BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Chaos
Penemuan chaos dimulai ketika para matematisi dan fisikawan melakukan analisis dari suatu sistem dinamis yang berbentuk persamaan differensial dan menemukan keganjilan dalam perilakunya. Sistem persamaan differensial yang merupakan model dari sistem dinamis dapat dipandang sebagai suatu mesin yang menerima input dari beberapa nilai awal dari variabel yang terkait, kemudian menghasilkan nilai baru setelah dioperasikan beberapa saat. Setiap langkah penyelesaiannya dapat direkam dalam bentuk titik koordinat dari suatu bidang grafis, yang bila di-plot dari awal hingga akhir menampakkan jejak perilaku dari sistem dinamis tersebut.
Suatu keadaan chaos dapat diartikan sebagai keadaan di mana jejak perilaku sistem susah diprediksi (Surga,2007). Para ahli dinamika nonlinier juga menggunakan istilah chaos untuk tingkah laku tak teratur dan tak terprakirakan dalam sistem nonlinier deterministik. Sistem seperti ini tidak pernah mengulang dirinya sendiri, melainkan secara terus-menerus melakukan sesuatu yang berbeda, sehingga gerakannya tampak acak dan tak teratur (Walker, 1991). Chaos menunjukkan bahwa sebuah sistem dapat memiliki tingkah laku kompleks yang muncul sebagai konsekuensi interaksi sederhana, tak linier beberapa komponen saja. Bahkan diketahui pula bahwa sistem-sistem sederhana dengan hanya satu atau dua derajat kebebasan saja dapat bersifat chaos (Setiawan,1991).
Salah satu sifat dari sistem dinamis chaos adalah model deterministiknya bersifat sederhana. Realisasi tingkah laku kompleks yang tidak membutuhkan model matematika yang kompleks merupakan sumbangan dinamika nonlinier yang paling
Universitas Sumatera Utara
penting. Model-model yang sederhana dapat menghasilkan tingkah laku kompleks dan tidak teratur (Setiawan, 1991), hal ini menyiratkan bahwa gerakan yang bersifat chaos ternyata jauh dari ketidakteraturan total dan malah menampilkan suatu pola tertentu yang dapat terlihat dengan mudah (Walker, 1991). Berdasarkan kenyataan ini. maka kita dapat mengharapkan penggambaran teoritis sejumlah besar gejala alam yang acak dan tak dapat diperkirakan dengan menggunakan model matematika yang menunjukkan perilaku chaos deterministik (Setiawan, 1991).
Aspek lain tentang chaos, ketika muncul dalam fisika, adalah suatu sensitivitas ekstrim terhadap kondisi awal. Aspek ini dapat diandaikan sebagai keadaan ketika kita hendak menegakkan sebuah pena tegak lurus pada salah satu ujungnya. Jika ditempatkan secara vertikal, pena tersebut akan berada dalam keseimbangan. Namun, keseimbangan tersebut tidak stabil, bahkan suatu gangguan yang kecil seperti hembusan udara yang ringan, atau suara buku jatuh dapat menyebabkan pena tersebut jatuh ke arah yang lain. Posisi vertikal pena merupakan suatu contoh keadaan yang menunjukkan sensitivitas ekstrim terhadap kondisi awal. Keadaan yang bersifat chaos adalah seperti ini, dimana semua bagian geraknya sama sensitifnya seperti pada pena vertikal. Akibatnya, kesalahan yang sangat kecil sekalipun dalam pengukuran suatu sistem chaos dapat menyebabkan kesalahan yang luar biasa. Hal inilah yang terjadi pada peramalan cuaca, ketidakmampuan peramalan ini diakui sebagai contoh gerak chaos yang bersangkutan dengan transfer panas di atmosfer (Walker, 1991).
2.1.1. Studi Chaos Secara Numerik
Suatu keberatan yang timbul ketika gejala chaos dipelajari secara numerik dengan menggunakan komputer digital yaitu mengenai penggunaan sekumpulan bilangan rasional berhingga dengan panjang kata berhingga (finite) dan waktu perhitungan yang juga berhingga. Hal ini menyebabkan orbit periodik yang panjang dengan orbit quasiperiodik atau orbit chaos sulit untuk dibedakan. Orbit yang teramati secara numerik hanya menampilkan pseudo-orbit, karena setiap langkah dimulai dengan bilangan yang dibulatkan berbeda dengan orbit yang sebenarnya, meskipun perbedaan itu kecil.
Universitas Sumatera Utara
Namun, bilangan bilangan irasional dapat didekati dengan bilangan rasional, atau dengan kata lain daerah chaos dikelilingi oleh daerah-daerah periodik. Strategi yang benar dalam studi komputer adalah dengan mengidentifikasi orbit periodik dengan tepat dan mencirikan gerak tak periodik. Selain itu, sistematika orbit periodik banyak sekali memberitahukan sifat gerak tak periodik yang berdekatan (Dalam ruang parameter). Dan telah dibuktikan bahwa setiap periode orbit pseudo-chaos dibayangi dengan orbit chaos yang sebenarnya.
Pengamatan lintasan secara langsung merupakan sebuah metode dengan resolusi paling rendah. Sedangkan penentuan belahan Poincaré (Bagian ini akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab 2.1.1.2) memberikan suatu cara efektif untuk mengungkap sifat gerak (Setiawan, 1991).
Studi chaos secara numeris bahkan dapat dilakukan dengan menggunakan kalkulator tangan, yaitu untuk persamaan logistik yang diberikan pada persamaan 2.1. x ′ = wx (1 − x)
(2.1)
Dengan rentang 0 x 1 dan w adalah parameter yang dapat diatur. Untuk nilai x = 0,4 dan nilai w = 2,9 maka dari persamaan 2.1. diperoleh x’ = 0,696, kemudian nilai x’ menjadi nilai awal dan diperoleh x’’ = 0,614, hal ini dilakukan seterusnya untuk beberapa iterasi sehingga akan ditemukan bahwa nilai x akan dibatasi pada nilai 0,655 dan berulang lagi. Hal ini yang dikatakan sebagai keadaan periodik.
Selanjutnya jika nilai nilai w dinaikkan menjadi 3,3, maka nilai x akan berganti-ganti antara nilai tinggi 0,824 dan nilai rendah 0,480, dan hal inilah yang dikatakan sebagai penggandaan perioda, dan dengan melanjutkan prosedur ini, maka akan diperoleh penggandaan periode lagi, begitu seterusnya sehingga diperoleh kondisi chaos (Walker, 1991). Namun, perhitungan kuantitatif ini tidak dapat digunakan untuk menggambarkan suatu gerakan sistem dinamis nonlinier, maka analisis numeris yang lebih baik adalah dengan menggunakan perangkat-perangkat analisis seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.1. Ruang Fasa
Ruang fasa (phase space) merupakan sarana yang bermanfaat untuk menggambarkan tingkah laku sistem-sistem yang bersifat chaos dalam bentuk geometri. Adapun yang dimaksud dengan ruang fasa dari suatu sistem dinamis adalah ruang yang secara matematika memiliki arah koordinat tegak lurus, dimana masing-masing koordinat mewakili variabel-variabel yang diperlukan untuk menentukan keadaan sistem pada saat tersebut (Baker et al, 1996). Sebagai contoh, keadaan dari suatu Partikel yang bergerak pada satu dimensi ditentukan oleh posisinya (x) dan kecepatannya (v), karena itu ruang fasanya berupa bidang. Sedangkan untuk partikel yang bergerak pada tiga dimensi akan memiliki enam dimensi ruang fasa, yaitu tiga arah untuk posisi dan tiga arah untuk kecepatan. Sebuah ruang fasa dapat dibentuk dengan beberapa variabel yang berbeda. Misalnya pada contoh ini momentum dapat digunakan untuk menggantikan kecepatan.
Sebagai contoh dari penentuan ruang fasa ini misalnya pada rotor berkecepatan konstan. Persamaan geraknya yaitu persamaan 2.2 dan 2.3. dω =0 dt
(2.2)
dθ = ω0 dt
(2.3)
Lintasan fasa dari rotor ini berupa garis horizontal dengan kecepatan sudut yang berbeda, seperti ditunjukkan pada gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
ω
π
-π
θ
Gambar 2.1. Ruang fasa dari rotor dengan kondisi batas periodik. Lintasan fasa bergerak dari kanan ke kiri dan menghilang pada θ = π dan muncul kembali pada θ =- π. Lintasan yang bergantung pada θ dan ω memastikan bahwa daerah bujur sangkar awal bertransformasi menjadi daerah berbentuk jajaran genjang dengan tinggi konstan, dengan demikian luasan daerah asal tetap terjaga. Koordinat sudut, θ dari rotor dapat dinaikkan ( secara positif atau secara negatif) tanpa batas. Namun, θ adalah periodik secara fisika. Dari ruang fasa ini dapat ditentukan apakah sistem bersifat disipatif atau konservatif. Caranya adalah dengan mengidentifikasi variabel-variabel pada persamaan sistem dan menghitung nilai perubahan volum yang diberikan oleh persamaan 2.4. (Baker et al, 1996). 1 dV = ∇F V dt
(2.4)
Dan nilai turunan logaritma hanya bergantung pada kuantitas ∇F , jika nilainya 0 maka sistem bersifat konservatif dan jika nilainya negative maka sistem bersifat disipatif.
Setiap sistem yang akan diam dengan berlalunya waktu dapat dicirikan oleh sebuah titik tetap dalam ruang fasa. Secara umum orbit sistem seperti ini akan tertarik menuju kedaerah ruang fasa yang lebih kecil dan berdemensi lebih rendah. Daerah
Universitas Sumatera Utara
seperti ini juga disebut sebagai penarik (attractor), sebagai contoh adalah pendulum sederhana nonlinier teredam.
2.1.1.2. Belahan Poincaré
Salah satu karakteristik dari sistem chaos adalah bahwa sistem tersebut sangat sensitif terhadap kondisi awal. Misalkan untuk dua kondisi awal dengan selisih yang sangat kecil, maka lintasannya menyimpang secara eksponensial terhadap waktu. Salah satu cara untuk menentukan karakteristik ini yaitu eksponensial Lyapunov, suatu perhitungan rerata dari divergensi dan konvergensi dari dua lintasan yang berdekatan. Namun, hasil dari perhitungan eksponensial ini adalah berupa angka, sedangkan penelitian ini mengharapkan penggambaran dinamika sistem melalui suatu pola keluaran. Maka perangkat analisis lain yang digunakan pada penelitian ini adalah Belahan Poincaré.
Belahan Poincaré adalah sebuah bidang potong berdimensi dua (Representasi dua dimensi dari ruang fasa) tempat dimana lintasan-lintasan (Trajectories) dari sebuah penyelesaian sistem dinamik melewatinya. Dari belahan Poincaré akan diperoleh sebuah foto fasa (phase portrait) yang di dalam ilmu fisika disebut juga dengan photo stroboscopic. Belahan Poincaré secara umum diperlukan untuk menyederhanakan proses penganalisaan suatu sistem dinamik yang berdimensi tiga atau empat guna mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai sifat-sifat sistem tersebut (sifat stabil atau tidak stabilnya orbit-orbit periodik, misalnya) (Zakaria, 2002).
Belahan Poincaré ini muncul sebagai titik. Dimana titik tersebut adalah perpotongan antara lintasan dengan sebuah bidang. Hal ini diilustrasikan pada gambar 2.2. Pada gambar, bidang S berada pada x3 = konstan, dan akan diperoleh titik-titik potong yang bersesuaian dengan arah perkembangan ( x 3 < 0) yang diberikan. Tinggi h dari bidang dipilih sedemikian rupa sehingga lintasan Г memotong bidang S pada
Universitas Sumatera Utara
P0, P1, P2, …. Titik-titik ini merupakan belahan Poincaré dariГ pada bidang S (Berge et al, 1984).
X3
Г
Po
P1
P2
S h X2
X1
Gambar 2.2. Ilustrasi Belahan Poincaré. Lintasan fasa Г memotong bidang S ( Dengan x 3 < 0) pada titik-titik yang berurutan P0, P1, P2, …. Titik-titik ini merupakan Belahan Poincaré dari Г pada bidang S. Sistem chaos
selain memiliki gerakan yang bersifat deterministik (Jika
diberikan suatu keadaan awal yang telah diketahui sebelumnya, maka gerakannya yang akan datang dapat diuraikan secara tepat dengan menggunakan perhitungan matematika), juga bersifat tak periodik (Gerakannya tidak pernah berulang secara tepat). Dalam kasus pendulum sederhana, jika gerakannya bersifat
tak periodik
(chaos) maka akan terbentuk titik-titik tak berhingga pada ruang fasa. Hal ini yang dianalisis dengan menggunakan Belahan Poincaré, yaitu menentukan perilaku sistem pendulum sederhana pada ruang fasa secara periodik.
2.1.1.3. Penggandaan Perioda
Perubahan kestabilan atau perubahan yang “dramatis” dalam dinamika suatu sistem akibat berubahnya nilai parameter dalam suatu sistem, dinamakan bifurkasi. Bifurkasi ini tidak selalu berhubungan dengan kompleksitas, tetapi terdapat beberapa jenis bifurkasi yang senantiasa berhubungan dengan bertambahnya kerumitan suatu system
Universitas Sumatera Utara
yang pada akhirnya mengakibatkan kondisi chaos. Beberapa ahli dinamika nonlinier mengemukakan bahwa salah satu jenis bifurkasi yang terkenal adalah penggandaan perioda (period doubling), yakni suatu gerakan periodik yang mengalami bifurkasi dan “melontarkan” gerakan periodik lain yang periodenya dua kali lebih besar dari periode semula. Kemudian masing-masing gerakan periodik itu mengalami bifurkasi lagi yang sama dan begitu proses seterusnya. Masing-masing gerakan periodik yang terlontar biasanya tidak stabil, akibatnya pada suatu nilai parameter tertentu akan sangat banyak gerakan periodik yang tidak stabil dalam suatu sistem. Ketika hal ini terjadi, dinamika sistem sudah sangat kompleks dan kondisi chaos terjadi lagi.
Untuk lebih jelasnya, ditinjau sebuah sistem dinamis yang diatur oleh satu set persamaan differensial, yaitu persamaan 2.5. dX = f ( x,..., m) dt
(2.5)
Dengan m merupakan sebuah parameter, sistem ini akan mengalami serangkaian perubahan kualitatif
ketika nilai parameter m divariasikan, perubahan ini terjadi
sebelum sistem tersebut menunjukkan perilaku chaos.
Ketika nilai m dinaikkan, satu nilai Eigen dari sistem yang dilinierkan akan meninggalkan lintasan lingkaran, melewati nilai -1. Dan ketika nilai Eigen sama dengan -1, sebuah orbit dengan perioda yang baru akan muncul, dimana perioda orbit ini dua kali lebih besar dari orbit awalnya. Jadi, ruang fasa akan terlihat seperti osilasi yang periodik dengan bentuk yang berbeda dari lingkaran awal. Hal ini yang disebut dengan penggandaan perioda. Jika nilai m lebih dinaikkan maka akan terbentuk orbit periodik yang baru terbentuk akan menjadi tidak stabil, dan penggandaan perioda berikutnya akan terjadi kembali. Dan hal inilah yang dikatakan bahwa sistem tersebut mengalami keadaan chaos.
2.1.2. Chaos dan Pengaruhnya Dalam Sains
Teori chaos bukan hanya sekumpulan labirin matematika, namun merupakan sejumlah besar kejadian di alam semesta. Menurut beberapa peneliti, keadaan chaos telah
Universitas Sumatera Utara
mendorong lahirnya “paradigma ilmu pengetahuan baru”. Selain itu, menurut mereka teori chaos ini juga dapat merepresentasikan ilmu pengetahuan baru yang lebih unggul ketimbang metode reduksionis Newton, Einstein dan Darwin yang kurang menarik (Kusmarni, 2008). Chaos tidak hanya memberi para ilmuwan suatu cara baru untuk melihat dunia, menjelaskan perilaku dalam ragam sistem yang luas, namun juga memahami daya tarik estetik yang besar dalam bentuk geometri kompleks yang fantastik (Walker, 1991). Studi chaos juga memiliki dua tujuan, yaitu untuk membuktikan pemahaman teoritik yang diperoleh dari studi model dan untuk membangun teori baru dengan menantang teori yang ada dengan penemuan-penemuan yang tidak diharapkan (oleh teori yang sudah ada) (Setiawan, 1991).
Beberapa bentuk gejala chaos yang timbul dalam beberapa bidang sains, yaitu:
a. Dalam bidang mekanika, Lorenz dan Duffing berhasil memodelkan sistem mekanik sederhana. Vibrasi yang bersifat chaos pada tiang penyangga pengeboran minyak lepas pantai juga merupakan persoalan teknik penting yang giat ditangani saat ini.
b. Dalam bidang geofisika, selain prakiraan cuaca, dinamika atmosfer dan lautan juga merupakan bagian dari dinamika nonlinier (chaos). Salah satu contohnya adalah fenomena gelombang El-Nino yang terjadi pada lautan pasifik. Model dinamo geomagnetik yang melibatkan persamaan differensial biasa juga menampakkan tingkah laku bersifat chaos.
c. Dalam bidang fisika zat padat, model osilator gandeng dalam suatu rentang parameter tertentu yang sering digunakan dalam pemodelan fisika zat padat ternyata menunjukkan gejala chaos. Selain itu, frekuensi radio dalan sambungan Josephson yang dipakai dalam penguat parametrik noise, bertambah secara luar biasa seiring dengan naiknya level gain. Karena level noise yang tinggi semacam ini tak dapat dijelaskan oleh suatu sumber noise dan penguatannya yang telah dikenal, Huberman dan sejawatnya menyatakan hal ini sebagai dinamika instristik sambungan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
d. Dalam bidang kedokteran, dinamika jantung yang dimodelkan dengan osilator periodik terkendala, serta ritmik jantung dan berbagai praktek klinik ternyata mengalami gejala chaos. Selain itu, gejala chaos dalam jaringan saraf dan EEG (Electroencephalographic) dan dalam aktivitas otak telah mendapat banyak perhatian beberapa tahun belakangan ini.
e. Dalam bidang ekologi dan ekonomi, dinamika chaos juga terus dikembangkan untuk dapat diterapkan dalam bidang ilmu tersebut. Salah satu fenomena chaos yang telah diteliti dalam bidang ini yaitu fenomena beruntun. Beberapa ahli fisika ekonomi telah melaporkan bahwa penyebab krisis negara-negara asia termasuk Indonesia di tahun 1997 merupakan efek beruntun dari kegagalan sistem ekonomi di beberapa titik. Dengan teori Chaos ini dapat membantu melihat skenario-skenario mana yang berpeluang lebih besar menimbulkan krisis dan mana yang tidak (Situngkir et al, 2010).
2.2. Pendulum Sederhana
Fenomena gerak osilasi dapat ditemukan di banyak bidang fisika, dintaranya gerak elektron di dalam atom, perilaku arus dan tegangan di dalam rangkaian listrik. Dari beberapa contoh gerak osilasi tersebut, gerak pendulum merupakan contoh paling sederhana. Pendulum sederhana adalah suatu sistem yang terdiri dari sebuah massa, m yang terikat pada tali ringan yang tak dapat mulur sepanjang l dan dapat berayun bebas dalam bidang vertikal pada sumbu O sebagai respon terhadap gaya gravitasi, g, seperti pada gambar 2.3.
Universitas Sumatera Utara
O θ
l
T D
F θ
mg
Gambar 2.3. Gaya-gaya yang bekerja pada pendulum, tegangan tali dan gaya berat, gaya peredam, dan gaya pengendali eksternal.
Karena massa yang terikat dapat bergerak bebas sepanjang lingkaran berjarijari l disekitar sumbu O, maka massa tersebut dapat mengalami gerak rotasi dengan percepatan sudut α, atau θ yang merupakan turunan
kedua dari posisi sudut,θ
terhadap waktu. Sedangkan kecepatan tranlasinya adalah persamaan 2.6. v = lω = lθ
(2.6)
Dari gambar 2.2. terlihat bahwa gaya F bekerja pada massa, m yang posisinya terhadap titik asal O adalah l, maka torka yang bekerja pada massa tersebut adalah persamaan 2.7. τ=l × F
(2.7)
Torka adalah besaran vector yang besarnya diberikan oleh persamaan 2.8. τ =lF sin θ
(2.8)
Sedangkan hukum kedua Newton untuk gerak rotasi adalah persamaan 2.9. Σ τ = I θ
(2.9)
Dengan I adalah momen inersia yang besarnya adalah persamaan 2.10. I = ml2
(2.10)
Gaya D pada gambar 2.3 adalah persamaan 2.11. D = bv
(2.11)
Dengan b adalah koefisien redaman. Dan dengan mensubstitusi persamaan 2.6. ke persamaan 2.11 diperoleh persamaan 2.12.
Universitas Sumatera Utara
D = bl θ
(2.12)
Berdasarkan persamaan 2.8, 2.9, dan gambar 2.3. maka dapat diperoleh persamaan gerak pendulum dengan menganalisis gaya-gaya yang bekerja pada massa,m, yaitu gaya peredam, gaya gravitasi dan gaya pengendali. Hal ini diberikan oleh persamaan 2.13. -Dl sin θ + (-mgl sin θ) + Fl sin θ = I θ
(2.13)
Kemudian ditetapkan bahwa gaya pengendali adalah fungsi waktu dan D bergantung pada kecepatan. Dengan mensibstitusi persamaan 2.10 dan 2.12 ke persamaan 2.13 dan menyusun ulang persamaan tersebut, maka diperoleh persamaan 2.14. ml2 θ + bl2 θ + mgl sin θ =F(t)l
(2.14)
b g F (t ) θ + sin θ = m l ml
(2.15)
θ +
Persamaan 2.15 merupakan persamaan differensial orde dua yang menggambarkan gerak pendulum sederhana.
Penyelesaian persamaan 2.15 terdiri dari dua bagian, yaitu penyelesaian transien dan penyelesaian keadaan tunak. Penyelesaian transien merupakan penyelesaian ketika sistem masih bergantung pada syarat-syarat awal (dengan sistem yang mendapat pengaruh redaman). Setelah sistem berjalan beberapa detik, penyelesaikan ini menjadi diabaikan karena penurunan amplitudo yang eksponensial, sehingga diperoleh penyelesaian keadaan tunak (Tipler, 1998).
Pendulum sederhana ini merupakan suatu sistem dinamis yang dapat menunjukkan perilaku chaos. Dalam kasus ini yang dibutuhkan adalah penentuan dua variabel, posisi dan kecepatan. Sebuah titik pada bidang posisi-kecepatan disebut sebagai keadaan (state) yang koordinatnya adalah posisi dan kecepatan. Keadaan bergerak sepanjang suatu lintasan pada bidang sementara pendulum berayun. Bila tak ada gesekan, lintasannya berbentuk lingkaran tertutup (loop) yang menyatakan keadaan akhirnya akan datang dalam bentuk keadaan awalnya. Dan jika terdapat gesekan, lintasannya terpilin menuju titik berhentinya pendulum. Sistem dinamis yang bersifat chaos tidak dapat dinyatakan dalam lintasan bentuk tertutup (Setiawan, 1991).
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.Pendulum Sederhana Linier
Persamaan 2.15. pada subbab 2.2. merupakan persamaan gerak pendulum sederhana dengan memperhatikan seluruh gaya yang bekerja pada pendulum. Sedangkan persamaan gerak pendulum sederhana yang terdapat pada buku ajar fisika dasar biasanya hanya
memperhatikan gaya gravitasi untuk gerak pendulum sederhana,
dengan mengabaikan gaya peredam dan gaya pengendali. Atau dengan kata lain, F(t) = 0 dan b = 0, sehingga persamaan 2.15. menjadi persamaan 2.16.
θ +
g sin θ = 0 l
(2.16)
Persamaan (2.15) merupakan persamaan nonlinier dan untuk simpangan yang kecil, θ << 1 radian maka sin θ ≈ θ, maka persamaan (2.16) menjadi persamaan 2.17. g l
θ = − θ
(2.17)
Persamaan 2.17 merupakan persamaan differensial linier orde kedua yang menggambarkan persamaan gerak pendulum sederhana linier dengan
g merupakan l
frekuensi alami pendulum (frekuensi ketika tidak ada gaya redaman dan gaya pengendali). Penyelesaian persamaan 2.17 secara analitis diberikan oleh persamaan 2.18 θ(t) = θo cos
g t l
(2.18)
Dengan periode diberikan oleh persamaan 2.19. T = 2π
l g
(2.19)
Gerak osilasi yang terjadi berupa sinusoidal terhadap waktu dan terus-menerus sepanjang waktu tanpa pelemahan. Sebagai contoh diberikan Grafik θ Vs t untuk θo = π/4 dan l = 0,5 m ditunjukkan pada gambar 2.4 dan merupakan gerak harmonis sederhana.
Universitas Sumatera Utara
(rad)
0.75 0.5 0.25 0.5
1
1.5
t (s)
2
-0.25 -0.5 -0.75
Gambar 2.4. Grafik θ Vs t untuk θo = π/4 dan L = 0,5 m. Dan grafik antara θ Vs θ menghasilkan gambar fasa dari pendulum ini, dengan bentuk elips tertutup seperti pada gambar 2.5. Dengan dimulai dari titik koordinat (15,0), titik
yang yang disebut sebagai keadaan (state) akan bergerak
melingkar membentuk sebuah orbit bebentuk elips hingga waktu yang tak berhingga.
θ (rad/s)
0.75 0.5 0.25 -15
-10
-5 -0.25
5
10
15
(rad)
-0.5 -0.75
Gambar 2.5. Grafik θ Vs θ dari pendulum sederhana merupakan gambar fasa pendulum dengan bentuk elips Jika kondisi awal diubah sedikit, misalkan θo = π/3.5 maka akan diperoleh perbandingan grafik Grafik θ Vs t seperti gambar 2.5. Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa dua gelombang sinusoidal
berjalan dengan sedikit perbedaan
amplitudo, dan kondisi ini tidak berubah hingga waktu yang tak berhingga.
Universitas Sumatera Utara
rad
0.75
0.5 0.25 0.5 -0.25
1
1.5
2
t s
-0.5 -0.75
Gambar 2.6. Perbandingan Grafik θ Vs t untuk θo = π/4 dan θo = π/3.5 Model pendulum ini tidak riil untuk dua hal penting, yaitu:
a. Sistem ini mengabaikan redaman yang mengakibatkan hilangnya gaya gerak pendulum secara berangsur-angsur, misalnya gaya gesek dengan udara. Sedangkan gerak sistem mekanika yang riil akan memperlihatkan adanya redaman jika tidak ada pengaruh gaya pengendali eksternal seperti yang telah dijelaskan pada subbab 2.2. Jadi, persamaan 2.17 telah gagal menjelaskan aspek penting ini.
b. Semua sistem yang riil akan memiliki beberapa derajat ketidaklinieran, yang menyebabkan adanya perilaku khusus pada sistem (Thompson et al,1986).
2.2.2. Pendulum Sederhana Nonlinier Gerak pendulum yang sudah dibicarakan pada subbab 2.2.1 masih dengan asumsi bahwa sin θ ≈ θ yang memberikan hasil yang secara kualitatif benar. Tetapi, jika sudut simpangan pada pendulum sembarang atau tidak dibatasi dengan asumsi tersebut maka persamaan dari pendulum adalah persamaan 2.16 yang merupakan persamaan nonlinier. Sedangkan periode untuk pendulum ini diberikan oleh persamaan 2.20. 2 1 1 1 3 2 1 T = T0 1 + 2 sin θ 0 + 2 sin 4 θ 0 + ... 2 2 2 4 2
(2.20)
Universitas Sumatera Utara
Penyelesaian persamaan 2.16 dapat dilakukan dengan metode Euler atau dengan Integral Eliptik. Persamaan ini juga dapat diselesaikan secara numerik dengan bantuan komputer digital. Sebagai contoh diberikan grafik-grafik penyelesaian
persamaan 2.16 untuk θo = 0 dan θ = 1.95 rad/s dengan menggunakan Mathematica.
Grafik θ Vs t yang merupakan grafik simpangan pendulum ditunjukkan pada gambar 2.7.
rad
2 1 20
40
60
80
100
ts
-1 -2
Gambar 2.7. Grafik θ Vs t untuk θo = 0 dan θ = 1.95 rad/s. Sedangkan grafik θ Vs θ yang merupakan gambar fasa pendulum diberikan pada gambar 2.8.
θ (rad/s) 2 1
2
(rad)
2
-1 -2
Gambar 2.8. Grafik θ Vs θ dari pendulum sederhana nonlinier merupakan gambar fasa pendulum nonlinier
Dari gambar 2.7 dan 2.8 dapat terlihat bahwa pendulum juga tidak mengalami redaman sehingga gelombang yang dihasilkan berlangsung terus-menerus dengan
Universitas Sumatera Utara
amplitudo konstan dan perioda yang juga konstan. Dan dari persamaan 2.16 juga dapat ditentukan nilai ∇F =
∂ω ∂ ( g / l sin θ ) = 0, maka sistem ini bersifat + ∂θ ∂ω
konservatif. Jika kondisi awal diubah sedikit, yaitu θ = 1.9 rad/s, akan diperoleh
perbandingan grafik θ Vs t seperti gambar 2.9. Dari grafik ini, diketahui bahwa dengan perubahan kondisi awal yang kecil ini menghasilkan amplitudo yang berbeda, dan karena perbedaan amplitudo ini maka akan dihasilkan sedikit perbedaan perioda
juga, tetapi perbedaan gelombang ini juga bersifat periodik (Thompson et al,1986).
rad
2 1 40
20
60
-1
80
100
ts
-2
Gambar 2.9. Perbandingan Grafik θ Vs t untuk θ o= 1.95 rad/s dan θ o = 1.9 rad/s
2.2.3. Pendulum Sederhana Nonlinier Teredam
Pada Subbab 2.2.2 telah diberikan penjelasan mengenai gerak pendulum sederhana nonlinier dengan mengabaikan efek redaman. Untuk gerak pendulum sederhana nonlinier teredam, persamaan geraknya adalah persamaan 2.15. dengan F(t) = 0, atau persamaan 2.21.
θ +
b g θ + sin θ = 0 m l
Dengan membuat pemisalan q =
(2.21)
b g dan Ω 2 = maka persamaan 2.21 menjadi m l
persamaan 2.22.
θ + q θ + Ω 2 sin θ = 0
(2.22)
Universitas Sumatera Utara
Penyelesaian persamaan 2.22 dapat dilakukan dengan menggunakan metode numerik seperti yang telah disebutkan pada subbab 2.2.2 atau dengan bantuan komputer digital. Sebagai contoh diberikan grafik-grafik hasil penyelesaian persamaan 2.22 dengan menggunakan Mathematica. Grafik θ Vs t untuk kondisi awal θo = 0; q=0.08; θ o = 3 rad/s ditunjukkan pada gambar 2.10. rad
21 20
19 18
40
20
60
80
100
ts
Gambar 2.10. Grafik θ Vs t untuk kondisi awal θo = 0; q=0.08; θ o = 3 rad/s.
Dari gambar 2.10 ini dapat terlihat bahwa amplitudo berkurang secara lambat terhadap waktu, penurunan amplitudo ini merupakan penuruan eksponensial. Bila redaman kecil, pendulum berosilasi dengan frekuensi sudut mendekati frekuensi tak teredam. Sedangkan grafik θ Vs θ diberikan pada gambar 2.11. rad s
3
2 1
-1
2
3
4
rad
Gambar 2.11.Grafik θ Vs θ untuk pendulum nonlinier teredam dengan orbit yang berpilin menuju satu titik.
Dari gambar 2.11 dapat terlihat bahwa lintasan pendulum berpilin ke dalam satu titik. Titik tersebut tetap dan tidak bergerak, dan karena titik-titik itu menarik orbit-orbit yang berdekatan dengannya, maka titik ini disebut penarik (Attractor). Seperti yang kita ketahui bahwa setiap sistem yang akan diam seiring berjalannya waktu dapat dicirikan sebagai titik tetap dalam ruang fasa, orbit sistem ini akan tertarik ke dimensi yang lebih rendah, daerah ini juga disebut attractor. Penarik pada kasus ini merupakan penarik yang bukan chaos karena dapat diperkirakan dan tingkah lakunya dapat
Universitas Sumatera Utara
diramalkan dengan tepat (Setiawan, 1991). Sifat disifatif dari sistem ini juga dapat ditentukan dari nilai ∇F =
∂ω ∂ (−qω − g / l sin θ ) + = −q ∂θ ∂ω
, atau nilai ∇F bernilai
negatif.
Jika kondisi awal diubah sedikit,misalnya untuk θo = 0; q=0.081; θ o = 3 rad/s maka akan diperoleh perbandingan grafik seperti gambar 2.12. rad
21 20 19 18
ts 20
40
60
80
100
Gambar 2.12. Perbandingan Grafik θ Vs t untuk kondisi awal q=0.08 dan q=0.081
2.2.4. Pendulum Sederhana Nonlinier Teredam dan Terkendali
Setelah gerak nonlinier teredam tetapi tak terkendali, masalah yang muncul kemudian adalah bagaimana jika gerak pendulum nonlinier tersebut terkendali melalui pengaruh luar. Dengan kehadiran pengaruh luar yang diberikan kepada sistem akan membuat sistem menjadi tak terprediksi.
Misalkan bahwa gaya luar yang bekerja pada sistem adalah persamaan 2.23 F(t) = A cos ΩD t
(2.23)
Dengan mensubstitusikan persamaan 2.23 ke persamaan 2.15 maka diperoleh persamaan 2.24.
θ +
A cos Ω D t b g θ + sin θ = m l ml
Dengan permisalan q =
(2.24)
b g A , Ω2 = , dan a = , maka persamaan 2.24 dapat m l mg
ditulis sebagai persamaan 2.25.
Universitas Sumatera Utara
θ +q θ + Ω 2 sin θ = a Ω 2 cos Ω D t
(2.25)
Persamaan 2.25 merupakan persamaan gerak untuk sistem pendulum nonlinier teredam dan terkendali. Gaya pengendali eksternal yang bekerja pada sistem ini dapat diperoleh dengan menggunakan arus bolak-balik (AC) yang diberikan secara horizontal (Pada sumbu x), jika massa, m berupa magnet yang dipasang secara vertikal. Sistem seperti ini biasa digunakan misalnya pada lengan robot (Hubbard, 2010).
Untuk sebuah sistem dinamis yang digambarkan melalui
persamaan
differensial orde dua, maka beberapa syarat penting yang harus dipenuhi, yaitu: a. Sistem tersebut harus memiliki setidaknya tiga variabel dinamis. b. Persamaan gerak harus memiliki suku nonlinier yang menggabungkan beberapa variabel.
Dan persamaan 2.26 dapat dipecah menjadi beberapa persamaan differensial orde pertama, yaitu: dω = − qω − Ω 2 sin θ + aΩ 2 cos Ω D t dt dθ =ω dt d (Ω D t ) = ΩD dt
(2.26)
Persamaan 2.26 merupakan suku nonlinier dari persamaan gerak sistem ini. Jadi, dengan nilai tertentu dari parameter-parameternya sistem ini akan menunjukkan gejala chaos (Baker et al, 1996).
Adapun kepentingan dibutuhkannya paling sedikit tiga variabel untuk menghasilkan tingkah laku chaos dapat dijelaskan berdasarkan gerak lintasan dalam ruang fasa. Karena lintasan tidak dapat berubah drastis bila pertambahan nilai parameternya berlangsung secara infinitesimal, maka satu-satunya gambaran yang dapat diterima adalah pecahnya orbit awal. Jika pecahnya orbit ini terjadi dalam sebuah bidang, maka setidaknya terdapat satu titik dimana lintasan memotong dirinya sendiri, dan hal itu melanggar keunikan solusi. Karena itu, pecahnya orbit tanpa
Universitas Sumatera Utara
memotong dirinya sendiri hanya dapat terjadi pada ruang berdimensi tiga atau lebih (Setiawan, 1991). Sistem pendulum seperti ini banyak dimanfaatkan pada robot, peredam massatertala pada bangunan untuk mereduksi hempasan angin keras, dan peredam massa pasif untuk beban gempa.
2.3. Metode Runge-Kutta
Salah satu metode numerik yang digunakan dalam penyelesaian persamaan differesial adalah metode Runge-Kutta. Metode ini mencapai ketelitian suatu pendekatan deret Taylor tanpa memerlukan kalkulasi turunan yang lebih tinggi. Banyak perubahan terjadi, tetapi semuanya dapat ditampung dalam bentuk umum dari persamaan 2.27. yi+1 = yi + f (xi, yi, h) h
(2.27)
dimana f (xi, yi, h) disebut suatu fungsi yang dapat diinterpretasikan sebagai sebuah slope rata-rata sepanjang interval. Fungsi tersebut dapat ditulis dalam bentuk umum dalam persamaan 2.28. f = a1 k1 + a2 k2 + … + an kn
(2.28)
dimana setiap a adalah konstanta dan setiap k besarnya adalah persamaan-persamaan 2.29. k1 = f(xi , yi ) k2 = f(xi + p1h, yi + q11 k1h) k3 = f(xi + p2h, yi + q21 k1h + q22k2h) (2.29) kn = f(xi + pn-1h, yi + qn-1,1 k1h + qn-1,2 k2h + ...+ qn-1,n-1 kn-1h) Semua harga k berhubungan secara rekurensi. Artinya k1 muncul dalam persamaan untuk k2, yang muncul lagi dalam persamaan untuk k3, dan seterusnya. Rekurensi ini membuat metode RK efisien untuk kalkulasi oleh komputer (Raymond et al, 1991).
Berbagai jenis metode Runge-Kutta dapat direncanakan dengan melaksanakan jumlah suku-suku yang berbeda pada fungsi tersebut seperti dinyatakan oleh n. untuk n = 1 atau RK orde pertama ternyata adalah metode Euler, yaitu persamaan 2.30.
Universitas Sumatera Utara
y1 = y0+ h f(x0,y0)
(2.30)
Dalam deret Taylor didapatkan persamaan 2.31. h2 y 0 = y(x0 + h) = y 0 + h f(x0 , y 0 ) + f ' ( x0 , y 0 ) + ... 2!
(2.31)
Untuk metode RK orde kedua diberikan oleh persamaan-persamaan 2.32. k1 = hf(x , y) 1 1 k 2 = hf x + h, y + k1 2 2 ∆y = k 2 , dengan h = ∆x
(2.32)
Metode RK orde tiga diberikan oleh persamaan-persamaan 2.33. k1 = hf(x , y) 1 1 k 2 = hf x + h, y + k1 2 2 k 3 = hf ( x + h, y + 2k 2 − k1 ) ∆y =
(2.33)
1 ( k1 + 4 k 2 + k 3 ) 6
Metode RK orde empat diberikan oleh persamaan-persamaan 2.34. k1 = hf(x , y) 1 1 k 2 = hf x + h, y + k1 2 2 1 1 k 3 = hf x + h, y + k 2 2 2 k 4 = hf ( x + h, y + k 3 )
(2.34)
1 ( k1 + 2 k 2 + 2 k 3 + k 4 ) 6 y ( x + h) = y ( x) + ∆y
∆y =
Sedangkan untuk menyelesaikan persamaan differensial orde dua digunakan metode RK
orde empat dengan terlebih dahulu membuat permisalan. Ditinjau
persamaan differensial orde dua seperti pada persamaan 2.35. d2y dy = f ( x, y , ) 2 dx dx
(2.35)
Universitas Sumatera Utara
Dengan y(x0) = y0, dan y’(x0)= y0’ . Persamaan 2.35. dibuat permisalan sehingga diperoleh persamaan-persamaan 2.36. dy = y′ = z dx dz = z ′ = y ′′ = f ( x, y, y ′) = f ( x, y, z ) dx
(2.36)
Persamaan-persamaan 2.36. merupakan persamaan-persamaan simultan yang dapat juga dituliskan sebagai f1(x,y,z)=z dan f2(x,y,z)=f(x,y,z). Berdasarkan persamaanpersamaan 2.36 tersebut, persamaan differensial orde tersebut diselesaikan dengan mengikuti aturan metode RK orde empat pada persamaan 2.34 (Kandasamy et al,1997). Metode Runge-Kutta orde 4 yang nilainya berupa fungsi f(x,y) harus dievaluasi pada setiap langkah-langkah penyelesaiannya. Karenanya metode ini, ditinjau dari sisi efisiensi waktu adalah kurang efisien (Iyengar et al, 2006). Namun, karena dalam simulasi ini variabel yang terlibat hanya sedikit maka efisiensi tersebut menjadi tidak dominan. Mengingat bahwa pemrograman dengan Runge-Kutta orde 4 lebih sederhana dalam implementasinya, maka pada penelitian ini dipilih penyelesaian dengan metode Runge-Kutta orde 4.
Universitas Sumatera Utara