Lampiran 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengguna Narkoba Suntik Pengguna narkoba suntik (penasun) atau Injecting Drug User (IDU) adalah
individu yang menggunakan obat terlarang atau narkotika dengan cara disuntikkan menggunakan alat suntik ke dalam aliran darah. Penggunaan narkoba dengan cara disuntik merupakan salah satu cara penggunaan narkoba yang paling beresiko dalam penularan penyakit, hal tersebut dikarenakan narkoba langsung berhubungan dengan darah serta penggunaan jarum suntik yang bergantian dan tidak steril (BNN, 2006). Salah satu narkoba yang digunakan dengan cara disuntik adalah heroin. Heroin merupakan suatu opiate semi sintetik yang dibuat dari morfin yang terdapat dalam getah tanaman candu melalui serangkaian proses kimia sederhana yang bentuknya berupa bubuk. Cara penggunaannya adalah : 1. Serbuk heroin dicampur dengan air. Setelah tercampur, larutan tersebut disaring menggunakan kapas, lalu air hasil saringannya disedot menggunakan alat suntik, untuk kemudian cairan tersebut disuntikkan ke dalam urat nadi tangan. 2. Serbuk heroin diletakkan di atas kertas aluminium foil, kemudian bagian bawah dari kertas aluminium foil yang telah ditaburi serbuk putaw tersebut dibakar. Setelah berasap, asap tersebut dihirup (BNN,2007).
2.2
Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)
2.2.1
Pengertian Metadon Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
metadon adalah obat yang digolongkan dalam narkotika golongan dua. Metadon
merupakan suatu agonis sintetik opioid yang kuat dan diserap dengan baik secara oral dengan daya kerja jangka panjang, digunakan secara orak dibawah supervisi dokter dan digunakan untuk terapi bagi pengguna opiate. Metadon bekerja pada reseptor mu (µ) secara agonis penuh, dengan efek puncak 1-2 jam setelah diminum. Paruh waktu metadon pada umumnya adalah sekitar 24 jam. Penggunaan secara berkesinambungan akan diakumulasi pada berbagai bagian tubuh, namun khususnya pada hati. Proses akumulasi ini sebagian menjadi alasan mengapa toleransi atas penggunaan metadon berjalan lebih lambat daripada penggunaan morfin atau heroin. Efek analgesik dirasakan dalam 30-60 menit setelah diminum dan terjadi konsentrasi puncak di otak dalam waktu 1-2 jam setelah diminum, hal ini membuat konsumsi metadon tidak segera menimbulkan perasaan euphoria sebagaimana heroin/morfin. Metadon dilepas dari lokasi ikatan ekstra vascular ke plasma secara perlahan, sehingga penghentian penggunaan metadon secara mendadak tidak langsung menghasilkan gejala putus zat. Gejala putus zat baru akan dirasakan setelah beberapa waktu kemudian dan dialami beberapa hari lebih lama daripada gejala putus zat heroin (Permenkes Nomor 57 Tahun 2013). Metadon bukan terapi untuk menyembuhkan ketergantungan heroin. Tetapi metadon memberikan kesempatan kepada penggunanya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih stabil, mengurangi resiko terkait penggunaan narkoba suntik dan juga mengurangi kejahatan yang sering terkait dengan kecanduan. 2.2.2
Pengertian Program Terapi Rumatan Metadon Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonersia Nomor :
494/MENKES/SK/VII/2006 tentang Penetapan Rumah Sakit dan Satelin Uji Coba Pelayanan Terapi Rumatan Metadon Serta Pedoman Program Terapi Rumatan Metadon, Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) adalah kegiatan memberikan
metadon cair dalam bentuk sediaan oral kepada pasien sebagai terapi pengganti adiksi opioida yang biasa mereka gunakan. Metadon dipilih sebagai terapi utama substitusi karena memiliki efek menyerupai morfin dan kokain dengan masa kerja yang lebih panjang sehingga dapat diberikan satu kali sehari yang penggunaannya dengan cara diminum. Efek yang ditimbulkan metadon mirip dengan yang ditimbulkan heroin, namun efek “fly”-nya tidak senikmat heroin, sifat ketergantungannya tidak seburuk heroin dan gejala putus obatnya tidak seberat heroin (BNN, 2008). 2.2.3
Tujuan Terapi Metadon Menurut Preston penggunaan metadon bertujuan untuk mengurangi
penggunaan narkoba yang disuntikkan, sehingga jumlah penyebaran HIV/AIDS dapat berkurang, selain itu metadon juga dapat meningkatkan fungsi psikologis dan sosial, mengurangi risiko kematian dini, mengurangi tindak kriminal karena tingkat kecanduan yang dapat menyebabkan seorang pengguna menghalalkan berbagai macam cara untuk mendapatkan narkoba misalnya dengan mencuri atau merampok dapat ditekan, selain itu metadon juga bertujuan untuk mengurangi dampak buruk akibat penyalahgunaan narkoba itu sendiri. Dalam Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza) disebutkan tujuan dari terapi rumatan metadon adalah untuk mengurangi dampak buruk kesehatan, sosial dan ekonomi bagi setiap orang dan komunitas serta bukan untuk mengedarkan napza. Selain itu tujuan yang lain adalah : 1. Mengurangi resiko tertular atau menularkan HIV/AIDS serta penyakit lain yang ditularkan melalui darah (Hepatitis B dan C). 2. Memperkecil resiko overdosis dan penyulit kesehatan lain.
3. Mengalihkan dari zat yang disuntik ke zat yang tidak disuntikkan. 4. Mengurangi penggunaan napza yang berisiko, misalnya memakai peralatan suntik bergantian, memakai bermacam-macam napza bersama (polydrug use), menyuntikkan tablet atau disaring terlebih dahulu. 5. Mengurangi dorongan dan kebutuhan pecandu untuk melakukan tindakan kriminal. 6. Menjaga hubungan dengan pengguna napza. 7. Mengevaluasi kondisi kesehatan klien dari hari ke hari. 8. Memberi konseling rujukan dan perawatan. 9. Membantu pengguna napza menstabilkan hidupnya dan kembali ke komunitas umum. 2.2.4
Manfaat Terapi Metadon Menurut Preston terapi metadon memiliki beberapa manfaat, diantaranya :
1. Mengembalikan kehidupan pengguna sehingga mendekati kehidupan normal, 2. Pasien yang menggunakan metadon dapat selalu terjangkau oleh petugas karena pemakaian metadon yang digunakan secara oral atau diminum langsung di depan petugas, 3. Pasien berhenti/mengurangi menggunakan heroin, 4. Pasien berhenti/mengurangi menggunakan jarum suntik, 5. Meningkatkan kesehatan fisik dan status gizi karena pola hidup yang teratur, 6. Dapat membuat hubungan antara pasien dan keluarga menjadi lebih baik dan stabil, 7. Masa kerja dari metadon lebih panjang dibandingkan dengan heroin atau putaw, 8. Harga metadon tidak mahal atau murah dibandingkan dengan heroin dan putaw,
9. Metadon bersifat legal sehingga pasien tidak merasa takut tertangkap oleh polisi, dan metadon juga dapat diikuti dan disertai konseling, perawatan medis, dan pertolongan lain. Berdasarkan hasil uji coba Program Terapi Rumatan Metadon di RS Sanglah dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO), diperoleh hasil yang positif yaitu perbaikan kualitas hidup dari segi fisik, psikologi, hubungan sosial dan lingkungan, penurunan angka kriminalitas, penurunan depresi dan perbaikan kembali ke aktivitas sebagai anggota masyarakat (Depkes RI, 2007). 2.2.5
Dosis Terapi Metadon Dosis awal yang dianjurkan adalah 15-30mg untuk tiga hari pertama.
Kematian sering kali terjadi bila menggunakan dosis awal yang melebihi 40mg. pasien harus diobservasi 45 menit setelah pemberian dosis awal untuk memantau tanda-tanda toksisitas atau gejala putus obat. Jika terdapat intoksikasi atau gejala putus obat berat, maka dosis akan dimodifikasi sesuai dengan keadaan (Kepmenkes Nomor 494/MENKES/SK/VII/2006). 2.2.6
Efek Pemberian Metadon Penelitian menunjukkan bahwa efek samping metadon adalah sedasi,
konstipasi, berkeringat, kadang-kadang adanya pembesaran (oedema) persendian pada perempuan dan perubahan libido pada laki-laki dan juga perempuan, yang dapat diatasi dengan medika simtomatik. Efek samping yang umumnya dirasakan dalam waktu lama adalah konstipasi, berkeringat secara berlebihan dan keluhan berkurangnya libido dan disfungsi seksual. Namun demikian efek samping ini dilaporkan semakin dapat diatasi seiring dengan retensi pasien berada dalam program (Permenkes Nomor 57 Tahun 2013).
2.2.7
Pelayanan Terapi Metadon Pelayanan metadon memiliki prosedur yang harus diikuti oleh seluruh
pengguna metadon. Prosedur tersebut meliputi : 1. Pendaftaran pasien, dimana petugas administrasi mencatat data pasien di status pasien lalu mencatat kembali ke buku register dan membuat kartu status pasien. 2. Pencatatan identitas, dimana pekerja sosial/perawat melakukan pencatatan lengkap identitas pasien pada status pasien. 3. Penilaian klinis yang dilakukan oleh dokter dengan membuat rencana terapi dan menerangkan keadaan pasien kemudian memberikan resep metadon dan obat lain bila diperlukan, dokter mencatat setiap rencana pemberian metadon dan terapi lainnya ke status pasien dan dokter berhak memberikan Take Home Dose dengan persyaratan yang berlaku. Adapun penilaian yang dilakukan oleh perawat dengan memberikan KIE kepada pasien baru dan membuat tagihan pembayaran metadon, dan yang dilakukan oleh pasien adalah menyerahkan fotokopi KTP dan pas foto 3×4 sebanyak 1 lembar. 4. Pembayaran metadon, yang dilakukan oleh petugas kasir adalah menerima pembayaran metadon dari pasien dan memberikan bukti pembayaran kepada pasien. 5. Pemberian metadon yang dilakukan oleh petugas farmasi dengan menerima bukti pembayaran metadon kemudian petugas menyiapkan, memberikan, dan menyaksikan pasien minum metadon, kemudian petugas mencatat pemberian metadon dan menandatangani bukti pemberian metadon yang dilakukan oleh perawat adalah menanyakan keluhan pasien sebelum minum metadon, menyaksikan, dan memastikan pasien minum metadon, kemudian mencatat pemberian metadon dan mengingatkan pasien untuk datang kembali sesuai
jadwal. Pada pemberian metadon yang dilakukan oleh pasien adalah minum metadon di depan petugas dan menandatangani bukti pemberian metadon (Depkes RI, 2006). 2.2.8
Alur Pasien Pasien Datang sendiri/rujukan
Petugas Rekam Medis : Catat, Administrasi, Form Status, Bayar Pemeriksaan Lab Form, Kontrak terapi, Informent Consent, Kartu Identitas
Ruang PRMPRM : Penilaian fisik dan mental emosional Penetapan diagnosis Perencanaan Terapi Penentuan Dosis
Pemeriksaan Radiologi Ruang Konseling : Adiksi-Metadon Keluarga-VCT Terapi Infeksi Oportunistik + ART
KELUAR
Loket pemberian metadon (ruang dispensing) : Periksa identitas, dosis, sikap,gejala Pasien minum Tanda tangan pasien Catat-lapor oleh petugas (perawat/asisten apoteker)
Gambar 2.1 Alur Pelayanan Pasien PTRM Sumber : Kepmenkes Nomor 494/MENKES/SK/VII/2006
2.3
Faktor
yang Berhubungan dengan Keikutsertaan Penasun dalam
Program Terapi Rumatan Metadon Berbagai faktor yang berpengaruh dalam keikutsertaan pasien pada suatu program perawatan untuk mencapai tingkat kesehatannya, yaitu faktor yang berasal dari pasien itu sendiri dalam hal ini terkait dengan faktor perilaku pasien tersebut seperti pengetahuan dan sikap. Disamping itu layanan kesehatan seperti jarak tempuh menuju ke layanan kesehatan merupakan faktor pemungkin pasien untuk mengikuti
suatu program perawatan dan dukungan keluarga dan teman menjadi faktor penguat pasien untuk mengikuti suatu program perawatan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan penasun dalam program terapi rumatan metadon berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, yaitu : 2.3.1
Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan hal ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting untuk membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuan diperlukan
sebagai dukungan dalam menumbuhkan sikap dan perilaku, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan adalah fakta pendukung tindakan seseorang. Pengetahuan seseorang mempunyai enam tingkatan pengetahuan, yaitu : 1. Tahu Kemampuan untuk mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. 2. Memahami Kemampuan untuk menjelaskan dengan benar mengenai objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara tepat. 3. Aplikasi Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi yang sesungguhnya. 4. Analisis Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponenkomponen, namun masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih berkaitan satu sama lain.
5. Sintesis Kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada (Notoatmodjo, 2010b). Hasil penelitian Wihastuti, dkk (2010) menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan motivasi mengikuti program terapi rumatan metadon pada pengguna napza suntik. Sejalan dengan hasil penelitian Kory (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan keaktifan pengguna narkoba suntik terhadap pelayanan metadon dan Tampubolon, D.R. (2012) yang menyatakan bahwa pengetahuan berhubungan dengan kepatuhan berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Marowa Kabupaten Deli Serdang. 2.3.2
Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau
objek tertentu yang telah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang saling berkaitan (Notoatmodjo, 2010a). Fungsi sikap belum menggambarkan suatu perbuatan atau tindakan akan tetapi merupakan predisposisi perilaku yang menunjukkan reaksi tertutup. Sikap berbeda dengan perilaku dan perilaku tidak selalu mencerminkan sikap seseorang karena sering kali seseorang cenderung menunjukkan perilaku yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi mengenai subjek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosial (Sarwono, 2007). Komponen atau struktur sikap menurut Mar’at (1984) adalah kognisi yang berhubungan dengan kepercayaan atau keyakinan, afeksi yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang dan kognisi yang merupakan kecenderungan berperilaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah
1. Pengalamam pribadi Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional karena akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam. 2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu cenderung memiliki sifat yang konfornis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Hal ini dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting. 3. Pengaruh kebudayaan Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat dan menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah sehingga pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan. 4. Media massa Media massa mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan individu. Media massa memberikan pesan-pesan sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. 5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan dan lembaga agama mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena kedua lembaga tersebut meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.
6. Faktor emosional Suatu sikap terkadang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu jika frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama (Azwar, 2009). Hasil penelitian Hajon (2009) menyatakan bahwa ada kecenderungan hubungan antara sikap dengan perilaku keteraturan minum metadon pada klien PTRM. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harviana (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara sikap dengan keikutsertaan terhadap pelayanan metadon pada pengguna napza suntik, Aprilya, dkk (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara sikap penasun dan dukungan teman sebaya dengan retensi pasien program terapi rumatan metadon di Puskesmas Kassi-Kassi dan Tampubolon, D.R. (2012) yang menyatakan bahwa sikap berhubungan dengan kepatuhan berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Marowa Kabupaten Deli Serdang. 2.3.3
Jarak Tempuh Jarak sering diartikan sebagai ukuran jauh dekatnya rumah atau tempat
tinggal seseorang ke pelayanan kesehatan. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor jarak terbukti dapat memberikan kontribusi terhadap seseorang untuk berpartisipasi atau melakukan suatu tindakan dalam program kesehatan. Kedekatan jarak tempuh tersebut terkait dengan kemudahan untuk menjangkau tempat pelayanan kesehatan sedangkan jarak yang terlalu jauh menyebabkan munculnya perasaan malas untuk pergi ke tempat pelayanan kesehatan
sehingga hal ini akan menjadi kendala seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan 2.3.4
Dukungan Sosial De Panfilis (1996) mendefinisikan dukungan sosial di dalam sebuah tingkatan
dimana kebutuhan sosial dari seseorang dapat dipuaskan melalui cara berinteraksi dengan individu lain. Di dalam bukunya, Robert dan Gilbert (2002) dukungan sosial dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Dukungan emosional : adanya seseorang yang mendengarkan perasaan anda, menyenangkan hati anda atau memberikan dorongan. 2. Dukungan informasional : adanya seseorang mengajarkan anda sesuatu, memberikan anda informasi atau nasehat, atau membantu anda membuat suatu keputusan utama. 3. Dukungan konkret : adanya seseorang membantu anda dengan cara yang kasat mata, meminjamkan anda sesuatu, memberikan anda informasi, membantu anda melakukan tugas atau mengambilkan pesanan anda. Dukungan sosial dapat berlangsung secara alamiah di dalam jejaring bantuan keluarga, kawan, tetangga, dan teman sebaya, atau di dalam kelompok organisasi, yang secara spesifik diciptakan atau direncanakan untuk mencapai tujuan ini. Hasil penelitian Yang et al (2009) menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan retensi pasien program terapi metadon, sejalan dengan hasil penelitian Rodiyah (2011) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara motivasi, dukungan keluarga dan dukungan teman dengan kepatuhan terapi rumatan metadon pada pengguna narkoba suntik dan Kory (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara dukungan teman sebaya dengan keaktifan penasun terhadap pelayanan metadon dan Tampubolon, D.R. (2012) yang menyatakan bahwa
dukungan keluarga berhubungan dengan kepatuhan berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Marowa Kabupaten Deli Serdang.