BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Inteligensi
Inteligensi bukan merupakan kata asli yang berasal dari bahasa Indonesia. Kata Inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin, yaitu “inteligensia”. Sedangkan kata ”inteligensia” itu sendiri berasal dari kata inter dan lego, inter yang berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih. Sehingga Inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran (http://storage.jakstik.ac.id/students/paper/penulisan%2 0ilmiah/30401038/BAB% 20II.pdf).
Menurut George D. Stoddard (Azwar, 1996), inteligensi adalah bentuk kemampuan untuk memahami masalah-masalah yang bercirikan: 1.
Mengandung kesukaran.
2. Kompleks, yaitu mengandung bermacam jenis tugas yang harus dapat diatasi dengan baik dalam arti bahwa individu yang inteligen mampu menyerap kemampuan baru dan memadukannya dengan kemampuan yang sudah dimiliki untuk kemudian digunakan dalam menghadapi masalah. 3. Abstrak, yaitu mengandung simbol-simbol yang memerlukan analisis dan interpretasi. 4. Ekonomis, yaitu dapat diselesaikan dengan menggunakan proses mental yang efesien dari segi penggunaan waktu. 5. Diarahkan pada suatu tujuan, yaitu bukan dilakukan tanpa maksud melainkan mengikuti suatu arah atau target yang jelas. 6. Mempunyai nilai sosial, yaitu cara dan hasil pemecahan masalah dapat diterima oleh nilai dan norma sosial. 7. Berasal dari sumbernya, yaitu pola pikir yang membangkitkan kreativitas untuk menciptakan sesuatu yang baru dan lain.
Menurut Wechsler, inteligensi juga didefinisikan sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan efektif. Alfred Binet mengatakan bahwa, inteligensi
Universitas Sumatera Utara
7 bersifat monogenetik, yaitu berkembang dari satu faktor satuan atau faktor umum. Inteligensi merupakan sisi tunggal dari karakteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang (Azwar, 1996).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi inteligensi (Sujanto, 2008), yaitu sebagai berikut: 1.
Pembawaan, ialah segala kesanggupan kita yang telah kita bawa sejak lahir dan tidak sama pada tiap orang.
2.
Kematangan, ialah saat munculnya sesuatu daya jiwa kita yang kemudian berkembang dan mencapai saat puncaknya.
3.
Pembentukan, ialah segala faktor luar yang mempengaruhi inteligensi di masa perkembangannya.
4.
2.2
Minat, yang merupakan motor penggerak dari inteligensi kita.
Emotional Quotient (EQ)
Daniel Goleman menyatakan bahwa kontribusi IQ (Intelligence Quotient) bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20% dan sisanya yang 80% ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut kecerdasan emosional. Karena itu, ada yang berpendapat bahwa IQ mengangkat fungsi pikiran dan EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat (Sunar, 2010).
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (Emotional Quotient) adalah kemampuan untuk memahami, mengendalikan dan mengevaluasi emosi. Beberapa peneliti menyarankan bahwa kecerdasan emosional dapat dipelajari dan diperkuat melalui pembelajaran dan lingkungan, sedangkan klaim lain adalah karakteristik bawaan (genetics) (Goleman, 1996).
Menurut Howard Gardner, terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional seseorang yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri (Sunar, 2010).
Universitas Sumatera Utara
8 EQ mengukur tingkat keterampilan emosional dalam memahami emosi untuk mengendalikan reaksi emosional, untuk memotivasi diri sendiri, untuk memahami keadaan sosial dan untuk berkomunikasi secara baik dengan orang lain (Sunar, 2010).
2.2.1 Empat Cabang Model Kecerdasan Emosional
Menurut Mayer dan Salovey, empat cabang model kecerdasan emosional menggambarkan empat bidang kemampuan atau keterampilan yang secara kolektif banyak menggambarkan bidang kecerdasan emosional (Sunar, 2010).
Empat cabang model kecerdasan emosional yaitu sebagai berikut: 1. Menerima Emosi Awal yang paling dasar dan berkaitan dengan penerimaan nonverbal dan ekspresi emosi. Kemampuan untuk secara akurat memahami emosi merupakan titik awal yang penting untuk memahami emosi lebih lanjut. 2. Menggunakan emosi untuk memfasilitasi pikiran Sesuatu yang ditanggapi secara emosional akan mengambil perhatian. Emosi penting untuk memunculkan kreativitas. Misalnya dalam perubahan suasana hati, suasana hati yang positif terlibat dalam kapasitas untuk melaksanakan pikiran kreatif. 3. Memahami emosi Emosi menyampaikan informasi. Setiap emosi dan tindakan terkait memiliki pola sendiri untuk menyampaikan pesan yang mungkin. 4. Mengelola emosi Seseorang perlu memahami emosi dalam menyampaikan informasi.
2.2.2 Aspek Kepribadian Ada beberapa aspek kepribadian, yaitu sebagai berikut: 1.
Depression Kepribadian atau kecenderungan berperilaku depresi adalah kepribadian yang memandang masa depan dengan sikap pesimis, perasaan tak berpengharapan, merasa berdosa dan putus asa. Depresi sebagai kepribadian berbeda dengan depresi sebagai
Universitas Sumatera Utara
9 penyakit. Pada penyakit depresi, orang belum tentu mempunyai kepribadian yang depresi dan begitu pula sebaliknya. 2.
Psychopath Yang dimaksud dengan perilaku psikopat ialah orang-orang yang sama sekali tidak menghiraukan moral, etik, hukum masyarakat dan norma-norma sosial. Orang tersebut cenderung mau menang sendiri dan tidak mau mendengar apa yang dianggap baik, bagus dan harus oleh masyarakat.
3.
Paranoid Perilaku paranoid adalah orang-orang yang mempunyai kepercayaan atau menganggap sesuatunya aneh, ada yang ganjil, yang salah tetapi tidak mau diluruskan.
4.
Anxiety Pada perilaku gangguan rasa cemas (GRC), adanya rasa cemas, gelisah atau takut yang tidak jelas. Pada umumnya penderita GRC selalu ada saja yang dikhawatirkan atau ditakutkan.
5.
Obsessive-Compulsive Disorder Perilaku obsesif adalah orang-orang yang mempunyai kebiasaan-kebiasaan atau pikiran yang mengganggu dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan obsesif ini diikuti dengan tingkah laku kompulsif, yaitu dorongan untuk melakukan sesuatu yang merupakan reaksi dari obsesif.
6.
Panic-Attack Perilaku panik ialah orang-orang yang mudah diserang perasaan panik. Hal ini dirasakan oleh orang yang menderita panik sebagai sesuatu keadaan dimana terjadi perasaan takut atau cemas yang berlebihan, yang biasanya diikuti oleh berbagai gejala somatik.
7.
Ekstrovertness Ektrovertness dibagi ke dalam dua bagian yaitu sebagai berikut: a. Exstrovert Yang dimaksud dengan kepribadian extrovert di sini adalah kepribadian seseorang dimana dia senang bersama dengan orang lain. b. Introvert Yang dimaksud dengan kepribadian introvert adalah seseorang dimana dia kurang menyenangi hidup berdampingan atau bersama orang lain.
Universitas Sumatera Utara
10 8.
Honesty Dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat, kita harus mematuhi atau tunduk pada aturan atau norma yang berlaku di masyarakat. Salah satu moral yang dituntut oleh masyarakat adalah kejujuran dan tidak berbohong.
9.
Friendliness Dalam pergaulan masyarakat, kita mengenal keadaan atau sikap yang bersahabat, berkawan atau bermusuhan.
10. Responsibility Orang yang bertanggung jawab adalah orang yang berani mengambil tanggung jawab atau resiko terhadap apa yang telah diperbuatnya. 11. Intellectual Eficiency Ada orang-orang yang cerdas tetapi tidak berhasil dalam pendidikan dan sebaliknya. Sikap atau pembawaan ini ikut menentukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam menempuh perjalanan intelektualnya. 12. Managerial Kemampuan manajerial atau kemampuan mengelola adalah kemampuan yang mengarahkan pada satu tujuan. 13. Leadership Tidak semua orang dikaruniai bakat sebagai pemimpin, tetapi sedikit kemampuan memimpin selalu ada.
2.3
Kecerdasan Buatan
Kecerdasan buatan dapat didefinisikan sebagai mekanisme pengetahuan yang ditekankan pada kecerdasan pembentukan dan penilaian pada alat yang menjadikan mekanisme itu, serta membuat komputer berpikir secara cerdas. Kecerdasan buatan juga dapat didefinisikan sebagai salah satu bagian ilmu komputer yang membuat agar mesin (komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan manusia.
Universitas Sumatera Utara
11 Teknologi kecerdasan buatan dipelajari dalam bidang-bidang seperti: robotika, penglihatan komputer (computer vision), jaringan saraf tiruan (artificial neural system), pengolahan bahasa alami (natural language processing), pengenalan suara (speech recognition) dan sistem pakar (expert system).
2.4
Sistem Pakar
Menurut Martin dan Oxman, sistem pakar adalah sistem berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan, fakta dan teknik penalaran dalam memecahkan masalah yang biasanya hanya dapat dipecahkan oleh seorang pakar dalam bidang tersebut. Pada dasarnya sistem pakar diterapkan untuk mendukung aktifitas pemecahan masalah. Beberapa aktifitas pemecahan yang dimaksud antara lain: pembuatan keputusan (decision making), pemanduan pengetahuan (knowledge fusing), pembuatan desain (designing), perencanaan (planning), prakiraan (forecasting), pengaturan (regulating), pengendalian (controlling), diagnosis (diagnosing), perumusan (prescribing), penjelasan (explaining), pemberian nasihat (advising) dan pelatihan (tutoring). Selain itu sistem pakar juga dapat berfungsi sebagai asisten yang pandai dari seorang pakar (Kusrini, 2006).
Pada saat ini sistem pakar telah banyak diterapkan dalam berbagai bidang seperti kedokteran, komputer, ekonomi dan lain-lain. Contoh dalam bidang kedokteran adalah Aplikasi Diagnosa Penyakit Anak melalui Sistem Pakar Menggunakan Java 2 Micro Edition. Aplikasi ini berbasiskan pengetahuan medis untuk mendiagnosa penyakit anak yang digunakan sebagai alat bantu dalam memperoleh informasi mengenai penyakit anak dan memberikan anjuran sebagai tindakan pertama yang harus dilakukan untuk menanggulangi penyakit pada anak (Erlita, 2009).
Penelitian lainnya yaitu sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit kusta. Sistem pakar membantu penggunanya dalam memperoleh suatu keputusan akan penyakit serta memberikan solusi baik berupa himbauan atau saran pengobatan. Penyakit kusta dapat juga didiagnosa dengan menggunakan sistem pakar, dengan melihat ciri-ciri yang dapat menjelaskan dan menggambarkan bahwa seseorang terkena kusta atau tidak (Yanti, 2004).
Universitas Sumatera Utara
12 2.4.1 Keuntungan Sistem Pakar
Sistem pakar yang cenderung menjadi ”seorang” spesialis ini memiliki keuntungan sebagai berikut: 1. Membuat seorang awam dapat bekerja seperti layaknya seorang pakar. 2. Dapat bekerja dengan informasi yang tidak lengkap atau tidak pasti. 3. Meningkatkan output dan produktivitas. Sistem pakar dapat bekerja lebih cepat dari manusia. Keuntungan ini berarti mengurangi jumlah pekerja yang dibutuhkan dan akhirnya akan mereduksi biaya. 4. Meningkatkan kualitas. 5. Sistem pakar menyediakan nasihat yang konsisten dan dapat mengurangi tingkat kesalahan. 6. Membuat peralatan yang kompleks lebih mudah dioperasikan karena sistem pakar dapat melatih pekerja yang tidak berpengalaman. 7. Handal (reliable) Sistem pakar tidak dapat lelah atau bosan. Juga konsisten dalam memberi jawaban dan selalu memberikan perhatian penuh. 8. Memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang kompleks. 9. Memungkinkan pemindahan pengetahuan ke lokasi yang jauh serta memperluas jangkauan seorang pakar, dapat diperoleh dan dipakai di mana saja. Merupakan arsip yang terpercaya dari sebuah keahlian sehingga user seolah-olah berkonsultasi langsung dengan sang pakar meskipun sang pakar sudah pensiun.
2.4.2 Kelemahan Sistem Pakar Disamping memiliki beberapa keuntungan, sistem pakar juga memiliki beberapa kelemahan (Kusumadewi, 2003), antara lain: 1.
Masalah dalam mendapatkan pengetahuan, dimana pengetahuan tidak selalu bisa didapatkan dengan mudah, karena kadang kala pakar dari masalah yang kita buat tidak ada dan kalaupun ada kadang-kadang pendekatan yang dimiliki oleh pakar berbedabeda.
2.
Boleh jadi sistem tidak memberikan keputusan.
3.
Biaya yang diperlukan untuk membuat dan memeliharanya sangat mahal.
Universitas Sumatera Utara
13 4.
Sulit dikembangkan. Hal ini tentu saja karena ketersediaan pakar masih sedikit di bidangnya.
5.
Sistem pakar tidak 100% bernilai benar.
2.4. 3 Pemakai Sistem Pakar
Melalui sistem pakar, sistem melakukan ekstraksi informasi tambahan dari user dengan memberikan sejumlah pertanyaan yang terkait dengan permasalahan selama berkonsultasi. Sistem pakar biasanya digunakan oleh: 1. Orang awam yang bukan pakar untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah. 2. Seorang asisten yang berkemampuan seperti seorang pakar.
Sistem pakar merupakan program yang dapat menggantikan keberadaan seorang pakar. Alasan mendasar mengapa sistem pakar dikembangkan untuk menggantikan seorang pakar: a. Dapat menyediakan kepakaran setiap waktu di berbagai lokasi. b. Secara otomatis mengerjakan tugas-tugas rutin yang membutuhkan seorang pakar. c. Seorang pakar akan pensiun atau pergi. d. Menghadirkan/menggunakan jasa seseorang pakar memerlukan biaya yang mahal. e. Kepakaran dibutuhkan juga pada lingkungan yang tidak bersahabat (hostile environment).
2.4.4 Ciri-ciri Sistem Pakar: Adapun ciri-ciri sistem pakar, antara lain: 1. Terbatas pada bidang yang spesifik. 2. Dapat memberikan penalaran untuk data-data yang tidak lengkap atau tidak pasti. 3. Dapat mengemukakan rangkaian alasan yang diberikannya dengan cara yang dapat dipahami. 4. Berdasarkan pada rule atau kaidah tertentu. 5. Dirancang untuk dapat dikembangkan secara bertahap. 6. Output nya bersifat nasihat atau anjuran.
Universitas Sumatera Utara
14 7. Output tergantung dari dialog dengan user. 8. Knowledge base dan inference engine terpisah.
Umumnya sistem pakar diharapkan untuk memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut (Bratko, 1990): 1. Penyelesaian masalah, kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan tepat pada domain yang spesifik dengan informasi yang terbatas dan diperlukan (tidak harus lengkap). 2. Berinteraksi dengan user, sistem pakar harus dapat berinteraksi dengan user dan menjelaskan suatu sistem dan kesimpulan-kesimpulan selama dan setelah proses penyelesaian masalah.
Dengan fungsi-fungsi sistem pakar tersebut, diharapkan sistem pakar dapat menggantikan keahlian dari seorang pakar pada domain yang sama. Karena pada kenyataannya, kemampuan kerja seorang ahlipun dipengaruhi oleh beberapa hal (misalnya perasaan pakar tersebut, kondisi pakar tersebut labil atau tidak, tingkat emosi pakar, dan masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh pakar), berbeda dengan sistem pakar yang bekerja pada kemampuan kerja yang terus konsisten, dimana pada beberapa kasus dapat diselesaikan lebih cepat oleh sistem pakar itu sendiri.
Hal ini bukan berarti bahwa sistem pakar lebih unggul dibandingkan pakar itu sendiri. Hal ini dapat disebabkan karena pada sistem pakar ada kemungkinan salah menemukan kesimpulan yang dihasilkan meskipun data-data yang diberikan adalah valid. Berikut ini adalah salah satu contoh kesalahan pada sistem pakar, misalnya untuk sistem pakar yang digunakan untuk mengidentifikasikan binatang. Setelah sistem pakar melakukan konsultasi dengan user/pemakai, didapatkan data berwarna putih, dapat bergerak, harus mendapatkan energi dari luar, mempunyai gigi, dan moncong. Ternyata yang diidentifikasikan oleh sistem pakar adalah sebuah mobil sedan yang berwarna putih. Hal ini menunjukkan bahwa dalah sistem pakar tersebut di atas masih ditemukan adanya kesalahan. Yang diketahui oleh sistem pakar ini adalah mengolah data-data yang telah ada sehingga menghasilkan suatu konklusi. Konklusi ini terlepas dari sesuai dari kenyataan atau tidak. Beberapa keunggulan dan kelemahan sistem pakar dibandingkan seorang ahli dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
15 Tabel 2.1 Perbandingan antara Sistem Pakar dan Ahli (Iskandar, 1998)
Faktor Kemampuan
Sistem Pakar
mengenali Tidak
Ahli Ya
bidang permasalahan Kemungkinan lupa atau Tidak mungkin terjadi
Mungkin terjadi
salah perhitungan Lebih bijaksana dengan Tidak
Ya
keadaan lapangan Biaya
Relatif rendah
Tinggi
Ketersediaan waktu
Setiap waktu
Jam kerja
Unjuk kerja
Konsisten
Tergantung keadaan
Tempat berada
Di mana saja
Lokal
Kecepatan penyelesaian
Konsisten
Tergantung keadaan
2.4.5 Kategori Sistem Pakar
Berdasarkan tujuan pembuatannya, sistem pakar dikategorikan menjadi: 1.
Interpretasi (Interpreting) Dengan tujuan menganalisa data yang tidak lengkap, tidak teratur dan data yang kontradiktif yang biasanya diperoleh melalui sensor. Contoh: analisis citra.
2.
Prediksi (Predicting) Dengan tujuan untuk memberikan kesimpulan mengenai akibat atau efek yang mungkin terjadi dari sejumlah alternatif situasi yang diberikan. Contoh: financial forecasting.
3. Diagnosa (Diagnosing) Dengan tujuan untuk melakukan diagnosa yang menentukan sebab-sebab gagalnya suatu sistem dalam situasi kompleks yang didasarkan pada pengamatan terhadap gejala-gejala yang diamati. Prinsipnya adalah untuk menemukan apa masalah atau kerusakan yang terjadi. Contoh: computer troubleshooting.
Universitas Sumatera Utara
16 4. Desain (Designing) Dengan tujuan untuk menentukan konfigurasi yang cocok dari komponen-komponen yang ada pada sebuah sistem sehingga diperoleh kemampuan kerja yang memuaskan walaupun terdapat keterbatasan di dalamnya. Contoh: layout circuit. 5. Perencanaan (Planning) Dengan tujuan untuk mendapatkan tahapan secara urut dari tindakan yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan sebelumnya dari suatu kondisi awal tertentu. Contoh: lengan robot yang dapat memindahkan lima blok dengan susunan tertentu dari susunan asal yang acak. 6. Pengamatan (Monitoring) Dengan tujuan membandingkan perilaku yang diamati dalam suatu sistem dengan perilaku yang diharapkan untuk mengenal variasi perilaku yang terdapat di dalamnya. Contoh: control instalasi nuklir. 7. Pelacakan dan Perbaikan (Debugging and Repairing) Dengan tujuan untuk menentukan dan melakukan perbaikan pada kegagalan suatu sistem. Contoh: tahap uji coba software computer 8. Instruksi (Instructing) Dengan tujuan untuk mendeteksi dan memperbaiki kekurangan perilaku siswa dalam memahami bidang informasi tertentu. Contoh: program tutorial. 9. Kontrol (Controlling) Dengan tujuan untuk mengatur perilaku kerja sistem dalam suatu lingkungan yang kompleks, termasuk di dalamnya adalah penafsiran, perkiraan, pengawasan dan perbaikan perilaku kerja sistem tersebut. Contoh: control terhadap proses manufacturing lengkap. 10. Klasifikasi (Classifying) Dengan tujuan menentukan kriteria dari sejumlah kategori yang diberikan. Contoh: menentukan bidang pekerjaan yang cocok untuk seorang calon pegawai.
2.4.6 Tiga Unsur Manusia dalam Sistem Pakar
Unsur manusia yang berpartisipasi dalam pengembangan dan pemakaian sistem pakar: 1. Domain Expert Mendefinisikan apakah yang dimaksud dengan pakar itu adalah sangat sulit. Dimana masalahnya adalah berapa banyak keahlian yang harus dimiliki seseorang sebelum dapat
Universitas Sumatera Utara
17 dikualifikasikan sebagai seorang pakar. Pakar adalah seorang yang mempunyai pengetahuan khusus, pendapat, keahlian dan metode serta kemampuan menggunakannya di dalam memberikan nasehat untuk memecahkan suatu masalah.
Tugas dari para pakar ini adalah menyediakan pengetahuan bagaimana dia melaksanakan tugasnya, pengetahuan ini kemudian diserap dan diduplikasikan ke sistem pakar.
Karakteristik sistem pakar: a. Saling berkomunikasi dengan pakar-pakar lain b. Menyelesaikan masalah secara cepat dan akurat c. Menjabarkan apa dan bagaimana mereka melakukannya d. Merubah sudut pandang agar dapat disesuaikan dengan persoalan e. Mampu membagikan pengetahuan f. Mempertimbangkan apakah kesimpulan yang dihasilkan sudah benar g. Belajar dari pengalaman Keahlian (expertise) pakar dapat diperoleh dari training, membaca atau dari praktek/pengalaman. Untuk pakar yang ingin menambah keahlian, sistem pakar bertindak sebagai kolega atau teman sejawat. 2. Knowledge Engineer Knowledge engineer adalah pihak yang membuat sistem pakar. Knowledge engineer ini bertugas untuk menyerap dan mengambil pengetahuan atau kemampuan yang dimiliki oleh para pakar serta mengimplementasikannya ke dalam sebuah software sistem pakar. Tugas ini cukup sulit karena seorang knowledge engineer tidak boleh memasukkan perkiraan atau perasaannya ke dalam pengetahuan yang diperolehnya. Di samping itu, knowledge engineer juga harus pandai memperoleh informasi/pengetahuan pakar karena kadangkala seorang pakar tidak dapat menjelaskan semua keahliannya. 3. User Pemakai adalah pihak yang mempergunakan sistem pakar. Kemampuan sistem pakar dikembangkan untuk mempermudah dan menghemat waktu dan usaha user.
Universitas Sumatera Utara
18 2.4.7 Arsitektur Sistem Pakar
Saat seorang pakar memberikan penyelesaian dari suatu masalah, pakar mendapatkan fakta tentang masalah tersebut dan menyimpannya, kemudian pakar berusaha menganalisa masalah tersebut dengan cara mencocokkan fakta yang di dapat dengan pengetahuan yang pernah di dapatkannya. Dengan proses ini maka seorang pakar dapat mengambil suatu kesimpulan dan konklusi dari permasalahan tersebut. Secara garis besar user interface berperan sebagai bagian yang menangani input program, inference engine yang mempunyai peranan untuk mengambil keputusan berdasarkan basis pengetahuan yang ada. Antara user interface dan inference engine terjalin hubungan dua arah, hubungan ini terjadi saat proses dialog selama tanya jawab berlangsung. Pada bagian learning juga memiliki hubungan dua arah. Hal ini terjadi karena learning memerlukan inference engine untuk menambah pengetahuan baru yang di dapat. Untuk lebih memperjelas pemahaman mengenai arsitektur sistem pakar dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Arsitektur Sistem Pakar (Gunawan, 2001) Keterangan: 1. Knowledge base adalah representasi pengetahuan dari seorang atau beberapa pakar yang diperlukan untuk memahami, memformulasikan dan memecahkan masalah. Dalam hal ini digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi pada komputer. Knowledge base ini terdiri dari dua elemen dasar, yaitu fakta dan rules. 2. Inference engine merupakan otak dari sistem pakar yang mengandung mekanisme fungsi berpikir dan pola-pola penalaran sistem yang digunakan oleh seorang pakar. Mekanisme ini yang menganalisa suatu masalah tertentu dan kemudian mencari solusi atau kesimpulan yang terbaik. 3. Explanation subsystem memberikan penjelasan saat mana user mengetahui apakah alasan yang diberikan sebuah solusi. Bagian ini yang secara konkrit membedakan sistem pakar
Universitas Sumatera Utara
19 dengan sistem aplikasi biasa. Pada bagian ini terdapat informasi tambahan mengapa dan darimana sebuah solusi diperoleh. 4. User interface merupakan pengendali input output dengan user atau sebagai sarana komunikasi antara user dengan sistem pakar tersebut. 5. Knowledge base editor merupakan bagian yang digunakan untuk menambah, menghapus atau memperbaiki basis pengetahuan. 6. Learning adalah suatu proses belajar dari suatu sistem pakar bila sistem pakar tersebut tidak menemukan solusi. 7. Certainty factor merupakan faktor keyakinan dari jawaban user.
2.4.7.1
Basis Pengetahuan/Knowledge Base
Basis pengetahuan/knowledge base adalah suatu representasi pengetahuan oleh seseorang maupun
oleh
beberapa
pakar
yang
dibutuhkan untuk
memahami,
menjelaskan,
memformulasikan dan memecahkan permasalahan. Selain itu, knowledge base ini memiliki pengertian lain, yaitu informasi atau pengetahuan yang dijadikan sumber segala pengetahuan dari suatu sistem pakar. Sumber pengetahuan diperoleh dari berbagai macam cara, bisa berasal dari buku, literatur, aturan-aturan tertentu, artikel, pengalaman pakar ataupun pengalaman knowledge engine yang biasanya digunakan untuk memecahkan sebuah masalah. Knowledge base ini terdiri dari dua elemen dasar yaitu: special heuristic atau rule (merupakan informasi tentang situasi tentang cara bagaimana membangkitkan fakta baru dari fakta yang sudah diketahui) dan fakta (yang berupa informasi tentang situasi permasalahan, teori dan area permasalahan, teori dan area permasalahan atau informasi tentang objek). Knowledge base atau basis pengetahuan merupakan sesuatu yang paling vital dari suatu sistem pakar karena keahlian para pakar disimpan di dalamnya.
2.4.7.2 Database
Bagian penting sistem pakar lainnya adalah database yang kadang-kadang disebut database global karena merupakan rangkaian informasi yang luas tentang status saat ini dari permasalahan yang sedang diselesaikan. Database merupakan bagian memori kerja dimana status proses pemecahan masalah disimpan. Database disebut basis fakta karena mencatat
Universitas Sumatera Utara
20 fakta-fakta suatu masalah. Awalnya, fakta-fakta yang sudah diketahui disimpan di basis, lalu ditambah fakta baru yang diperoleh dari proses inferensi.
2.4.7.3
Mesin Inferensi
Mesin inferensi (inference engine) merupakan pusat pengambilan keputusan pada sistem pakar dengan penyesuaian fakta-fakta pada memori dengan basis pengetahuan untuk mendapatkan kesimpulan dan jawaban dari permasalahan. Yang merupakan otak dan pemikir dari suatu sistem pakar adalah inference engine. Dalam inference engine ini dilakukan suatu penalaran yang dilandasi oleh basis pengetahuan (didapat dari pakar) yang dimiliki sistem sehingga menghasilkan sebuah keputusan. Proses penalaran ada dua macam dan biasanya lebih disebut dengan proses chaining.
2.4.7.4 Metode Inferensi
Metode inferensi ada dua, yaitu runut maju (forward chaining) dan runut balik (backward chaining). Kedua metode ini mempunyai daya guna tersendiri, semua tergantung dari kondisi permasalahan yang dihadapi dan basis pengetahuan. Berikut ini adalah penjelasan mengenai kedua proses chaining tersebut:
2.4.7.4.1 Runut Maju (Forward Chaining)
Runut maju merupakan strategi pencarian yang memulai proses pencarian dari sekumpulan data atau fakta, dari data-data tersebut dicari suatu kesimpulan yang menjadi solusi dari permasalahan yang dihadapi. Mesin inferensi mencari kaidah-kaidah dalam basis pengetahuan yang premisnya sesuai dengan data-data tersebut, kemudian dari kaidah-kaidah tersebut diperoleh suatu kesimpulan. Runut maju memulai proses pencarian dengan data sehingga strategi ini disebut juga data-driven (Sangirta, 2009).
Universitas Sumatera Utara
21 Metode inferensi runut maju cocok digunakan untuk menangani masalah pengendalian (controlling) dan peramalan (prognosis) (Giarattano dan Riley, 1994). Metode inferensi ini yang akan digunakan dalam sistem pakar yang akan dibangun dengan contoh penalaran seperti pada Tabel 2.2 sebagai berikut :
Tabel 2.2 Contoh Aturan penalaran Forward Chaining (Kusumadewi, 2003)
No.
Aturan
R-1
IF A & B THEN C
R-2
IF C THEN D
R-3
IF A & E THEN F
R-4
IF A THEN G
R-5
IF F & G THEN D
R-6
IF G & E THEN H
R-7
IF C & H THEN I
R-8
IF I & A THEN J
R-9
IF G THEN J
R-10
IF J THEN K
Pada Tabel 2.2 terlihat ada 10 aturan yang tersimpan dalam basis pengetahuan. Fakta awal yang diberikan hanya: A dan E (artinya : A dan E bernilai benar). Ingin dibuktikan apakah K bernilai benar (hipotesis K) ?
Langkah-langkah inferensi adalah sebagai berikut : 1. Dimulai dari R-1, A merupakan fakta sehingga bernilai benar, sedangkan B belum bisa diketahui kebenarannya, sehingga C pun juga belum bisa diketahui kebenarannya. Oleh karena itu kita tidak mendapatkan informasi apapun pada R-1 ini. Sehingga kita menuju ke R-2. 2. Pada R-2 kita tidak mengetahui informasi apapun tentang C, sehingga kita juga tidak bisa memastikan kebenaran D. Oleh karena itu kita tidak mendapatkan informasi apapun pada R-1 ini. Sehingga kita menuju ke R-3. 3. Pada R-3, baik A maupun E adalah fakta sehingga jelas benar. Dengan demikian F sebagai konsekuen juga ikut benar. Sehingga sekarang kita mempunyai fakta baru yaitu F.
Universitas Sumatera Utara
22 Karena F bukan hipotesis yang hendak kita buktikan maka penelusuran kita lanjutkan ke R-4. 4. Pada R-4, A adalah fakta sehingga jelas benar. Dengan demikian G sebagai konsekuen juga ikut benar. Sehingga sekarang kita mempunyai fakta baru yaitu G. Karena G bukan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka penelusuran kita lanjutkan ke R-5. 5. Pada R-5, baik F maupun G bernilai benar berdasarkan aturan R-3, dan R-4. Dengan demikian G sebagai konsekuen juga ikut benar. Sehingga sekarang kita mempunyai fakta baru yaitu D. Karena D bukan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka penelusuran kita lanjutkan ke R-6. 6. Pada R-6, baik A maupun G adalah benar berdasarkan fakta dari R-4. Dengan demikian H sebagai konsekuen juga ikut benar. Sehingga sekarang kita mempunyai fakta baru yaitu H. Karena H bukan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka penelusuran kita lanjutkan ke R-7. 7. Pada R-7, meskipun H benar berdasarkan R-6, namun kita tidak tahu kebenaran C sehingga, I pun juga belum bisa diketahui kebenarannya. Oleh karena itu kita tidak mendapatkan informasi apapun pada R-7 ini. Sehingga kita menuju ke R-8. 8. Pada R-8, meskipun A benar karena fakta, namun kita tidak tahu kebenaran I, sehingga J pun juga belum bisa diketahui kebenarannya. Oleh karena itu kita tidak mendapatkan informasi apapun pada R-8 ini. Sehingga kita menuju ke R-9. 9. Pada R-9, J bernilai benar karena G benar berdasarkan R-4. Karena J bukan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka penelusuran kita lanjutkan ke R-10. 10. Pada R-10,
K bernilai benar karena J benar berdasarkan R-9. Karena H sudah
merupakan hipotesis yang hendak kita buktikan, maka terbukti bahwa K adalah benar.
Universitas Sumatera Utara
23 Tabel munculnya fakta baru pada saat inferensi terlihat pada Tabel 2.3. sedangkan alur inferensi terlihat pada Gambar 2.3.
Tabel 2.3. Fakta baru pada saat inferensi (Kusumadewi, 2003) Aturan
Fakta Baru
R-3
F
R-4
G
R-5
D
R-6
H
R-9
J
R-10
K
R9
R4
Fakta
G
A
J
R10
K
R5 R3
F
D
E
R6
H
Fakta
Gambar 2.3 Alur inferensi Forward Chaining (Kusumadewi, 2003)
2.4.7.4.2 Runut Balik (Backward Chaining)
Backward chaining adalah suatu strategi pengambilan keputusan dimulai dari pencarian solusi dari kesimpulan kemudian menulusuri fakta-fakta yang ada hingga menemukan solusi yang sesuai dengan fakta-fakta yang diberikan pengguna (Kusrini, 2006).
Metode Backward Chaining merupakan strategi pencarian yang arahnya kebalikan dari Forward Chaining. Proses pencarian dimulai dari tujuan, yaitu kesimpulan yang menjadi solusi permasalahan yang dihadapi. Mesin inferensi mencari kaidah-kaidah dalam basis pengetahuan yang kesimpulannya merupakan solusi yang ingin dicapai, kemudian dari
Universitas Sumatera Utara
24 kaidah-kaidah yang diperoleh, masing-masing kesimpulan backward chaining jalur yang mengarah ke kesimpulan tersebut.
Jika informasi-informasi atau nilai dari atribut-atribut yang mengarah ke kesimpulan tersebut sesuai dengan data yang diberikan maka kesimpulan tersebut merupakan solusi yang dicari, jika tidak sesuai maka kesimpulan tersebut bukan merupakan solusi yang dicari. Backward chaining memulai proses pencarian dengan suatu tujuan sehingga strategi ini disebut juga goal-driven.
Seperti halnya pada pada Tabel 2.2 terlihat ada 10 aturan yang tersimpan dalam basis pengetahuan. Fakta awal yang diberikan: A dan E (artinya A dan E bernilai benar). Ingin dibuktikan apakah A dan E bernilai benar (hipotesis hanya K)?.
Langkah-langkah inferensi adalah sebagai berikut : 1. Pertama-tama kita cari terlebih dahulu mulai dari R-1, aturan yang mana memiliki konsekuen K. Ternyata setelah ditelusur, aturan dengan konsekuen K baru ditemukan pada R-10. Untuk membuktikan bahwa K benar maka perlu dibuktikan bahwa J benar. 2. Kita cari aturan yang memiliki konsekuen J. Kita mulai dari R-1, ternyata kita baru akan menemukan aturan dengan konsekuen J pada R-8. Untuk membuktikan bahwa J benar maka perlu dibuktikan bahwa I dan A benar. Untuk membuktikan kebenaran I, kita perlu cari aturan dengan konsekuen I, ternyata ada di R-7. 3. Untuk membuktikan bahwa I benar di R-7, kita perlu buktikan bahwa C dan H benar. Untuk itu kita pun perlu mencari aturan dengan konsekuen C dan ada di R-1. 4. Untuk membuktikan C benar di R-1, kita perlu buktikan bahwa A dan B benar. A jelas benar karena A merupakan fakta. Sedangkan B kita tidak bisa membuktikan kebenarannya, karena selain bukan fakta, di dalam basis pengetahuan juga tidak ada aturan dengan konsekuen B. Dengan demikian maka dari penalaran ini kita tidak bisa buktikan kebenaran dari hipotesis K. Namun demikian, kita masih punya alternatif lain untuk melakukan penalaran. 5. Kita lakukan backtracking. Kita ulangi lagi dengan pembuktian kebenaran C dengan mencari aturan lain dengan konsekuensi C. Ternyata tidak ditemukan. 6. Kita lakukan backtracking lagi dengan mencari aturan dengan konsekuen I, ternyata juga tidak ada.
Universitas Sumatera Utara
25 7. Kita lakukan backtracking lagi dengan mencari aturan dengan konsekuen J, ternyata kita temukan pada R-9. Sehingga kita perlu buktikan kebenaran G. 8. Kita mendapatkan R-4 dengan konsekuen G. Kita perlu buktikan kebenaran A. karena A adalah fakta, maka terbukti bahwa G benar. Dengan demikian berdasarkan penalaran ini bisa dibuktikan bahwa K bernilai benar. 9. Berikutnya kita akan membuktikan kebenaran E, pertama-tama kita cari aturan yang memiliki konsekuensi K, ternyata konsekuensi K ditemukan pada R-10. Untuk membuktikan K benar maka perlu dibuktikan bahwa J benar. 10. Kita lihat pada aturan R-8, jika konsekuensi J benar maka I dan A adalah benar, karena A adalah fakta. 11. Kemudian kita lihat aturan R-7, jika konsekuensi I benar maka C dan H adalah benar. 12. Jika H terbukti benar maka kita lihat aturan R-6, kita perlu buktikan kebenaran E, karena E adalah fakta maka G terbukti benar. Dengan demikian berdasarkan penalaran ini bisa dibuktikan bahwa K bernilai benar.
Alur inferensi dapat dilihat pada Gambar 2.4. berikut ini : Fakta
K
R10
J
I
C
R8
A
R7
A
R1
H
B Tidak diketahui
(a) Pertama: Gagal
Fakta
K
R10
J
R9
G
R4
A
(b) Kedua: Sukses
Gambar 2.4 Alur Inferensi Backward Chaining (Kusumadewi, 2003)
Universitas Sumatera Utara