BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Phyllum
: Chordata
Sub phyllum : Vertebrata Klas
: Aves
Sub klas
: Neornithes
Ordo
: Galliformes
Sub ordo
: Galli
Famili
: Phasianidae
Sub famili
: Pavoninae
Genus
: Pavo
Spesies
: Pavo muticus Linnaeus 1766 Merak hijau termasuk dalam Ordo Galliformes yang mempunyai salah
satu ciri yaitu kaki yang kuat, banyak aktivitas yang tergantung pada kakinya. Aktivitas tersebut antara lain berjalan, mencari makan, bertengger dan sampai pada saat akan tidur merak duduk di atas dadanya dengan jari kaki mencengkeram cabang atau ranting pohon tidur mereka (Palita, 2002).
2.1.2 Morfologi Morfologi merak hijau berbeda-beda menurut umur dan jenis kelaminnya, yakni dapat dilihat dari ukuran tubuh dan warna bulu pada merak hijau. a
Merak jantan dewasa Sativaningsih (2005) menyatakan bahwa merak jantan dewasa mempunyai
jambul tegak di atas kepalanya dan dagu berwarna hijau kebiruan, bulu hiasnya panjang berwarna campuran antara hijau emas dan hijau perunggu sehingga terlihat berkilau. Merak hijau jantan berukuran sangat lebih besar dengan panjang tubuh dapat mencapai 210 cm.
Menurut Hernowo (1995), merak jantan dewasa memiliki ciri-ciri yang khas yaitu adanya bulu hias yang tersusun dari 100-150 lembar bulu yang besar, panjang dan kuat. Warnanya adalah campuran antara hijau emas dan hijau perunggu sehingga kelihatan berkilauan. Pada bagian permukaannya terdapat cincin oval (ocellus) yang besar dan komposisi warnanya banyak. Sub termal ocellus berwarna ungu dan dikelilingi oleh dua cincin yang berwarna hijau muda dan hijau tua yang merupakan lingkaran terakhir. Bulu yang terpanjang terletak di tengah dan tidak memiliki ocellus.
b Merak betina dewasa Menurut Sativaningsih (2005), merak hijau betina dewasa mempunyai komposisi warna tubuh sama dengan jantan tetapi lebih lembut, tidak cerah, agak kusam, dan tidak mempunyai bulu hias. Merak hijau betina panjang tubuhnya berukuran 120 cm. Delacour (1977) menyatakan bahwa secara umum bulu merak hijau betina sama dengan merak jantan, hanya warnanya lebih lembut dan agak kusam. Kaki bersisik dan warnanya hitam abu-abu dan bertaji sama dengan merak jantan. Perbedaan yang nyata terletak pada bulu hias, dimana merak betina tidak mempunyai bulu hias. Bagian atas dari penutup ekor, berwarna perunggu kehijauan dengan warna kuning keputihan.
c
Merak anakan Anak merak hijau mempunyai warna coklat kusam berbintik hitam.
Warnanya sama dengan betina dewasa, tetapi lebih buram. Bagian dagu dan kepala tertutup oleh bulu berwarna putih. Jambul mulai tumbuh setelah anak merak berumur dua minggu. Pada umur dua bulan, anak merak sudah mempunyai bentuk tubuh dan bulu yang sempurna menyerupai merak betina dewasa tetapi ukurannya lebih kecil (Delacour, 1997). 2.1.3 Habitat dan pakan Alikodra (2002) menyatakan bahwa habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik komponen fisik maupun biotik yang merupakan kesatuan yang
digunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiaknya satwa liar. Komponen habitat yang terpenting untuk kehidupan satwa liar terdiri dari makanan, pelindung dan air. Pelindung adalah bagian dari habitat yang berfungsi sebagai tempat berlindung, beristirahat, atau tempat berkembangbiak. Satwa liar menempati habitat sesuai dengan keadaan lingkungan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Habitat yang sesuai untuk satu jenis satwa belum tentu sesuai untuk jenis satwa yang lain karena tiap jenis satwa menghendaki kondisi habitat yang berbeda. Keseluruhan fungsi habitat itu ditentukan oleh interaksi sejumlah komponen habitat baik fisik ataupun biotik: topografi, air, dan tanah maupun komponen biologis ataupun biotik: satwa liar, vegetasi, dan penggunaan lahan oleh manusia. MacKinnon et al. (1992) menyatakan bahwa merak hijau mempunyai kebiasaan mengunjungi hutan terbuka dengan padang rumput, perkebunan teh dan berjalan-jalan di tanah. Hal ini dipertegas oleh King et al. (1975), bahwa habitat merak hijau adalah di hutan terbuka, hutan sekunder, pinggir sungai, dan tepi hutan. Dari pernyataan di atas terlihat bahwa merak hijau mempunyai kebiasaan mencari makan, berteduh dan berlindung di tempat-tempat terbuka dan juga lebih banyaknya fungsi habitat yang diperoleh merak hijau di daerah tersebut. Jenis makanan merak hijau kebanyakan berasal dari tumbuhan seperti beberapa jenis rumput. Bagian dari tumbuhan yang dimakan yaitu biji dan daun. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, merak juga memakan serangga dan belalang kecil. Palita (2002) menjelaskan selain makan rumput-rumputan dan herba, merak juga memakan tumbuh-tumbuhan seperti gondang, lo dan bendo serta beberapa jenis serangga seperti semut dan ulat.
2.2 Perilaku Merak Hijau 2.2.1 Perilaku makan dan minum Menurut Mulyana (1988), Setiawan dan Setiadi (1992) dan Winarto (1993), aktivitas makan merak hijau dilakukan dalam dua periode, yaitu periode pagi hari dan sore hari. Aktivitas ini merupakan aktivitas makan primer, artinya makan merupakan aktivitas yang utama sedangkan perilaku atau aktivitas lainnya merupakan faktor pendukung saat melakukan aktivitas makan. Pada waktu istirahat merak juga melakukan aktivitas makan. Periode makan ini termasuk ke dalam aktivitas makan sekunder karena pada saat istirahat tersebut makan bukan merupakan aktivitas utama.
Menurut Winarto (1993), cara makan merak hijau di Taman Nasional Baluran adalah dengan mematuk makanan menggunakan paruhnya, sedangkan pemilihan makanan di permukaan tanah dilakukan dengan cara mengais menggunakan kedua tungkai kakinya. Menurut Supratman (1998) merak hijau umumnya minum setelah melakukan aktivitas makan. Setelah makan merak hijau berjalan menuju tempat-tempat sumber air. Cara minumnya dengan menjulurkan lehernya ke air secara berulang.
2.2.2 Perilaku istirahat dan tidur Hoogerwerf (1970) menyatakan bahwa merak hijau memilih tempat istirahat dan tidur pada pohon-pohon yang tidak terlalu lebat. Untuk mencapai tempat tersebut merak hijau terbang dari tanah secara tegak lurus dan kadang-kadang juga terbang dari satu pohon ke pohon lain. Menurut Winarto (1993) perilaku istirahat merak hijau terbagi kedalam dua periode, yaitu periode setelah makan di pagi hari sampai menjelang sore hari disebut “istirahat” yang merupakan istirahat sementara dan periode setelah aktivitas hariannya berakhir sampai sesaat sebelum aktivitas hariannya dimulai kembali yang disebut “tidur” yang merupakan istirahat total. Selama periode istirahat merak hijau melakukan berbagai aktivitas, antara lain menyelisik bulu, berteduh, mandi debu, makan, minum, dan aktivitas sosial. Aktivitas sosial ini dilakukan di permukaan tanah maupun di atas pohon. Sedangkan periode tidur, merak hijau tidak melakukan aktivitas lainnya.
2.2.3 Perilaku terhadap gangguan Merak hijau akan memberikan reaksi yang berbeda tergantung pada jarak sumber gangguan ketika mendapat gangguan dari manusia. Bila burung berada pada jarak yang jauh dari sumber bahaya maka dengan cepat lari menuju cover terdekat meskipun harus melewati daerah terbuka yang luas. Bila sumber gangguan pada jarak yang dekat, maka dengan cepat merak hijau akan melarikan diri. 2.2.4 Perilaku kawin Merak adalah satwa poligami dan tidak ada hubungan yang permanen antara merak hijau dewasa jantan dan betina (Hoogerwrf, 1970). Musim kawin merak hijau di Jawa Barat dan Jawa Timur berlangsung dari bulan Agustus sampai Oktober (MacKinnon, 1995). Hernowo (1995) menyebutkan bahwa perkawinan merak hijau dimulai dengan adanya “Tarian Merak” dan merak jantan memanggil merak betina dengan suara
‘ngeeeeeeeyaow, ngeeeeeeyaow... (seperti suara kucing) wee-waaoow, wee-waaoow .... atau eewaaaoow,eewaaoow... Merak betina perlahan-lahan mendekati merak jantan. Merak hijau jantan menaikkan seluruh bulu hias dan didukung/ditopang oleh bulu-bulu ekornya yang kaku dan membentuk sebuah kipas. Sayapnya diturunkan dan melangkah mendekati betina. Selanjutnya merak jantan tersebut membalik secara tibatiba dengan memiringkan tubuhnya melirik ke arah merak betina. Gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang. Betina mengelilingi merak jantan berulang-ulang, sedangkan yang jantan sesekali mendekati betina sambil bulu hiasnya digetarkan. Merak betina yang menerima bujukan tersebut, segera mendekam dan merak jantan segera naik ke punggung merak betina dan perkawinan pun berlangsung. Jika merak betina tidak menyukai merak jantan, merak betina akan menjauhi merak jantan itu dan menuju pejantan lainnya dan pejantan baru mulai menari (Hernowo,1995).
2.2.5 Perilaku bersarang
Menurut Winarto (1993) merak betina yang telah dikawini segera memisahkan diri dari kelompoknya untuk mencari tempat bersarang dan bertelur. Tiap sarang ditemukan tiga sampai enam butir telur. Sarang merak hijau berada pada areal terbuka yang sangat sedikit ditumbuhi vegetasi pada tingkat pohon dan sapihan. Dengan kondisi areal yang terbuka, cahaya matahari dapat secara langsung menyinari lokasi sarang. Aktivitas mengerami telur hanya dilakukan oleh merak betina setiap hari (siang-malam). Dalam mengerami telurnya, betina hanya 2-3 hari sekali meninggalkan sarangnya selama beberapa jam untuk mencari makan.
2.2.6 Perilaku mandi debu Menurut Supratman (1998) merak hijau melakukan aktivitas mandi debu untuk merawat tubuhnya yaitu dalam merapikan bulu-bulu, mengeluarkan ektoparasit dan benda asing yang menempel pada tubuhnya. Mandi debu dilakukan dengan menggunakan cakarnya untuk menggaruk-garuk tanah gembur yang kering sambil tubuhnya mendekam di atas tanah, kaki dijulurkan ke belakang sambil mengepakkan sayapnya sehingga debu akan masuk ke dalam bulu tubuhnya.
2.3 Penggunaan/Pemanfaatan Merak Hijau Jawa Merak hijau jawa banyak dimanfaatkan sebagai burung hias dan juga dimanfaatkan bulu hiasnya sebagai aksesoris reog ponorogo. Satu reog ponorogo menggunakan sedikitnya 1.000 helai bulu merak jawa hijau. Satu ekor merak jawa hijau diketahui memiliki sekitar 150 helai bulu (Hernowo, 2010), sehingga untuk membuat satu reog ponorogo memerlukan sekitar 9-10 ekor merak hijau.
2.4. Penangkaran Merak Hijau Jawa Di Indonesia, khususnya Pulau Jawa, terdapat beberapa penangkaran merak hijau jawa baik resmi maupun yang tidak resmi. Penangkaran yang resmi adalah penangkaran yang telah terdaftar oleh pemerintah. Beberapa lokasi penangkaran resmi merak hijau jawa yaitu Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Taman Margasatwa Ragunan, Taman Rekreasi Sengkaling Malang, Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) Solo, dan beberapa lokasi lainya.
2.5 Gangguan terhadap Merak Hijau Jawa Populasi merak hijau terus berkurang, rusaknya habitat dan perburuan liar. Burung langka yang indah ini diburu untuk diambil bulunya ataupun diperdagangkan sebagai binatang peliharaan. Untuk menghindari kepunahan burung langka ini dilindungi undang-undang. Di Pulau Jawa kini jumlah merak hijau diperkirakan tidak lebih dari 800 ekor. Selain habitat dan perburuan liar, gangguan terhadap merak hijau jawa yaitu cuaca. Cuaca yang tidak pasti berpengaruh terhadap telur-telur merak hijau jawa yang sedang dierami oleh induknya. Jika cuaca lebih sering hujan, maka telur-telur tersebut sulit untuk menetas bahkan tidak bisa menetas karena suhu dan kelembabannya tidak sesuai.