BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Pengetahuan Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) merupakan khasanah kekayaan mental secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Setiap pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistologi) dan untuk apa (aksiologi). Pengetahuan merupakan fungsi dari sikap, menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencapai penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalaman. Adanya unsur-unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa sehingga tercapai suatu konsistensi sehingga sikap berfungsi sebagai suatu skema, suatu cara strukturisasi agar dunia disekitar tampak logis dan masuk akal untuk melakukan evaluasi tingkatan pengetahuan. Ada enam tingkatan pengetahuan. Tahu ( know ) adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. atau diartikan sebagai pengikat materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Untuk mengukur tingkatan pengetahuan ini dipergunakan menyebutkan , menguraikan, menyatakan dan sebagainya. Memahami (comprehension) adalah kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpetasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya, dalam hal ini mencakup kemampuan menangkap makna dan arti bahan yang diajarkan, yang ditunjukkan dalam bentuk kemampuan menguraikan ini pokok dari suatu bacaan misalnya
menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan
sebagainya terhadap materi atau substansi yang dipelajari.
Universitas Sumatera Utara
Aplikasi (application) adalah kemampuan menggunakan materi yang dipelajari berupa hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya pada kondisi nyata. Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah metode bekerja pada suatu kasus dan masalah yang nyata misalnya mengerjakan, memanfaatkan, menggunakan dan mendemonstrasikan. Analisis (analysis) atau sintetsis adalah kemampuan menggabungkan komponenkomponen yang terpisah-pisah sehingga membentuk suatu keseluruhan, misalnya menggabungkan, menyusun kembali dan mendiskusikannya. Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Evaluasi ini dilandaskan pada kriteria yang telah ada atau kriteria yang disusun yang bersangkutan misalnya mendukung, menentang dan merumuskan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan tersebut diatas. Adapun pertanyaan yang dapat dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu pertanyaan subjektif misalnya jenis pertanyaan essay dan pertanyaan objektif misalnya pertanyaan pilihan ganda (multiple choice), betul-salah dan pertanyaan menjodohkan. Pertanyaan essay disebut pertanyaan subjektif karena penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan faktor subjektif dari nilai, sehingga nilainya akan berbeda dari seorang penilai yang satu dibandingkan dengan yang lain dan dari satu waktu ke waktu lainnya. Pertanyaan pilihan ganda, betul-salah, menjodohkan disebut pertanyaan objektif karena pertanyaan-pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilainya tanpa melibatkan factor subjektifitas dari penilai.. Pertanyaan objektif khususnya pertanyaan pilihan ganda lebih disukai dalam pengukuran pengetahuan karena lebih mudah disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan penilaiannya akan lebih cepat.
Universitas Sumatera Utara
Proses seseorang menghadapi pengetahuan menurut Notoatmodjo bahwa sebelum orang menghadapi perilaku baru, didalam diri seseorang terjadi proses berurutan yakni awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus. Interest (merasa tertarik) terhadap objek atau stimulus tersebut bagi dirinya. Trail yaitu subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus . 2.2
Osteoporossis 2.2.1 Definisi Osteoporosis Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, yang mengakibatkan meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang cenderung untuk mengalami fraktur spontan atau akibat trauma minimal. (Consensus Development Conference, 1993). Definisi osteoporosis menurut WHO adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan kelainan mikroarsitektur jaringan tulang, dengan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dan resiko terjadinya fraktur tulang (Bulstrode & Swales, 2007) 2.2.2 Epidemiologi Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problema pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problema fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.
—-
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4% per tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang
Universitas Sumatera Utara
tinggi, riwayat barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur (Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati)
2.2.3 Etiologi —
-Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun (Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati). Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
—
-Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium
Universitas Sumatera Utara
yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.
2.2.4 Klasifikasi Osteoporosis Secara garis besar ada dua tipe osteoporosis, yaitu tipe primer dan tipe sekunder. a. Osteoporosis Primer i.
Osteoporosis primer tipe 1 adalah osteoporosis pasca menopause. Pada masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Estrogen berperan dalam proses mineralisasi tulang dan menghambat resorbsi tulang serta pembentukan osteoklas melalui produksi sitokin. Ketika kadar hormon estrogen
darah
menurun,
proses
pengeroposan
tulang
dan
pembentukan mengalami ketidakseimbangan. Pengeroposan tulang menjadilebihdominan(Wirakusumah, 2007). ii.
Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang biasanya terjadi lebih dari usia 50 tahun. Osteopososis terjadi akibat dari kekurangan kalsium berhubungan dengan makin bertambahnya usia ( Hartono, 2001 ).
iii.
Tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.Osteoporosis ini sering menyerang
Universitas Sumatera Utara
wanita dan pria yang masih dalam usia muda yang lebih muda
relative
jauh
(Hartono, 2001 )
b. Osteoporosis sekunder Osteoporosis sekunder terjadi kerana adanya penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat. Faktor pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah sepeti di bawa ( Wirakusumah, 2007) : i.
Penyakit endokrin : tiroid, hiperparatiriod, hipogonadisme
ii.
.Penyakit
saluran
cerna
yang
memyebabkan
absorsi gizi
kalsium.fosfor. vitamin D) terganggu. iii.
Penyakit keganasan ( kanker)
iv.
Konsumsi obat –obatan seprti kortikosteriod
v.
Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga.
2.2.5 Faktor Resiko Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi (Fixed) a.
Usia Faktor utama
yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor usia. 90
persen fraktur panggul terjadi pada orang berusia 50 tahun dan keatas. Hal ini disebabkan oleh
pengurangan bone mineral density yang
menyebabkan senang terjadinya frakur. Ketika oang bertambah tua, kemampuan mereka untuk menyerap kalsium dari sistem usus menurun. Dikatakan bahawa pada usia 80 tahun, kebanyakkan wanita menyerap setengah dari kalsium yang terkandung dalam makanan mereka. Selain itu dengan bertambah usia baik pria maupun perempuan akan mengalami kemerosotan enxim lactose yang diperlukan untuk mencerna susu.
Universitas Sumatera Utara
Akhirnya hanya sedikit kalsium yang diserap (Cooper, 2007 & Lane, 2001) b. Kelamin Wanita terutama wanita pascamenopause
cenderung mendapat
osteoporosis daripada pria kerana produksi estrogen yang berkurang dalam badan. Estrogen membantu osteoblast dalam proses remodeling tulang. Walaupun perempuan mempunyai resiko tinggi mendapat osteoporosis tapi pria juga mempunyai resiko terkena osteoporosis. Lebih kurang 20 – 25 persen daripada fraktur tulang pinggul yang terjadi pria mempunyai fracture – related mortality rate yang lebih tinggi daripada wanita (Cooper, 2007). c. Genetika Faktor genetika memiliki kontribusi terhadap massa tulang kita. Anak perempuan dari wanita yang mengalami patah tulang osteoporosis rata– rata
memiliki masa tulang yang lebih rendah daripada massa tulang
mereka. Studi kembar dan famili menunjukan genetik bahawa sekiranya ibu bapa mereka mengalami patah tulang panggul, anak mereka mempunyai resiko untuk mendapatnya juga. ( Lane, 2001, Cooper, 2007 & Pooples, 2006) d. Riwayat Fraktur Baru – baru ini analisa multiple pada studi di seluruh dunia membuktikan bahwa orang yang mempunyai fraktur lama mempunyai resiko mendapat fraktur baru berbanding orang yang belum pernah mendapat fraktur bagi wanita dan pria. Mereka mempunyai resiko sebanyak 1.86 kali untuk mendapat fraktur baru berbanding orang yang belum pernah mendapat fraktur (Cooper, 2007)
Universitas Sumatera Utara
e. Ras Orang Caucasian dan Asean mempunyai resiko tinggi untuk mendapat osteoporosis dan insiden fraktur panggul dan tulang belakang adalah kurang dikalangan suku Afrika daripada Caucasian (Cooper, 2007). f. Menopause dan Histerektomi Berkurangnya hormon estrogen pada masa menopause dikaitkan dengan semakin
cepatnya
massa
tulang
yang
berkurang
pada
wanita.
Pengangkatan rahim sebelum menopause yang sebenarnya semakin mempercepat berkurangnya massa tulang dan resiko patah tulang panggul. Wanita yang memiliki renteng reproduktif lebih pendek kerana terlambat haid setelah usia 15 tahun atau menopause dini akan memiliki massa tulang yang rendah dah efeknya akan bertahan sampai tua (Cooper, 2007 & Lane , 2001). g. Faktor Reproduktif Beberapa masalah reproduktif, seperti kehamilan yang sangat jarang, sejarah menyusui yang pendek, menstruasi yang tidak teratur dapat mengakibatkan massa tulang yang rendah atau patah tulang pada wanita pascamenopause, tapi hubungannya tidak begitu jelas (Lane, 2001). h. Primary/ SecondaryHypogonadism pada pria Androgen diperlukan untuk mencapai puncak massa tulang dan untuk mengekalkannya. Pria muda yang
mengalami hipogonadal akan
mempunyai level testosteron yang rendah menyebabkan densitas tulangnya juga rendah. Studi menunjukan bahawa terapi hoemon testosteron akan meningkatkan densitas tulang pada golongan ini (Cooper, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Faktor – Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi a. Alkohol Studi di Eropa, Amerika Utara, Austarlia menunjukkan konsumi alkohol lebih dari 2 unit per hari akan meningkatkan faktor resiko osteoporosis dan fraktur tulang panggul
pada pria dan wanita.
Peningkatan resiko adalah disebabkan oleh penurunan densitas tulang. Alkohol secara langsung dapat meracuni jaringan tulang atau osteoblast .Selain
itu,
konsumi alkohol yang
berlebihan dapat
mengubah
metabolisme vitamin D, yang dimana penyerapan kalsium juga terganggu (Lane , 2001 & Cooper C). b. Merokok Merokok juga meningkatkan resiko sesuatu terkena fraktur panggul. Combined analysis studi menunjukan hampir 60,000 ribu orang di Canada, U.S.A., Eropah, Australia dan Jepang mengalami dalam resiko mendapat fraktur tulang panggul yaitu 1,5 kali lipat. Studi di Swedan menunjukan pria muda dari usia 18 – 20 tahun yang merokok mempunyai densitas tulang yang kurang dan penipisan dari lapisan kortikal tulang. Studi di U.K. menyatakan bahwa wanita pascamenopause yang merokok mengalami penurunan drastis dalam densitas tulang berbanding wanita pascamenopause yang tidak merokok. Tembakau dari rokok akan meracuni tulang dan juga menunjukan kadar estrogen. Penelitian yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Norwegia selama 10 tahun (1987–1997) menunjukkan bahwa jika seseorang memiliki kebiasaan merokok satu batang perhari, dalam sebulan diperhitungkan terjadi penurunan massa
Universitas Sumatera Utara
tulang sebesar 0,004%. Apabila ada 4 batang yang dihisap dalam tempoh waktu yang sama., penurunan massa tulang akan meningkat dua belas kali atau menjadi 0, 048%. Kelihatannya tidak besar tetapi dalam jangka waktu panjang kerugian yang muncul akan besar (Cooper, 2007, Hartono, 2000 & Lane, 2001). c.
Kopi Minuman berkafein seperti kopi dapat menyebabkan tulang mengalami
keroposan. Dalam majalah American Journal of Clinical Nutrition edisi Februari tahun 2000, para peneliti dari Belanda mengungkapkan bahwa konsumsi kopi yang berlebihan dapat meningkatkan kadar homosistein. Para peneliti menemukan ada kenaikan sebesar 10% dari nilai normal pada respondan setelah diberikan tiga cangkir kopi setiap hari selama 2 minggu dan didapati berlaku penuranan kepadatan tulang sebesar 0, 0023% Dr. Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari Creighton University Osteoporosis Researc Centre di Nebraska menemukan hasil bahawa air seni peminum kafien lebih banyak mengandung kalsium. Selain itu kafien juga menghambat pembentukan tulang (Hortono, 2000& Mikkelsen, et. al., 2007). d. Indeks Massa Tubuh ( IMT) Indeks Massa Tubuh dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengukur resiko seseorang terkena osteoporosis. Dipercayai bahwa IMT yang ideal adalah dari 20 hingga 25 dari 25 hingga 30 dikatakan kelebihan berat badan sedangkan IMT lebih dari 30 adalah obersitas. IMT yang kurang daripada 19 adalah underweight dan merupakan faktor resiko untuk mndapat osteoporosis. Semakin besar seseorang semakin tinggi densitas mineral tulang mereka. Kombinasi analisis daripada beberapa
Universitas Sumatera Utara
penelitian di Canada, U.S.A., Eropa, Australia dan Jepang membuktikan resiko meningkat sehubungan dengan IMT yang kurang dari 22 dikalangan pria dan juga wanita (Cooper, 2007). e. Nutrisi Nutrisi yang kurang menyebabkan IMT yang rendah, tapi secara independen nutrisi juga mempengaruhi kekuatan tulang terutama sekali jika berlaku insufiensi dalam kalsium. Kalsium merupakan komponen atau mineral yang penting untuk tulang tapi ia juga penting untuk saraf dan otot. Sekiranya kurang kalsium dalam sumber makanan, maka badan akan memproduksi hormon paratiriod yang akan meningkatkan proses remodeling tulang. Pemecahan tulang berlaku untuk mendapatkan kalsium untuk disuplaikan kepada saraf dan otot. Vitamin D juga penting kerana ia membantu dalam adsorpsi kalsium dari usus ke dalam darah (Cooper, 2007 & WHO 2006).
2.2.6 Diagnosa osteoporosis Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan lainnya penyebab osteoporosis yang bisa diatasi (Wachjudi). a. Anamnesis Penderita osteoporosis pada umumnya tidak mempunyai keluhan sama sekali. Dalam anamnesis akan ditanyakan riwayat pengunaan obat kemudian riwayat menstruasi. Pertanyaan yang timbul adalah usia menarche, menopause, keteraturan haid, riwayat kehamilan. Kemudian akan dilakukan anamnesis gizi untuk menilai asupan kalsium dan riwayat kebiasaan-kebiasaan buruk yang dapat
Universitas Sumatera Utara
menjadi faktor risiko osteoporosis, seperti merokok, minum alkohol, dan kurang berolahraga ( Wachjudi).
b. Pemeriksaan Jasmani Pemeriksaan jasmani yang dapat dilakukan hanyalah pemeriksaan terhadap tinggi badan, untuk mengetahui apakah terjadi penurunan tinggi badan (Wachjudi). c. Manfaat dan Indikasi Screnning Osteoporosis Test Bone Mineral Density ( BMD) merupakan teknik yang digunakan untuk mengukur massa tulang. Hanya melalui test ini densitas tulang yang rendah dapat ditentukan dan osteoporosis dapat didiagnosa. Test BMD dapat digunakan untuk mengukur ( National Osteoporosis Foundation & Harvard Pilgrim Health Care): i.
mendektasi densitas sebelum seseorang mengalami fraktur
ii.
mempredeksi seseorang mempunyai resiko menderita
iii.
osteoporosis pada masa datang.
iv.
menegakkan diagnosa seorang menderita osteoporosis
v.
memonitor respon pasien terhadap pengobatan yang sedang diberikan.
Test BMD digalakan untuk ( NOF, 2008): i.
wanita yang mengalami post menopause
ii.
pria yang berumur 50 -70 tahun yang mempunyai satu atau lebih faktor resiko
iii.
wanita yang berumur lebih dari 65 tahun walaupun tidak mempunyai faktor resiko.
Universitas Sumatera Utara
iv.
Pria yang berumur lebih dari 70 tahun walaupun tiada faktor resiko.
v.
Pria atau wanita yang berumur lebih dari 50 tahun dengan riwayat fraktur tulang.
vi.
Wanita yang menjalani histerektomi sebelum menopause tanpa terapi estrogen.
Teknik –Teknik Screnning a. Absorptiometri X – ray Energi Ganda ( Dual – enery Xray Absorptiometry), (DXA). National Osteoporosis Foundation (NOF) dan WHO merekomendasikan pengukuran densitas tulang adalah dengan mengunakan DXA. Bagian tulang seperti tulang pungung dan pinggul di kelilingi oleh banyak lemak dengan berbagai jaringan halus, termasuk lemak, otot, pembuluh darah, dan
organ –organ perut. Melalui DXA
bagian ini dapat diukur dengan baik. Keseluruhan pinggul termasuk atau bagian tersendiri dari pinggul, termasuk bagian leher paha (femoral neck ) Ward’s tringle, trochanter dan bagian pungung lumbar (L 1 – L 4) umumnya diukur dalam DXA.( Lane, 2001, NOF, 2005 & Raisz, 2005). Tetapi kebanyakkan mesin DXA tidak dapat mengukur bagian
tulang panggul
dan tulang vertebra orang yang beratnya lebih dari 300 pound. Sekiranya begitu, maka akan dilakukan pengukuran densitas massa tulang pada bagian tulang radius di forearm (Raisz, 2005). b. Tomografi Komputasi Kuantitatif ( Ouantitative Computed Tomography) Cara terbaik untuk menganalisa tulang trabekular dan kortical secara asing. Namun teknik ini digunakan hanya untuk tujuan penelitian kerana biaya uang tinggi dan radiasinya adalah tinggi ( Raisz, 2005 ).
Universitas Sumatera Utara
c. Komputasi Kuantitatif Periperal ( Peripheral Quantitative Computed Tomography ) Teknik ini dikembangkan untuk mengukur tulang trabekular lengan bawah, tulang kortikal serta trabekular.teknik ini juga digunkan sebagai indkasi untuk teknik DXA (Lane, 2001). d.
Quantitative Ultrasound ( QUS ) Teknik ultrasound digunakan untuk mendiagnosa kerusakan dengan mengukur
kecepatan gelombang yang bergerak sepanjang tulang. Jika tulang tebal, gelombang suara akan bergerak lambat dan sekiranya tulang trabekular dan kortikal tipis, maka gelombang akan bergerak cepat ( Lane, 2001& . NOF, 2005 ) Pemerikasaan Labotorium (Pemeriksaan Penanda–Penanda Biokimia Turnovr Tulang ) ( Lane, 2001 & Solomon et al, 2001) a. Alkaline Phosphatase Alkaline phosphatase digunakan sebagai penanda darah bagi penyakit tulang karena enzim in diproduksi oleh sel osteoblast. Pada osteoporosis akivitas alkaline phosphatase dalam tulang biasanya meningkat. Pada awal menopause, turnover tulang meningkat kira- kira dua kali lipat dan terus meningkat selama beberapa tahun, kemudian mulai menurun. b.
Penguraian Kolagen Kolagen adalah protein utama dalam tulang dan kulit. Ketika kolagen
dihuraikan, hydroxyproline, protein utama tubuh keluar. Jika turnover tulang meningkat, demikian dengan hydroxyproline yang keluar. Tingkat hydroxyproline naik dua kali lipat atau lebih setelah menopause.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa tes laboratorium telah dkembangkan untuk mengukur bagian kecil protein kolagen dalam tulang dalam yang disebut collagen cross – links. Ketika kolagen dalam tulang diuraikan oleh sel osteoblast yang menyerap tulang, kalogen cross-link dilepaskan dari tulang dan unsur yang dikeluarkan tidak berubah. Ketika reabsorbsi tulang naik, tingkat kolagen cross-link yang dikeluarkan dalam urine semakin bertambah. c. Osteocalcin Osteocalcin adalah tulang yang dibuat oleh osteoblast. Walaupun bukan merupakan bagian dari jaringan itu sendiri, unsur ini dilepaskan ke dalam aliran darah dan karena itu dapat digunakan untuk mengukur formasi tulang (Lane, 2001).-
2.2.7 Gambaran Klinis (Sudoyo). —-
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan : •
Patah tulang akibat trauma yang ringan.
•
Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
Universitas Sumatera Utara
•
Nyeri punggung
•
Punggung yang semakin membungkuk
•
Gangguan otot (kaku dan lemah)
•
Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
2.2.8 Proses Remodeling Tulang Tulang mempertahankan jaringannya dengan merencanakan siklus pemeliharaan. Jaringan tulang secara konstan dipelihara atau menjalani proses turn over, dengan membuang jaringan lama dan menggantikannya dengan jaringan baru. Proses ini dikenali remodeling cycle. Sel osteoblast yang berperan dalam (bone formation) dan sel osteoclast dalam proses penyerapan tulang (bone resorption ). Remodeling tulang terjadi ketika sejumpah kecil tulang hilang atau pecah karena osteoclast. Setelah itu akan terbentuk resorption pit pada tulang. Kemudian osteoblast akan bergerak ke daerah tulang yang hilang dan menggantikannya dengan yang baru. Kerja osteoblast dan osteoclast dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti paratiroid hormone, kalsitonin vitamin D, dan fosfor.( Lane. N. E,2001, Hartono, 2000 ) Wanita mempunyai kecenderungan untuk mendapat osteoporosis kerana rata–rata tulang wanita lebih kecil, nipis dan mengalami kehilangan tulang dengan sangat cepat dari 4 hingga 8 tahun setelah menopause karena penurunan dalam hormon estrogennya. Selain itu, proses penipisan tulang lebih cepat pada perempuan berbanding lelaki. Pada umur usia 80 tahun, masa tulang wanita telah berkurang 40 persen dari masa tulang trabekularnya, sedangkan pria hanya berkurang 13 persen ( Lane .N.E., 2000 & NIAMS)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1 Perbedaan dalam Pembentukan Tulang Pada Pria dan Wanita ,(Seeman, 2004)
2.9 Pencegahan osteoporosis Osteoporosis merupakan kondisi alami yang terjadi pada setiap orang ketika beranjak tua. Hanya langkah- langkah untuk menudanya dapat dilakukan yaitu dengan tindakan pencegahan seperti: a. Asupan Kalsium Mencukupi Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang. Tabel 2.1 Kebutuhan Kalsium yang Perlu Dikonsumsi Mengikut Usia Infant dan Kanak – Kanak
Kebutuhan kalsium ( mg/ hari
0 – 6 bulan
300- 400
7 – 12 bulan
400
1- 3 bulan
500
Universitas Sumatera Utara
4- 6 bulan
600
7 – 9 bulan
700
Remaja 10 – 18 tahun
1300
Wanita 19 tahun – menopause
1000
Pasca menopause
1300
Sewaktu Kehamilan
1200
Waktu Laktasi
1000
Pria 19 – 65 tahun
1000
65 tahun keatas
1300
Sumber:International Osteoporosis Foundation Kalsium perlu dikonsumsi secukupnya terutama sebelum tercapai kepadatan tulang maksimal sekitar umur 30 tahun. Makanan yang direkomdasikan adalah produk susu seperti yogurt, keju, brokoli, bayam sardin, tahu, almonds, kacang, makanan bijirin, jus jeruk dan makanan yang kaya dengan kalsium (U.S Food and Drug Admistration, 2004). b. Vitamin D yang Mencukupi Vitamin D mampu memelihara kesehatan tulang dengan cara meningkatkan penyerapan mineral kalsium dari sistem pencernaan serta mengurangi pembuangannya dari ginjal. Menurut National Osteoporosis Foundation, orang yang berkulit putih akan manghasikan vitamin D yang lebih banyak dari yang berkulit hitam. Dikatakan juga supaya berjemur di panas selama 5 hingga 10 menit sekurang – kurangnya 2 kali perminggu untuk mengelakkan berlaku defiensi vitamin D. Vitamin D yang dibutuhkan adalah rata- rata 400 International Unit (National Institutes of Health, 2008).
Universitas Sumatera Utara
c. Melakukan Olahraga Dengan Beban Selain olahraga mengunakan beban, badan berat badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang.Olahraga beban adalah seperti menaiki tangga, melomapat dan binaraga (Center of Diseases Control, 2008): i.
Kanak-kanak seharusnya bersenam selama 60 menit perhari. Jika tidak adalah paling kurang tiga kali perminggu.Senaman bagi kanak-kanak sangat penting karena membantu untuk menbina tulang yang sehat.
ii.
Orang dewasa disarankan untuk bersenam sekurang– kurangnya selama 150 menit dalam seminggu sekiranya melakukan senaman ringan seperti berjalan dan 75 menit perminggu sekiranya senaman yang dilakukan mempunyai intentitas tinggi seperti berlari.
iii.
Orang tua yang berumur 65 tahun keatas dan yang tidak masalah
kesehatan
yang
menghalang
mempunyai
sekurang-kurangnya
perlu
melakukan senaman selama 150menit perminggu setidak-tidaknya senamannya ringan dan 75 menit
peminggu untuk senaman seperti
berlari. d. Gaya Hidup Sehat Dengan mengikuti gaya hidup yang sehat, osteoporosis dapat dicegah. Menghindari rokok dan alcohol dapat menurunkan resiko osteoporosis. Dengan melakukan senaman dan mengamalkan pola makanan
yang
baik
yaitu
mengurangi konsumsi daging merah, natrium, minuman bersoda dapat memcegah osteoporosis (Bone Muscles Health Care, 2005). e. Hindari Obat – Obatan Hindari obat-obatan gololongan kortikosteriod. Obat kortikosteriod digunakan untuk terapi penyakit seperti asma dan arthritis. Penggunaan dalam jangka waktu lama jelas berakibat buruk bagi pemakainya kerana selain
Universitas Sumatera Utara
osteoporosis dapat menyebabkan tukak
lambung, hipertensi dan penurunan
sistem kekebalan tubuh. Sederat penelitian menunjukan bahwa pada pengobatan jangka panjang 30 hingga 50 persen kasus mengalami kehilangan mineral jaringan tulang sebanyak 15 persen secara nyata pada enam bulan pertama pengobatan (Hartono,2000). 2.2.10 Pengobatan Osteoporosis a.
Terapi Penganti Hormon / Hormone Replacement Therapy (HRT) Terapi ini melibatkan penggunaan estrogen, baik estrogen saja maupun dikombinasi dengan hormone progestron untuk mengurangi resiko kanker rahim, tromboembolik dan hiperplasia endometrium. Terapi HRT yang direkomendasikan adalah selama lima hingga 10 tahun karena terapi jangka panjang akan meningkatkan resiko kanker payu dara dan tromboemboli. Indikasi penggunaan HRT adalah dalam managemen simptom menopause (American Medical Library, 2005 , Bulstrode et al, 2007 & Waller et al ,2006). b. Bisfosfonat Digunakan pada osteoporosis pasca menopause atau akibat kortikosteriod. Biofosfat membatasi resorpsi tulang dengan menduduki permukaan tulang dan mencegah sel osteoclast dan beberapa enzim pendukung kerja sel penyerapan tulang. Namun, unsur ini tidak menghancurkan osteoclast. Akibatnya ada peningkatan kecil kira – kira satu hingga tiga persen pertahun pada masa perawatan dan setelah itu akan memasuki masa stabil. Absorbsi biofoafonat sangat buruk, sebab hanya lima persen yang diserap oleh tubuh. Bisfosfonat harus diminum dengan air pada posisi tegak selama 30 menit, setelah itu tidak diperkenankan untuk makan selama 30 menit kedepan (Bulstrode et al, 2007 & Waller et al,2006).
Universitas Sumatera Utara
c. Selective Oestrogen Receptor Modulator (SERMs) Raloksifen berkerja terhadap jaringan tulang dengan menghambat resorpsi tulang, meningkatkan massa tulang dan menurunkan resiko akan kanker mamma dan endometrium (Wells et al, 2003). d. Kalsitonin Indikasi kalsitonin nasal spray pada pengobatan osteoporosis bagi
wanita
yang mengalami menopause lebih dari lima tahun. Pemberian kalsitonin nasal dengan dosis 200 IU akan meningkatkan densitas
tulang
vertebra
dan
mengurangi resiko fraktur tiga puluh enam persen. Efek sampingnya adalah pusing, mual dan flushing(Waller et al, 2006).
Universitas Sumatera Utara