BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tepung Terigu Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari bulir gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mi dan roti. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis, trigo, yang berarti "gandum". Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Tepung terigu juga berasal dari gandum, bedanya terigu berasal dari biji gandum yang dihaluskan, sedangkan tepung gandum utuh (whole wheat flour) berasal dari gandum beserta kulit arinya yang ditumbuk. Jenis tepung terigu 1. Tepung berprotein tinggi (bread flour): tepung terigu yang mengandung kadar
protein tinggi, antara 11%-13%, digunakan sebagai bahan pembuat roti, mi, pasta, dan donat. 2. Tepung berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour): tepung terigu yang
mengandung kadar protein sedang, sekitar 8%-10%, digunakan sebagai bahan pembuat kue cake. 3. Tepung berprotein rendah (pastry flour): mengandung protein sekitar 6%-8%,
umumnya digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti biskuit atau kulit gorengan ataupun keripik. (www.aptindo.or.id).
Universitas Sumatera Utara
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mi. Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Tepung terigu mempunyai gluten yang tidak dimiliki oleh serealia lainnya. Gluten tersebut berperan penting dalam membuat massa adonan tepung menjadi ulet dan menyebabkan mi yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8-12%, kadar abu 0,25-0,60%, dan gluten basah 24-36% (Astawan, 2008).
Pada tepung, serat kasar lebih tinggi dibandingkan dengan pati. Penentuan serat kasar pada bahan pangan sangat penting dalam penilaian kualitas bahan pangan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan. Serat kasar mengandung selulosa, lignin, dan zat lain yang belum dapat diidentifikasi dimana tidak dapat dicerna oleh pencernaan manusia dan binatang. Serat kasar dapat dipakai untuk menentukan kemurnian bahan dan efisiensi proses (Sudarmadji, dkk., 1989).
Hubungan antara tepung gandum (flour), protein, gluten jaringan, dan produk adalah mutu produk yang dihasilkan ditentukan oleh kandungan gluten jaringan tepung tersebut. Mutu jaringan tersebut ditentukan oleh kuat gluten (daya ikat air oleh gluten). Kuat gluten ditentukan oleh jumlah protein yang ada dan jumlah protein ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan (Subagjo, 2007). Komposisi kimia tepung terigu dihitung per 100 g bahan dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Komposisi kimia tepung terigu per 100 g bahan Komponen
Kadar
Kadar air (%)
12,00
Karbohidrat (%)
74,5
Protein (%)
11,80
Lemak (%)
1,20
Abu (%)
0,46
Kalori (kal)
340
(Kent, 1983)
2.2. Ubi Kayu
Ubi kayu (manihot esculenta) termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi Gambar 2.1 Ubi Kayu
kayu
bisa
mencapai
ketinggian
1-4
meter.
Pemeliharaannya mudah dan produktif. Ubi kayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian 1200 meter di atas permukaan air laut. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah (www.iptek.net.id).
Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Universitas Sumatera Utara
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Manihot
Species
: Manihot esculenta
Proses pembuatan tepung tapioka dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya yaitu melalui proses pengupasan, perendaman, pemarutan, pengepresan, kemudian di keringkan sehingga menjadi tepung tapioka. Menurut Amin (2006), proses pembuatan tepung tapioka secara tradisional diawali dengan pengupasan dan pencucian sampai penggilingan, pengeringan dan pengayakan. Pengolahan ubi kayu dengan cara tradisional dalam proses pembuatan tepung, lebih praktis dan hemat biaya untuk penyajian tepung tapioka. Dengan cara baru, proses pembuatan tepung ubi kayu dilakukan melalui tahap pengeringan dengan alat pengering (kabinet), proses pengeringan lebih cepat dan mengurangi tingkat kerusakan pada tepung yang dihasilkan (Adegunwa et al., 2011). Tepung tapioka adalah salah satu hasil olahan dari ubi kayu. Tepung tapioka umumnya berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi singkong (Razif, 2006; Astawan, 2009). Kandungan nutrisi pada tepung tapioka, dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Kandungan Nutrisi Pada Tepung Tapioka Komposisi
Jumlah
Kalori
363
Karbohidrat (%)
88,2
Kadar air (%)
9
Lemak (%)
0,5
Protein (%)
1,1
Ca (mg/100 gr)
84
P (mg/100 gr)
125
(Soemarno,2007)
2.3. Tepung Campuran
Berbagai upaya telah dilakukan oleh negara-negara berkembang untuk mengangkat penggunaan tepung campuran, di mana penggunaan tepung terigu digantikan oleh tepung-tepungan lokal dalam pembuatan produk-produk mi dan rerotian sehingga mengurangi biaya yang berkaitan dengan impor gandum (Olaoye et al, 2006).
Menurut Dendy et al (2001), definisi tepung campuran terbagi menjadi dua. Pertama, tepung campuran merupakan campuran dari terigu dan tepung lain untuk pembuatan produk-produk mi dan rerotian, yang memerlukan pengembangan ataupun tidak, dan produk-produk pasta; kedua, tepung campuran secara keseluruhan adalah campuran tepung non terigu sebagai pengganti satu jenis tepung untuk tujuan tertentu, baik tradisional maupun modern. Penggunaan tepung campuran memiliki dua fungsi, yaitu untuk mengurangi atau menghilangkan penggunaan gandum atau
Universitas Sumatera Utara
bahan pangan pokok lain dan untuk mengubah karakteristik gizi produk, misalnya dengan memperkaya kandungan protein, vitamin, atau mineral (Dendy et al, 2001).
2.4. Mi Instan
Dipasaran dikenal beberapa jenis mi, seperti mi segar/mentah, mi basah, mi kering, dan mi instan yang pada prinsipnya dibuat dengan cara yang sama. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994, mi instan didefenisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mi dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 4 menit. Mi instan dikenal dengan ramen (Astawan, 2008).
Bahan baku utama dalam pembuatan mi instan adalah tepung terigu, tepung tapioka, dan air. Tepung terigu berasal dari gandum, dimana pada umumnya gandum diklasifikasikan berdasarkan atas kekerasan dari gandum dan protein yang dikandungnya serta warna butir gandum itu sendiri. Pada perusahaan makanan, tepung terigu yang digunakan harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu tepung terigu jenis hard flour (jenis kuat) dimana tepung terigu jenis ini memiliki kandungan gluten yang tinggi sehingga bisa menghasilkan adonan yang elastis dan tidak mudah putus. Jumlah kadar gluten sesuai dengan standar adalah minimal 9% dan maksimal 14% (Kent, 1983).
Mi instan telah dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti nasi, oleh sebagian masyarakat dan merupakan jenis pangan yang sangat luas penyebarannya. Tetapi pada dasarnya mi instan tidak bisa dijadikan makanan pokok, karena kandungan gizinya tidak mencukupi angka kecukupan gizi (Haryadi, 1992). Mi instan banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena harganya relatif murah, nilai kalori cukup
Universitas Sumatera Utara
tinggi, dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang menarik serta daya tahan yang cukup tinggi (Harper dkk, 1979).
Nilai gizi mi pada umumnya dapat dianggap cukup baik karena selain karbohidrat terdapat sedikit protein yang disebut glutein. Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mi adalah gluten. Gluten dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dalam gandum) dan glutenin. Protein dalam tepung terigu untuk pembuatan mi harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mi menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya. Mutu atau resep yang digunakan oleh pabrik sangat banyak sehingga nilai gizinya pun sangat bervariasi (Judoadmijojo, 1985). Semua produk pangan yang dihasilkan harus memenuhi standar yang telah dibuat. Setiap produk pangan memilki Standar Nasional Indonesia supaya bahan pangan yang dikonsumsi memiliki mutu yang tetap. Kandungan gizi mi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Kandungan mi instan secara umum Kandungan gizi
Komposisi per 100 g
Rata per porsi
Protein (g)
10
7
Lemak (g)
5
3,5
Kolestrol (mg)
max 3
max 2,1
Karbohidrat (g)
69
48
Kadar air (g)
max 11
Energi (Kkal)
362
Mineral (g)
6
max 8 254 4,2
(Winarnoa ,2002)
Universitas Sumatera Utara
Syarat mutu mi instan dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Syarat mutu mi instan No
Kriteriauji
Satuan
Persyaratan
1
Keadaan Tekstur
-
Normal/dapat diterima
Aroma
-
Normal/dapat diterima
Rasa
-
Normal/dapat diterima
Warna
-
Normal/dapat diterima
2
Benda asing
-
Tidak boleh ada
3
Keutuhan
%b/b
Min. 90
4
Kadar air Proses penggorengan
%b/b
Maks. 10,0
Proses pengeringan
%b/b
Maks. 14,5
Mi dari terigu
%b/b
Min. 8,0
Mi dari bukan terigu
%b/b
Min. 4,0
Bilangan asam
mg
5
6
Kadar protein
KOH/gram Maks. 2
minyak 7
Cemaran logam Timbal (Pb)
mg/kg
Maks 2,0
Raksa (Hg)
mg/kg
Maks 0,05
8
Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0,5
9
Cemaran mikroba Koloni/g
Maks 1,0 x 106
Angka lempeng total
Universitas Sumatera Utara
E. coli
APM/g
<3
Salmonela
-
Negatif per 25 g
Kapang
Koloni/g
Maks. 1,0 x 103
SNI 01-3551-2000
2.5. Kadar Nutrisi
2.5.1. Kadar Air
Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, hal ini merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan air tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan. Pengurangan air disamping bertujuan mengawetkan juga untuk mengurangi besar dan berat bahan pangan (Winarno, 1980).
2.5.2. Kadar Abu
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain: a. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya pada proses penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian endosperm dengan kulit/katul dan lembaganya. Apabila masih banyak kulit atau lembaga terikut dalam endosperm maka tepung gandum yang dihasilkan akan mempunyai kadar abu yang relatif tinggi. b. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan. Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintetis.
Universitas Sumatera Utara
c. Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.
Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-6000 C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.
Sampel yang akan diabukan ditimbang sejumlah tertentu tergantung macam bahannya. Bahan yang mempunyai kadar air yang tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan lebih dahulu. Temperatur pengabuan harus diperhatikan sungguhsungguh karena banyak elemen abu yang dapat menguap pada suhu yang tinggi. Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antar 2-8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit.( Sudarmadji, 1992)
2.5.3. Kadar Serat
Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin, dan zat lain yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti. Serat kasar disini adalah senyawaan yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia ataupun binatang. Didalam analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tak larut dalam asam encer ataupun basa encer dengan kondisi tertentu. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa adalah : 1. Defatting,
yaitu
menghilangkan
lemak
yang terkandung
dalam sampel
menggunakan pelarut lemak.
Universitas Sumatera Utara
2. Digestion, terdiri dua tahap yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan dengan basa. Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam keadaan tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan dari pengaruh luar.
Serat sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut.( Sudarmadji, 1992).
2.5.4. Kadar Lemak
Lemak adalah sekelompok ikatatan organik yang terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) yang mempunyai sifat dapat larut dalam pelarut lemak seperti petrolueum benzene atau eter. Lemak di dalam bahan makanan yang memegang peranan penting ialah disebut lemak netral atau trigliserida yang molekulnya terdiri atas satu molekul gliserol dan tiga asam lemak.
Lemak dalam bahan makanan ditentukan dengan metode ekstraksi beruntun di dalam alat soklet, mempergunakan ekstrans pelarut lemak, seperti petroleum benzene atau eter. Bahan makanan yang akan ditentukan kadar lemaknya, dipotong-potong setelah dipisahkan dari bagian yang tidak dimakan seperti kulit dan lainnya. Bahan makanan kemudian dihaluskan atau dipotong kecil-kecil dan dimasukkan kedalam alat soklet untuk diekstraksi. Ekstraksi dilakukan berturut-turut beberapa jam dengan dipanaskan. Setelah diperkirakan selesai, cairan ekstrans diuapkan dan residu yang tertinggal ditimbang dengan teliti. Persentase lemak (residu) terhadap berat jumlah asal bahan makanan yang diolah dapat dihitung dan kadar lemak bahan makanan tersebut dinyatakan dalam gram persen (Sediaoetama, 1985).
2.5.5. Kadar Protein
Universitas Sumatera Utara
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronutrien lain (lemak dan karbohidrat). Protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sebagai sumber energi.
Penentuan jumlah protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan penerpaan empiris, yaitu melalui penentuan kandungan N yang ada dalam bahan makanan. Penentuan protein berdasarkan jumlah N menunjukkan protein kasar karena selain protein juga terikut senyawaan N bukan protein misalnya urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, pirimidin. Penentuan cara ini yang paling terkenal adalah cara Kjeldhal. Analisa protein metode Kjeldhal pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.
1. Tahap destruksi Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
2. Tahap destilasi Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dapat dipakai adalah asam klorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih, diberi indikator tashiro. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi sempurna dengan ditandai destilat tidak bereaksi basa.
3. Tahap titrasi
Universitas Sumatera Utara
Apabila penampung destilat digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator tashiro. Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari hijau menjadi ungu (Sudarmadji, 1992). 2.5.6. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton dan meliputi kondensasi polimer-polimernya yang tebentuk (Sudarmadji, 1992). Dalam bahanbahan pangan nabati, karbohidrat merupakan komponen yang relatif tinggi kadarnya. Beberapa zat yang termasuk golongan karbohidrat adalah gula, dekstrin, pati, selulosa, hemiselulosa, pektin, dan beberapa karbohidrat yang lain. Unsur-unsur yang membentuk karbohidrat hanya terdiri dari karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O), kadang-kadang juga nitrogen (N) (Winarno, 1980).
Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memeperkirakan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau juga disebut Carbohydrate by Difference. proximate analysis adalah suatu analisis dimana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan, sebagai berikut: % karbohidrat = 100 % - % ( protein + lemak + abu + air ) Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah penentuan dalam bahan makanan secara kasar, dan hasilnya ini biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan (Winarno, 1992).
2.6. Keutuhan
Universitas Sumatera Utara
Keutuhan diukur berdasarkan pada kehilangan berat mi setelah mi dimasak pada waktu pemasakan sesuai dengan waktu optimum pemasakan, sehingga satuan dari keutuhan adalah 100% dikurangi persentase berat mi yang hilang selama pemasakan. Persentase berat mi yang hilang selama pemasakan tersebut dianggap sebagai jumlah padatan yang keluar selama pemasakan ( AOAC, 1996).
2.7. Daya Serap Air
Daya serap air menunjukkan jumah air yang dapat diserap oleh bahan untuk mencerminkan kebutuhan bahan akan air untuk membentuk hasil pemasakan yang baik. Jenis tepung akan mempengaruhi daya serap air dari mi yang dihasilkan (Sediaoetama, 1989).
Universitas Sumatera Utara