkatkanbiayaperioperatif, meningkatkanmorbiditasperioperatif, meningkatkanlama
perawatan
di
postanesthesia
care
unit
(PACU),
memperpanjangrawat inap, memperlama waktu tinggal/delaydischarge, menunda waktudimana pasiendapatkembali bekerja, danmenyebabkanadmisi kembali (Lichtor dan Kalghatgi, 2008). Sebuah episode dari muntah dapat memperpanjang lama inap di PACU sekitar selama 25 menit (Cheong et al., 2013). Mual PONV, dengan atau tanpa muntah, mungkin adalah faktor yang paling penting berkontribusi terhadap penundaan pelepasan dan peningkatan penerimaan
Universitas Sumatera Utara
16
yang tidak terduga dari pasien anak-anak dan dewasa setelah operasi rawat jalan (Lichtor dan Kalghatgi, 2008). Pasien tidak suka dengan muntah. Dalam satu survei yang diambil sebelum operasi, pasien menilai muntah sebagai hal yang paling tidak diinginkan dan menunjukkan bahwa jika mereka diberi $100, mereka akan menghabiskan sebagian besar uang untuk mencegahnya (Lichtor dan Kalghatgi, 2008). PONVjarangmembunuhpasiendanhampir tidak pernahmenjadi kronis. TapiPONV adalah pengalaman yangsangat tidak menyenangkan bagipasien. Banyak orang dewasabahkan menganggapPONVlebih menyulitkandaripada nyeri pasca operasi (Doubravska et al., 2010).
2.3.1. Fisiologi Mual dan Muntah Emesis atau muntah didefinisikan sebagai refleks mengejeksi secara paksa isi lambung melalui mulut. Muntah biasanya dimulai oleh retching. Hal ini dikendalikan oleh sekelompok inti yang terkait erat dalam batang otak disebut sebagai 'pusat muntah' yang kaya akan reseptor dopaminergik, histamin, 5hidroksitriptamin, neurokinin dan kolinergik muskarinik. Ketika pusat muntah dirangsang, serangkaian kompleks impuls saraf mengkoordinasikan relaksasi simultan dari otot-otot lambung serta kontraksi perut otot dan diafragma, mengeluarkan
muntah
dari
perut.
Gejala
muntah
bersifat
subjektif
untuk setiap pasien (Doubravska et al., 2010). Mual adalah sensasi subjektif dan tidak menyenangkan terkait dengan kesadaran dari dorongan untuk muntah (Tinsley dan Barone, 2012). Mual, yang sering menjadi prekursor muntah, dipicu oleh rendahnya tingkat rangsangan yang sama yang bertanggung jawab untuk refleks muntah tetapi mekanisme pasti yang mendasari sensasi mual tersebut masih belum jelas. Hal ini sering disertai dengan salivasi, berkeringat dan pucat (Rother, 2012). Retching adalah kontraksi ritmis dan spasmodik otot-otot pernapasan, diafragma, dinding dada, dan otot perut, tanpa terjadi pengeluaran isi lambung (Tinsley Dan Barone, 2012).
Universitas Sumatera Utara
17
'Pusat muntah', terletak di formasi reticularis lateral medulla dan menerima masukan dari berbagai sumber aferen. Masukan dari mekanoreseptor dan kemoreseptor di saluran pencernaan dilakukan melalui saraf vagus, yang melibatkan reseptor 5HT dan dopamin. Input lainnya termasuk mereka yang berasal dari sistem vestibular, sistem kardiovaskular, faring dan rangsangan yang lebih kompleks dari pusat kortikal yang lebih tinggi yang menanggapi rasa sakit, rasa takut dan ansietas (Rother, 2012). Ada juga masukan dari daerah yang dikenal sebagai
'zona pemicu
kemoreseptor' atau CTZ. Daerah ini dudukdi luarsawar darah otakdan terletak di daerah postrema medula dan sangat sensitif terhadap rangsangan emetik, dengan reseptor 5HT dan dopaminergik yang berlimpah (Chandrakantan, 2011; Tinsley dan Barone, 2012). Daerah ini respon terhadap racun dalam darah dan cairan serebrospinal, dan berkomunikasi dengan pusat muntah. Banyak jenis operasi merangsang pusat muntah seperti pada berbagai jenis obat perioperatif dan agen anestesi, menjelaskan mengapa mual dan muntah adalah keluhan yang umum pada operasi. Pusat muntah mengintegrasikan berbagai masukan dan kemudian mengkoordinasikan cabang eferen dari saraf kranial V, VII, IX, X, XII dan mengatur kontraksi otot dan respon kardiovaskular yang digunakan selama emesis (Rother, 2012). Impulsmotordisampaikan pada saluranpencernaan bagian atas danmelaluisaraf
spinalke
diafragmadan
otot
Bagianhiatusdiafragmarileksdantekananintra-abdominal Rektusabdominisdan
ototoblikeksternal
dari
abdominal.
ditransfer
kethoraks.
dindinganterior
abdomen
berkontraksi, sfingter esofagusrileks, terjadi peristaltik berbalik, dan glotis serta mulutterbuka saat isi lambung dikeluarkan (Tinsley dan Barone,2012).
Universitas Sumatera Utara
18
Gambar 2.1. Fisiologi mual dan muntah (Rother, 2012) Menurut Tinsley dan Barone (2012), emesisdapat dibagi menjaditiga tahap: -
Tahappreejeksi,ditandaiolehgejalamualsertatanda-tandaotonom
berupa
peningkatanair liur, menelan, pucat, diaforesis, dantakikardia. -
Tahap ejeksi,terdiri darimuntah-muntah (vomiting)dan muntah (retching).
-
Tahappascaejeksi,terdiri
darirelaksasiotot-ototpernapasan
danperut
danpenghentian mual.
2.3.2. Faktor Risiko PONV Etiologi
PONV
bersifat
multifaktorial
(Doubravska,2010).
PenyebabPONVmeliputipasien sendiri danfaktor risikoterkaitnya, faktoroperasi, danfaktor farmakologi (Rother, 2012; Tinsley dan Barone, 2012; Ezekiel, 2008; Doubravska et al., 2010; Bryson,2007; Aftab, 2008; Pierre dan Whelan, 2012; Lichtor dan Kalghatgi, 2008; Cheong et al., 2013). A. Faktor Pasien: - Jenis kelamin perempuan (terutama jika menstruasi atau hamil) Perempuan 4,6 kali lebih mungkin untuk mengalami PONV dibandingkan laki-laki. Insiden mual serta muntah yang lebih tinggi pada wanita yang mungkin diakibatkan pengaruh hormonal. Beberapa peneliti bahkan
Universitas Sumatera Utara
19
memperhatikan hubungan antara kejadian PONV dengan fase siklus menstruasi, seperti operasi dalam waktu 1-7 hari dari siklus menstruasi. - Riwayat motion sickness atau PONV Pasien dengan riwayat baik motion sickness atau PONV diyakini memiliki batas bawah toleransi yang rendah, sehingga meningkatkan risiko episode PONV di masa depan dua sampai tiga kali. Riwayat motion sickness atau emesis menpredisposisi PONV karena refleks untuk muntah diaktifkan dan lengkungan refleks telah terbentuk. - Tidak merokok Tidak
merokokberada
padarisiko
lebih
tinggi
terkenaPONVdibandingperokok.Merokoktampaknyamenjadi
faktor
protektif. Di satu studi oleh Doubravska et al. (2010) padaperokok, risikomengalamiPONVjelas
lebih
rendah(8,7%)
bila
dibandingkan
dengannon-perokok (17,7%, p<0,0001). Hal ini disebabkan bahan kimia dalamasap rokokmeningkatkan metabolismebeberapaobat yang digunakan dalamanestesi, mengurangi risikoPONV. -
Usia Anak-anak adalah yang paling berisiko dari PONV, meskipun risiko ini menurun dengan pubertas. Anak di bawah usia 3 tahun mengalami insiden terendah PONV; pasien antara usia 3 dan 50 adalah yang paling berisiko. PONV biasanya menurun setelah usia 50, meskipun pasien yang lebih tua yang menjalani operasi tulang belakang atau penggantian sendi memiliki risiko lebih besar kejadian PONV, karena panjang lamanya anestesi dan berkurangnya kemampuan untuk membersihkan medikasi tersebut.
-
Obesitas Sebuah korelasi positiftelah ditemukanpada pasien obesitasdengan kejadianPONV.
Salah
satu
alasanyang
digunakanuntuk
menjelaskanhubungan iniadalah bahwajaringan adiposa berperansebagai reservoir untukagen anestesiinhalasi, memperpanjangwaktu paruh mereka sehingga
obatterusdilepaskan
kedalam
aliran
darahselama
fase
Universitas Sumatera Utara
20
pemulihan. Penjelasanlainnya meliputi volume lambung yang lebih besar, refluks esofageal, dankesulitan saluran napas yangmenghasilkan lebih banyakinflasilambung. -
Gastroparesis
-
Nyeri
-
Status ASA I atau II Klasifikasi
status
fisik
ASA
terkait
denganrisikoPONV.
Pasiendiklasifikasikan sebagaiASAI atauII(statusfisik yang lebih baik) lebih
sering
menderitaPONV(16,3%)
diklasifikasikansebagaiASAIIIatau inilebihditekankanpada
dibandingkan lebih(11,7%).
wanita.
Wanita
dengan
yang
Perbedaan denganASAI
atauIImengalamiPONVpada25,1%, tetapi mereka denganASAIIIatau lebih sebanyak 18,5% (p <0,0001). Pada pria, perbedaandalam insidenantara pasien ASAI atauIIdan orang-orangdenganASAIIIatau lebihsecara statistik tidak signifikan(6,1% vs7,0%, p=0,6162).
B. Faktor Operasi: Apakah diakibatkan oleh jenis operasi, lokasi operasi, panjangprosedur, tipe atau agen anestesiyang digunakanmasih belum jelas. Namun menurut penelitian yang telah dilakukan, hal tersebut berkontribusi terhadap tingkat okurensi PONV. - Operasi yang dikaitkan dengan peningkatan risiko PONV: • Laparoskopi untuk umum • Bedah THT • Bedah kepala dan leher • Operasi tiroid • Operasi perut (mis., laparotomi) • Operasi mata (perbaikan strabismus atau prosedur oftalmologi lainnya) Dalam studi, proseduroftalmologikmemilikistatistiklebih tinggiuntuk terjadinya PONV, berkaitan dengan frekuensi dua kalilebih tinggi untuk mengalamiPONVpada
pasien
yang
menjalanioperasistrabismus
Universitas Sumatera Utara
21
dibandingkan
denganproseduroftalmologislain,
inimungkindisebabkanoleh responvagalrefleksokulokardiak yang dipicu olehmanipulasi mata. • Operasi neurologis • Operasi payudara • Operasi ginekologis (terutama laparoskopi) • Operasi plastik • Bedah ortopedi - Durasi operasi Resiko PONV meningkat dengan panjang prosedur pembedahan.Pada pasiendenganprosedur PONVadalah28%;
bedah
untuk
risikoPONVadalah46,2%.
yang
kurang
proseduryang Operasi
menyebabkanpasienmenerima
agen
dari30
menit,
risiko
berlangsung151-180menit,
yang
lebih
lama
dapat
anestesiemetogenik
yang
potensialselamawaktu yang lebih lama, sehinggameningkatkanpersentase pasien denganPONV. C. Faktor Farmakologi: - Teknik anestesi yang terkait dengan peningkatan risiko PONV: • Anestesi umum (meningkatkan risiko PONV 11 kali lipat dibandingkan anestesi regional) • Penggunaan obat anestesi volatil • Penggunaan nitrous oxide, etomidate, metoheksital, ketamin • Penggunaan agen anticholinesterase reversal, misalnya, neostigmin • Penggunaan opioid baik intra atau pascaoperasi • Premedikasi (morfin dan opioidlain) • Anestesi regional(risiko rendah) - Durasi anestesi yang lebih lama - Medikasi nyeriintraoperatif - Pascaoperasi: nyeri, pusing, gerakansetelah operasi, asupan oraldini, administrasi opioid.
Universitas Sumatera Utara
22
D. Faktor lain: -
Pengalaman teknik anestesi yang kurang baik, misalnya ventilasi bag dan mask yang kurang baik dapat menyebabkan distensi lambung dan mual berikutnya.
-
Hidrasi yang buruk selama atau segera setelah operasi
-
Hipotensi intraoperatif
-
Stres/ansietas pasien Semakin besar jumlah faktor risiko, semakin besar risiko untuk PONV.
Bila faktor risiko pasien tertentu yang menaikkan risiko, atau sejarah yang kuat dari PONV ditemui, rencana anestesi harus mencakup penggunaan agen anestesi yang kurang kemungkinannya untuk menyebabkan gangguan (misalnya, pertimbangan
dari
anestesi
intravena
total
[TIVA]
dengan
propofol).
Selain itu, pertimbangan yang kuat harus diberikan untuk penggunaan profilaksis pencegahan, yang terbukti sangat efektif (Benedict dan Tremper, 2008).
2.3.3. Penatalaksanaan PONV Mencegah PONV lebih mudah daripada mengobatinya. Antiemetik yang digunakan dalam anestesi umum dapat dianggap sebagai yang diresepkan untuk profilaksis dan yang diresepkan untuk 'rescue', atau untuk mengobati PONV. Profilaksis antiemetik biasanya diresepkan mengikuti pedoman dan protokol, tergantung pada risiko pasien setelah operasi. Profilaksis antiemetik jarang diperlukan pada pasien dengan risiko rendah. Pasien risiko sedang dapat mengambil manfaat dari pengobatan dengan antiemetik tunggal. Jika seorang pasien berada pada resiko tinggi menderita PONV atau jika muntah akan sangat bermasalah, terapi kombinasi sering digunakan. Terapi rescue diindikasikan untuk pasien yang sudah gagal dengan profilaksis dan harus diberikan segera setelah tanda-tanda mual atau muntah terjadi dengan obat yang diresepkan dari kelas yang berbeda dengan obat profilaksis yang gagal. Jika tidak ada perbaikan gejala dalam waktu 30 menit, pengobatan harus dilanjutkan ke terapi lini berikutnya (Rother, 2012).
Universitas Sumatera Utara
23
Menurut tinjauan sistematis diterbitkan dalam Cochrane Database tahun 2008 (ref.15), delapan obat yang umum digunakan dalam mengobati PONV adalah
droperidol,
metoklopramid,
ondansetron,
tropisetron,
dolasetron,
deksametason, cyclizine dan granisetron. Tidak ada bukti sah yang ditemukan mengenai perbedaan dalam keberhasilan antara obat ini (Doubravska et al., 2010). Terapi antiemetik tradisional, yang merupakan first line therapy, meliputi antikolinergik, antihistamin, antagonis D2-fenotiazin, juga sedatif / ansiolitik, butyrophenones, antagonis 5-HT3 (mis. ondansetron, granisetron, dolasetron, palonosetron), kortikosteroid (mis. deksametason) dan kombinasinya (Doubravska et al., 2010; Pierre dan Whelan, 2012). Setron dan antagonis neurokinin-1 adalah obat modern yang baru-baru ini diperkenalkan dalam terapi PONV. Namun, mengingat semua mekanisme yang mengaktifkan pusat muntah, tidak ada obat tunggal atau kelompok obat yang mampu menekan PONV secara efektif (Doubravska et al., 2010).
Universitas Sumatera Utara