10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Rumah Sakit
2.1.1
Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009). Seiring dengan perkembangan zaman, fungsi kegiatan rumah sakit semakin bervariasi. Rumah sakit tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit, tempat pelayanan yang bersifat sosial tetapi juga sebagai penyumbang pendidikan dan penelitian, spesialistik atau subspesialistik, dan mencari keuntungan. Rumah sakit merupakan suatu bagian dari sistem kesehatan yang mengemban tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat, baik dalam upaya pencegahan dan promosi kesehatan maupun pengobatan serta pemulihan kesehatan. 2.1.2
Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan pengelolaannya, rumah sakit dibagi menjadi dua jenis yaitu
rumah sakit privat dan rumah sakit publik. Rumah sakit privat dikelola oleh badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero dan bersifat profit, sedangkan
10
Universitas Sumatera Utara
11
rumah sakit publik dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit digolongkan menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit umum meliputi pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit, sedangkan pelayanan di rumah sakit khusus hanya pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu (Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009). Rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi empat jenis berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit, yaitu rumah sakit umum kelas A, rumah sakit umum kelas B, rumah sakit umum kelas C, dan rumah sakit umum kelas D. Rumah sakit umum kelas A disebut juga rumah sakit pusat rujukan karena mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialisasi dan subspesialisasi luas. Rumah sakit umum kelas A mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik minimal empat pelayanan medik spesialis dasar, lima pelayanan spesialis penunjang medik, dua belas pelayanan medik spesialis lain dan tiga belas pelayanan medik subspesialis. Rumah sakit kelas B mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialisasi luas dan subspesialisasi terbatas, yaitu minimal empat pelayanan medik spesialis dasar, empat pelayanan spesialis penunjang medik, delapan pelayanan medik spesialis lainnya dan dua pelayanan medik subspesialis dasar. Rumah sakit kelas C mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialisasi terbatas, meliputi empat pelayanan medik spesialis dasar dan empat pelayanan spesialis penunjang medik. Rumah sakit kelas D mampu
Universitas Sumatera Utara
12
memberikan minimal dua pelayanan medik spesialis dasar (Peraturan Menteri Kesehatan No. 340/MENKES/PER/III/2010). 2.1.3
Kepemilikan Rumah Sakit Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 147/MENKES/PER/2010,
status kepemilikan rumah sakit dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu pemerintah, pemerintah daerah dan swasta. Rumah sakit pemerintah dikelola kementerian kesehatan atau kementerian lainnya, rumah sakit pemerintah daerah dikelola oleh pemerintah daerah, sedangkan rumah sakit swasta dikelola oleh pihak swasta yang berbentuk badan hukum yang hanya bergerak di usaha perumahsakitan. Badan hukum dapat berbentuk yayasan, perseroan, perseroan terbatas, perkumpulan, dan perusahaan umum.
2.2
Pasien
2.2.1
Definisi Pasien Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di rumah sakit (Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009). 2.2.2
Hak Pasien Pada hakikatnya, hak pasien adalah hak dasar yang dimiliki manusia, yaitu
mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, pasal 4 sampai 8 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan, akses atas sumber daya, pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan
Universitas Sumatera Utara
13
terjangkau, hak dalam menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan, lingkungan yang sehat, informasi dan edukasi kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab, serta informasi tentang data kesehatan dirinya. Pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan juga mendapatkan hak konsumen yang diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yaitu: a. Pasien
berhak
atas
kenyamanan,
keamanan
dan
keselamatan
dalam
mengkonsumsi jasa pelayanan. b. Pasien berhak memilih dan mendapat jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c. Pasien berhak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa pelayanan kesehatan. d. Pasien memiliki hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas jasa yang diterima. e. Pasien berhak mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. f. Pasien berhak mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Pasien berhak diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. h. Pasien berhak mendapat kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian bila jasa yang diterima tidak sebagaimana mestinya.
Universitas Sumatera Utara
14
2.2.3
Kewajiban Pasien Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, kewajiban pasien antara lain
mematuhi ketentuan yang berlaku di rumah sakit, memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima di rumah sakit sesuai ketentuan yang berlaku, memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit, dan mematuhi kesepakatan dengan rumah sakit.
2.3
Pelayanan Kesehatan
2.3.1
Definisi Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan menurut Levey dan Loomba yang dikutip Azwar (1996)
adalah setiap upaya yang diselenggarakan baik secara individu maupun secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Pelayanan kesehatan merupakan setiap upaya baik preventif, promotif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat. 2.3.2
Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan Untuk mencapai pelayanan kesehatan sesuai sasaran dan tujuan yang
diinginkan, banyak syarat yang harus dipenuhi dan minimal mencakup delapan hal pokok antara lain tersedia, berkesinambungan, wajar, dapat diterima, mudah dicapai, mudah dijangkau, dan bermutu (Azwar, 1999).
Universitas Sumatera Utara
15
2.3.3
Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 129/MENKES/SK/II/2008
dikemukakan bahwa salah satu jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib tersedia adalah pelayanan rawat inap. Rawat inap menurut Azwar (1996) adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan kedokteran intensif yang diselenggarakan oleh rumah sakit. Pasien yang masuk melalui rawat jalan, gawat darurat ataupun rujukan akan mendapat pelayanan rawat inap bila ada indikasi perlu diberikan pelayanan kesehatan di ruang perawatan satu hari atau lebih. Menurut Suryawati dkk (2006), berbagai pelayanan terkait di ruang perawatan meliputi pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan keperawatan, pelayanan farmasi, pelayanan gizi, serta pelayanan administrasi dan keuangan. Pelayanan administrasi dan keuangan dilakukan saat pertama kali penerimaan pasien, perawatan pasien, dan saat pasien akan keluar dari rumah sakit. Saat pendaftaran, pasien mendapatkan pelayanan ruangan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasien. Pelayanan medis dan keperawatan yang diberikan harus sesuai standar pelayanan dan dapat dipertanggungjawabkan. Pelayanan penunjang medik seperti laboratorium, rontgen, USG, EKG dan pemeriksaan lainnya dibutuhkan untuk membantu penegakkan diagnosa. Pelayanan farmasi harus sesuai dengan prinsip terapeutik, aman, tersedia bila diperlukan, tepat sasaran, dan efektif. Pelayanan gizi harus sesuai guna memenuhi kebutuhan gizi pasien dan bebas dari kontaminasi.
Universitas Sumatera Utara
16
2.4
Mutu Pelayanan Kesehatan
2.4.1
Definisi Mutu Pelayanan Kesehatan Dalam mendefinisikan mutu, ada beberapa pendapat yang berbeda-beda
menurut para ahli. Mutu adalah ukuran pemenuhan kebutuhan yang dapat membantu organisasi dalam pengambilan keputusan yang didasari bukti langsung, bukan hanya pengalaman atau pendapat (Crosby dalam Parasuraman dkk, 1985). Deming (1986) mengungkapkan bahwa mutu pelayanan hanya dapat dinilai pelanggan. Mutu menunjukkan pemenuhan harapan pelanggan, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal (Juran, 1999). Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau barang yang dihasilkan, yang didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman atau terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Azwar, 1996). Mutu juga dapat dikaitkan sebagai suatu proses perbaikan yang bertahap dan terus menerus (Al-Assaf, 2009). Mutu adalah apa yang diharapkan atau ditentukan oleh konsumen (Juran dalam Muninjaya, 2011:19). Mutu merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh kemampuan barang atau jasa dalam memuaskan kebutuhan pelanggan baik berupa kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat (Supriyanto, 2011). Definisi mutu menurut ISO 9000:2000 adalah perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana hasil akhir suatu barang atau jasa dapat memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan. Pelanggan yang menentukan dan menilai sampai seberapa jauh sifat dan karakteristik itu memenuhi kebutuhannya (Lupiyoadi, 2001).
Universitas Sumatera Utara
17
Mutu dalam hal bidang pelayanan kesehatan menurut WHO 1988 adalah tampilan pelayanan kesehatan yang pantas atau sesuai dengan standar-standar intervensi yang aman sehingga memberikan hasil yang baik kepada masyarakat dan berdampak pada penurunan angka kematian, kesakitan, dan malnutrisi. Mutu pelayanan kesehatan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan masyarakat atau perorangan terhadap asuhan kesehatan yang diberikan sesuai dengan standar profesi yang baik dengan pemanfaatan sumber daya secara wajar, efisien, efektif dalam keterbatasan yang aman dan memuaskan pelanggan sesuai dengan norma dan etika yang baik (Azwar dalam Bustami, 2011:16). Menurut Azwar, mutu pelayanan kesehatan menggambarkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak hanya dapat menimbulkan kepuasan setiap pasien sesuai tingkat kepuasan rata-rata penduduk, tetapi tata cara penyelenggaraannya juga harus sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. 2.4.2
Faktor-faktor yang Memengaruhi Mutu Pelayanan Kesehatan Ada dua faktor utama yang memengaruhi mutu pelayanan kesehatan, yaitu
pelayanan yang diharapkan (expected services) dan pelayanan yang dirasakan (perceived services). Mutu pelayanan kesehatan dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan (Kotler, 2005). Beberapa unsur pokok yang terkait mutu pelayanan di setiap pelayanan kesehatan adalah: a. Unsur masukan Unsur masukan terdiri dari semua sumber daya yang dibutuhkan agar terselenggaranya suatu pelayanan kesehatan misalnya tenaga, dana, dan
Universitas Sumatera Utara
18
sarana. Menurut Azwar (1996), bila sumber daya tidak sesuai dengan kebutuhan dan standar yang ditetapkan, maka pelayanan kesehatan yang bermutu sulit diharapkan. b. Unsur lingkungan Lingkungan merupakan keadaan sekitar yang diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan misalnya kebijakan, organisasi dan manajemen. Tanpa dukungan unsur lingkungan, maka pelayanan kesehatan yang bermutu sulit dicapai. c. Unsur proses Unsur proses meliputi semua tindakan yang dilakukan saat menyelenggarakan pelayanan kesehatan, baik tindakan medis maupun tindakan non medis. Bila tindakan medis atau non medis tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, maka mutu pelayanan kesehatan yang baik akan sulit diharapkan. d. Unsur keluaran Unsur keluaran menunjukkan hasil akhir pelayanan kesehatan yang dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek medis dan aspek non medis. Bila kedua penampilan aspek ini tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, berarti pelayanan tersebut bukan pelayanan yang bermutu. 2.4.3
Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan Mutu pelayanan kesehatan bersifat multidimensi, tidak hanya mencakup
konsumen dan pemberi jasa kesehatan (provider) yang berkepentingan, tetapi juga pembayar atau asuransi sebagai pihak ketiga, masyarakat, pemerintah, dan ikatan
Universitas Sumatera Utara
19
profesi. Secara garis besar, penilaian mutu pelayanan kesehatan di suatu rumah sakit dapat ditinjau dari tiga dimensi (Azwar, 1996). Ketiga dimensi tersebut diuraikan sebagai berikut. 1. Sisi pemakai jasa atau konsumen Bagi sisi pemakai jasa atau konsumen, pelayanan kesehatan yang bermutu adalah suatu pelayanan kesehatan yang ramah, tepat waktu, tanggap, dapat memenuhi kebutuhan dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah perkembangan penyakit lebih lanjut. 2. Sisi penyelenggara pelayanan kesehatan atau profesi Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan atau profesi, mutu pelayanan lebih dikaitkan dengan standar pelayanan sesuai ketentuan yang berlaku dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Sisi manajemen Bagi manajemen, mutu pelayanan dikaitkan dengan efisiensi pemakaian sumber daya dalam pemenuhan kebutuhan konsumen. 2.4.4
Aspek Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan Ada beberapa pendapat para ahli tentang aspek penilaian mutu pelayanan
kesehatan. Aspek penilaian mutu di bidang pelayanan kesehatan pertama kali diperkenalkan oleh Florence Nightingale dengan menggunakan standar keperawatan yang berdampak pada penurunan angka kematian di rumah sakit secara drastis. Pada tahun 1980-an, Avedis Donabedian memperkenalkan konsep Donabedian Model untuk mengevaluasi mutu pelayanan kesehatan yang terdiri dari struktur, proses, dan
Universitas Sumatera Utara
20
outcome. Struktur menunjukkan hal mendasar agar dapat terjadi pelayanan, seperti sumber daya material (fasilitas dan peralatan), sumber daya manusia (jumlah dan kualifikasi personil), dan struktur organisasi. Proses menunjukkan apa yang sebenarnya dilakukan dalam memberikan dan menerima pelayanan, meliputi kegiatan pasien dan praktisi dalam mencari pelayanan, diagnosa dan pengobatan. Outcome menunjukkan efek pelayanan terhadap status kesehatan pasien dan populasi, seperti kepuasan pasien, ketahanan hidup dan efek pengobatan yang tidak diinginkan (Donabedian, 1988). Menurut Jonas & Rosenberg yang dikutip Aditama (2004), ada tiga aspek penilaian mutu pelayanan kesehatan yaitu: 1. Aspek pendekatan Aspek pendekatan terbagi atas pendekatan umum dan pendekatan khusus. Aspek pendekatan yang dilakukan secara umum adalah dengan menilai kemampuan rumah sakit dan komponen di dalamnya serta membandingkan dengan standar yang ada. Penilaian berdasarkan pendekatan umum ini akan ditandai dengan penetapan kelas dan akreditasi rumah sakit. Sedangkan, pada pendekatan khusus, penilaian dikaitkan dengan hubungan antara pasien dan pemberi pelayanan. Di Indonesia, hal ini dilakukan oleh komite medik sesuai yang telah tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 755/MENKES/PER/IV/2011 bahwa komite medik berperan untuk mengatur tata kelola klinis yang baik agar mutu pelayanan medis terjamin.
Universitas Sumatera Utara
21
2. Aspek teknik Pada aspek teknik, ada tiga komponen yang dinilai, yaitu struktur, proses dan hasil akhir. Dari komponen struktur, yang dinilai adalah sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia, dan sumber daya lainnya. Dari komponen proses, yang dinilai adalah evaluasi terhadap kegiatan pemberi pelayanan dan interaksinya dengan pasien. Dari komponen hasil akhir, yang dinilai adalah hasil pelayanan kesehatan misalnya dengan melakukan audit medis, review rekam medis, keluhan pasien dan sebagainya. 3. Aspek kriteria Aspek kriteria dibagi menjadi kriteria eksplisit (tertulis) dan kriteria implisit (tidak tertulis). Kriteria implisit bersifat subjektif karena kriteria tersebut tergantung penilai. Ransom dkk (2008) mengungkapkan bahwa ada enam aspek yang terdapat dalam mutu pelayanan kesehatan yaitu: 1. Keamanan Pelayanan yang diberikan di fasilitas pelayanan kesehatan hendaknya mempunyai keamanan yang sama seperti rumah mereka.
2. Efektivitas Pelayanan yang diberikan hendaknya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan berbasis bukti serta sesuai standar pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
22
3. Efisiensi Pelayanan yang diberikan hendaknya efektif dalam biaya dan waktu.
4. Waktu Pasien seharusnya tidak perlu menunggu atau mengalami penundaan dalam menerima pelayanan.
5. Berorientasi pada pasien Sistem pelayanan kesehatan hendaknya berorientasi pada pasien, terutama dalam hal keselamatan dan kenyamanan.
6. Kesamaan Pelayanan yang diberikan hendaknya sama, tidak membeda-bedakan pasien. Keenam aspek tersebut sebenarnya terkait erat dengan komponen proses dan outcome yang diungkapkan Donabedian. Untuk pengukuran proses, aspek yang perlu dinilai adalah efektif, efisien, dan waktu, sedangkan untuk pengukuran outcome, aspek yang perlu dinilai adalah keamanan dan orientasi pasien. Hanya aspek kesamaan yang sulit diletakkan pada pendekatan Donabedian. Parasuraman dkk (1988) mengemukakan suatu pendekatan mutu pelayanan yang sangat populer hingga kini yaitu model Service Quality (ServQual). Pendekatan ini banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran (Irawan, 2008). Dalam pendekatan tersebut, ada lima aspek yang dapat digunakan konsumen untuk mengevaluasi mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit yaitu:
Universitas Sumatera Utara
23
1.
Keandalan Keandalan menunjukkan kemampuan petugas kesehatan dalam memberikan perawatan dengan tepat dan memuaskan seperti ketepatan waktu dan tepat pelayanan.
2.
Empati Empati menunjukkan sikap peduli dan perhatian petugas kesehatan terhadap pasien sehingga mudah dalam membina hubungan serta memahami kebutuhan dan harapan pasien. Kotler & Armstrong (2010) menyebutkan empati adalah sikap peduli, sabar, ramah, keinginan untuk memahami pribadi orang lain, penuh perhatian, memberikan pribadi bagi pelanggan.
3.
Ketanggapan Ketanggapan menunjukkan kecepatan petugas dalam memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien dan memenuhi kebutuhan pasien, baik dari waktu menunggu pendaftaran sampai mendapat pelayanan kesehatan.
4.
Jaminan Jaminan menunjukkan kepercayaan pasien terhadap jaminan akibat pelayanan yang diberikan, baik pengetahuan, keamanan, dan kesembuhan, termasuk kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki. Dengan adanya jaminan, pasien akan yakin, tidak ragu-ragu dan berani mengambil resiko terhadap pilihannya.
Universitas Sumatera Utara
24
5.
Bukti fisik Bukti fisik menunjukkan kenyataan dari sesuatu yang dapat dilihat dan dirasakan meliputi penampilan petugas, fasilitas dan juga lingkungan misalnya kebersihan, kerapian dan kenyamanan lingkungan, serta kebersihan dan kesiapan fasilitas, perlengkapan dan peralatan medik yang sesuai dengan perkembangan teknologi. Brahmbhatt dkk (2011) memperkenalkan suatu model Hospital Quality
(HosQual) yang merupakan modifikasi metode ServQual untuk menilai mutu pelayanan di bidang rumah sakit. Metode HosQual terdiri dari lima dimensi, yaitu: 1.
Bukti fisik Bukti fisik meliputi tampilan fasilitas fisik dan kenyamanan pasien atau keluarga terhadap penampilan aspek fisik rumah sakit.
2.
Keandalan Keandalan menunjukkan pelaksanaan pekerjaan yang benar dan tepat, serta kejelasan informasi di rumah sakit.
3.
Encounters Encounters dibagi menjadi dua subdimensi yaitu daya tanggap dan empati. Daya tanggap meliputi kecepatan petugas rumah sakit dalam menanggapi keluhan atau permintaan baik dari pasien maupun keluarga. Empati adalah sikap peduli, sabar, ramah, pengertian dan perhatian petugas rumah sakit terhadap pasien atau keluarga.
Universitas Sumatera Utara
25
4.
Proses Proses meliputi proses pelaksanaan pelayanan dan komunikasi yang efektif antara pasien atau keluarga dengan petugas rumah sakit.
5.
Kebijakan Kebijakan rumah sakit meliputi peraturan atau ketetapan yang dibuat dan diberlakukan dalam rumah sakit.
2.5
Kepuasan Pasien
2.5.1
Definisi Kepuasan Pasien Sasaran utama dalam kegiatan pelayanan kesehatan adalah untuk kepuasan
pasien. Pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit memegang peranan penting dalam keberlangsungan dan pertumbuhan rumah sakit. Pasien mempunyai kebutuhan yang diharapkan dapat diperoleh di rumah sakit. Harapan dan kebutuhan yang terpenuhi akan menimbulkan kepuasan pasien. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sugito (2005) bahwa tingkat kepuasan merupakan pemenuhan harapan dengan kinerja yang didapat, apabila kinerja dibawah harapan maka konsumen (pasien) akan kecewa, begitu juga sebaliknya. Kepuasan pasien merupakan pernyataan yang dirasakan pasien setelah mereka menerima jasa pelayanan kesehatan dan membandingkannya dengan pemenuhan harapan kinerja sebelum mendapatkan pelayanan tersebut (Kotler & Clarke, 1987). Pandangan atau persepsi pasien sangat penting karena akan berpengaruh pada pemasaran dan pemanfaatan kembali pelayanan kesehatan di tempat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
26
Kepuasan pasien adalah indikator utama dari pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan memengaruhi keberlangsungan dan pertumbuhan fasilitas kesehatan tersebut. 2.5.2
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Pasien Menurut Kotler & Amstrong (dalam Rangkuti, 2006) faktor-faktor yang
memengaruhi kepuasan konsumen berhubungan dengan tingkah lakunya, yaitu: a. Faktor budaya Faktor budaya mempunyai pengaruh paling banyak dalam menentukan keinginan, perilaku dan kepuasan konsumen. Faktor budaya terdiri dari komponen budaya, sub-budaya dan kelas sosial. Komponen budaya merupakan komponen yang paling mendasar dalam memengaruhi keinginan atau kepuasan konsumen. Komponen sub-budaya terdiri atas kebangsaan, agama, kelompok, ras, dan wilayah geografis. Kelas sosial menunjukkan sebuah kelompok yang relatif homogen mempunyai susunan hirarki dan anggota kelompoknya memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor tetapi juga diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan dan variabel lainnya. b. Faktor sosial Faktor sosial terdiri dari beberapa komponen, yaitu kelompok referensi, keluarga, peran dan status. Kelompok referensi adalah semua kelompok yang memengaruhi sikap atau perilaku seseorang, baik secara langsung (tatap muka) maupun tidak langsung. Keluarga merupakan kelompok referensi
Universitas Sumatera Utara
27
utama yang sangat berpengaruh pada daya beli. Peran dan status kedudukan seseorang akan berpengaruh terhadap pemilihan produk. Orang yang terampil, kepribadian baik dan mempunyai pengetahuan luas biasanya menjadi panutan dan mempunyai pengaruh kuat. c. Faktor pribadi Seseorang memilih dan menerima pelayanan serta menanggapi pengalaman sesuai dengan tahap-tahap kedewasaannya. Dalam faktor pribadi, terdapat komponen usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, serta gaya hidup dan nilai. Setiap orang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Pemilihan produk dipengaruhi oleh komponen-komponen yang ada dalam tiap diri konsumen tersebut. d. Faktor psikologi Faktor psikologi terdiri dari komponen motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Kebutuhan yang meningkat akan menjadi motivasi untuk bertindak dalam mencari kepuasan. Persepsi yang baik akan menimbulkan minat dan memengaruhi pemilihan produk. Pembelajaran timbul dari pengalaman dan menyebabkan proses perubahan tingkah laku seseorang. Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan klien terutama saat pertama kali datang, mutu informasi yang diterima, hasil akhir pengobatan dan perawatan yang diterima, prosedur perjanjian, dan waktu tunggu merupakan faktor yang juga memengaruhi tingkat kepuasan pasien (Kotler, 2005).
Universitas Sumatera Utara
28
Menurut Irawan (2008), ada beberapa faktor yang mendorong kepuasan konsumen terhadap jasa pelayanan yang diterima, yaitu: 1.
Kualitas produk Produk menurut Kotler & Amstrong (2010) merupakan sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi sehingga memenuhi harapan dan kebutuhan. Konsumen akan merasa puas bila produk yang mereka terima berkualitas. Hal ini diperkuat oleh penelitian Ari Wijayanti (2009) bahwa ada pengaruh positif kualitas produk terhadap kepuasan konsumen.
2.
Kualitas pelayanan Kualitas pelayanan sangat bergantung pada tiga hal yaitu sistem, teknologi, dan manusia. Manusia (karyawan) memegang peranan penting dalam hal ini. Perusahaan hendaknya terlebih dahulu dapat memberikan kepuasan pada karyawannya sehingga karyawan tersebut dapat menerapkan pelayanan yang lebih baik lagi kepada pelanggan.
3.
Faktor emosi Faktor emosi adalah faktor yang berhubungan dengan gaya hidup seseorang. Faktor emosi memiliki tiga dimensi yaitu estetika, ekspresi diri, dan brand personality. Pelanggan cenderung lebih memilih harga yang tidak murah dan sudah terkenal mereknya.
Universitas Sumatera Utara
29
4.
Harga Umar (2005) mendefinisikan harga sebagai sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar menawar, atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli. Menurut Irawan (2008), komponen biaya ini lebih berpengaruh pada konsumen yang sensitif karena biasanya harga murah menjadi sumber kepuasan mereka. Harga yang rendah menimbulkan persepsi produk tidak berkualitas, sebaliknya harga yang tinggi menimbulkan persepsi produk tersebut berkualitas (Rangkuti, 2003).
5.
Biaya dan kemudahan Biaya dan kemudahan merupakan pengorbanan yang dikeluarkan pelanggan demi mendapatkan produk atau jasa yang relatif mudah, nyaman, dan efisien. Konsumen cenderung puas terhadap jasa pelayanan bila ada kenyamanan dan kemudahan dalam mendapatkan produk atau jasa serta tidak mengeluarkan biaya tambahan untuk mendapatkan jasa pelayanan tersebut.
2.5.3
Pengukuran Kepuasan Pasien Kepuasan merupakan fungsi relatif dari tingkat harapan dan performans yang
diterima. Jika performans melebihi harapan, maka pelayanan dinilai sangat memuaskan. Pelayanan dinilai memuaskan apabila performans yang diterima sama dengan harapan. Pasien tidak puas bila performans yang diterima dibawah
Universitas Sumatera Utara
30
harapannya. Menurut Kotler & Armstrong (2010), ada berbagai cara yang dapat digunakan penyedia layanan untuk mengukur kepuasan pasien, yaitu: a. sales-related method, dengan menilai alasan pemilihan ulang pemakaian jasa. b. sistem keluhan dan saran, dengan mencatat frekuensi dan tipe keluhan tentang berbagai area untuk mengidentifikasi dan fokus pada area tertentu. c. consumer panel, dengan mewawancarai grup tertentu secara periodik. d. survei kepuasan konsumen, dengan memberikan kuesioner atau komunikasi pada pengguna jasa layanan. e. tingkat kepentingan dan performans pelayanan, dengan bertanya kepada konsumen tentang beberapa tingkat pelayanan untuk menentukan kepentingan pelayanan dan performans pelayanan yang dibutuhkan.
2.6
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit
telah dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Penelitian yang dilakukan Sayori dkk (2013) menunjukkan adanya kesenjangan antara mutu pelayanan yang diharapkan dengan mutu pelayanan yang diterima pasien rawat inap RSUD Jayapura pada aspek accessibility, effectiveness, amenities, safety, dan continuity of care, sedangkan pada aspek timeless, tidak terdapat kesenjangan antara mutu pelayanan yang diharapkan dengan mutu pelayanan yang diharapkan. Dari hasil penelitian yang dilakukan Rosjid (2012) di RS Nirmala Suri Sukoharjo menyimpulkan bahwa variabel mutu pelayanan yang tercakup dalam lima
Universitas Sumatera Utara
31
dimensi Service Quality mempunyai korelasi yang cukup erat dengan kepuasan pasien dan berpengaruh positif terhadap minat pembelian ulang rawat inap. Suaib dkk (2012) melakukan penelitian di ruang rawat inap RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan dokter, perawat, administrasi, dan sarana penunjang berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien, baik pasien umum maupun pasien asuransi atau jamkesmas. Kholid (2011) menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan dan loyalitas pasien rawat inap di RS Islam Fatimah Cilacap. Dimensi yang paling besar pengaruhnya adalah dimensi berwujud dan dimensi yang paling kecil pengaruhnya adalah dimensi keandalan. Penelitian yang dilakukan oleh Al-Refaie (2011) menunjukkan faktor-faktor yang secara signifikan memengaruhi kepuasan pasien dan minat kembali pada rumah sakit meliputi lamanya perawatan, fasilitas rumah sakit, mutu pelayanan, dan budaya keselamatan pasien. Hasil penelitian Brahmbhatt dkk (2011) dengan metode Hospital Quality (HosQual) menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan dan persepsi pasien terhadap mutu pelayanan rumah sakit. Rumah sakit pemerintah dinilai lebih baik dari rumah sakit swasta bila dilihat dari aspek keandalan, sedangkan rumah sakit swasta dinilai lebih baik pada aspek bukti fisik, empati, daya tanggap, proses dan kebijakan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Anjaryani (2009) mengenai kepuasan pasien rawat inap terhadap pelayanan perawat di RSUD Tugurejo
Universitas Sumatera Utara
32
Semarang menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan perawat yang diberikan yaitu penampilan fisik perawat, kemampuan pelayanan yang akurat, daya tanggap, empati dan dari aspek jaminan dari perawat itu sendiri.
2.7
Landasan Teori Menurut Parasuraman dkk (1985), mutu pelayanan kesehatan di dalam sistem
kesehatan nasional diartikan sebagai upaya pelayanan kesehatan yang bersifat terpadu, menyeluruh, merata dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Mutu pelayanan kesehatan dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan (Kotler, 2005). Parasuraman dkk (1988) mengemukakan suatu konsep pendekatan untuk mengukur persepsi pelanggan terhadap mutu produk yaitu Service Quality (ServQual) yang terdiri dari lima dimensi, meliputi bukti langsung (tangibles), keandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy). Brahmbhatt dkk (2011) memperkenalkan suatu model Hospital Quality (HosQual) yang merupakan modifikasi metode ServQual untuk menilai mutu pelayanan di bidang rumah sakit, terdiri dari lima dimensi, yaitu bukti fisik, keandalan, encounters (daya tanggap dan empati), proses dan kebijakan. Mutu pelayanan kesehatan dievaluasi mulai dari struktur (input), proses, dan outcome (Donabedian, 1988). Salah satu outcome yang merupakan indikator utama dari pengukuran mutu pelayanan kesehatan adalah kepuasan pasien. Kepuasan pasien merupakan persepsi pasien terhadap jasa pelayanan kesehatan yang diterima setelah
Universitas Sumatera Utara
33
membandingkannya dengan harapan kinerja sebelum mendapatkan pelayanan tersebut.
Kepuasan pasien dapat dinilai dengan survei kepuasan pasien melalui
kuesioner yang diberikan. Jika performans melebihi harapan, maka pelayanan dinilai sangat memuaskan. Pelayanan dinilai memuaskan apabila performans yang diterima sama dengan harapan. Pasien tidak puas bila performans yang diterima dibawah harapannya. Bila performans yang diterima jauh dibawah harapan, pasien akan merasa sangat tidak puas.
2.8 Kerangka Konsep Dari landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut. Variabel Independen (X)
Variabel Dependen (Y)
Mutu Pelayanan a. Bukti Langsung b. Keandalan c. Daya Tanggap
Kepuasan Pasien Rawat Inap
d. Empati e. Proses f. Kebijakan
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara