3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Antibiotik adalah zat-zat yang dihasilkan dari fungi atau bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroba lain, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat tersebut, yang dibuat secara semisintetis dan sintesis dengan khasiat antimikroba lazimnya juga disebut antibiotik (Tjay & Rahardja, 2002). 2.2 Penggolongan Antibiotik 2.2.1 Berdasarkan Spektrum atau Kisaran Kerja Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Berspektrum sempit (narrow spectrum), hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja, contohnya hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri Gram positif atau Gram negatif saja. b. Berspektrum luas (broad spectrum), dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan Gram positif maupun Gram negatif (Pratiwi, 2008). 2.2.2 Berdasarkan Mekanisme Kerjanya Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dapat dikelompokkan menjadi lima golongan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
4
a. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel. Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin, basitrasin dan vankomisin. b. Antibiotik yang merusak membran plasma. Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah polimiksin, nistatin, dan amfoterisin c. Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah golongan aminoglikosida, makrolida, kloramfenikol, linkomisin dan tetrasiklin. d. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat (DNA/RNA). Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah rifampisin dan golongan kuinolon. e. Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial. Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah sulfonamida, kotrimoksazol dan asam p-amino salisilat (PAS) (Pratiwi, 2008) 2.2.3 Berdasarkan Daya Kerjanya Berdasarkan daya kerjanya terhadap mikroba, antibiotik dapat digolongkan sebagai : a. Zat bakterisid, yaitu antibiotik yang memiliki kemampuan untuk membunuh bakteri. b. Zat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang meiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Dzen, 2003).
Universitas Sumatera Utara
5
2.3. Efek Samping Antibiotik Penggunaan antibiotik yang sembarangan dan tidak tepat dosis, dapat menggagalkan terapi pengobatan yang sedang dilakukan. Selain itu dapat menimbulkan bahaya seperti : 1. Resistensi, ialah tidak terganggunya sel mikroba oleh antibiotik yang merupakan suatu mekanisme alami untuk bertahan hidup. Ini dapat terjadi apabila antibiotik diberikan atau digunakan dengan dosis yang terlalu rendah atau masa terapi yang tidak tepat.
2. Suprainfeksi, yaitu infeksi sekunder yang timbul ketika pengobatan terhadap infeksi primer sedang berlangsung dimana jenis dan infeksi yang timbul berbeda dengan infeksi primer (Tjay & Rahardja, 2007).
2.4. Kloramfenikol 2.4.1. Sejarah Kloramfenikol pertama kali dipisahkan pada tahun 1947 dari pembiakan Streptomyces Venezuelae. Agen ini disintesis pada tahun 1949, kemudian menjadi antibiotik penting pertama yang sepenuhnya disintesis dan diproduksi secara komersial. Kepentingan ini mulai memudar seiring dengan tersedianya antibiotik yang lebih aman dan efektif (Katzung, 2004). Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik spektrum luas yang berasal dari beberapa jenis Streptomyces misalnya S.venezuelae, S. phaeochromogenes var. chloromyceticus dan S. amiyamensis. Setelah para ahli berhasil mengelusidasi strukturnya, maka sejak tahun 1950 kloramfenikol sudah dapat disintesis secara total. S. venezuelae pertama kali diisolasi oleh Burkholder pada tahun 1947 dari contoh tanah yang diambil di
Universitas Sumatera Utara
6
Venezuela. Filtrat kultur cair organisme menunjukkan aktivitas terhadap beberapa bakteri gram negatif dan riketsia (Wattimena, 1991). 2.4.2. Sifat Fisika dan Kimia Kloramfenikol
2.4. Gambar Struktur Kloramfenikol D-treo(-)-2-2-Dikloro-N-( B-hidroksi- - (hidroksimetil-p-nitrofenetil) asetamida. Menurut Ditjen POM (2014), kloramfenikol memiliki informasi yaitu: Rumus Molekul
: C11H12Cl2N2O5
Nama Umum
: Kloramfenikol
Pemerian
: Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan; larutan praktis netral terhadap lakmus P; stabil dalam larutan netral atau larutan agak asam.
Kelarutan
: Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam propilen glikol, dalam aseton dan dalam etil asetat.
Persyaratan
:Pada
sediaan
kapsul
kloramfenikol
mengandung
kloramfenikol, C11H12Cl2N2O5, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Rotasi jenis
: antara + 170 dan +200
Universitas Sumatera Utara
7
PH
: antara 4,5 dan 7,5
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat dan tahan cahaya.
Indikasi
: Sebagai antibiotik.
Bentuk sediaan
: Kapsul 250 mg
2.4.3. Aktivitas Antimikroba Kloramfenikol bertindak menghambat sintesis protein dengan cepat tanpa mengganggu sintesis DNA dan RNA. Kloramfenikol dihasilkan melalui fermentasi, tetapi sekarang telah dihasilkan melalui sintesis kimia. Kloramfenikol adalah antibiotika pertama yang mempunyai efek terhadap rikets. Penggunaannya perlu diawasi dengan memonitor keadaan hematologi karena dapat menyebabkan efek hipersensitivitas (Hadisahputra dan Harahap, 1994). Kloramfenikol merupakan antibiotik bakteriostatik berspektrum luas yang aktif terhadap organisme-organisme aerobik dan anaerobik gram positif maupun negatif. Sebagian besar bakteri gram positif dihambat pada konsentrasi 1-10 µg/mL, sementara kebanyakan bakteri gram negatif dihambat pada konsentrasi 0,2 - 5 µL/ml. (Katzung, 2004).
2.4.4. Farmakokinetika Dosis kloramfenikol yang umum adalah 50-100 mg/kg/hari. Setelah pemberian peroral, kristal kloramfenikol diabsorbsi dengan cepat dan tuntas. Dosis oral 1 g menghasilkan kadar darah antara 10-15 µg/ml.. Kloramfenikol palmitat merupakan suatu pro-drug yang dihidrolisis dalam usus untuk menghasilkan kloramfenikol bebas. Formulasi parenteralnya, kloramfenikol
Universitas Sumatera Utara
8
suksinat, menghasilkan kloramfenikol bebas melalui hidrolisis, menyebabkan kadar darah sedikit lebih rendah dibandingkan kadar darah yang dicapai dengan obat yang diberikan secara oral. Kloramfenikol didistribusikan secara luas ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Hal ini meliputi juga sistem saraf pusat sehingga konsentrasi kloramfenikol dalam jaringan otak dapat setara dengan konsentrasi dalam serum. Obat ini mengalami penetrasi membran sel secara cepat. Ekskresi kloramfenikol tidak perlu diubah pada saat kerja ginjal menurun, namun harus dikurangi dalam jumlah besar pada kegagalan hati. (Katzung, 2004).
2.4.5. Penggunaan Klinis Sebagai obat sistemik, kloramfenikol hampir tidak dipakai lagi berhubung toksisitasnya yang kuat, resistensi bakteri, dan tersedianya obat-obat lain yang lebih efektif (misalnya cephalosporin). Kloramfenikol kadang-kadang juga digunakan secara topikal untuk pengobatan infeksi mata karena spektrum antibakterinya yang luas dan kemampuannya mempenetrasi jaringan okuler dan cairan bola mata. Obat ini tidak efektif untuk infeksi-infeksi chlamydia (Katzung, 2004).
2.4.6. Identifikasi Kloramfenikol • Spektrum serapan inframerah zat yang dispersikan dalam kalium bromida P menunjukkan hanya pada panjang yang sama seperti pada Kloramfenikol BPFI . •Waktu retensi puncak utama pada kromatografi larutan uji sesuai dengan waktu retensi puncak utama pada kromatogram larutan baku yang diperoleh pada Penetapan kadar .
Universitas Sumatera Utara
9
2.4.7. Penetapan Kadar Kloramfenikol Penetapan kloramfenikol dapat ditetapkan dengan : 1. Dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi dengan menggunakan fase gerak berupa campuran air : metanol P : asam asetat glasial P (55:45:0,1) 2. Dengan metode spektrofotometri ultraviolet (UV) (Ditjen, 2014).
2.4.8. Efek Samping Efek samping yang ditimbulkan koramfenikol antara lain adalah : Depresi sumsum tulang belakang, yang menimbulkan kelainan darah yang serius,seperti anemia aplastik, anemis hiploplastik, granulositopenis. Selain itu, obat juga menyebabkan gangguan saluran cerna, neurotoksik, suprainfeksi dan reaksi hipersensitivitas. Oleh karena itu kloramfenikol tidak boleh digunakan untuk pengobatan infeksi yang bukan indikasinya, seperti influenza, infeksi kerongkongan atau untuk pencegahan infeksi (Soekardjo, dkk, 1995). Efek samping yang berupa depresi sumsum tulang dapat tampak dalam dua bentuk anemia yakni sebagai berikut: a.Penghambat pembentukan sel-sel darah (eritrisis,trombosis,dan granulosit) yang timbul dalam waktu lima hari sesudah dimulainya terapi. Gangguan bersifat reversible. b. Anemia aplastis, yang dapat timbul sesudah beberapa minggu sampai beberapa bulan pada penggunaan oral, parenteral dan okuler. Menurut dugaan, kerusakan sumsum tulang ini disebabkan oleh metabolit kloramfenikol toksis yang dibentuk oleh kuman usus. Telah dipastikan bahwa obat diuraikan oleh sinar UV menjadi senyawa nitro (so) yang toksis bagi sel-sel
Universitas Sumatera Utara
10
sumsum (Tjay dan Rahardja 2002) Kloramfenikol menghambat enzim pada membran mitokondria bagian dalam, kemungkinan dengan menghambat peptidil transferasi ribosom. Enzim lain yang dipengaruhi adalah sitokrom oksidase, ATP-ase dan ferrokhelatase (yang berperan pada biosintesis hem). Toksisitas yang diamati pada obat ini dapat dikorelasikan dengan efek-efek tadi (Wattimena, 1991).
2.4.9. Kontraindikasi ` Kloramfenikol tidak diberikan pada penderita alergi, penyakit hati yang berat, adanya penyakit darah, dalam kombinasi dengan obat hematotoksik lain seperti sitostatik, pada pasien insufisiensi ginjal pada minggu terakhir kehamilan, setelah melahirkan, pada bayi prematur dan bayi baru lahir (Wattimena,1991).
2.5. Pengenalan KCKT 2.5.1. KCKT Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi, lingkungan,
bioteknologi,
polimer,
dan
industri
-
industri
makanan
(Rohman,2007). Prinsip dasar dari HPLC adalah pemisahan zat yang akan dianalisis berdasarkan kepolarannya. Adapun prinsip kerja dari alat HPLC adalah ketika
Universitas Sumatera Utara
11
suatu sampel yang akan diuji diinjeksikan ke dalam kolom maka sampel tersebut kemudian akan terurai dan terpisah menjadi senyawa-senyawa kimia ( analit ) sesuai dengan perbedaan afinitasnya. Hasil pemisahan tersebut kemudian akan dideteksi oleh detector (spektrofotometer UV, fluorometer atau indeks bias) pada panjang gelombang tertentu, hasil yang muncul dari detektor tersebut selanjutnya dicatat oleh recorder yang biasanya dapat ditampilkan menggunakan integrator atau menggunakan personal computer (PC) yang terhubung online dengan alat HPLC tersebut. Pada prinsipnya kerja HPLC adalah sama yaitu pemisahan zat yang akan dianalisis berdasarkan kepolarannya, alatnya terdiri dari kolom (sebagai fasa diam) dan larutan tertentu sebagai fasa geraknya. Yang paling membedakan HPLC dengan kromatografi lainnya adalah pada HPLC digunakan tekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak. Campuran analit akan terpisah berdasarkan kepolarannya dan kecepatannya untuk sampai kedektetor (waktu retensinya) akan berbeda, hal ini akan teramati pada spektrum yang puncak-puncaknya terpisah. 2.5.2 Kegunaan KCKT Kegunaan umum KCKT adalah sebagai berikut : - Pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis - Analisis ketidakmurnian (impurities) - Analisis senyawa- senyawa tidak mudah menguap (non-volatil) - Penentuan molekul- molekul netral, ionik, maupun zwitter ion - Isolasi dan pemurnian senyawa - Pemisahan senyawa- senyawa yang strukturnya hampir sama
Universitas Sumatera Utara
12
- Pemisahan senyawa- senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri KCKT paling sering digunakan untuk: - menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asamasam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis - menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat produk hasil sampingan proses sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi - Memonitori sampel-sampel yang berasal dari lingkungan - Memurnikan senyawa dalam suatu campuran - Memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam suatu campuran - Kontrol kualitas - Dan mengikuti jalannnya reaksi sintetis Keterbasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks,maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Rohman,2007). Hampir semua produk obat baru yang dikembangkan akhir-akhir ini menggunakan KCKT sebagai metode pilihan untuk analisis stabilitas sediaanya. KCKT dapat memisahkan dan menentukan jumlah zat berkhasiat dan hasil peruraiannya. Banyak metode analisis lama yang dipakai sebagai metode pemeriksaan resmi berangsur-angsur digantikan oleh metode KCKT yang lebih spesifik , peka dan teliti (Lachman, 1994).
Universitas Sumatera Utara
13
Alat utama KCKT terdiri dari: 1. Tandon pelarut Bahan tandon pelarut harus lembam terhadap fase gerak berair dan tidak berair. Sehingga baja antikarat dan gelas menjadi pilihan. Baja antikarat jangan dipakai pada pelarut yang mengandung ion halida dan jika tandon harus bertekanan, hindari penggunaan gelas. Daya tampung tandon harus lebih dari 500 ml digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir 1-2 ml/menit. 2. Pipa Pipa merupakan penyambung dari seluruh bagian sistem. Garis tengah dalam pipa sebelum penyuntik tidak terpengaruh. Hanya saja harus lembam, tahan tekanan dan mampu dilewati pelarut dengan volume yang memadai. 3. Pompa Pompa harus lembam terhadap semua pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah gelas, baja anti karat, teflon, dan batu nilam. Aliran pelarut dalam pompa harus tanpa denyut atau diredam untuk menghilangkan denyut, karena denyut air pelarut dapat menyebabkan hasil yang rancu bagi beberapa detektor. Kecepatan alir pompa harus tetap, baik untuk keperluan jangka pendek maupun jangka panjang. 4. Penyuntik / Sistem Penyuntik Cuplikan Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai ketelitian maksimum analisis kuantitatif. Yang terpenting sistem harus dapat mengatasi
Universitas Sumatera Utara
14
tekanan balik yang tinggi tanpa kehilangan cuplikan. Pada saat pengisian cuplikan, cuplikan dialirkan melewati lingkar cuplikan dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuangan. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati lingkar cuplikan ke kolom. 5. Kolom Kolom merupakan jantung kromotograf, keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Dianjurkan untuk memasang penyaring 2µm di jalur antara penyuntik dan kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak dan cuplikan. Hal ini dapat memperpanjang umur kolom (Munson, 1991). Kolom dapat diibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : a. Kolom analitik : garis tengah dalam 2-6 mm. untuk kemasan mikropartikel biasanya
panjang kolom 10-30 cm.
b. Kolom preparatif : garis tengah 6 mm atau lebih panjang 25-100 cm (Johnson, 1991). Kolom kromotografi untuk pengaliran oleh gaya tarik bumi (gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi kran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Salah satu konsep penting KCKT ialah mengusahakan volum pelarut antara penjerap dan detektor atau fraksinator sekecil mungkin untuk mencegah pencampuran kembali fraksifraksi setelah terpisah (Gritter, 1991).
Universitas Sumatera Utara
15
6. Detektor Detektor harus memberi tanggapan pada cuplikan, tanggapan yang dapat diramal, peka, hasil yang efesien dan tidak terpengaruh oleh perubahan suhu atau komposisi fase gerak. Detektor yang dipakai pada KCKT biasanya adalah UV 254 nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbulah pelebaran pita yang memperburuk pemisahan. Pemilihan detektor KCKT tergantung pada sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai. 7. Penguat Sinyal Pada umumnya sinyal yang berasal dari detektor diperkuat terlebih dahulu sebelum disampaikan pada alat perekam potensiometrik. Dapat pula sinyal dikirimkan kepada suatu integrator digital elektronik untuk mengukur luas puncak kromatogram secara otomatik. 8. Perekam Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan yang berfungsi untuk merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa pelak (puncak). Dari daftar tersebut secara kualitatif kita dapat menentukan atau mengetahui senyawa apa saja yang diperiksa, luas dan tinggi puncak berbanding lurus dengan konsentrasi. Dari data ini dapat pula dipakai untuk memperoleh secara kuantitatif. Sebagai perekam biasanya dipakai bersama-sama dengan integrator (Munson, 1991).
Universitas Sumatera Utara
16
2.5.3 Proses kromatografi Cair Kinerja Tinggi Pemisahan dalam KCKT berdasarkan perbedaan interaksi antara analit yang di bawa oleh aliran fase gerak dengan permukaan fase diam sehingga menghasilkan perbedaan waktu tambat untuk suatu campuran analit ( Kazakevich dan LoBrutto, 2007 ).
2.5.3. Ilustrasi skema proses kromatografi cair kinerja tinggi
Berdasarkan pernyataan di atas terdapat dua fase yang berbeda yang terlibat dalam kromatografi yaitu satu fase yang berfungsi membawa analit biasanya disebut fase gerak, dan fase lain yang tidak bergerak atau disebutfase diam. Suatu campuran komponen zat biasanya disebut analit, yang didispersikan dalam fase gerak pada tingkat molekuler sehingga menghasilkan transpor yang seragam dan interaksi dengan fase gerak dan fase diam ( Kazakevich dan LoBrutto, 2007).
Universitas Sumatera Utara
17
Komposisi fase gerak dalam analisis KCKT berperan penting dalam keberhasilan pemisahan. Pada kromatografi fase normal dan balik, kelarutan dari campuran komponen baik dalam fase gerak dan fase diam berperan dalam besarnya pemisahan. Campuran komponen zat yang kelarutanya tinggi dalam fase gerak tetapi kelarutanya rendah dalam fase diam akan menghasilkan waktu retensi yang singkat. Karena pengaruh kelarutan pada polaritas molekul, maka penting untuk membandingkan polaritas campuran komponen zat dengan fase diam dan fase gerak (Kenkel,1994).
Universitas Sumatera Utara