4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tekanan Darah 2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah Tekanan darah arteri dipengaruhi oleh cardiac output, resistensi perifer dan volume darah (Barrett et al, 2010 dan Sherwood, 2011), sehingga tekanan darah dipengaruhi oleh kondisi yang mengatur ketiga
faktor ini. Tetapi dua
penentu terbesar adalah cardiac output dan resistensi perifer total, sehingga persamaannya adalah sebagai berikut : Tekanan arteri rata-rata = Cardiac output x Resistensi perifer total Gambar 2.1 Rumus Tekanan Arteri Rata-Rata (Sherwood, 2011) Karena itu, setiap perubahan dari cardiac output dan resistensi perifer, akan mempengaruhi tekanan darah. Adapun yang dapat mempengaruhinya adalah sebagai berikut : 1. Curah Jantung Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi curah jantung adalah : a. Denyut Jantung Denyut Jantung dipengaruhi oleh persarafan, simpatis dan parasimpatis (Barrett et al, 2010 dan Sherwood, 2011). Persarafan simpatis akan meningkatkan denyut jantung dan parasimpatis menurunkannya. (Barrett et al, 2010). b. Stroke Volume (Isi Sekuncup) Isi sekuncup dipengaruhi oleh aktivitas simpatis dan alirah darah kembali ke jantung (venous return). Aktivitas simpatis mempengaruhi daya kontraktilitas jantung (Barrett et al, 2010) Aktivitas simpatis akan menyebabkan influx Ca2+ ke sitosol jantung dan meningkatkan daya memeras otot jantung (Sherwood, 2011). Sedangkan aliran balik darah ke jantung berhubungan dengan hukum Frank Starling yang
Universitas Sumatera Utara
5
mempengaruhi kontraksi otot jantung, makin besar volume yang kembali, makin panjang regangan otot jantung, makin kuat kontraksi otot jantung hingga panjang optimal dicapai (Barrett et al, 2010 dan Sherwood, 2011). 2. Resistensi Perifer Total Resistensi perifer total bergantung pada jari-jari arteriol dan viskositas darah. Jari-jari arteriol dipengaruhi oleh kontrol metabolik lokal, aktivitas simpatis, hormon vasopressin dan angiotensin II. Sedangkan viskositas darah dipengaruhi jumlah sel darah merah yang terkandung di setiap milliliter volume darah (Sherwood, 2011).
Secara singkat, mekanisme pengaturan tekanan darah digambarkan dalam bagan berikut :
Gambar 2.2 Fisiologi Pengaturan Tekanan Darah (Sherwood,2011) 2.1.2 Fisiologi Pengukuran Tekanan Darah Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh, bergantung pada volume darah dinding pembuluh dan compliance, atau disensibilitas dinding pembuluh (seberapa mudah dinding pembuluh tersebut
Universitas Sumatera Utara
6
diregangkan) (Sherwood, 2011). Ada banyak istilah yang dikenal dalam pengukuran tekanan darah, yaitu : -
Tekanan sistolik adalah tekanan maksimal yang ditimbulkan pada arteri pada saat darah disemprotkan ke dalam pembuluh darah, rata-rata 120 mmHg (Sherwood, 2011)
-
Tekanan diastolik adalah tekanan minimal di dalam arteri ketika darah mengalir keluar menuju ke pembuluh yang lebih kecil, rata-rata 80 mmHg (Sherwood, 2011)
-
Tekanan nadi adalah perbedaan tekanan antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik (Barrett et al, 2010)
-
Tekanan rata-rata adalah tekanan rata-rata selama satu periode siklus jantung, nilainya sedikit lebih rendah dengan penambahan tekanan sistolik dan tekanan diastolik lalu dibagi dua (Barrett et al, 2010). Tekanan darah pada manusia biasanya secara rutin dilakukan dengan menggunakan sfigmomanometer, dengan mengukur dan auskultasi pada arteri brakhialis (Barrett et al, 2010). Metode ini berdasarkan pada prinsip Bernoulli, dimana saat suatu cairan melewati bagian yang lebih sempit, akan tejadi turbulensi. Turbulensi terjadi karena saat cairan melewati dinding pembuluh yang sempit, energi total tidak berubah (konstan) dibandingkan saat melewati dinding pembuluh yang lebar, tetapi energi kinetik meningkat dikarenakan kecepatan yang meningkat dan energi potensial berkurang (Barrett et al, 2010). Selama pengukuran tekanan darah, stetoskop dietakkan di atas arteri brakhialis dan tekanan dipompa melebihi batas perkiraan tekanan sistolik. Saat didengar melalui stetoskop, tidak ada bunyi yang terdengar, karena memang tidak ada aliran darah yang mengalir (Sherwood, 2011). Saat kemudian tekanan cuff diturunkan hingga nilai antara tekanan sistol dan diastolik, sesuai prinsip Bernoulli, darah mulai mengalir dalam kecepatan kritisnya melalui pembuluh darah yang dikonstriksikan ini dan menciptakan getaran pada dinding pembuluh darah (turbulensi) (Barrett, et al, 2010). Bunyi yang pertama terdengar oleh stetoskop itulah dinilai
Universitas Sumatera Utara
7
sebagai tekanan sistolik (Barrett et al, 2010 dan Sherwood, 2011). Perlahan tekanan diturunkan hingga akhirnya tekanan berada di bawah tekanan diastolik, darah mengalir kembali secara laminar dan suara turbulen yang terakhir terdengar dinamakan diastolik (Barrett et al, 2010 dan Sherwood, 2011). 2.2 Hipertensi 2.2.1. Definisi Hipertensi, Etiologi dan Klasifikasi Ada banyak definisi hipertensi. Menurut Riskesdas (2013), hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah meningkat secara kronis akibat jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah agar kebutuhan oksigen dan nutrient tercukupi. Sedangkan menurut Hong et al. (2010), hipertensi didefinisikan jika tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Berdasarkan Joint National Committee VII (2003) dan American Heart Assosiation (AHA) hipertensi didefinisikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau sedang mengonsumsi obat-obatan antihipertensi. Secara luas, kriteria inilah yang paling banyak digunakan (Riskesdas, 2013). Hipertensi merupakan faktor risiko terbesar untuk penyakit-penyakit kardiovaskular, seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung kongestif, penyakit ginjal, serta peripheral vascular disease (Kunes dan Zicha, 2009 ; Madhur, 2014 dan Riskesdas, 2013). Sayangnya, menurut laporan Chobanian et al (2003) dalam Mardhur (2014) diperkirakan ada 30% dewasa yang tidak sadar akan hipertensinya, 40% yang hipertensi tidak mengonsumsi obat, dan 67% yang diobati tidak mengontrol tekanan darahnya dengan baik. Sulit mendefinisikan berapa tekanan darah yang abnormal. Di sisi lain, tekanan darah berkorelasi secara kuantitatif dengan morbiditas penyakit (Mardhur, 2014). Untuk itu diperlukan patokan yang merata bagi para klinisi untuk dapat menentukan seseorang telah hipertensi atau tidak. Klasifikasi yang sudah digunakan secara umum adalah klasifikasi berdasarkan JNC VII. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII,2003 Kategori Tekanan sistolik (mmHg) Tekanan (mmHg) Normal < 120 < 80 Prehipertensi
120-139
80-89
Hipertensi stage 1
140-159
90-99
Hipertensi stage 2
> 160
> 100
diastolik
Walaupun banyak klasifikasi lain mengenai hipertensi yakni dari WHO, International Society of Hypertension (ISH), European Society of Hypertension (ESH) dan lainnya, umumnya klasifikasi JNC VII yang paling banyak digunakan (Mardhur,2014; Yogiantoro, 2009 dan Riskesdas, 2013). Nilai yang diambil dari klasifikasi ini harus didasarkan pada rata-rata nilai dua kali atau lebih pengukuran, dan dua atau lebih kunjungan setelah pengukuran pertama (Chobanian et al, 2003 dalam Mardhur,2014). Hipertensi bisa terjadi secara primer, yakni interaksi antara faktor genetik dan lingkungan, ataupun sekunder, terjadi akibat penyakit lain, misalnya terkait ginjal, vaskular ataupun endokrin (Mardhur, 2014). Secara epidemiologi, hipertensi primer atau sering disebut hipertensi esensial terjadi sebanyak 90-95% dari semua kasus hipertensi (Mardhur, 2014 dan Saing, 2005). Adapun sisanya, hipertensi sekunder, terjadi akibat penyakit lain di tubuh. Contoh penyakit di ginjal antara lain Polycistic kidney disease, Chronic kidney disease, tumor pada ginjal, dan lainnya. Pada vascular, hipertensi dapat terjadi pada keadaan koartasio aorta, vaskulitis, atau collagen vascular disease. Aktivasi Renin-angiotensinaldosterone system (RAAS) dapat menyebabkan hipertensi terkait endokrin (Yogiantoro, 2009 dan Mardhur, 2014) 2.2.2
Patofisiologi hipertensi
Hipertensi terjadi karena reaksi multifaktorial dan terjadi secara kompleks (Yogiantoro, 2009 dan Mardhur, 2014). Berdasarkan fisiologi tekanan darah yang telah dijelaskan di awal, tekanan darah merupakan hasil interaksi dari curah
Universitas Sumatera Utara
9
jantung dan resistensi perifer total (Sherwood, 2011). Adapun faktor yang berperan antara lain genetik, asupan garam, dan tonus adrenergik seseorang (Mardhur, 2014). Peningkatan tekanan darah akan menyebabkan kerusakan multiorgan. Pada jantung contohnya, terjadi perubahan struktur dan fungsi jantung. Mekanismenya antara lain melalui peningkatan beban afterload yang akhirnya menyebabkan terjadinya hipertrofi ventrikel kiri sehubungan dengan peningkatan kontraksi yang terus menerus terjadi. Beban jantung yang bertambah dan adanya hipertrofi ventrikel kiri dapat meningkatkan oxygen demand jantung, dan jika gagal dikompensasi, dapat berakhir pada infark miokardium (Riaz, 2014 dan Yugiantoro, 2009) 2.3 Hipertensi pada Remaja 2.3.1 Definisi Remaja Remaja dipahami sebagai peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Penentuan berapa umur seseorang dikatakan remaja pun sangat banyak. Menurut WHO, remaja adalah seseorang berumur 12-19 tahun. Sedangkan Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Jika mengacu pada Undang-Undang Perburuhan, anak dianggap remaja bila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap remaja bila sudah cukup matang untuk menikah yaitu 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja bila sudah berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus dari sekolah menengah (IDAI,2014) Para ahli psikologis juga banyak mendefinisikan pengertian remaja. IDAI (2014) menyebutkan “Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, et al (2000) dalam memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun dan menurut Stanley Hall usia remaja berada pada rentang 1223 tahun”. Dengan demikian, dapat diliat batasan awal usia remaja relatif sama yaitu 12 tahun, tetapi bervariasi di batasan akhirnya (IDAI, 2014).
Universitas Sumatera Utara
10
2.3.2 Metode Pengukuran Tekanan Darah pada Remaja NHLBI (2005) telah menyepakati langkah-langkah pengukuran tekanan darah pada anak dan remaja. Pada remaja, pengukuran dilakukan setiap pemeriksaan kesehatan. Adapun cara pengukurannya dengan menggunakan metode
auskultasi.
Untuk
menentukan
tekanan
darahnya,
digunakan
sfigmomanometer standar dan stetoskop yang diletakkan di arteri brakhialis pasien, di bagian proksimal dan medial dari cubital fossa, yakni bagian bawah cuff berada 2 cm di atas cubital fossa. Penentuan ukuran cuff penting untuk seorang anak, karena ukuran lengan atas anak-anak biasanya lebih kecil dibanding dewasa. Cuff yang terlalu besar atau terlalu kecil dapat mempengaruhi tekanan darah. Cuff yang dipakai harus bisa melingkari sekitar 80-100% lengan atas (NHLBI, 2005) Adapun bagian stetoskop yang digunakan adalah bagian bell, karena bisa mendengar suara korotkoff lebih jelas (NHLBI, 2005). Selain teknik, persiapan pengukuran pun menjadi penting. Seorang remaja yang akan diukur tekanan darahnya harus menghindari stimulan yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, telah duduk tenang selama lima menit, duduk dengan bagian punggung ditopang, kaki tidak menggantung (berada di lantai), lengan tertopang dengan baik (tidak menggantung) serta cubital fossa sejajar dengan jantung (NHLBI, 2005). Lengan kanan cenderung lebih dipilih karena acuan pada tabel standar diperoleh dengan cara meneliti tekanan darah anak di lengan kanannya. Selain itu
juga untuk menghilangkan kesalahan
pembacaan pada remaja dengan coarctation aorta yang cenderung mempengaruhi tekanan darah pada sisi kiri (NHLBI, 2005). 2.3.3 Kriteria Diagnosis hipertensi pada remaja Diagnosis hipertensi pada remaja, berbeda dengan diagnosis pada dewasa (Saing, 2005). Kriteria JNC VII tidak dapat digunakan pada remaja karena kriteria tersebut hanya berdasarkan penelitian yang dilakukan pada umur diatas 18 tahun (Riskesdas, 2013). Kriteria pada remaja mengacu pada laporan The Task Force on Blood Pressure Control in Children, dimana menurutnya tekanan darah normal pada
Universitas Sumatera Utara
11
remaja ditentukan jika nilai tekanan sistolik dan diastoliknya lebih kecil dari persentil 90 berdasarkan umur, jenis kelamin dan tinggi badan (NHLBI, 2005 dan Rodriguez, 2014). Prehipertensi pada remaja disebutkan jika
tekanan darah sistolik dan
diastolik berada di persentil 90-95. Hipertensi stage satu didefinisikan jika tekanan darah 95-99 persentil dan hipertensi stage dua didefinisikan jika tekanan darah diatas 99 persentil ditambah lima mmHg (NHLBI, 2005 dan Rodriguez, 2014). Tekanan darah ini harus diukur sebanyak tiga kali dengan rentang waktu beberapa menit (Katona et al, 2011). Adapun tekanan darah pada remaja berdasarkan umur, jenis kelamin dan persentil adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Tabel tekanan darah untuk remaja laki-laki (NHLBI,2005)
Universitas Sumatera Utara
12
Tabel 2.3 Tekanan darah untuk remaja perempuan (NHLBI,2005)
2.3.4 Faktor-faktor risiko terjadinya hipertensi pada remaja Umumnya pada remaja, yang terjadi adalah hipertensi essensial (Saing, 2005). Seperti yang telah disinggung diatas, hipertensi essensial merupakan hasil dari reaksi multifaktorial (Mardhur, 2014). Jadi, faktor risiko hipertensi pada remaja didasarkan pada faktor risiko penyebab hipertensi essensial. Adapun faktor risikonya adalah sebagai berikut : 1. Obesitas Obesitas merupakan faktor yang sering dijumpai. hampir pada 50% kasus (Saing, 2005). Hal ini disebabkan karena pada remaja yang obesitas dapat menyebabkan resistensi insulin yang pada akhirnya akan mengganggu sistem vaskular dan berakhir pada hipertensi (Saing, 2005) 2. Riwayat keluarga dan genetik Penelitian yang dilakukan oleh Kunes dan Zicha (2009) melaporkan bahwa adanya hubungan antara faktor genetik dan lingkungan dengan
Universitas Sumatera Utara
13
hipertensi. Timberlake (2001) dalam
Kunes dan Zicha (2009) juga
sependapat dengan menyebutkan bahwa genetik mempengaruhi nilai tekanan darah sekitar 30-50%. 3. Jenis kelamin Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012), jenis kelamin lelaki memiliki tekanan darah lebih tinggi dibanding perempuan. 4. Pendidikan orangtua Pendidikan mempengaruhi perilaku seseorang (Powdthavee, 2010). Makin rendah pendidikan seseorang makin rendah pengetahuannya akan hipertensi. 5. Tempat tinggal Tempat tinggal mempengaruhi budaya hidup seseorang, misalnya pada masyarakat yang tinggal di daerah pantai cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dikarenakan konsumsi garam yang lebih tinggi. Selain itu pada remaja perkotaan yang gaya hidupnya lebih instan, menyebabkan akses ke makanan cepat saji dan berlemak lebih mudah (Dewi, 2012). 6. Riwayat berat lahir yang rendah Menurut Ericson, et al (2001) dalam Spagnolo, et al (2013) berat badan sewaktu lahir yang rendah akan meningkatkan risiko hipertensi, penelitian ini menunjukkan bahwa nutrisi prenatal merupakan faktor predisposisi dari kejadian penyakit-penyakit terkait kardiovaskular, khususnya hipertensi. 7. Konsumsi garam Diet tinggi garam akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi (Cutler, 2006 dalam Spagnolo et al, 2013; dan Kher, 1992 dalam Saing, 2005). Akan tetapi karena tidak semua remaja dengan diet tinggi garam mengalami hipertensi, ini merumuskan bahwa ada faktor sensitivitas terhadap garam yang bisa mempengaruhi tekanan darah (Saing, 2005).
Universitas Sumatera Utara
14
2.4 Genetik dan hipertensi 2.4.1 Genetik yang berperan terhadap kejadian hipertensi Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menilai genetik apa saja yang berpengaruh terhadap tekanan darah. Timberlake menyebutkan bahwa genetik mempengaruhi tekanan darah sekitar 30-50% (Timberlake, 2001 dalam Junes dan Zicha, 2009). Penelitian oleh Beige et al (2004) misalnya menyebutkan bahwa genetik dopamine receptor type 1 mempengaruhi hipertensi pada ras Kaukasian. Selain itu, Niu et al (2010) juga melaporkan bahwa orang dengan genetik aldosterone synthase gene C-344 T meningkatkan reabsorpsi ion dan air di ginjal dan akhirnya menyebabkan seseorang berisiko hipertensi. Akan tetapi, pada kasus hipertensi mekanisme bagaimana genetik ini bisa mempengaruhi tekanan belum banyak diketahui (Ehret et al, 2013)
Universitas Sumatera Utara