6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Persalinan
2.1.1. Defenisi Persalinan Serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan (37-42 minggu diukur dari hari pertama haid terakhir pada siklus 28 hari), disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu.13,14 2.1.2. Jenis-jenis Persalinan 1. Persalinan Spontan
Bila persalinan ini berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir. 2. Persalinan Buatan Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi dengan forceps atau dilakukan operasi Sectio Caesaria 3. Persalinan Anjuran Pada umumnya persalinan terjadi bila bayi sudah cukup besar untuk berada diluar, tetapi tidak sedemikian besarnya sehingga menimbulkan kesulitan dalam persalinan. Kadangkadang persalinan tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin.13,14
2.1.3. Tahapan persalinan 1. Kala I
Pada kala 1 pembukaan his belum begitu kuat, datangnya setiap 10-15 menit dan tidak seberapa mengganggu ibu sehingga ia sering masih dapat berjalan. Lambat laun his akan menjadi kuat dimana interval menjadi lebih pendek, kontraksi lebih kuat dan lebih lama. Lamanya kala I untuk primigravida adalah 12 jam dan untuk multigravida adalah 8 jam. Kala I dapat dibagi menjadi 2: - Fase laten: pembukaan serviks 1 hingga 3 cm, sekitar 8 jam.
Universitas Sumatera Utara
7
- Fase aktif: pembukaan serviks 4 hingga lengkap (10 cm), sekitar 6 jam. Untuk mengetahui apakah persalinan dalam kala I maju sebagaimana mestinya sebagai pegangan kita ambil:Kemajuan pembukaan 1 cm dalam 1 jam bagi primigravida dan 2 cm dalam 1 jam bagi multigravida.13,15 Tabel 2.1. Penilaian dan intervensi selama kala I 15 Parameter Tekanan darah Suhu Tiap 4 jam Nadi Denyut jantung janin Kontraksi Tiap 1 jam Pembukaan serviks Penurunan kepala Warna cairan amnion
Frekuensi pada kala I laten Tiap 4 jam
Frekuensi pada kala I aktif Tiap 4 jam
Tiap 2 jam Tiap 30-60 menit
Tiap 30-60 menit
Tiap 1 jam
Tiap 30 menit
Tiap 30 menit Tiap 4 jam* Tiap 4 jam* Tiap 4 jam*
Tiap 4 jam* Tiap 4 jam* Tiap 4 jam*
*Dinilai pada setiap pemeriksaan dalam 2. Kala II Pembukaan lengkap sampai bayi lahir, 1 jam pada primigravida, 2 jam pada multigravida. 13,14,15
Gejala-gejala kala II ialah: - His menjadi lebih kuat, kontraksinya selama 50-100 detik, datangnya tiap 2-3 menit. Ketuban biasanya pecah dalam kala ini dan ditandai dengan keluarnya cairan yang kekuningkuningan secara sekonyong-konyong dan banyak. Ada kalanya ketuban pecah dalam kala I dan malahan selaput janin dapat robek sebelum persalinan dimulai.
Universitas Sumatera Utara
8
- Pasien mulai mengejan - Pada akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala sudah sampai di dasar panggul perineum menonjol , vulva menganga dan rektum terbuka. - Di puncak his, bagian kecil dari kepala nampak dalam vulva, tetapi hilang lagi waktu his terhenti - Pada his berikutnya bagian kepala yang nampak lebih besar lagi, tetapi surut kembali kala his berhenti. Kejadian ini disebut : *kepala membuka pintu*
Maju dan surutnya kepala berlangsung terus, sampai lingkaran terbesar dari kepala terpegang oleh vulva sehingga tak dapat mundur lagi.Pada saat ini tonjolan tulang ubun-ubun telah lahir dan subocciput ada dibawah simfisis.Pada saat ini pada primigravida, perineum biasanya tak dapat menahan regangan yang kuat ini sehingga robek pada pinggir depannya. Setelah kepala lahir, ia jatuh kebawah dan kemudian terjadi putaran paksi luar, sehingga kepala melintang. Sekarang vulva menekan pada leher dan dada tertekan oleh jalan lahir sehingga dari hidung anak keluar lendir dan cairan. Pada his berikutnya bahu lahir, bahu belakang dulu kemudian bahu depan, disusul oleh seluruh badan anak dengan fleksi lateral, sesuai dengan paksi jalan lahir. Sesudah anak lahir, sering keluar sisa air ketuban, yang tidak keluar waktu ketuban pecah, kadang-kadang bercampur darah. Lamanya kala II pada primigravida ± 50 menit pada multigravida ± 20 menit. 13-15 3. Kala III
Setelah anak lahir his berhenti sebentar, tetapi setelah beberapa menit timbul lagi.His ini dinamakan his pelepasan uri yang melepaskan uri sehingga terletak pada segmen bawah rahim atau bagian atas dari vagina. Setelahanak lahir uterus teraba sebagai tumor yang keras, segmen atas lebar karena mengandung plasenta, fundus uteri teraba sedikit diatas pusat.Kalau plasenta telah lepas bentuknya menjadi bundar dan tetap bundar sehingga perubahan bentuk ini dapat diambil sebagai tanda pelepasan plasenta.
Universitas Sumatera Utara
9
Jika keadaan dibiarkan, maka setelah plasenta lepas fundus uteri naik sedikit hingga setinggi pusat atau lebih dan bagian tali pusat diluar vulva menjadi lebih panjang. Naiknya fundus uteri disebabkan karena plasenta jatuh dalam segmen bawah rahim atau bagian atas vagina dan dengan demikian mengangkat uterus yang berkontraksi; dengan sendirinya dengan lepasnya plasenta bagian tali pusat yang lahir menjadi lebih panjang. Lama kala uri ± 8,5 menit, dan pelepasan plasenta hanya memakan waktu 2-3 menit.13,14,15 4.
Lamanya persalinan
Lamanya persalinan tentu berlainan bagi primigravida dan multigravida. Tabel 2.2. Tahapan persalinan primigravida dan multigravida Tahapan Persalinan Kala I Kala II Kala III Persalinan 2.2.
Primigravida 12,5 jam 80 menit 10 menit 14 jam
Multigravida 7 jam 20 menit 30 menit 10 menit 8 jam
HIVdan AIDS
2.2.1. Dasar Virologi HIV( Struktur Genomik) Acquaired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human Immunodeficiency diidentifikasikan
Virus oleh
Luc
(HIV).HIV-1 Montainer
adalah di
virus
Institut
HIVyang
Pasteur,
Paris,
pertama tahun
1983.Karakteristik virus sepenuhnya diketahui oleh Robert Gallo di Washington dan Jay levy di San Francisco, tahun 1984.HIV-2 berhasil diisolasi dari pasien di Afrika Barat pada tahun 1986.5Secara struktural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar.Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIVmempunyai 3 gen yang merupakan komponen fungsional dan struktural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol dan env.Grup antigen (gag), polymerase (pol) dan envelope (env). Gen gag mengkode protein inti. Gen pol mengkode enzim reverse transcriptase, protease dan integrase. Gen env mengkode komponen struktural HIVyang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang
Universitas Sumatera Utara
10
ada dan juga penting dalam replikasi virus adalah rev, nef, vpu, vpr. 2Pemeriksaan dengan mikroskop elektron memperlihatkan bahwa HIVmemiliki banyak tonjolan eksternal yang dibentuk oleh dua protein utama envelope virus, gp120 di sebelah luar dan gp41 yang terletak di transmembran.gp120 memiliki afinitas tinggi terutama region V3 terhadap reseptor CD4 sehingga bertanggung jawab pada awal interaksi dengan sel target. Sedangkan gp41 bertanggung jawab dalam proses internalisasi atau adsorbsi.HIVadalah kasus virus sitopatik diklasifikasikan dalam family Retroviridae, subfamily Lentivirinae, genus lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIVtermasuk famili retrovirus, termasuk virus RNA dengan berat molekul 9,7 kb. RNA diliputi oleh kapsul berbentuk kerucut terdiri atas sekitar 2000 kopi p24 proteinvirus.Dikelilingi oleh kapsid selubung virus (envelope).Selubung virus terdiri atas dua lapis membrane lipid.Masing-masing subunit selubung virus terdiri atas dua non-kovalen rangkaian protein membran glycoprotein 120 (gp 120), protein membran luar, dan glycoprotein 41 (gp41).5
Gambar 2.1. Struktur HIV 18
Universitas Sumatera Utara
11
2.2.2 Siklus Hidup HIV Didalam siklus hidup HIV, rangkaian asam nukleat berperan pada fungsi intrinsik.Asam nukleat merupakan zat kimia yang bertanggung jawab atas penyimpanan danpenyampaian semua informasi genetik yang yang diperlukan guna perencanaan pembentukan fungsi sel. Asam nukleat terbentuk dari nitrogen yang mengandung basa (purin dan pirimidin), gula (deoksiribosa), dan asam fosfat.Asam nukleat yang mengandung deoksiribosa disebut asam deoksiribonukleat atau DNA.Yang mengandung ribose disebut asam ribonukleat atau RNA.DNA berperan membawa informasi genetik untuk sintesis protein.RNA, termasuk mRNA (messenger RNA), tRNA (transfer RNA), dan rRNA (ribosomal RNA) yang bertugas melaksanakan instruksi yang dibawa DNA.5 Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIVmemiliki waktu hidup sangat pendek; hal ini berarti HIVsecara terus-menerus menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 miliar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIVakan tertangkap oleh sel dendrit pada membran mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah paparan,dimana replikasi virus menjadi semakin cepat. Siklus hidup HIVdapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu: - Masuk dan mengikat. - Reverse transcriptase - Replikasi - Budding. - Maturasi.2 2.2.3 Tipe HIV Ada 2 Tipe HIVyang dapat menyebabkan AIDS. HIV-1 dan HIV-2.HIV-1 bermutasi lebih cepat karena replikasi lebih cepat.Berbagai macam subtipe dari HIV-1 telah ditemukan dalam area geografis yang spesifik dan kelompok spesifik resiko
Universitas Sumatera Utara
12
tinggi.Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1 dan distribusi geografisnya: Subtipe A: Afrika Tengah Subtipe B : Amerika Selatan, Brazil, USA, dan Thailand Subtipe C : Brazil, India dan Afrika Selatan Subtipe D : Afrika Tengah Subtipe E : Thailand, Afrika Tengah Subtipe F : Brazil, Rumania, Zaire Subtipe G : Zaire, Gabon, Thailand Subtipe H : Zaire, Gabon Subtipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi HIVbaru diseluruh dunia. 2.2.4 Perjalanan Penyakit HIV Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIVsampai tahapAIDS, sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler dan menunjukkan gambaran penyakit yang kronis.Penurunan imunitas biasanya diikuti dengan peningkatan resiko dan derajat keparahan infeksi oportunistik serta penyakit keganasan. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun pertama, 50% menjadi AIDS sesudah sepuluh tahun, dan hampir 100% pasien HIVmenunjukkan gejala AIDS sesudah 13 tahun. Perjalanan klinis HIVdan AIDS digambarkan sebagai berikut : Dalam tubuh ODHA, partikel virus akan bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga orang yang terinfeksi HIVseusia hidup akan tetap terinfeksi. Sebagian pasien memperlihatkan gejala tidak khas infeksi seperti demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk pada 3-6 minggu setelah infeksi.Kondisi ini dikenal dengan infeksi primer. Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu dimana HIVpertama kali masuk ke dalam tubuh. Pada fase awal proses infeksi (imunokompeten) akan terjadi respon
Universitas Sumatera Utara
13
imun berupa peningkatan aktivasi imun, yaitu pada tingkat seluler (HLA-DR; sel T; IL-2R); serum atau humoral (beta-2 mikroglobulin,neopterin,CD8, IL-R) dan antibodi upregulation (gp 120, anti p24; IgA). Induksi sel T helper dan sel-sel lain diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-sel faktor sistem imun agar tetap berfungsi dengan baik. Infeksi HIVakan menghancurkan sel-sel T, sehingga T-helper tidak dapat memberikan induksi kepada sel-sel efektor sistem imun. Dengan tidak adanya T-helper, sel-sel efektor sistem imun seperti T8 sitotoksik, sel NK, monosit dan sel B tidak dapat berfungsi dengan baik.Daya tahan tubuh menurun sehingga pasien jatuh ke dalam stadium lebih lanjut. Saat ini darah pasien menunjukkan jumlah virus yang sangat tinggi, yang berarti banyak virus lain dalam darah. Sejumlah virus dalam darah atau plasma per millimeter mencapai 1 juta.Orang dewasa yang baru terinfeksi sering menunjukkan sindrom retroviral akut. Tanda dan gejala dari sindrom retroviral akut ini meliputi: panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare, berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan dan timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah beberapa hari dan sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononukleosis. Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ pada nodus limfa dan thymus selama waktu tersebut, yang membuat individu yang terinfeksi HIVakan mungkin terkena infeksi oportunistik dan membatasi kemampuan thymus untuk memproduksi limfosit T. Tes antibodi HIVmenggunakan enzym linked imunoabsorbent assay (ELISA) yang akan
menunjukkan
hasil
positif.Setelah
infeksi
akut,
dimulailah
infeksi
HIVasimptomatik (tanpa gejala).Masa tanpa gejala ini bisa berlangsung selama 8-10 tahun.Tetapi ada sekelompok orang yang perjalanan penyakitnya sangat cepat, hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula yg perjalanannyasangatlambat.Seiring dengan memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala akibat infeksi oportunistik (penurunan berat badan, demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
14
Pada fase ini disebut dengan imunodefisiensi, dalam serum pasien yang terinfeksi HIVditemukan adanya faktor supresif berupa antibodi terhadap poliferasi sel
T.
Adanya
supresif
pada
proliferasi
sel
T
tersebut
dapatmenekansintesisdansekresilimfokin.Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkoba.Lamanya penggunaan jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumonia dan tuberkulosis. Infeksi oleh kuman lain akan membuat HIV membelah lebih cepat. Selain itu dapat mengakibatkan reaktivasi virus di dalam limfosit T sehingga perjalanan penyakit bisa lebih progresif. 1.
Stadium pertama: HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIVdan diikuti terjadinya perubahan serologis kita antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif.Rentang waktu sejak HIVmasuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIVmenjadi positif disebut window period.Lama window period antara satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai enam bulan. 2.
Stadium kedua: Asimptomatik (tanpa gejala)
Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIVtetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala.Keadaan ini dapat berlangsung rerata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIVkepada orang lain. 3.
Stadium ketiga : pembesaran kelenjar getah bening secara menetap dan merata
(Persistent Generalized Lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung lebih dari satu bulan. 4.
Stadium keempat : AIDS
Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf dan penyakit infeksi sekunder.2
Universitas Sumatera Utara
15
2.2.5 Diagnostik Infeksi HIV&AIDS Algoritma standar (tahapan prosedur) dalam pemeriksaan HIV mencakup: 1. Skrining awal menggunakan enzyme immunoabsorbent assay (EIA) berlisensi FDA yang sensitif, dilanjutkan dengan 2. Konfirmasi dengan uji Western blot berlisensi FDA yang spesifik.
Pemeriksaan awal untuk skrining status antibodiHIVpada orang dewasa adalah EIA.EIA mendeteksi antibodi yang diproduksi sebagai respons terhadap HIV.Infeksi HIVmenimbulkan reaksi dalam EIA; oleh sebab itu, hasil positif disebut reaktif.EIA sensitif karena mendeteksi hampir semua darah yang mengandung antibodiHIV(uji positif sejati), namun EIA tidak spesifik.EIA terkadang memberikan hasil positif-palsu. Hasil positif palsu pada EIA dapat disebabkan oleh kondisi berikut: Kontaminasi dalam laboratorium Kehamilan kembar Reaktivitas silang dengan retrovirus lain Riwayat penggunaan obat suntik Hemofilia Alkoholisme disertai hepatitis Hemodialisis
Hasil negatif palsu jarang dihasilkan oleh EIA.Hasil negatif palsu dapat terjadi pada fase awal infeksi HIVatau pada fase akhir infeksi HIV.Pada fase awal, terdapat interval ketika pemeriksaan dapat menjadi negatif karena pasien belum memproduksi antibodimelawan HIV.Walaupun EIA awal mungkin reaktif, hasil ini tidak boleh dianggap sebagai uji positif sampai EIA lain diulang pada sampel darah yang sama. Jika dua kali pemeriksaan adalah reaktif, pemeriksaan dilaporkan sebagai reaktif berulang dan hasil ditegaskan dengan menggunakan pemeriksaan antibodi kedua yang lebih spesifik disebut Western blot.Western blot tidak digunakan sebagai pemeriksaan skrining awal karena mahal dan lama.Western blot adalah prosedur
Universitas Sumatera Utara
16
imunoelektroforesis yang mengidentifikasikan antibodi hingga sembilan protein virus yang spesifik. Hasil uji Western blot dilaporkan sebagai positif sejati atau samar.
Hasil positif sejati menunjukkan bahwa serum antibodiHIVpositif bereaksi dengan sembilan antigen virus. Hal ini berarti bahwa pasien terinfeksi HIV.
Hasil samar menunjukkan bahwa antibodi yang melawan antigen virus tidak cukup untuk dapat dideteksi. Pemeriksaan sebaiknya diulang dalam 1 bulan.
Jika hasil pemeriksaan samar, dapat berarti bahwa pemeriksaan terlalu cepat dilakukan untuk dapat mendeteksi antibodiHIVatau darah telah memproduksi sesuatu yang menimbulkan reaksi terhadap pemeriksaan.
Apabila hasil pemeriksaan tetap samar selama 6 bulan atau lebih, kondisi ini disebut samar yang stabil. Jika hasil tetap samar yang stabil selama 6 bulan atau lebih, pasien dianggap tidak terinfeksi kecuali kondisi klinis HIV muncul.
Pemeriksaan tambahan lain yang tidak lazim digunakan meliputi :
P24 antigen assay HIV-1
Viral load assay
Kultur virus
Polymerase chain reaction (PCR)
Infeksi HIVselama kehamilan biasanya dapat didiagnosis menggunakan algoritma standar yang terdiri atas EIA dan Western blot.Karena beberapa keluhan dan masalah umum yang terkait kehamilan serupa dengan keluhan dan masalah umum yang timbul pada fase awal infeksi HIV, diagnosis banding yang akurat mungkin sulit untuk didapatkan sehingga, diagnosis HIVtertunda.8 2.2.6. Penularan HIVSecara Vertikal Penularan HIVsecara vertikal terjadi saat virus yang berasal dari ibu ditularkan ke bayinya selama periode perinatal.Penularan dapat terjadi selama periode antepartum, intrapartum, atau pascapartum. HIVtelah diisolasi dari berbagai sumber (embrio pada awal kehamilan, darah, air susu ibu, cairan amnion, darah tali pusat, dan plasenta), yang mengindikasikan beragam rute penularan ke janin atau bayi baru lahir yang potensial. Virus diisolasi didalam tubuh janin berusia 13 sampai 20 minggu,
Universitas Sumatera Utara
17
namun penularan umumnya diyakini paling sering terjadi pada akhir kehamilan. Pada populasi yang tidak menyusui, penularan antepartum menyebabkan infeksi sebanyak 25% sampai 40%, dan penularan intrapartum menyebabkan infeksi HIVsebanyak 60% hingga 75%. Pada populasi dengan pemberian ASI, penularan antepartum menyebabkan
infeksi
sebanyak
20
sampai
25%,
penularan
intrapartum
mengakibatkan infeksi sebanyak 60% hingga 70%, dan penularan pascapartum menyebabkan infeksi sebanyak 10% hingga 15%. Penularan antepartum kemungkinan besar terjadi melalui penularan HIV transplasenta.Salah satu contoh adalah ketika HIVditularkan setelah timbul gangguan pada plasenta, seperti pada abrupsio plasenta atau selama amniosintesis.Penularan intrapartum dapat terjadi melalui transfusi darah ibu-janin selama persalinan dan melalui kontak bayi dengan darah yang terinfeksi atau sekresi maternal lain selama pelahiran. Penularan pascapartum dapat terjadi melalui inokulasi jika bayi disuntik sebelum sekresi maternal dikeluarkan dari tubuhnya, atau melalui proses menyusui karena pemajanan mulut dan saluran cerna bayi dalam waktu lama terhadap ASI yang terinfeksi.8 2.2.7. Faktor Resiko Penularan HIVdari Ibu ke Bayi 1.
Selama Kehamilan
Tingginya muatan virus (viral load) ibu Muatan virus yang tinggi merupakan faktor utama yang mempengaruhi resiko penularan HIVdari ibu ke bayi.Namun meskipun diketahui selama kehamilan, bayi mungkin tertular HIVdari ibunya yang memiliki viral load yang tinggi.Selain itu, ibu juga memilki masa jendela (window period) selama 6 bulan setelah ibu terinfeksi HIV.Pada masa ini HIV telah ada dalam tubuhnya, tetapi tubuh belum membentuk antibodi tehadap HIV sehingga hasilnya adalah negatif palsu.
Infeksi plasenta (virus,bakteri,parasit) Tidak semua bayi yang dikandung oleh ibu yang positif terinfeksi HIVakan terinfeksi HIVjuga seperti ibunya. Karena ada plasenta yang melindungi janin dari infeksi HIV. Plasenta akan memisahkan sirkulasi darah janin dan ibu melalui beberapa lapisan
Universitas Sumatera Utara
18
selnya. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan dapat menembus plasenta, namun HIVbiasanya tidak dapat menembusnya.Kekuatan plasenta dalam melindungi janin terhadap infeksi HIVmengalami gangguan bila ada infeksi serta daya tahan tubuh ibu yang sangat rendah. Hal ini akan menyebabkan virus HIV dapat menembus plasenta, sehingga terjadi resiko penularan terhadap bayi. Infeksi parasit seperti malaria juga dapat merusak plasenta sehingga memudahkan virus HIVmenembus plasenta untuk menginfeksi bayi.
Ibu memiliki infeksi menular seksual Bila menderita infeksi pada saluran reproduksinya maka kadar HIVibu akan meningkat sehingga resiko penularan HIVke bayi akan meningkat.
Ibu menderita kekurangan gizi Bila ibu memiliki berat badan rendah selama kehamilan serta kekurangan mikronutrisi (vitamin, mineral, zat logam), maka resiko terkena penyakit infeksi juga meningkat.
2.
Selama Persalinan
Tingginya muatan virus (viral load) ibu Jumlah virus dalam tubuh ibu yang sangat tinggi akan meningkatkan resiko penularan HIVpada bayi selama persalinan.
Ibu mengalami pecah ketuban dini Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan resiko penularan sampai 2 kali lipat bila dibandingkan bila ketuban pecah kurang dari 4 jam sebelum persalinan. Hal ini disebabkan karena proses persalinan yang berlangsung lama, dapat meningkatkan kontak antara bayi dengan darah dan lendir ibu.
Persalinan yang invasif Persalinan yang menggunakan tindakan medis secara invasif seperti penggunaan elektroda pada kepala janin, penggunaan vakum atau forceps dan episiotomy dapat meningkatkan resiko penularan HIVdari ibu ke bayi selama proses persalinan.
Khorioamnionitis Ibu yang memiliki khorioamnionitis yang disebabkan karena penyakit Infeksi Menular Seksual, yang tidak diobati atau infeksi lainnya, juga meningkatkan resiko penularan HIVdari ibu ke bayi.
Universitas Sumatera Utara
19
3.
Selama Menyusui ASI
Ibu baru terinfeksi HIV Ibu yang baru terinfeksi HIVmudah menularkan HIVke bayinya.
Durasi menyusui yang lama Ibu yang memberikan ASI dalam periode waktu yang lama dapat menyebabkan bayi tertular HIVdari ibu.Hal ini disebabkan karena ASI dari ibu yang terinfeksi HIVterbukti mengandung HIV, meskipun konsentrasinya lebih rendah dari yang ditemukan di darah.
Pemberian makanan campuran pada tahap lama Pemberian makanan campuran (mixed feeding) yaitu pemberian ASI yang diberikan bersamaan susu formula dan makanan padat lainnya berkemungkinan dapat menyebabkan bayi memiliki resiko terinfeksi HIV lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang diberikan susu formula saja atau ASI eksklusif. Hal ini diperkirakan karena air dan makanan padat yang kurang bersih (terkontaminasi) dapat merusak usus bayi yang mendapatkan makanan campuran pada tahap awal ini, sehingga HIVdari ASI dapat merusak tubuh bayi.
Ibu mengalami mastitis atau abses pada payudara Ibu yang memiliki masalah pada payudara, seperti mastitis, abses, infeksi pada putting susu, luka pada puting susu, maupun puting susu yang retak dapat menambah resiko penularan HIVdari ibu ke bayi.
Penyakit mulut pada bayi
Bayi yang memiliki luka atau lesi di mulutnya memiliki resiko tertular HIVlebih besar pada saat diberikan ASI, terutama pada bayi yang berusia dibawah 6 bulan.19 2.2.8. Pencegahan Penularan HIV Perinatal Pencegahan penularan HIVdari ibu ke anak dilaksanakan melalui kegiatan komprehensif yang meliputi empat pilar (4 prong), yaitu: 1. Pencegahan penularan HIVpada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun) 2. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIVpositif
Universitas Sumatera Utara
20
3. Pencegahan penularan HIVdari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya 4. Dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya A. Prong 1: Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIVpadaanak adalah dengan mencegah penularan HIVpada perempuan usia reproduksi 15-49 tahun (pencegahan primer). Pencegahan primer bertujuan mencegah penularan HIVdari ibu ke anak secara dini, yaitu baik sebelum terjadinya perilaku hubungan seksual berisiko atau bila terjadi perilaku seksual berisiko maka penularan masih bisa dicegah, termasuk mencegah ibu dan ibu hamil agar tidak tertular oleh pasangannya yang terinfeksi HIV. Upaya pencegahan ini tentunya harus dilakukan dengan penyuluhan dan penjelasan yang benar terkait penyakit HIV dan AIDS, dan penyakit IMS dan didalam koridor kesehatan reproduksi. Isi pesan yang disampaikan tentunya harus memperhatikan usia, norma, dan adat istiadat setempat, sehingga proses edukasi termasuk peningkatan pengetahuan komprehensif terkait HIV dan AIDS dikalangan remaja semakin baik. Untuk menghindari perilaku seksual yang berisiko upaya mencegah penularan HIVmenggunakan strategi “ABCD”, yaitu: • A (Abstinence), artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi orang yang belum menikah; • B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-ganti pasangan); • C (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan kondom; • D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.7,20 B. Prong 2: Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakanpada perempuan dengan HIV
Universitas Sumatera Utara
21
Perempuan dengan HIVberpotensi menularkan virus kepada bayi yang dikandungnyajika hamil.Karena itu,ODHAperempuan disarankan untuk mendapatkan akses layanan yang menyediakan informasi dan sarana kontrasepsi yang aman dan efektif untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Konseling yang berkualitas,penggunaanalat kontrasepsi yang aman dan efektif serta penggunaan kondom secara konsisten akan membantu perempuan dengan HIV agar melakukan hubungan seksual yang aman, serta menghindari terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan. Perlu diingat bahwa infeksi HIVbukan merupakan indikasi aborsi. • Perempuan dengan HIVyang tidak ingin hamil dapat menggunakan kontrasepsiyang sesuai
dengan
kondisinya
dan
disertai
penggunaan
kondom
untuk
mencegahpenularan HIVdan IMS. • Perempuan dengan HIVyang memutuskan untuk tidak mempunyai anak lagidisarankan
untuk
menggunakan
kontrasepsi
mantap
dan
tetap
menggunakankondom. Kontrasepsi untuk perempuan yang terinfeksi HIV: • Menunda kehamilan: kontrasepsi jangka panjang + kondom • Tidak mau punya anak lagi: kontrasepsi mantap + kondom Sejalan dengan kemajuan pengobatan HIVdan intervensi PPIA, ibu dengan HIVdapatmerencanakan kehamilannya dan diupayakan agar bayinya tidak terinfeksi HIV.Petugaskesehatan harus memberikan informasi yang lengkap tentang berbagai kemungkinanyang dapat terjadi, terkait kemungkinan terjadinya penularan, peluang anak untuk tidak terinfeksi HIV. Dalam konseling perlu juga disampaikan bahwa perempuan dengan HIVyang belum terindikasi untuk terapi ARV bila memutuskan untuk hamil akan menerima ARV seusia hidupnya. Jika ibu sudah mendapatkan terapi ARV, jumlah virus HIVdi tubuhnya menjadi sangat rendah (tidak terdeteksi), sehingga risiko penularan HIVdari ibu ke anak menjadi kecil, artinya, ia mempunyai peluang besar untuk memiliki anak HIVnegatif. Ibu dengan HIVberhak menentukan
Universitas Sumatera Utara
22
keputusannya sendiri atau setelah berdiskusi dengan pasangan, suami atau keluarganya. Perlu selalu diingatkanwalau ibu atau pasangannya sudah mendapatkan ARV demikian penggunaan kondom harus tetap dilakukan setiap hubungan seksual untuk pencegahan penularan HIV pada pasangannya.7 C. Prong 3: Pencegahan penularan HIVdari ibu hamil dengan HIVke bayi yang dikandungnya Strategi pencegahan penularan HIVpada ibu hamil yang telah terinfeksi HIVini merupakan inti dari kegiatan Pencegahan Penularan HIVdari Ibu ke Anak. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif mencakup kegiatan sebagai berikut: 1. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV; 2. Diagnosis HIV 3. Pemberian terapi antiretroviral; 4. Persalinan yang aman; 5. Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi dan anak; 6. Menunda dan mengatur kehamilan; 7. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak; 8. Pemeriksaan diagnostik HIVpada anak. Semua jenis kegiatan di atas akan mencapai hasil yang efektif jika dijalankan secara berkesinambungan. Kombinasi kegiatan tersebut merupakan strategi yang paling efektif untuk mengidentifikasi perempuan yang terinfeksi HIVserta mengurangi risiko penularan HIVdari ibu ke anak pada periode kehamilan, persalinan dan pasca kelahiran.Pelayanan KIA yang komprehensif meliputi pelayanan prapersalinan dan pascapersalinan,serta layanan kesehatan anak.Konseling dan tes HIVdalam PPIA komprehensif dilakukan melalui pendekatanKonseling dan Tes atas Inisiasi Petugas Kesehatan (KTIP), yang merupakan komponen penting dalam upaya pencegahan penularan HIVdari ibu ke anak. Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk membuat keputusan klinis danatau menentukan pelayanan medis khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIVseseorang,seperti pada saat
Universitas Sumatera Utara
23
pemberian ARV.Apabila seseorang yang datang ke layanan kesehatan dan menunjukan adanya gejala yang mengarah ke HIV, tanggung jawab dasar dari petugas kesehatan adalah menawarkan tes dan konseling HIVkepada pasien tersebut sebagai bagian dari tatalaksana klinis.Berbagai bentuk layanan di klinik KIA, seperti imunisasi untuk ibu, pemeriksaan IMS terutama sifilis, pemberian suplemen zat besi dapat meningkatkan status kesehatan semua ibu hamil, termasuk ibu hamil dengan HIV.Hendaknya klinik KIA juga menjangkau dan melayani suami atau pasangannya, sehingga timbul keterlibatan aktif para suami atau pasangannya dalam upaya pencegahan penularan HIVdari ibu ke anak.Upaya pencegahan IMS, termasuk penggunaan kondom, merupakan bagian pelayanan IMS dan HIVserta diintegrasikan dalam pelayanan KIA. 1. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV
Pelayanan tes HIVmerupakan upaya membuka akses bagi ibu hamil untuk mengetahui status HIV, sehingga dapat melakukan upaya untuk mencegah penularan HIVke bayinya,memperoleh pengobatan ARV sedini mungkin, dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan tentang HIV dan AIDS. 2. Diagnosis HIV
Pemeriksaan
diagnostik
infeksi
HIVdapat
dilakukan
secara
virologis
(mendeteksiantigen DNA atau RNA) dan serologis (mendeteksi antibodi HIV) pada specimen darah.Pemeriksaan diagnostik infeksi HIVyang dilakukan di Indonesia umumnyaadalah pemeriksaan serologis menggunakan tes cepat (Rapid Test HIV) atau ELISA.Pemeriksaan diagnostik tersebut dilakukan secara serial dengan menggunakan tiga reagen HIVyang berbeda dalam hal preparasi antigen, prinsip tes, dan jenis antigen, yang memenuhi kriteria sensitivitas dan spesifitas.7 3. Pemberian Terapi Antiretroviral
Sampai sekarang belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIVdan AIDS, namun dengan terapi antiretroviral, jumlah virus di dalam tubuh dapat ditekan sangat rendah, sehingga ODHA dapat tetap hidup layaknya orang sehat.
Universitas Sumatera Utara
24
Terapi ARVbertujuan untuk: • Mengurangi laju penularan HIVdi masyarakat, • Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV, • Memperbaiki kualitas hidup ODHA, • Memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan tubuh, dan • Menekan replikasi virus secara maksimal. Cara paling efektif untuk menekan replikasi HIVadalah dengan memulai pengobatan dengan kombinasi ARV yang efektif.Semua obat yang dipakai harus dimulai pada saatyang bersamaan pada pasien baru. Terapi kombinasi ARV harus menggunakan dosisdan jadwal yang tepat.Obat ARV harus diminum terus menerus ODHAsecara teratur untukmenghindari timbulnya resistensi.Diperlukan peran serta aktif pasien dan pendamping atau keluarga dalam terapi ARV.Di samping ARV, timbulnya infeksi oportunistik harus mendapat perhatian dan tatalaksana yang sesuai.Penentuan saat yang tepat untuk memulai terapi obat antiretroviral (ARV) padadewasa didasarkan pada kondisi klinis pasien (stadium klinis WHO) atau hasilpemeriksaan CD4.Namun pada ibu hamil, pasien TB dan penderita Hepatitis B kronikaktif yang terinfeksi HIV, pengobatan ARV dapat dimulai pada stadium klinis apapunatau tanpa menunggu hasil pemeriksaan CD4.Pemeriksaan CD4 tetap diperlukanuntuk pemantauan pengobatan. Pemberian ARV pada ibu hamil dengan HIVselain dapat mengurangi risiko penularan HIVdari ibu ke anak, adalah untuk mengoptimalkan kondisi kesehatan ibu dengan cara menurunkan kadar HIV serendah mungkin. Pilihan terapi yang direkomendasikan untuk ibu hamil dengan HIVadalah terapi menggunakan kombinasi tiga obat (2 NRTI + 1 NNRTI).Seminimal mungkin hindari triple nuke (3 NRTI).
Universitas Sumatera Utara
25
Tabel 2.3. Pedoman Tatalaksana dan Pemberian ARV7 Populasi Target Pasien naiveHIV+ Pasien naiveHIV+ dengan gejala
Ibu hamil
Pedoman Tatalaksana dan Pemberian ARV (2011) CD4≤350 sel/mm3 asimtomatik Stadium 2 dengan CD4≤350 sel/mm3 atau Stadium 3 atau 4 tanpa memandang nilai CD4-nya - ARV diberikan mulai pada usia kehamilan ≥14 minggu,berapa pun stadium klinis dan nilai CD4-nya - Jika usia kehamilannya <14 minggu namun ada indikasi,ARV dapat segera diberikan
Data yang tersedia menunjukkan bahwa pemberian ARV kepada ibu selama hamildan dilanjutkan selama menyusui adalah intervensi PPIAyang paling efektif untuk kesehatan ibu dan juga mampu mengurangi risiko penularan HIVdan kematian bayi. Pemberian ARV disesuaikan dengan kondisi klinis ibu dan mengikuti ketentuan sebagai berikut : • Ibu hamil merupakan indikasi pemberian ARV. • Untuk perempuan yang status HIV-nya diketahui sebelum hamilan, dan pasiensudah mendapatkan ART, maka saat hamil ART tetap diteruskan dengan regimenyang sama seperti saat sebelum hamil. • Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui sebelum usia kehamilannya14 minggu, jika ada indikasi dapat diberikan ART. Namun jika tidak ada indikasi,pemberian ART ditunggu hingga usia kehamilannya 14 minggu. Regimen ART yang diberikan sesuai dengan kondisi klinis ibu.
Universitas Sumatera Utara
26
• Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui pada usia kehamilan ≥ 14 minggu,segera diberikan ART berapapun nilai CD4 dan stadium klinisnya. Regimen ARTyang diberikan sesuai dengan kondisi klinis ibu. • Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui sesaat menjelang persalinan,segera diberikan ART sesuai kondisi klinis ibu. Pilihan kombinasi regimen ARTsama dengan ibu hamil yang lain.7,16 4. Persalinan aman Pemilihan persalinan yang aman diputuskan oleh ibu setelah mendapatkan konseling lengkap tentang pilihan persalinan, risiko penularan, dan berdasarkan penilaian dari tenaga kesehatan.Pilihan persalinan meliputi persalinan per vaginam dan per abdominam (bedah sesar atau sectio sesarea).Dalam konseling perlu disampaikan mengenai manfaat terapi ARV sebagai cara terbaik mencegah penularan HIVdari ibu ke anak. Dengan terapi ARV yang sekurangnya dimulai pada minggu ke14 kehamilan, persalinan per vaginam merupakan persalinan yang aman. Apabila tersedia fasilitas pemeriksaan viral load, dengan viral load< 1.000 kopi/µL, persalinan per vaginam aman untuk dilakukan. Persalinan bedah sesar hanya boleh didasarkan atas indikasi obstetrik atau jika pemberian ARV baru dimulai pada saat usia kehamilan 36 minggu atau lebih, sehingga diperkirakan viral load> 1.000 kopi/µL. Tabel 2.4. Persyaratan Persalinan Pervaginam dan Perabdominal Persalinan pervaginam Syarat: Pemberian ARV mulai pada < 14 minggu (ART> 6 bulan); atau • VL >1.000 kopi/Μl -
Beberapa
hasil
Persalinan perabdominam Syarat: Ada indikasi obstetrik; dan VL <1.000 kopi/µL atau Pemberian ARV dimulai usiakehamilan > 36 minggu
penelitianmenyimpulkan
bahwa
bedah
pada
sesar
akan
mengurangiresiko penularan HIVdari ibu ke bayi hingga sebesar 2%–4%, namun perludipertimbangkan:
Universitas Sumatera Utara
27
a. Faktor keamanan ibu pasca bedah sesar. Sebuah penelitian menyebutkan bahwakomplikasi minor dari operasi bedah sesar seperti endometritis, infeksi luka dan infeksi saluran kemih lebih banyak terjadi pada ODHA dibandingkan nonODHA. Namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara ODHA dan bukan ODHA terhadap risiko terjadinya komplikasi mayor seperti pneumonia, efusi pleura ataupun sepsis. b. Fasilitas pelayanan kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan, apakah memungkinkan untuk dilakukan bedah sesar atau tidak. c. Biaya bedah sesar yang relatif mahal.7-9 5. Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi/anak Pemilihan makanan bayi harus didahului dengan konseling tentang risiko penularan HIVmelalui ASI.Konseling diberikan sejak perawatan antenatal atau sebelum persalinan.Pengambilan keputusan oleh ibu dilakukan setelah mendapat informasi secara lengkap.Pilihan apapun yang diambil oleh ibu harus didukung.
Ibu
dengan HIV yang sudah dalam terapi ARV memiliki kadar HIVsangat rendah,sehingga aman untuk menyusui bayinya.World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusifselama 6 bulan untuk bayi lahir dari ibu yang HIVdan sudah dalam terapi ARV untuk kelangsungan hidup anak (HIV-free and child survival). Eksklusif ART-nya hanya diberikan ASI saja, tidak boleh dicampur dengan susu lain (mixed feeding). Setelah bayi berusia 6 bulan pemberian ASI dapat diteruskan hingga bayi berusia 12 bulan, disertai dengan pemberian makanan padat.Bila ibu tidak dapat memberikan ASI eksklusif, maka ASI harus dihentikan dan digantikan dengan susu formula untuk menghindari mixed feeding.7,17,20 6.Mengatur kehamilan dan Keluarga Berencana Seperti telah disebutkan pada Prong 2, semua jenis kontrasepsi yang dipilih oleh ibu dengan HIVharus selalu disertai penggunaan kondom untuk mencegah IMS dan HIV.Kontrasepsi pada ibu atau perempuan HIVpositif :
Universitas Sumatera Utara
28
• Ibu yang ingin menunda atau mengatur kehamilan, dapat menggunakan kontrasepsi jangka panjang. • Ibu yang memutuskan tidak punya anak lagi, dapat memilih kontrasepsi mantap. 7,20 7. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak Pemberian profilaksis ARV dimulai hari pertama setelah lahir selama 6 minggu.Obat ARV yang diberikan adalah zidovudine (AZT atau ZDV) 4 mg/kgBB diberikan 2 kali sehari.Selanjutnya anak dapat diberikan kotrimoksazol profilaksis mulai usia 6 minggu dengan dosis4-6 mg/kgbb, satu kali sehari, setiap hari sampai usia 1 tahun atau sampai diagnosis HIVditegakkan.7-9 8. Pemeriksaan diagnostik HIVpada bayi yang lahir dari ibu denganHIV Penularan HIVpada anak dapat terjadi selama masa kehamilan, saat persalinan, dan menyusui. Antibodi HIVdari ibu dapat berpindah ke bayi melalui plasenta selama kehamilan berada pada darah bayi/anak hingga usia 18 bulan. Penentuan status HIVpada bayi/anak (usia<18 bulan) dari ibu HIVtidak dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan diagnosis HIV(tes antibodi) biasa. Pemeriksaan serologis antiHIVdanpemeriksaan virologis HIVRNA (PCR) dilakukan setelah usia 18 bulan atau dapat dilakukan lebih awal pada usia 9-12 bulan, dengan catatan bila hasilnya positif, maka harus diulang setelah usia 18 bulan.Pemeriksaan virologis, seperti HIVDNA (PCR), saat ini sudah ada di Indonesia dan dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis HIVpada anak usia di bawah 18 bulan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan minimal 2 kali dan dapat dimulai ketika bayi berusia 4-6 minggu dan perlu diulang 4 minggu kemudian.Pemeriksaan HIVDNA (PCR) adalah pemeriksaan yang dapat menemukan virus atau partikel virus dalam tubuh bayi dan saat ini sedang dikembangkan di Indonesia untuk diagnosis dini HIV pada bayi (early infant diagnosis, EID).7
Universitas Sumatera Utara
29
D. Prong 4: Pemberian Dukungan Psikologis, Sosial danPerawatan kepada Ibu dengan HIV beserta Anak dan Keluarganya Upaya pencegahan penularan HIVdari ibu ke anak tidak berhenti setelah ibu melahirkan.Ibu akan hidup dengan HIVdi tubuhnya. Ia membutuhkan dukungan psikologis, social dan perawatan sepanjang waktu. Hal ini terutama karena si ibu akan menghadapi masalah stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA. Faktor kerahasiaanstatus HIVibu sangat penting dijaga.Dukungan juga harus diberikan kepada anak dankeluarganya.7
Universitas Sumatera Utara