BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik merupakan kumpulan peralatan listrik yang saling terhubung membentuk suatu sistem yang digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik pada pusat pembangkit tenaga listrik dan menyalurkan tenaga listrik melalui suatu jaringan transmisi dan jaringan distribusi hingga sampai ke pelanggan. Gambar 2.1 merupakan gambar segaris suatu sistem tenaga listrik yang terdiri dari pusat pembangkit, transmisi, dan distribusi [4]. Pusat Pembangkit
Transmisi
Distribusi
Gardu Induk Step Up
Gardu Induk Step Down
Beban
Gambar 2.1 One Line Diagram Sistem Tenaga Listrik
Suatu pembangkit tenaga listrik ditempatkan pada lokasi tertentu berdasarkan sumber daya alam yang digunakan. Jenis pembangkit tenaga listrik yang digunakan adalah seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Setelah tenaga listrik dibangkitkan kemudian tenaga listrik disalurkan ke transformator step up. Hal ini disebabkan karena lokasi pelanggan tenaga listrik yang tersebar luas dan jauh dari pusat pembangkit tenaga listrik. 5
Pada transformator step-up, tegangan yang dibangkitkan oleh pembangkit listrik dinaikkan menjadi tegangan tinggi sesuai dengan Sistem kelistrikan di Indonesia menggunakan standart tegangan tinggi di antara 150kV, 275kV dan 500kV. Tenaga listrik ini kemudian disalurkan ke gardu induk sebagai pusat beban melalui saluran transmisi. Setelah sampai di gardu induk, tegangan tinggi pada saluran transmisi kemudian diturunkan menggunakan transformator step down pada gardu induk menjadi tegangan menengah sebesar 20 kV. Tegangan menengah 20 kV disalurkan melalui jaringan distribusi primer hingga transformator distribusi. Pada transformator distribusi, tegangan menengah 20 kV diturunkan menjadi tegangan rendah 380/220 V. Tegangan rendah ini kemudian disalurkan melalui jaringan distribusi sekunder hingga sampai ke pelanggan. Jaringan Distribusi Jaringan distribusi merupakan salah satu bagian dari suatu sistem tenaga listrik yang terletak paling dekat dengan pelanggan. Jaringan distribusi berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik dari gardu induk ke pelanggan. Permasalahan utama pada jaringan distribusi adalah banyaknya gangguan yang sering terjadi. Intensitas gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi lebih banyak dari pada gangguan di sistem tenaga listrik yang lain [4]. Permasalahan yang terjadi pada jaringan distribusi dapat mengakibatkan terganggunya kontinuitas pelayanan tenaga listrik dari gardu induk ke pelanggan. Tingkat kontinuitas pelayanan tenaga listrik setiap jaringan distribusi berbedabeda tergantung jenis jaringan distribusi yang diterapkan.
6
Berdasarkan bentuk jaringan, jaringan distribusi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis [5]: 1. Sistem radial terbuka 2. Sistem radial paralel 3. Sistem rangkaian tertutup 4. Sistem network 5. Sistem interkoneksi Studi Aliran Daya Studi aliran daya merupakan suatu bagian yang penting dalam analisis sistem tenaga. Studi aliran daya diperlukan untuk tahap perencanaan, pengaturan biaya, dan dapat menjadi peramalan untuk perencanaan pengembangan jaringan di masa depan. Beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam aliran daya adalah menentukan besar dan sudut fasa dari tegangan pada masing โ masing bus, serta daya aktif dan reaktif yang mengalir pada setiap line. Dalam penyelesaian sebuah aliran daya, sistem dioperasikan dalam keadaan seimbang. Besaran โ besaran yang menjadi parameter dalam studi aliran daya adalah besar tegangan |๐|, sudut fasa ๐ฟ, daya aktif P, dan daya reaktif Q. 2.3.1 Konsep Perhitungan Aliran Daya Perhitungan aliran daya pada dasarnya adalah menghitung besar tegangan, sudut fasa dan rugi โ rugi pada jaringan dalam kondisi tunak dan dengan beban seimbang. Pada setiap bus ada 4 variabel operasi yang terkait, yaitu daya aktif, daya reaktif, besar tegangan, dan sudut fasa tegangan. Supaya Persamaan aliran daya 7
dapat dihitung, dua dari empat variabel diatas harus diketahui untuk setiap bus, sedangkan variabel yang lainnya dihitung. Setiap bus dalam sistem tenaga listrik dikelompokkan menjadi 3 tipe bus, yaitu [6] : 1.
Bus beban Bus beban adalah bus yang tidak memiliki unsur pembangkitan tenaga
listrik / generator, dan terhubung secara langsung dengan beban (konsumen). Bus beban biasa disebut dengan P-Q bus, karena pada bus ini, yang dapat diatur adalah kapasitas daya yang terpasang. P merupakan daya aktif terpasang dalam satuan Watt (W), sedangkan Q merupakan daya reaktif terpasang dalam satuan Volt Ampere Reaktif (VAR). Hubungan antara daya aktif dan daya reaktif terhubung dengan nilai cos phi (cos ฯ). 2.
Bus generator Bus generator atau biasa disebut bus voltage controlled. Disebut
demikian, karena tegangan pada bus ini biasanya dijaga konstan. Pada bus ini terhubung dengan generator yang dapat dikontrol daya aktif dan tegangannya. Pengaturan daya aktif pada bus ini diatur dengan mengontrol penggerak mula (prime mover), sedangkan pengaturan tegangan pada bus ini diatur dengan mengontrol arus eksitasi pada generator. Oleh karena daya aktif (P) dan tegangan (V) yang dapat dikontrol, maka bus ini sering disebut sebagai P-V bus. 3.
Bus referensi Pada bus referensi atau biasa disebut slack bus, adalah sebuah bus
generator yang dianggap sebagai bus utama karena merupakan bus yang memiliki kapasitas daya yang paling besar. Oleh karena daya yang dapat disalurkan oleh bus ini besar, maka dari itu, pada bus ini hanya nilai tegangan dan sudut fasa yang
8
bisa diatur, sedangakan besar daya aktif dan reaktifnya akan dicari dalam perhitungan. Dalam sistem pemrograman, tipe bus identik dengan kode angka. Dimana kode untuk bus referensi adalah angka 1, kode untuk bus generator adalah angka 2, dan kode untuk bus beban adalah angka 3. Untuk lebih jelasnya dari pembagian tipe dan kode bus, dapat dilihat dari Tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Tipe Bus Dalam Sistem Tenaga Listrik. Tipe bus
Kode Bus
Nilai yang diketahui
Nilai yang dihitung
Bus beban
3
P, Q
V, ฮด
Bus generator
2
P, V
Q, ฮด
Bus referensi
1
V, ฮด
P, Q
2.3.2 Persamaan aliran daya Sistem tenaga listrik tidak hanya terdiri dari 2 bus, melainkan terdiri dari beberapa bus yang akan diinterkoneksikan satu sama lain. Daya listrik yang diinjeksikan oleh generator kepada salah satu bus, bukan hanya dapat diserap oleh beban bus tersebut, melainkan juga dapat diserap oleh beban di bus yang lain. Kelebihan daya pada bus akan dikirimkan melalui saluran transmisi ke bus-bus lain yang kekurangan daya. Diagram satu garis beberapa bus dari suatu sistem tenaga diperlihatkan pada Gambar 2.2.
9
Gambar 2.2 Diagram Satu Garis dari N-Bus dalam Suatu Sistem Tenaga Arus pada bus I dapat ditulis: ๐ผ๐ = ๐ฆ๐0 ๐๐ + ๐ฆ๐1 (๐๐ โ ๐1 ) + ๐ฆ๐2 (๐๐ โ ๐2 ) + โฆ + ๐ฆ๐๐ (๐๐ โ ๐๐๐ ) ๐ผ๐ = (๐ฆ๐0 + ๐ฆ๐1 + ๐ฆ๐2 + โฆ + ๐ฆ๐๐ ) ๐๐ โ ๐ฆ๐1 ๐1 โ ๐ฆ๐2 ๐2 โ โฆ โ ๐ฆ๐๐ ๐๐๐ ) Kemudian, kita definisikan: ๐๐๐ = ๐ฆ๐0 + ๐ฆ๐1 + ๐ฆ๐2 + โฆ + ๐ฆ๐๐ ๐๐1 = โ๐ฆ๐1 ๐๐2 = โ๐ฆ๐2 โ ๐๐๐ = โ๐ฆ๐๐ Dalam bentuk matriks admitansi dapat dinyatakan menjadi:
10
(2.1)
๐๐๐ข๐
๐11 ๐ = [ 21 โฎ ๐๐1
๐12 ๐22 โฎ ๐ ๐2
โฆ ๐1๐ ๐2๐ ] โฎ โฆ ๐ ๐๐
(2.2)
Sehingga Ii pada Persamaan (2.1) dapat ditulis menjadi: ๐ผ๐ = ๐๐๐ ๐๐ + ๐๐1 ๐1 + ๐๐2 ๐2 + โฆ + ๐๐๐ ๐๐
(2.3)
Atau dapat ditulis: ๐ ๐ผ๐ = ๐๐๐ ๐๐ + โ๐=1 ๐๐๐ ๐๐
(2.4)
๐โ ๐
Persamaan daya pada bus I adalah: ๐๐ โ ๐๐๐ = ๐๐โ ๐ผ๐ ; dimana ๐๐โ adalah conjugate pada bus i ๐ผ๐ =
๐๐ โ ๐๐๐
(2.5)
๐๐โ
Dengan melakukan substitusi Persamaan (2.5) ke Persamaan (2.4) maka diperoleh: ๐๐ โ ๐๐๐ ๐๐โ
= ๐๐๐ ๐๐ + โ๐๐=1 ๐๐๐ ๐๐
(2.6)
๐โ ๐
Dari Persamaan (2.6) terlihat bahwa persamaan aliran daya bersifat tidak linier dan harus diselesaikan dengan metode numerik iteratif. 2.3.3 Metode Newton-Raphson Kecepatan relatif dari bermacam-macam metode analisis aliran beban sukar dipastikan. Salah satu metoda untuk menghitung aliran daya adalah metode Newton-Raphson. Metode ini memiliki perhitungan lebih baik untuk sistem tenaga yang lebih besar dan tidak linier. Metode ini juga memiliki keuntungan dalam hal konvergensi yang jauh lebih cepat dan persamaan aluran daya yang dirumuskan
11
dalam bentuk polar. Dimana penurunan rumus nya dapat dilihat sebagai berikut [4] : Pada suatu bus dimana besarnya tegangan dan daya reaktif yang tidak diketahui, nilai real dan imajiner tegangan untuk setiap iterasi didapatkan dengan menghitung nilai daya reaktif terlebih dahulu. Dari Persamaan (2.5) diperoleh: ๐๐ โ ๐๐๐ ๐๐โ
= ๐๐๐ ๐๐ + โ๐๐=1 ๐๐๐ ๐๐
(2.7)
๐โ ๐
Dimana i = n, sehingga diperoleh: ๐๐ โ ๐๐๐ = ๐๐โ โ๐๐=1 ๐๐๐ ๐๐
(2.8)
๐๐ = โ๐ผ๐{ ๐๐โ โ๐๐=1 ๐๐๐ ๐๐ }
(2.9)
Untuk menerapkan metode Newton-Raphson pada penyelesaian persamaan aliran kita menyatakan tegangan bus dan admitansi saluran dalam bentuk polar. Jika kita pilih bentuk polar dan kita uraikan Persamaan (2.7) ke dalam unsur real dan imajiner maka didapatkan: ๐๐ = |๐๐ | โ ๐ฟ๐ ๐๐ = |๐๐ | โ ๐ฟ๐ ๐๐๐ = |๐๐๐ | โ ๐๐๐ Sehingga didapatkan: ๐๐ โ ๐๐๐ = โ๐๐=1 | ๐๐ ๐๐ ๐๐๐ | โ ๐๐๐ + ๐ฟ๐ โ ๐ฟ๐
(2.9)
๐๐ = โ๐๐=1 | ๐๐ ๐๐ ๐๐๐ | cos(๐๐๐ + ๐ฟ๐ โ ๐ฟ๐ )
(2.10)
๐๐ = โ โ๐๐=1 | ๐๐ ๐๐ ๐๐๐ | sin(๐๐๐ + ๐ฟ๐ โ ๐ฟ๐ )
(2.11)
Persamaan (2.10) dan Persamaan (2.11) merupakan langkah awal perhitungan aliran daya dengan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran menggunakan proses iterasi (k+1). Untuk iterasi pertama menggunakan nilai k = 0
12
merupakan nilai perkiraan awal yang diterapkan sebelum dimulai perhitungan aliran daya. Hasil perhitungan daya menggunakan Persamaan (2.10) dan Persamaan (๐)
(2.11) akan diperoleh nilai ๐๐ (๐)
nilai โ๐๐
(๐)
dan โ๐๐
(๐)
dan ๐๐ . Hasil ini digunakan untuk menghitung
menggunakan persamaan berikut: (๐)
= ๐๐ ๐ ๐๐๐ โ ๐๐ ๐๐๐๐
(๐)
(๐)
= ๐๐ ๐ ๐๐๐ โ ๐๐ ๐๐๐๐
โ๐๐
โ๐๐
(2.12)
(๐)
(2.13)
Hasil perhitungan Persamaan (2.12) dan Persamaan (2.13) digunakan untuk membentuk matriks Jacobian. Persamaan matriks Jacobian disusun sebagai berikut: (๐)
๐๐๐
๐๐ฟ๐
(๐)
โ๐๐ : (๐) โ๐๐ (๐) โ๐๐
:
(๐)
โฆ :
(๐)
๐๐๐
๐๐ฟ๐
=
(๐) ๐๐๐
๐๐ฟ๐
: (๐) [ โ๐๐ ]
:
[
(๐) ๐๐๐
๐๐ฟ๐
๐๐๐
๐๐ฟ๐
:
(๐)
โฆ โฆ : โฆ
๐๐๐
(๐)
๐๐๐
๐|๐๐ |
:
(๐)
๐๐๐
๐๐ฟ๐
๐|๐๐ |
(๐) ๐๐๐
(๐) ๐๐๐
๐๐ฟ๐
๐|๐๐ |
(๐) ๐๐๐
(๐) ๐๐๐
๐๐ฟ๐
๐|๐๐ |
:
(๐)
โฆ :
:
๐๐๐
๐|๐๐ |
:
(๐)
โฆ
๐๐๐
๐|๐๐ | (๐)
โฆ :
๐๐๐
๐|๐๐ |
:
(๐)
โฆ
๐๐๐
(๐)
โ๐ฟ๐ : (๐) โ๐ฟ๐ (๐)
โ|๐๐ | : (๐) [โ|๐๐ |]
(2.14)
๐|๐๐ | ]
Secara umum Persamaan (2.14) dapat disederhanakan ke dalam bentuk: [
๐ฝ1 ๐ฝ2 โ๐ฟ (๐) โ๐(๐) (๐) ] = [๐ฝ ๐ฝ ] [ (๐) ] โ๐ 3 4 โ|๐|
(2.15)
Unsur Jacobian diperoleh dengan membuat turunan parsial dari Persamaan (2.10) dan Persamaan (2.11) dan memasukkan nilai tegangan perkiraan pada iterasi pertama. Dimana dalam menentukan matriks Jacobian adalah sebagai berikut: Jumlah baris dan kolom matriks dibuat berdasarkan dengan [(2n-2-m) x (2n-2-m)] dan jumlah baris dan kolom J1 dibuat berdasarkan [(n-1) x (n-1)],
13
jumlah baris dan kolom J2 dibuat berdasarkan [(n-1) x (n-1-m)], jumlah baris dan kolom J3 dibuat berdasarkan [(n-1-m) x (n-1)], lalu jumlah baris dan kolom J4 dibuat berdasarkan [(n-1-m) x (n-1-m)]. Komponen diagonal dan off diagonal dari J1 adalah : ๐๐๐ ๐๐ฟ๐ ๐๐๐ ๐๐ฟ๐
= โ๐๐โ ๐ | ๐๐ ๐๐ ๐๐๐ | cos(๐๐๐ + ๐ฟ๐ โ ๐ฟ๐ )
(2.16)
= โ| ๐๐ ๐๐ ๐๐๐ | cos(๐๐๐ + ๐ฟ๐ โ ๐ฟ๐ )
(2.17)
jโ 1
Komponen diagonal dan off diagonal dari J2 adalah : ๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐
= 2|๐๐ ๐๐๐ cos ๐๐๐ + โ๐๐โ ๐ | ๐๐ ๐๐๐ | cos(๐๐๐ + ๐ฟ๐ โ ๐ฟ๐ )
(2.18)
= โ| ๐๐ ๐๐๐ | cos(๐๐๐ + ๐ฟ๐ โ ๐ฟ๐ )
(2.19)
jโ 1
Komponen diagonal dan off diagonal dari J3 adalah : ๐๐๐ ๐๐ฟ๐ ๐๐๐ ๐๐ฟ๐
๐ = โ๐โ ๐ | ๐๐ ๐๐ ๐๐๐ | cos(๐๐๐ โ ๐ฟ๐ + ๐ฟ๐ )
(2.20)
= โ| ๐๐ ๐๐ ๐๐๐ | cos(๐๐๐ โ ๐ฟ๐ + ๐ฟ๐ )
(2.21)
jโ 1
Komponen diagonal dan off diagonal dari J4 adalah : ๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐
= โ2|๐๐ ๐๐๐ sin ๐๐๐ โ โ๐๐โ ๐ | ๐๐ ๐๐๐ | sin(๐๐๐ + ๐ฟ๐ + ๐ฟ๐ )
(2.22)
= โ| ๐๐ ๐๐๐ | sin (๐๐๐ + ๐ฟ๐ โ ๐ฟ๐ )
(2.23)
jโ 1
Setelah mendapatkan nilai matriks Jacobian selanjutnya dilakukan perhitungan pada nilai โ๐ฟ (๐) dan โ|๐|(๐) dengan cara melakukan inverse matriks Jacobian, sehingga diperoleh bentuk sebagai berikut: [
๐ฝ1 ๐ฝ2 โ1 โ๐(๐) โ๐ฟ (๐) ] = [ ] [ (๐) ] ๐ฝ3 ๐ฝ4 โ๐ โ|๐|(๐)
14
(2.24)
Setelah nilai โ๐ฟ (๐) dan โ|๐|(๐) didapat, kita dapat menghitung nilai (๐)
tersebut untuk iterasi berikutnya, yaitu dengan menambahkan nilai โ๐ฟ๐ dan (๐)
โ|๐|๐ , sehingga diperoleh persamaan berikut: (๐+1)
๐ฟ๐
(๐)
= ๐ฟ๐
(๐)
+ โ๐ฟ๐
(๐) (๐) |๐|(๐+1) = |๐|๐ + โ|๐|๐ ๐
(2.25) (2.26)
Hasil perhitungan Persamaan (2.25) dan Persamaan (2.26) digunakan lagi dalam proses iterasi selanjutnya, yaitu dengan memasukkan nilai hasil ke dalam Matriks (2.14) sebagai langkah awal perhitungan aliran daya. Proses ini dilakukan secara terus menerus sampai diperoleh nilai yang konvergen. Secara ringkas, metode penyelesaian aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Tentukan nilai-nilai ๐๐ ๐๐๐๐ dan ๐๐ ๐๐๐๐ yang mengalir ke dalam sistem pada setiap bus untuk nilai yang diperkirakan dari besar tegangan (V) dan sudut fasanya (ฮด) untuk iterasi pertama atau nilai tegangan yang ditentukan paling akhir untuk iterasi berikutnya 2. Hitung ๐ฅ๐ pada setiap rel 3. Hitung nilai-nilai untuk Jacobian dengan menggunakan nilai-nilai perkiraan atau yang ditentukan dari besar dan sudut fasa tegangan dalam persamaan untuk turunan parsial yang ditentukan dengan persamaan diferensial Persamaan (2.10) dan Persamaan (2.11) 4. Inverse matriks Jacobian dan hitung koreksi-koreksi tegangan โ๐ฟ๐ dan โ|๐๐ | pada setiap rel 5. Hitung nilai yang baru dari |๐๐ | dan ๐ฟ๐ dengan menambahkan nilai โ๐ฟ๐ dan โ|๐๐ | pada setiap rel 15
6. Kembali ke langkah 1 dan ulangi proses tersebut dengan menggunakan nilai besar dan sudut fasa tegangan yang ditentukan oleh nilai hasil terakhir sehingga semua nilai yang diperoleh lebih kecil dari indeks ketepatan yang dipilih. 2.3.4 Contoh perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson Contoh : Dilakukan perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dimisalkan sebuah jaringan distribusi seperti digambarkan pada Gambar 2.3 mempunyai satu slack bus, satu bus generator dan satu bus beban.
Gambar 2.3 Single Line Diagram Sistem Distribusi dengan Tiga Bus Didapatkan nilai matriks Y dari jaringan distribusi tersebut sebagai berikut:
16
1 1 โ โ ๐11 ๐12 1 1 โ ๐= โ ๐21 ๐22 1 1 โ โ [ ๐31 ๐32
1 ๐13 20 โ ๐50 1 = [โ10 + ๐20 ๐23 โ10 + ๐30 1 ๐33 ]
โ10 + ๐20 โ10 + ๐30 26 ยฑ ๐52 โ16 + ๐32] โ16 + ๐32 26 โ ๐62
Dengan menggunakan Persamaan (2.9), didapatkan: ๐2 = |๐2 ||๐1 ||๐21| cos(๐21 โ ๐ฟ2 + ๐ฟ1 ) + |๐3 | |๐2 | cos(๐23 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ2 ) + |๐2 2 | |๐22 2 | cos ๐22 ๐2 = โ|๐2 ||๐1 ||๐21 | sin(๐21 โ ๐ฟ2 + ๐ฟ1 ) โ |๐3 | |๐2 | sin(๐23 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ2 ) โ |๐2 2 | |๐22 2 | sin ๐22 ๐3 = |๐3 ||๐1 ||๐31| cos(๐31 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ1 ) + |๐3 | |๐2 | cos(๐32 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ2 ) + |๐3 2 | |๐33 2 | cos ๐33 Setelah didapatkan nilai P2 dan nilai Q2, dilakukan perhitungan untuk (๐)
mendapatkan nilai โ๐๐
(๐)
dan โ๐๐
sesuai Persamaan (2.12) dan Persamaan
(2.13) sebagai berikut: โ๐2 = ๐2๐๐๐๐๐ก๐โ๐ข๐ โ ๐2๐๐โ๐๐ก๐ข๐๐ โ๐2 = ๐2๐๐๐๐๐ก๐โ๐ข๐ โ ๐2๐๐โ๐๐ก๐ข๐๐ Dimana matriks jacobian dibentuk dengan persamaan : ๐๐2 = |๐2 ||๐1 ||๐21 | sin(๐21 โ ๐ฟ2 + ๐ฟ1 ) + |๐3 | |๐2 | |๐23 | sin(๐23 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ2 )| ๐๐ฟ2 ๐๐2 = โ|๐3 | |๐2 ||๐23 | sin(๐23 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ2 ) ๐๐ฟ3 17
๐๐2
= |๐2 ||๐21 | cos(๐21 โ ๐ฟ2 + ๐ฟ1 ) + |๐3 ||๐23 | cos(๐23 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ2 ) +
๐๐2
2|๐2 | |๐22 | cos ๐22 ๐๐3 = โ|๐3 | |๐2 | |๐32 | sin(๐32 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ2 ) ๐๐ฟ2 ๐๐3 = |๐3 ||๐1 ||๐31 | sin(๐31 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ1 ) + |๐3 | |๐2 | |๐23 | sin(๐32 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ2 )| ๐๐ฟ3 ๐๐3 = โ|๐3| |๐32 | cos(๐32 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ2 ) ๐๐2 ๐๐2 = |๐2 ||๐1 ||๐21 | cos(๐21 โ ๐ฟ2 + ๐ฟ1 ) + |๐3 | |๐2 | |๐23 | sin(๐23 โ ๐ฟ2 + ๐ฟ3 )| ๐๐ฟ2 ๐๐2 = โ|๐3 | |๐2 | |๐23 | cos(๐23 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ2 ) ๐๐ฟ3 ๐๐2 ๐๐2
= โ|๐2 ||๐21 | cos(๐21 โ ๐ฟ2 + ๐ฟ1 ) โ |๐3 ||๐23 | sin(๐23 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ2 ) โ 2|๐2 | |๐22 | sin ๐22 ๐2๐ ๐โ = ๐3๐ ๐โ =
(400+๐250)
200 100
100
= โ4 โ ๐2.5 pu
= 2 pu
โ๐20 = ๐2๐ ๐โ โ ๐2 = -4 - (-1,14) = -2,86 โ๐20 = ๐2๐ ๐โ โ ๐2 = -2,5-(-2,28) = -0,22 โ๐30 = ๐3๐ ๐โ โ ๐3 = 2 โ 0,5616 = 1,4384 Lalu masukan semua nilai pada element matriks Jacobian.
18
0 โ2,86 54,28 33,28 24,86 โ๐ฟ2 [1,4384] = [33,28 66,04 16,64] [ โ๐ฟ30 ] โ0,22 27,14 16,64 49,72 โ๐20
Dimana, hasil perhitungan dari atas akan didapatkan : โ๐ฟ20 = โ0,045263 โ๐ฟ30 = 0,007718 โ๐20 = โ0,026548 Lalu hasil selisih di atas ditambahkan dengan nilai awal ๐ฟ21 = 0 + (-0,045263) = 0,045263 ๐ฟ31 = 0 + (โ0,007718) = 0,007718 ๐21 = 1 + (โ0,026548) = 0,97345 Lalu nilai yang didapatkan di atas, dimasukan lagi ke dalam matriks jacobian untuk dilakukan perhitungan pada interasi ke 2, lalu dilanjutkan sampai nilai menjadi konvergen. Lalu nilai ahkir yang akan didapatkan adalah sebagai berikut : ๐ฟ23 = 0,047058 + (-0,0000038) = 0,04706 ๐ฟ33 = 0,008703 + (โ0,0000024) = 0,008705 ๐23 = 0,971684 + (โ0,0000044) = 0,97168 Lalu nilai di atas dimasukan ke dalam Persamaan 2.9 untuk mencari besar daya aktif dan daya reaktif pada bus 3 dan bus 1
19
๐3 = โ|๐3 ||๐1 ||๐31 | sin(๐31 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ1 ) โ |๐3 | |๐2 | sin(๐23 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ2 ) โ |๐3 2 | |๐33 2 | sin ๐33 ๐1 = |๐2 ||๐1 ||๐21 | cos(๐21 โ ๐ฟ2 + ๐ฟ1 ) + |๐3 | |๐1 | cos(๐13 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ1 ) + |๐1 2 | |๐11 2 | cos ๐11 ๐1 = โ|๐3 ||๐1 ||๐31 | sin(๐31 โ ๐ฟ3 + ๐ฟ1 ) โ |๐1 | |๐2 | sin(๐12 โ ๐ฟ1 + ๐ฟ2 ) โ |๐11 2 | |๐11 2 | sin ๐11 Maka hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut ๐1 = 1,4085 pu ๐1 = 2,1842 pu ๐3 = 1,4617 pu Hasil perhitungan tersebut masih belum akurat sepenuhnya dan dibutuhkan iterasi lanjutan untuk menghasilkan data yang konvergen. Perhitungan iterasi yang terlalu banyak menjadi alasan digunakan simulasi menggunakan program komputer dalam melihat aliran daya pada suatu sistem kelistrikan. Distributed generation 2.4.1 Defenisi Distributed generation Terdapat berbagai pengertian tentang Distributed generation. beberapa hal tentang pengertian DG adalah sebagai berikut [7] : 1) Electric Power Research Institute mengartikan bahwa DG adalah sebuah pembangkit yang beroperasi hanya sampai 50 MW saja.
20
2) Preston and Rastler mengartikan bahwa DG adalah pembangkit yang berskala dari beberapa KW hingga 100 MW. 3) Cardell mengartikan bahwa DG adalah pembangkit berskala 500 kW dan 1 MW. Akan tetapi umumnya, pengertian Distributed generation adalah sebuah pembangkit yang teletak di daerah sistem distribusi ataupun pada daerah dekat beban [7]. DG memiliki rating berdasarkan definisi yang diperoleh berdasarkan literatur. Rating maksimum yang dapat dikoneksikan pada sebuah sistem distribusi tergantung pada beban dari sistem distribusi tersebut. Meskipun tidak ada ketentuan yang pasti untuk menentukan klasifikasi tingkat dari DG, namun berdasarkan besar daya yang dihasilkan, dapat disimpulkan bahwa klasifikasi DG atas [7] : 1) Micro
: ~1 Watt sampai dengan < 5 kW
2) Small
: 5 kW sampai dengan < 5 MW
3) Medium : 5 MW sampai dengan 50 MW 4) Large 2.4.2
: 50 MW sampai dengan ~ 300 MW
Teknologi dari DG DG dapat dibedakan berdasarkan energi utama yang digunakan, yaitu
[9][10]: A. Internal Combustion Engines (ICE) ICE merupakan salah satu teknologi yang umum digunakan untuk DG. ICE merupakan contoh DG dengan biaya modal rendah dan ukuran yang besar,
21
dari beberapa kW hingga MW. ICE juga memiliki efisiensi dan keandalan operasi yang tinggi. Karakteristik ini dikombinasikan dengan kemampuan mesin untuk memulai kerja yang cepat selama terjadi pemadaman. Hal ini membuat ICE menjadi pilihan utama dalam keadaan darurat atau menjadi cadangan daya listrik. Kelemahan utama dari ICE adalah: 1) Biaya perawatan (maintenance) dan bahan bakar yang tinggi (tertinggi di antara teknologi DG lain) 2) Emisi NOX yang tinggi (tertinggi di antara teknologi DG lain) 3) Tingkat kebisingan yang tinggi
B. Turbin Gas Turbin gas dengan segala ukuran dewasa ini telah luas digunakan. Turbin gas ukuran kecil 1-20 MW umum digunakan dalam aplikasi Combined Heat and Power (CHP). Turbin gas kecil ini khususnya sangat berguna ketika dibutuhkan uap dengan temperatur yang tinggi. Biaya perawatan dan emisi yang dihasilkan oleh turbin gas sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ICE. Tetapi tingkat kebisingan untuk turbin gas masih tergolong tinggi. C. Combined Cycle Gas Turbines (CCGT) Pada CCGT, campuran udara pembuangan sisa bahan bakar bertukar energi dengan air di boiler untuk menghasilkan uap air yang digunakan untuk menggerakkan turbin uap. Pergerakan turbin uap bertujuan untuk mengubah energi gerak tersebut menjadi tambahan energi listrik pada generator. Kemudian, aliran uap dari turbin mengalami kondensasi dan kembali ke boiler.
22
Teknologi CCGT menjadi cukup populer dikarenakan efisiensi yang tinggi. Namun, instalasi turbin gas di bawah 10 MW umumnya bukan merupakan combined-cycle. D. Microturbines Microturbines menghasilkan daya ac dengan frekuensi tinggi. Sebuah inverter daya digunakan untuk mengubah frekuensi ini ke dalam kisaran frekuensi yang dapat digunakan. Unit individu dari microturbines berkisar dari 30-200 kW. Tetapi beberapa microturbines dapat digabungkan menjadi beberapa unit (multiple unit). Temperatur pembakaran yang rendah membuat emisi NOX menjadi sangat rendah. Microturbines juga menghasilkan tingkat kebisingan yang lebih rendah dibandingkan teknologi pembangkit lain yang memiliki ukuran sama. Kebanyakan Microturbines menggunakan gas alam. Penggunaan energi terbarukan seperti ethanol sangat memungkinkan untuk digunakan. Kekurangan utama dari microturbines adalah biaya bahan bakar yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ICE. E. Fuel Cells Fuel cells merupakan peralatan elektrokimia yang merubah energi kimia dari sebuah bahan bakar menjadi energi yang dapat digunakan (listrik dan panas) tanpa pembakaran. Fuel cells menghasilkan listrik dengan efisiensi yang tinggi hingga 4060% dengan tingkat emisi yang rendah dan beroperasi tanpa kebisingan yang
23
berarti. Hal ini yang menjadi keuntungan utama dari fuel cells. Tantangan utama dalam pengembangan fuel cells adalah biaya investasi yang tinggi. F. Solar Photovoltaic (PV) Sistem Photovoltaic (PV) melibatkan perubahan langsung dari cahaya matahari menjadi listrik. Penerapan dari sistem PV sangat didukung dengan ketersediaan sinar matahari sepanjang hari, siklus kerja yang lama, perawatan yang mudah, biaya operasi yang rendah, ramah lingkungan, serta waktu untuk mendesain, menginstal, dan kemampuan untuk memulai kerja yang cepat. Umumnya modul individu PV mempunyai kisaran daya dari 20 W hingga 100 kW. Beberapa penghalang untuk sistem PV yaitu biaya instalasi PV yang relatif tinggi dibandingkan teknologi DG lain. G. Tenaga Angin Tenaga angin memainkan peran yang penting dalam pembangkitan listrik dari energi terbarukan. Tantangan utama dari teknologi tenaga angin adalah penyaluran listrik yang masih sering terputus dan keandalan jaringan. Hal ini dikarenakan teknologi tenaga angin memanfaatkan kekuatan alam yang tidak bisa hadir sepanjang waktu. Tantangan lain dalam pengembangan teknologi ini adalah ketersedian pembangkit tersebut dikarenakan lokasi terbaik untuk pembangunan teknologi ini adalah pada daerah terpencil tanpa akses ke jaringan transmisi yang sesuai.
24
H. Small Hydropower (SHP) Small Hydropower (SHP) umumnya digunakan untuk menunjukkan tenaga air dengan kapasitas daya kurang dari 10 MW. Istilah lain yang sering digunakan adalah mini hydropower dengan kapasitas di antara 100 KW dan 1 MW dan micro hydropower dengan kapasitas di atas 100 KW. I. Solar Thermal Sistem solar thermal menghasilkan listrik dengan mengkonsentrasikan cahaya matahari yang datang dan kemudian memerangkap panas dari cahaya matahari tersebut yang digunakan untuk menaikkan temperatur cairan ke derajat temperatur yang sangat tinggi untuk menghasilkan uap air dan menghasilkan listrik. Pengembangan konsentrasi cahaya matahari sekarang memungkinkan pembangkitan daya listrik dari beberapa kilowatt hingga ratusan megawatt. J. Panas Bumi Energi panas bumi tersedia sebagai panas yang diemisikan dari dalam bumi, biasanya dalam bentuk air panas atau uap. Pembangkit listrik tenaga panas bumi membutuhkan biaya modal yang tinggi tetapi dengan biaya operasi yang rendah. Teknologi panas bumi ini juga ramah lingkungan tanpa ada emisi CO2 selama beroperasi.
25
2.4.3 Dampak dari pemasangan DG pada jaringan Terpasangnya DG pada jaringan menyebabkan beberapa dampak yang perlu diperhatikan yaitu faktor perubahan arah aliran daya, rugi โ rugi daya pada saluran, dan perubahan profil tegangan pada sistem. Jaringan konvensional merupakan jaringan dengan aliran daya satu arah. Namun dengan adanya DG maka aliran daya tidak dapat dianggap bergerak pada satu arah lagi. DG berada di daerah dekat beban dan di daerah sistem distribusi. Munculnya DG menyebabkan jaringan menjadi dua arah, dimana hal ini dapat ditunjukan pada Gambar 2.4 dan 2.5 di bawah ini.
Gambar 2.4 Aliran Daya Satu Arah
26
Gambar 2.5 Aliran Daya Dua Arah
Perubahan pola aliran daya yang terjadi pada saluran mengakibatkan perubahan nilai arus yang mengalir pada jaringan distribusi. Hal ini mengakibatkan perubahan nilai rugi โ rugi daya pada jaringan. Faktor yang mempengaruhi nilai rugi โ rugi pada jaringan adalah resistansi dari penghantar, serta besar arus yang melalui penghantar tersebut. Bertambah besarnya daya yang disalurkan dari sebuah sumber daya ke beban melalui sebuah penghantar mengakibatkan penghantar tersebut akan menghantarkan arus yang lebih besar, sehingga rugi โ rugi pada penghantar pun lebih besar.
27
Gambar 2.6 Diagram Aliran Daya dengan Koneksi DG
Dari Gambar 2.6 didapatkan persamaan sebagai berikut : S = P + jQ I= I=
(2.27)
๐
(2.28)
๐ ๐+๐๐
(2.29)
๐
โU = ๐1 โ ๐2 โ
(2.30)
๐
๐ฟ๐ (๐๐ฟ โ ๐๐ท๐บ ) + ๐๐ฟ๐ (๐๐ฟ โ (ยฑ๐๐ท๐บ ) ๐2
(2.31)
Dari persamaan di atas diketahui, bahwa nilai drop tegangan berubah, semakin bertambah atau berkurang, tergantung jika DG menyerap daya reaktif atau memberi daya reaktif. Jika DG menyerap daya reaktif terlalu besar, maka drop tegangan pada sistem semakin bertambah. oleh karena itu, rugi-rugi dapat semakin bertambah bukannya berkurang. Jika DG diletakan di tempat yang tepat dengan besar yang tepat, penambahan DG pun tidak lagi menambah rugi-rugi, melainkan mengurangi rugirugi dari sistem. Perubahan pola aliran daya akibat interkoneksi DG pada jaringan distribusi dapat berdampak bertambahnya nilai rugi โ rugi atau berkurangnya rugi-rugi pada jaringan. 28
Bertambahnya daya yang mengalir pada jaringan akan
menyebabkan
naiknya tegangan pada saluran. Maka dari itu dibutuhkan juga pengaturan tegangan yang tepat sehingga beban โ beban dapat terlayani dengan baik [8].
2.4.4 Dampak kapasitas DG pada jaringan distribusi Dalam mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan oleh koneksi dari DG, maka diperlukanlah penentuan besar optimal yang dapat dipasang pada tiap tiap bus serta diperlukannya juga penentuan lokasi terbaik dalam pemasangan DG. Naiknya tegangan yang disebabkan oleh DG dikarenakan ukuran DG yang terlalu besar dan beban yang terlalu rendah yang berada di sekitar DG [10]. Oleh karena itu, jika DG yang digunakan memiliki kapasitas daya yang besar, maka agar tidak terjadi naiknya tegangan DG yang hendaknya diletakan di daerah berbeban besar juga. DG yang dapat membangkitkan daya reaktif sendiri, seperti diesel, ketika DG mensuplai daya yang besar, DG harus dioperasikan dalam keadaan menyerap daya reaktif karena ketika DG menyerap daya reaktif yang besar, maka kelebihan tegangan pada sistem dapat diatasi [9][10]. Jika DG tidak dapat membangkitkan daya reaktif sendiri, seperti solar cell, maka DG harusnya dioperasikan pada keadaan unity power factor, sampai tegangan pada DG mencapai tegangan maksimum, dan jika daya yang diperlukan lebih banyak lagi, maka diperlukannya pengatur tegangan untuk menyesuaikan tegangan pada tegangan yang diizinkan [9][10].
29
2.4.5 Dampak lokasi penempatan DG pada jaringan distribusi Dampak DG pada rugi-rugi jaringan ialah diakibatkan oleh lokasi dari DG, penyulangnya dan parameter bebannya. Intinya, DG diletakan di sekitar beban yang besar, untuk mengurangi rugi rugi jaringan akibat arus yang besar yang mengalir di penghantar. Aliran daya berubah dimana DG akan ditempatkan, perubahan aliran daya ini, menyebabkan arah aliran gerak arus pun berubah. Perubahan arah gerak arus ini, menyebabkan rugi-rugi pun menjadi berubah. Oleh karena itu, pengaruh dari peletakan dari DG ini mempengaruhi rugi-rugi dari sistem [10]. melalui Gambar 2.7 berikut ini akan dijelaskan bagaimana dengan perbedaan lokasi penempatan DG akan mempengaruhi rugi-rugi dari sistem.
Gambar 2.7 Perbandingan Aliran Daya Saat DG Dikoneksikan di Bus yang Berbeda
Dari gambar terdapat dua keadaan, dimana pada keadaan pertama switch satu tutup dan saklar dua buka dan keadaan kedua yaitu saklar satu buka dan switch dua yang tutup. Terdapat dua rugi-rugi yang berbeda pada dua keadaan tersebut, dimana hal tersebut ditunjukan dalam persamaan umum di bawah ini : Rugi-rugi = ๐ผ 2 ๐
(2.32)
Dimana pada keadaan 1 :
30
๐ผ๐ = ๐ผ๐ + ๐ผ๐
(2.33)
๐ = ๐1 + ๐2
(2.34)
Rugi-rugi = ๐ผ๐ 2 (๐1 + ๐2 ) + ๐ผ๐2 (๐2 )
(2.35)
Rugi-rugi = ๐ผ๐ 2 (๐1 + ๐2 )
(2.36)
Pada keadaan 2 :
Melalui Persamaan 2.35 dan 2.36 dilihat bahwa pada kondisi ke 2 nilai rugi-rugi pada jaringan lebih kecil dari rugi-rugi pada kondisi pertama. Dapat kita lihat bahwa penempatan DG juga mempengaruhi bagaimana kondisi rugi-rugi pada jaringan. Fuzzy Logic Fuzzy Logic merupakan sebuah metodologi pemecahan masalah yang berbasis akuisisi data. Dalam logika klasik, umumnya nilai keanggotaan bernilai 0 dan 1, akan tetapi dalam logika Fuzzy ini nilai keanggotaan berada di antara 0 dan satu. Maksudnya dalam logika Fuzzy, dalam suatu keadaan bisa memiliki nilai benar dan salah, namun besar nilainya tergantung kepada nilai keanggotaan yang dimilikinya [11].
INPUT
FUZZYFIKASI
Mesin Inteferensi
Defuzzyfikasi
OUTPUT
Gambar 2.8 Struktur Sistem Inteferensi Sistem (FIS) Gambar 2.8 merupakan keterangan bagaimana cara kerja Fuzzy Interference System dalam mengakusisi data. Keterangan gambar di atas:
31
-
Fuzzyfikasi
: Mengubah input system menjadi variable
linguistik -
Mesin Inteferensi : Proses mengubah input fuzzy menjadi output fuzzy berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan
-
Defuzzyfikasi
: Mengubah output fuzzy dari mesin inteferensi
menjadi nilai tegas Tugas ahkir ini menggunakan logika Fuzzy untuk menentukan lokasi yang paling tepat dari DG, dengan membandingkan profil tegangan pada bus dan besar total rugi-rugi jaringan. Dimana Fuzzy Interference System (FIS) ini berisi beberapa aturan yang digunakan untuk menentukan penempatan pada tiap bus pada sistem distribusi. Penempatan DG dilakukan pada bus yang memiliki nilai indeks yang paling tinggi. Pada sistem Fuzzy ini terdapat 2 input dan 1 output.dimana inputnya merupakan nilai profil tegangan dan nilai rugi-rugi dayanya sedangkan outputnya merupakan tempat DG yang paling tepat. Untuk lebih mempermudah memahami bagaimana fungsi dari fuzzy logic ini bekerja, maka contoh di bawah ini dapat diperhatikan : Diketahui: Besar tegangan maksimum ialah 21kV dan besar tegangan minimum ialah 18 kV. Besar rugi-rugi minimum dan maksimum adalah sebesar 500kVA dan 2000kVA. Lalu nilai kesesuaian DG minimum ialah 0 dan 1 Dimana Rulenya adalah sebagai berikut : [R1] : IF Tegangan Minimum And Rugi-rugi Maksimum THEN Kesesuaian DG Minimum 32
[R2] : IF Tegangan Maksimum And Rugi-rugi Minimum THEN Kesesuaian DG Maksimum Pertanyaan : Berapa tingkat kesesuaian DG jika besar tegangan 19 kV dan besar nilai rugi-rugi 1000 kVA ? Penyelesaian : Untuk menyelesaikan masalah tersebut perhatikan variabel yang digunakan dalam proses Fuzzifikasi yang harus lakukan. Input : 1. Tegangan [18 21] { Minimum Maksimum } 2. Rugi-rugi [500 2000] { Minimum Maksimum } Output
: Tingkat Kesesuaian DG [0 1] { Minimum Maksimum }
Proses Implikasi [R1] IF
Tegangan
Minimum
And
Rugi-rugi
Kesesuaiann DG Minimum. alpha_predikat1 = min (ยตminimum [15],ยตBanyak [1000]) = min (0.33 ; 0.33) = 0,33
33
Maksimum
THEN
Proses Implikasi [R2] IF
Tegangan
Maksimum
And
Rugi-rugi
Minimum
THEN
Kesesuaian DG Maksimum. alpha_predikat1 = min (ยตMaksimum [15],ยตMinimum [1000]) = min (0.67 ; 0.67) = 0,67 Lalu berdasarkan nilai di atas dicari batas integral untuk perhitungan integral. (Z โ 0)/1 = 0.33
๏ z= 0.33
(Z - 0 )/1 = 0.67
๏ z= 0.67
Melalui batas diatas didapatkan ยต :
ยต=[
0.25 ๐ง โค 0.33 ] ๐ฅ 0.33 โค ๐ง โค 0.67
Nilai di atas dimasukan ke dalam persamaan : b
๏ฒ ๏ญ ๏จ x ๏ฉ x dx A
COG ๏ฝ
a b
๏ฒ ๏ญ ๏จ x ๏ฉ dx A
a
Dengan demikian, Nilai Kesesuaian DG untuk besar tegangan 15kV dan besar rugi-rugi 1000kVA adalah sebesar : 0.387
34