BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai masa depan dimana bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, penduduknya berperilaku hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata, sehingga memiliki derajat kesehatan yang optimal. Dengan demikian, pembangunan kesehatan dilandaskan kepada paradigma sehat. Paradigma yang akan mengarahkan pembangunan kesehatan untuk lebih mengutamakan upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif), tanpa mengabaikankan upaya-upaya penanggulangan atau penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) (Depkes RI, 2005). Aspek yang mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan tersebut salah satunya adalah lingkungan sehat dan bersih, termasuk lingkungan pelayanan kesehatan masyarakat seperti puskesmas, seperti yang tertuang dalam Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa “Setiap tempat dan sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan” (Depkes, 2009). Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat Blum (1974) menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan faktor keturunan.
Universitas Sumatera Utara
Dari keempat faktor tersebut, faktor lingkungan merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Kondisi kesehatan individu dan masyarakat dapat dipengaruhi lingkungan. Kualitas lingkungan yang buruk merupakan penyebab timbulnya berbagai gangguan kesehatan. Untuk mewujudkan status kesehatan masyarakat yang optimum diperlukan suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang juga optimum (Mulia, 2005). Upaya pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan perlu diterapkan sesuai dengan prinsip-prinsip sanitasi yang menitikberatkan pada kebersihan lingkungan. Salah satu upaya yang perlu dilakukan dalam peningkatan kualitas lingkungan adalah dengan melakukan kegiatan pengelolaan limbah, karena dengan pengelolaan limbah yang benar merupakan bagian yang paling penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Depkes, 2009). Puskesmas merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan yang dalam kegiatannya menghasilkan limbah medis padat maupun limbah padat non medis. Limbah medis padat di puskesmas dihasilkan dari kegiatan yang berasal dari ruang perawatan bagi puskesmas rawat inap, poliklinik umum, poliklinik gigi, poliklinik ibu dan anak/KIA, laboratorium dan apotik. Limbah medis padat merupakan bahan infeksius dan berbahaya yang harus dikelola dengan benar agar tidak menjadi sumber infeksius baru bagi masyarakat di sekitar puskesmas maupun bagi tenaga kesehatan itu sendiri. Dalam hubungan interaksi, dimungkinkan terjadi kontak antar pasien dengan tenaga kesehatan dalam lingkungan puskesmas melalui alat-alat medis yang dipergunakan dalam proses perawatan, penyembuhan dan pemulihan penderita. Dalam
Universitas Sumatera Utara
keadaan intensitas kontak tinggi dari penderita dengan tenaga kesehatan maupun pengunjung, tidak mustahil kuman penyakit dapat berpindah kepada orang yang sehat, yang akhirnya terjadi proses penularan penyakit yang lebih meluas. World Health Organization (WHO) 1999, melaporkan perkiraan kasus infeksi Hepatitis B (HBV) akibat cidera oleh benda tajam dikalangan tenaga medis dan tenaga pengelolaan limbah rumah sakit. Jumlah kasus HBV per tahun di AS akibat pajanan limbah adalah sekitar 162-321 kasus dari jumlah total per tahun yang mencapai 300.000 kasus. Pada tahun 1999 WHO juga melaporkan bahwa di Perancis pernah terjadi 8 kasus pekerja kesehatan terinfeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) melalui luka, 2 kasus diantaranya menimpa petugas yang menangani limbah medis. Pada bulan Juni 1994, terdapat 39 kasus infeksi HIV yang berhasil dikenali oleh Centers for Disease Control and Prevention sebagai infeksi okupasional dengan cara penularan sebagai berikut: 32 kasus akibat tertusuk jarum suntik, 1 kasus akibat teriris pisau, 1 kasus akibat luka terkena pecahan gelas (pecahan kaca berasal dari tabung berisi darah yang terinfeksi), 1 kasus akibat kontak dengan benda infeksius yang tidak tajam, 4 kasus akibat kulit atau membran mukosa terkena darah yang terinfeksi. Pada bulan Juni 1996, jumlah keseluruhan kasus infeksi HIV okupasional meningkat menjadi 51 kasus. Semua kasus tersebut yang terkena adalah perawat, dokter dan teknisi laboratorium (Prüss, 2005). Pada fasilitas layanan kesehatan dimanapun, perawat dan tenaga kebersihan merupakan kelompok utama yang berisiko mengalami cidera, jumlah bermakna justru berasal dari luka teriris dan tertusuk limbah benda tajam. Untuk infeksi virus yang
Universitas Sumatera Utara
serius seperti HIV/AIDS (Acquired Immuno Defficiency Syndrome) serta hepatitis B dan C, tenaga layanan kesehatan terutama perawat merupakan kelompok yang berisiko paling besar untuk terkena infeksi melalui cidera akibat benda tajam yang terkontaminasi, umumnya jarum suntik (Prüss, 2005). Data P2M-PL (Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan) menunjukkan, limbah alat suntik secara kuratif di Indonesia diperkirakan sekitar 300 juta per tahun. Limbah alat suntik khusus untuk imunisasi diperkirakan sekitar 66 juta per tahun. Dari jumlah itu 36,8 juta diantaranya merupakan limbah alat suntik imunisasi bayi, imunisasi ibu hamil/wanita usia subur sekitar 10 juta, imunisasi anak sekolah sekitar 20 juta. Dengan demikian jumlah limbah medis benda tajam di Indonesia menjadi sangat tinggi. Limbah alat suntik dan limbah lainnya dapat menjadi faktor risiko penularan berbagai penyakit seperti HIV/AIDS, Hepatitis B dan C serta penyakit lain yang ditularkan melalui darah. Jika pengelolaan pembuangan limbah medis padat tidak baik, sangat berbahaya bagi para tenaga kesehatan, pasien, pengunjung maupun lingkungannya (Depkes RI, 2004). Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No.1204/MENKES/ SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit/Puskesmas dibuatlah nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Rumah Sakit Dr.Pirngadi Kota Medan dengan Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2006, untuk mengadakan kerjasama dalam pemusnahan limbah medis padat puskesmas yang berada di bawah wewenang Dinas Kesehatan Kota Medan (DKK) di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Kota Medan. Dengan adanya nota kesepahaman tersebut, di puskesmas Kota Medan telah
Universitas Sumatera Utara
disediakan tempat khusus pembuangan limbah medis padat berupa kotak karton tertutup dan wadah plastik beserta tutupnya, yang diletakkan di ruangan-ruangan penghasil limbah medis. Limbah medis padat yang telah dikumpulkan pada tempatnya, akan diangkut ketempat pembuangan akhir oleh petugas pengangkut limbah medis dari Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan. Dari survey pendahuluan peneliti, di ruangan puskesmas yang menghasilkan limbah medis padat yang berasal dari kegiatan di ruang rawat inap, poliklinik umum, poliklinik gigi, poliklinik ibu dan anak/KIA terlihat perawat sangat berperan dalam melakukan tindakan pelayanan keperawatan kepada pasien seperti menyuntik, memasang selang infus, mengganti cairan infus, memasang selang urine, perawatan luka, perawatan dalam pemberian obat dan lain-lain. Dari hal tersebut di atas, kemungkinan besar perawat yang pertama kali berperan apakah limbah medis padat akan berada pada tempat yang aman atau tidak, sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir yakni insinerator oleh petugas pengangkut limbah dari rumah sakit. Dari ruangan-ruangan penghasil limbah medis padat tersebut masih ditemukan di tempat sampah limbah medis padat seperti perban dan kapas bercampur darah, infus set bekas, jarum suntik bekas, sarung tangan bekas dan lain-lain bercampur dengan limbah non medis. Selain itu terlihat limbah medis padat tidak segera dimasukkan ketempat penampungannya, tetapi terletak di wadah-wadah kecil pengobatan (nierbekken). Asumsi peneliti, perawat tidak memilah limbah medis padat sebelum dibuang ketempat sampah, padahal di tempat sampah sudah tertera jenis sampah yang dimaksud. Kondisi ini dapat menyebabkan tikus, kecoa, nyamuk dan
Universitas Sumatera Utara
lalat berkeliaran dan berinteraksi dengan limbah medis padat sehingga rentan terjadinya penularan kuman patogen. Hal tersebut di atas besar kemungkinan ada hubungannya dengan pengetahuan dan sikap perawat tentang pengelolaan/pembuangan limbah medis padat dan bahaya yang dapat ditimbulkannya terhadap kesehatan diri dan lingkungan. Semua perawat yang menghasilkan limbah medis padat harus bertanggung jawab dalam pemilahannya. Proses pengelolaan limbah medis dilakukan oleh perawat pada tahap pemilahannya dan petugas kebersihan pada tahap pengangkutan (Prüss, 2005). Dinas Kesehatan Kota Medan sudah melakukan kegiatan pemberian informasi tentang limbah medis dan cara pengelolaan limbah medis. Kegiatan pemberian informasi tersebut selalu disampaikan dalam rapat bulanan petugas kesehatan. Namun efektivitas pemberian informasi ini belum menampakkan hasil yang optimal, dapat dilihat dari pemilahan/pembuangan limbah medis padat yang masih belum tepat. Hal ini mungkin karena pemberian informasi tentang limbah medis padat tidak secara khusus disampaikan dengan menggunakan metode yang cocok atau sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan promosi kesehatan, yakni perubahan perilaku, dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang memengaruhi suatu proses pendidikan salah satunya adalah faktor metode yang digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Hal yang penting dalam pembuangan/pemilahan limbah medis padat adalah meningkatkan pengetahuan perawat terhadap limbah medis padat, sehingga perawat
Universitas Sumatera Utara
dapat lebih mengetahui kategori limbah medis, pewadahannya, pengolahannya, pemusnahan dan efek yang ditimbulkan limbah medis padat tersebut. Dalam hal ini perlu adanya suatu promosi kesehatan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat tersebut. Untuk melaksanakan kegiatan dalam promosi kesehatan diperlukanlah metode promosi kesehatan yaitu dengan cara dan alat bantu apa yang digunakan oleh pelaku promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan, memberikan atau meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran (Notoatmodjo, 2005). Salah satu metode yang dapat digunakan dalam promosi kesehatan adalah metode ceramah. Metode ini merupakan cara yang paling umum digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan.
Dengan
metode
ini
lebih
dapat
dipastikan
tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim, maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat. Namun metode ceramah mempunyai kelemahan yaitu jika ceramahnya berlangsung terus-menerus selama 1 jam atau lebih, harus waspada terhadap kebosanan hadirin, dan pesan/materi pelajaran mudah dilupakan setelah beberapa lama sesudahnya (Lunandi, 1993). Metode promosi kesehatan yang lain adalah metode diskusi. Diskusi merupakan salah satu metode yang ampuh dan menarik. Diskusi diarahkan pada keterampilan berdialog, peningkatan pengetahuan, peningkatan pemecahan masalah secara efisien, dan untuk memengaruhi para anggota agar mau mengubah sikap. Pada
Universitas Sumatera Utara
diskusi terdapat interaksi yang timbal-balik, suasana bebas dan arus pemberian informasi seluas-luasnya (Kartono, 1998). Seperti metode ceramah, metode diskusi juga mempunyai kelemahan yaitu jika peserta kurang berpartisipasi secara aktif untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan serta adanya dominasi pembicaraan oleh satu atau beberapa orang saja. Dalam
pemilihan
metode
promosi
kesehatan,
beberapa
penelitian
menunjukkan bahwa pemilihan metode berkaitan erat dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai contoh, metode ceramah dan diskusi ternyata bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan tokoh masyarakat dalam pencegahan malaria (Tarigan, 2007). Penelitian Sitepu (2008) yang dilakukan pada ibu dengan metode ceramah ternyata berdampak positif terhadap pengetahuan dan sikap tentang penyakit pneumonia pada balita. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang efektivitas metode diskusi dan ceramah yang diberikan kepada perawat untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap sehingga mempunyai dampak pada pembuangan limbah medis padat.
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas metode diskusi dan ceramah terhadap pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat di Puskesmas Kota Medan Tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas metode diskusi dan ceramah terhadap pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat di Puskesmas Kota Medan Tahun 2010.
1.4. Hipotesis 1. Ada perbedaan rata-rata pengetahuan perawat sebelum dan sesudah intervensi dengan metode ceramah dalam membuang limbah medis padat. 2. Ada perbedaan rata-rata pengetahuan perawat sebelum dan sesudah intervensi dengan metode diskusi dalam membuang limbah medis padat. 3. Ada perbedaan rata-rata sikap perawat sebelum dan sesudah intervensi dengan metode ceramah dalam membuang limbah medis padat. 4. Ada perbedaan rata-rata sikap perawat sebelum dan sesudah intervensi dengan metode diskusi dalam membuang limbah medis padat. 5. Ada perbedaan keefektifan metode diskusi dan metode ceramah terhadap pengetahuan dan sikap perawat dalam membuang limbah medis padat.
1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kota sebagai masukan dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan metode promosi kesehatan yang efektif bagi perawat dalam upaya pengelolaan/pembuangan limbah medis padat di puskesmas. 2. Bagi puskesmas sebagai masukan kepada pengelola program Promosi Kesehatan dan program Kesehatan Lingkungan untuk meningkatkan kegiatan
Universitas Sumatera Utara
promosi kesehatan dalam upaya pengelolaan/pembuangan limbah medis padat di puskesmas. 3. Bagi mahasiswa sebagai referensi dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan metode promosi kesehatan dalam pembuangan limbah medis padat.
Universitas Sumatera Utara