BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gizi 2.1.1. Definisi Gizi Ilmu gizi adalah ilmu yang mempelajari proses yang terjadi pada organisme hidup. Proses tersebut mencakup pengambilan dan pengolahan zat padat dan cair dari makanan yang diperlukan untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan, berfungsinya organ tubuh dan menghasilkan energi. Gizi yang cukup sangat penting pada anak usia dini untuk memastikan pertumbuhan yang sehat, pembentukan organ dan fungsi yang tepat, sistem kekebalan yang kuat, dan pengembangan neurologis dan kognitif (WHO,2013).Status gizi adalah keadaan tubuh akibat konsumi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, yang dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier ,2009). Status gizi pada anak umur 6-18 tahun dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: anak umur 6-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun. Pevalensi nasional kegemukan usia 6-12 tahun adalah (9,2%) dan usia 13-15 tahun (2,5%), sementara di Jawa barat (8,5%) untuk usia 6-12 tahun dan untuk usia 13-15 tahun (2,5%). Secara nasional prevalensi anak pendek untuk ketiga kelompok masih tinggi, yaitu di atas 30% tertinggi pada kelompok anak umur 6-12 tahun (35,8%) dan terendah pada kelompok umur 16-18 tahun (31,2%). Prevalensi kurus pada kelompok anak umur 6-12 tahun dan 13-15 tahun hampir sama sekitar
11%,
sedangkan
pada
kelompok
anak
16-18
tahun
adalah
8,9%
(RISKESDAS,2010). 2.2.Anak Balita 2.2.1. Pengertian Anak Balita Balita adalah istilah umum bagi anak usia di bawah 5 tahun. Saat usia balita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode
Universitas Sumatera Utara
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan (Sutomo B. dan Anggraeni.DY, 2010).
2.2.2. Kebutuhan Nutrisi bagi Balita Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita adalah energi dan protein.Kebutuhan energi sehari anak untuk tahun pertama kurang lebih 100-120 Kkal/kg berat badan. Untuk tiap 3 bulan pertambahan umur,kebutuhan energi turun kurang lebih 10 Kkal/kg berat badan.Energi dalam tubuh diperoleh terutama dari zat gizi karbohidrat,lemak,dan juga protein. Kebutuhan nutrisi balita merupakan prioritas utama dalam mencukupi kebutuhan gizinya setiap hari. Nutrisi yang diperlukan oleh balita tentu akan sangat berperan penting dalam menunjang pertumbuhannya hari demi hari (Proverawati, 2010).
Masa balita merupakan dimana masa transisi di usia 1-5 tahun, dan untuk memenuhi nutrisi balita dimulai dengan makan makanan padat, menerima rasa serta tekstur makanan yang baru ia coba. Pertumbuhan balita tentunya sangat ditunjang dengan asupan nutrisi yang sehat dan bergizi dari berbagai makanan. Bagi usia balita dibutuhkan 1000-1400 kalori per hari, namun tergantung dari usia, besar tubuh, serta tingkat aktivitas si kecil. Jumlah kebutuhan nutrisi balita pada setiap anak tentu saja berbeda-beda dan tidak perlu menyesuaikan dengan jumlah yang dibutuhkan, namun yang terpenting anda harus tetap memberikan nutrisi yang bervariasi setiap harinya demi menunjang pertumbuhannya (Proverawati, 2010).
2.3. Penilaian Status Gizi Anak Balita 2.3.1. Penilaian Status Gizi secara Langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu pengukuran antropometrik, parameter biokimia dan metabolik, antisipasi perjalanan medis selanjutnya (Rudolph,2007).
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.1. Antropometri
Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara intik energi dan protein.Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh.Komposisi tubuh mencakup komponen lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (non-fat mass).
Pengukuran status gizi pada balita dan anak dapat dilakukan menggunakan indeks antropometri sebagai berikut :
1. Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak.Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.
2. Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu.
3.Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal.Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap
Universitas Sumatera Utara
tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama(Arni Yuniastuti,2008).
Untuk menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan umur setiap balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan baku antropometri balita WHO 2005 (RISKESDAS , 2010)
Tabel 2.1 Status Gizi berdasarkan z-score menurut BB/U usia 0 – 5 tahun
Kategori Status Gizi
Ambang Batas (z-score)
Gizi Lebih
> +2 SD
Gizi Baik
≥ -2 SD sampai ≤ 2SD
Gizi Kurang
≥ -3 SD sampai < -2SD
Gizi Buruk
< -3 SD
Sumber: WHO 2005
2.3.2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung adalah dengan metode pengumpulan data dengan menggunakan food frequency questionnaire dan dietary history.
1.MetodeRecall 24 jam
Metode ini digunakan untuk estimasi jumlah pangan dan minuman yang dimakan oleh seseorang selama 24 jam yang lalu atau sehari sebelum wawancara dilakukan. Dengan
Universitas Sumatera Utara
metode ini akan diketahui besarnya porsi pangan.
2. Food records
Dengan metode ini responden mencatat semua pangan dan minuman yang dikonsumsi selama seminggu.Pencatatan dilakukan oleh seorang responden dengan menggunakan ukuran rumah tangga atau menimbang langsung berat pangan yang dimakan.
3.Weighing method
Metode penimbangan mengukur secara langsung berat setiap jenis pangan/pangan yang dikonsumsi oleh seseorang pada hari wawancara.
4. Food frequency questionnaire
Metode penimbangan mengukur secara langsung berat setiap pangan/pangan yang dikonsumsi oleh seseorang pada hari wawancara.
5. Dietary history
Metode ini meliputi tiga komponen dasar, yaitu wawancara mendalam pola makan sehari-hari (termasuk recall 24 jam ), checklist frekuensi pangan dan pencatatan pangan dua-tiga hari (Yuniastuti, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Cara Menghitung Status Gizi dengan Cara Z-Score 1. Bila “Nilai Riel” hasil pengukuran ≥ “Nilai Median” BB/U, TB/U, atau BB/TB, maka rumusnya:
Z-Score = Nilai Riel - Nilai Median SD Upper
1. Bila “Nilai Riel” hasil pengukuran < “Nilai Median” BB/U, TB/U, atau BB/TB, maka rumusnya : Z-Score = Nilai Riel – Nilai Median SD Lower (Bumi,2005) 2.4. Pendidikan 2.4.1.Definisi Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan dimilikinya. Sebaliknya, jika tingkat pendidikan seseorang rendah, perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan akan menghambat (Hasan,2009).
Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap digunakan dalam mengukur tingkat pembangunan suatu negara.Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus (predisposing) yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat (Kemenkes ,2007).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Tingkat pendidikan ibu
Tingkat pendidikan yang tinggi terutama yang berkaitan dengan pengetahuan gizi yang tinggi tentang informasi gizi dan kesehatan akan mendorong dalam praktek pengolahan makanan (Sediaoetama ,2008). Tingkat pengetahuan gizi ibu berkaitan dengan tingkat pendidikan formal ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal ibu akan semakin luas wawasan berfikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi gizi yang dapat diserapnya (Khomsan et al., 2009).
2.5. Pekerjaan ibu
Terdapat hubungan antara jenis pekerjaan ibu dengan prevalensi masalah gizi balita di mana pekerjaan dapat mempengaruhi status ekonomi suatu keluarga.Hubungan antara prevalensi berat kurang, kependekan dan kekurusan dengan tingkat pengeluaran rumahtangga per kapita terlihat jelas.Semakin baik keadaan ekonomi rumahtangga semakin rendah prevalensi berat kurang. Pola yang sama ditunjukan pula oleh prevalensi kependekan dan kekurusan.Namun, tidak terdapat pola hubungan yang jelas antara prevalensi
kegemukan
dengan
tingkat
pengeluaran
rumahtangga
per
kapita
(RISKESDAS,2010).
2.6. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman , rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga . Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses beururutan, yakni :
a)Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
Universitas Sumatera Utara
b) Interest (merasa tertarik ) terhadap stimulus atau objek tersebut.
c)Evaluation (menimbang – nimbang) terhadap bail dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d)Trial (percobaan), subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.
e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus (Vishalini S., 2011).
Universitas Sumatera Utara