13
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pelayanan Rehabilitasi Medik Rumah Sakit 2.1.1. Pengertian dan Tujuan Pelayanan Rehabilitasi Medik Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 378/Menkes/SK/IV/2008 tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit disebutkan bahwa pelayanan rehabilitasi medik adalah pelayanan kesehatan terhadap gangguan fisik dan fungsi yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi sakit, penyakit atau cedera melalui panduan intervensi medik, keterapian fisik atau rehabilitasi untuk mencapai kemampuan fungsi yang optimal. Falsafah pelayanan rehabilitasi medik adalah pelayanan holistik untuk mengembalikan kemampuan fungsi yang optimal atau kemandirian mencapai kualitas hidup yang optimal (Depkes RI, 2008). Pelayanan rehabilitasi medik di rumah sakit bertujuan : a. Mengatasi keadaan atau kondisi sakit, penyakit atau cedera melalui panduan intervensi medik, keterapian fisik, keteknisian medik dan tenaga lain yang terkait. b. Mencegah komplikasi akibat tirah baring dan penyakitnya yang mungkin membawa dampak pada kecacatan. c. Memaksimalkan kemampuan fungsi, meningkatkan aktifitas dan partisipasi pada kelompok difabel (seseorang yang mempunyai keterbatasan fungsional tubuh). d. Mempertahankan kualitas hidup atau mengupayakan kehidupan yang berkualitas
13 Universitas Sumatera Utara
14
2.1.2. Ketenagaan Pelayanan Rehabilitasi Medik Pelayanan Rehabilitasi Medik yang dilakukan di Instalasi Rehabilitasi Medik sebagai sarana memberikan pelayanan dari berbagai disiplin ilmu yang terkait : Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik atau Dokter Umum Terlatih Rehabilitasi Medik, Psikolog, Fisioterapis, Okupasi Terapis, Terapis Wicara, Ortotis-Protetis, Pekerja Sosial Medik dan Perawat Rehabilitasi Medik yang masing-masing dipimpin oleh seorang koordinator sesuai dengan profesinya serta bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit (Depkes RI, 2008). Klasifikasi pelayanan rehabilitasi medik pada rumah sakit kelas A seperti RSUP H. Adam Malik Medan meliputi : layanan rehabilitasi medik spesialistik dan subspesialistik (musculoskeletal, neuromuskuler, pediatric, kardiorespirasi dan geriatric), layanan asuhan keperawatan rehabilitasi medik, layanan fisoterapi, layanan okupasi terapi, layanan terapi wicara, layanan ortotik-prostetik, layanan psikologi dan layanan sosial medik. Standar kompetensi petugas rehabilitasi medik adalah : Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik sebagai Kepala Instalasi (apabila belum ada Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik dapat digantikan oleh Dokter Umum terlatih Rehabilitasi Medik), tenaga fungsional meliputi : a. Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik sebagai dokter fungsional yang bekerja sesuai standar profesi dan jabatan fungsional
Universitas Sumatera Utara
15
b. Perawat rehabilitasi medik yaitu lulusan DIII Keperawatan dengan pelatihan khusus asuhan rehabilitasi medik, Tenaga keterapian fisik lulusan DIII Fisioterapi, DIII Okupasi Terapi dan DIII Terapi Wicara c. Tenaga Keteknisian Medis adalah STM atau SMA dengan pelatihan khusus Ortotis Prostetis. d. Tenaga lain yang terkait adalah : Psikologis klinis, S.1 Pekerja Sosial dan S.1 Pendidik Luar Biasa) e. Penanggungjawab
Administrasi
dan
Keuangan
adalah
lulusan
DIII
Perumahsakitan
2.2. Pengetahuan Menurut Rogers (1974) pengetahuan adalah hasil ‘’tahu’’ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri seseorang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : 1) Awareness (kesadaran), terhadap stimulus. dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi objek. 3) Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada stimulus.
Universitas Sumatera Utara
16
4) Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 5) Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru. Untuk menjelaskan arti pengetahuan, Bakhtiar (2009) menunjukkan perbedaan antara ilmu dengan pengetahuan. Ilmu diartikan sebagai sekumpulan pengetahuan yang terklasifikasi, sistematis, dan terukur serta telah dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sebaliknya, pengetahuan adalah keseluruhan informasi yang belum tersusun secara sistematis atau dapat dikatakan sebagai informasi yang berupa common sense. Menurut Tjakraatmadja (2006), pengetahuan adalah informasi yang terstruktur dan terpakai secara merata dan digunakan untuk memberikan arahan agar terjadi proses transformasi (proses kerja) yang efisien dan efektif, sekaligus informasi itu dibutuhkan untuk pengendalian output. Pengetahuan memiliki karakteristik yaitu : (1) Pengetahuan tersimpan dalam otak manusia, yang tersusun dari pengamatan dan pengalaman masa lalunya, yang direkam dan disimpan dalam neuron-neuron di otaknya, (2) Orang yang memiliki banyak pengetahuan adalah orang yang memiliki neuron aktif dalam jumlah banyak, (3) Pengetahuan manusia akan terbentuk jika struktur informasi yang dimiliki dalam neuron-neuronnya cukup untuk memahami makna akan sebuah masalah yang dihadapi, (4) Berpikir adalah suatu proses dalam membentuk pengetahuan yang ditentukan oleh struktur informasi yang dimilikinya
Universitas Sumatera Utara
17
Davenport dan Prusak dalam Munir (2008) menyebutkan beberapa komponen kunci dari pengetahuan yaitu : (1) Experience, pengalaman merujuk pada apa yang pernah dilakukan dan dialami di masa lalu, (2) Ground Truth, merujuk pada pengetahuan mengenai apa yang terjadi dan apa yang tidak terjadi, (3) Judgement, kemampuan untuk menalar suatu situasi dan informasi sehingga membentuk pengetahuan baru, (4) Rule of thumb and intuition, dan (5) Values and beliefs. Dari beberapa teori yang telah dikemukakan di atas, maka pengertian pengetahuan adalah segala sesuatu yang berbentuk informasi yang tersimpan dalam ingatan pikiran atau otak seseorang, dan memungkinkan dapat mengeluarkan infomasi itu serta dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah atau memberi jawaban atas pertanyaan yang muncul dalam kehidupan manusia. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Menurut Rogers (1974) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu: (1) Tahu, pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah di terima. (2) Memahami, artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan di mana dapat menginterprestasikan secara benar, (3) Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi sebenarnya, (4) Analisis, adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. (5) Sintesis, menunjukan
Universitas Sumatera Utara
18
pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru atau dengan kata lain merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada, dan (6) Evaluasi, adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.3. Sikap Istilah sikap (attitude) pertama kali diungkapkan oleh Herbert Spencer pada tahun 1862 yang diartikan sebagai status mental seseorang (Azwar, 2003). Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari untuk berperilaku dengan cara yang terus menerus menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu (Schiffman, 2007). Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Kecenderungan tersebut dapat bersifat mendekati atau menjauhi suatu obyek (orang, benda, ide, lingkungan, dan lain-lain), dilandasi oleh perasaan penilaian individu yang bersangkutan terhadap obyek tersebut. Perasaan tersebut dapat berupa menyukai atau tidak menyukai, setuju atau tidak setuju terhadap obyek dimaksud (Djaali, 2008). Sikap adalah evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang yang relatif konsisten terhadap sesuatu obyek atau gagasan. Informasi yang diperoleh oleh seseorang akan direspon dalam bentuk kognitif, afektif, dan perilaku. Dalam hubungannya dengan pengambilan keputusan, respon kognitif merupakan tahapan
Universitas Sumatera Utara
19
mengenal masalah dan tahapan mencari informasi-informasi yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut. Respon afektif berkaitan tahap pencarian alternatifalternatif terbaik untuk mengatasi masalah tersebut. Respon perilaku berkaitan dengan tahap pelaksanaan tindakan sesuai dengan alternatif yang telah dipilih dan tahap menggunakan alternatif lain untuk bertindak jika alternatif sebelumnya dianggap kurang tepat (Umar, 2008) Azwar (2003) membedakan struktur sikap dalam tiga komponen yang saling menunjang yaitu : a. Komponen kognitif yang berisi tentang apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap (kepercayaan). Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka ia menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. Dengan demikian, interaksi kita dengan pengalaman di masa datang serta prediksi kita mengenai pengalaman tersebut akan mempunyai arti dan keteraturan. Pengalaman yang digenaralisasikan lalu membentuk stereotip sehingga orang kemudian akan mempunyai sikap yang lebih didasrkan pada predikat yang dilekatkan oleh pola stereotipnya dan bukan didasarkan pada obyek sikap tertentu. Sikap yang didasari pola stereotip biasanya sangat sulit untuk menerima perubahan. Tentu saja sikap yang didasari stereotip tidak selalu akurat; b. Komponen afektif yang menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap obyek sikap. Pada umumnya, reaksi emosional yang merupakan
Universitas Sumatera Utara
20
komponen afektif banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi obyek tertentu; c. Komponen konatif adalah struktur
sikap yang menunjukkan kecenderungan
berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan dan perasaan membentuk sikap individual. Konsistensi antara kepercayaan sebagai komponen kognitif, perasaan sebagai komponen afektif, dan tendensi perilaku sebagai komponen konatif yang menjadi landasan dalam usaha menyimpulkan sikap yang dicerminkan daalam skala sikap. Terdapat lima ciri khas kecenderungan tingkah laku seseorang yang dapat dijadikan indikator sikap kerja, yaitu : (1) hasrat ingin tahu terhadap apa saja yang ada disekitarnya, (2) respek kepada fakta dimana pekerja selalu merasa tidak puas dengan penjelasan tanpa fakta yang mendukung, (3) fleksibel dalam berpikir dan bertindak adalah sifat yang tidak kaku, moderat, kompromis, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, (4) berpikir kritis, tidak mau mengikuti sesuatu tanpa pemikiran rasional dan kritis, (5) peka terhadap kehidupan/lingkungan yang berarti seorang pekerja sensitif terhadap apa saja yang terjadi disekitarnya (Djaali, 2008). Menurut Robbins (2006), sikap merupakan pernyataan-pernyataan evaluatif baik dinginkan atau tidak diinginkan- mengenai obyek, orang, atau peristiwa. Sikap berperan penting dalam organisasi karena mempengaruhi perilaku orang dalam bekerja. Sikap yang berkaitan dengan pekerjaan membuka jalan evaluasi positif atau negatif yang dipegang oleh para karyawan terhadap aspek-aspek lingkungan kerja
Universitas Sumatera Utara
21
meraka. Penelitian organizational behavior fokus pada tiga sikap: (1) kepuasan kerja yang merujuk pada sikap umum individu terhadap pekerjaanya. (2) keterlibatan kerja, tingkat dimana seseorang mengaitkan dirinya ke pekerjaannya, secara aktif berpartisipasi di dalamnya, dan menganggap kinerjanya penting bagi nilai dirinya. (3) komitmen keorganisasian, keadaan dimana karyawan mengakitkan dirinya ke organisasi tertentu dan sasaraan-sasarannya, serta berharap mempertahankan keanggotaan dalam organisasi itu.
2.4. Keterampilan Griffin dan Ebert (2006) mendefinisikan keterampilan sebagai kemampuan kerja pegawai untuk melakukan suatu pekerjaan yang sifatnya teknis. Keterampilan sebagai kemampuan dalam melaksanakan tugas khusus. Ada lima kelompok keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang karyawan, yaitu : a. Keterampilan
teknis
(technical
skills),
merupakan
kemampuan
untuk
menggunakan pengetahuan spesifik, teknik-teknik, dan sumber daya dalam melaksanakan pekerjaan; b. Keterampilan analisis (analytical skills), merupakan kemampuan untuk menggunakan metode ilmiah atau teknik-teknik tertentu untuk memecahkan masalah organisasi; c. Keterampilan
membuat
putusan
(decision
making
skills),
merupakaan
kemampuan membuat keputusan berdasarkan pada beberapa alternatif yang tersedia;
Universitas Sumatera Utara
22
d. Keterampilan komputer (computer skills), merupakan kemampuan menggunakan teknologi komputer dan software pendukung pelaksanaan pekerjaan; e. Keterampilan
membina
hubungan
(human
relation
skills),
merupakan
kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain dalam melaksanakan pekerjaan bersama. f. Keterampilan teknis, berhubungan dengan penggunaan sarana-sarana kerja yang berbasis teknologi yang kian berkembang; g. Keterampilan hubungan pribadi, keterampilan ini mencakup kemampuan menjadi pendengar yang baik, mengkomunikasikan gagasan dengan lebih jelas, dan menjadi anggota tim yang efektif; h. Keterampilan pemecahan masalah. Keterampilan ini berhubungan dengan kemampuan logis, penalaran, pendefinisian masalah, sebab-akibat, penyusunan alternatif, analisa alternatif, dan pemecahan masalah. Robbins (2000) menyatakan bahwa ketrampilan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: a. Basic Literacy Skill, yaitu keterampilan dasar seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh kebanyakan orang, seperti membaca, menulis dan mendengar. b. Technical Skill, yaitu keterampilan teknik seseorang dalam pengembangan teknik yang dimiliki, seperti menghitung secara tepat, mengoperasikan komputer. c. Interpersonal Skill, yaitu keterampilan interpersonal seseorang secara efektif untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja, seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja dalam satu tim.
Universitas Sumatera Utara
23
d. Problem Solving, yaitu keterampilan menyelesaikan
masalahsebagai proses
aktivitas menajamkan logika, beragumentasi dan menyelesaikan masalah. Keterampilan atau kemampuan dan penguasaan teknik operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Keterampilan diperoleh melalui proses belajar dan berlatih. Keterampilan berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknik, seperti keterampilan mengoperasikan perahu karet, keterampilan mengoperasikan rumah sakit lapangan, dan lain-lain. Dengan keterampilan yang dimiliki seorang sumber daya manusia diharapkan mampu menyelesaikan pekerjaan secara produktif. (Yuniarsih, 2008). Keterampilan sangat besar perannya dalam meningkatkan produktivitas, oleh sebab itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk memantapkan sikap mental serta meningkatkan keterampilan sumber daya manusia, guna mewujudkan produktivitas kerja (Sedarmayanti, 2009). Pada aspek tertentu apabila sumber daya manusia semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerja menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Sumber daya manusia tersebut akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai kecakapan dan yang cukup
2.5. Promosi Kesehatan Sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VIII/2005 tentang Pedoman
Universitas Sumatera Utara
24
Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, strategi dasar utama Promosi Kesehatan adalah: (1) Pemberdayaan, (2) Bina Suasana, (3) Advokasi dan (4) Kemitraan (Depkes RI, 2012). Sesuai dengan WHO yang memberikan definisi promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan individu masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mengendalikan determinan kesehatan mereka. Depkes RI juga merumuskan definisi promosi kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijiakan publik yang berwawasan kesehatan (Depkes RI, 2005). Definisi yang dirumuskan Departemen Kesehatan, lebih menggambarkan bawah promosi kesehatan adalah gabungan antara pendidikan kesehatan yang didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Gabungan kedua upaya ini akan memberdayakan masyarakat sehingga dapat mengontrol determinandeterminan kesehatan. 2.5.1. Pemberdayaan dalam Promosi Kesehatan Proses pemberdayaan dalam program promosi kesehatan masyarakat salah satunya adalah melalui penyuluhan secara terus menerus secara berkesinambungan sehingga sasaran benar-benar mengetahui dan memahami tentang pentingnya menjaga kesehatan. Gerakan pemberdayaan melalui penyuluhan pada hakikatnya
Universitas Sumatera Utara
25
adalah proses pemberian informasi secara bertahap untuk mengawal proses perubahan pada diri sasaran, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi mau dan dari mau menjadi mampu mempraktekkan perilaku hidup sehat. Setiap fase perubahan memerlukan informasi yang berbeda. Tetapi yang paling menentukan adalah fase pertama, dimana kita harus dapat menyadarkan si sasaran bahwa suatu masalah kesehatan adalah masalah bagi yang bersangkutan. Sebelum hal ini berhasil dilakukan, maka informasi selanjutnya yang diberikan tidak akan ada artinya. Dalam pelaksanaannya, upaya pemberdayaan bagi pasien rawat jalan ini umumnya berbentuk pelayanan konseling baik untuk mereka yang menderita suatu penyakit (misalnya konseling penyakit dalam) maupun untuk mereka yang sehat (misalnya konseling gizi, konseling KB). Dengan pemberdayaan diharapkan pasien berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi mau, dan dari mau menjadi mampu untuk melaksanakan perilaku-perilaku yang dikehendaki guna mengatasi masalah kesehatannya (Depkes RI, 2012). Promosi kesehatan bukan sekedar upaya
pengubahan perilaku saja,
melainkan juga pengubahan lingkungan yang mendukung terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan kualitas hidup yang sebaik-baiknya. Promosi kesehatan berorientasi kepada penyampaian informasi dan penanaman pengetahuan tentang kesehatan, sehingga tumbuh kesadaran untuk hidup sehat, termasuk upaya memfasilitasi proses penyadaran masyarakat dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan perilaku hidup yang bersih dan sehat (Sedyaningsih, 2012).
Universitas Sumatera Utara
26
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatakan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat agar dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Depkes RI, 2005). Promosi kesehatan adalah memperbaiki kesehatan atau mendorong untuk menempatkan kesehatan sebagai kebutuhan yang lebih tinggi pada agenda individu ataupun dalam masyarakat.Aspek promosi kesehatan yang mendasar bertujuan untuk melakukan pemberdayaan sehingga orang memiliki keinginan lebih besar terhadap aspek kehidupan yang memengaruhi kesehatan. Dengan peningkatan pengetahuan maka informasi masalah kesehatan akan membantu individu maupun masyarakat untuk tanggap dengan masalah kesehatannya dan cepat bertindak untuk mencari tahu ke tempat pelayanan kesehatan atau untuk mendapatkan pengobatan (Hartono, 2010). 2.5.2. Promosi Kesehatan Rumah Sakit Revitalisasi promosi kesehatan di rumah sakit Indonesia dengan mendorong setiap rumah sakit untuk kembali menghidupkan upaya promosi kesehatan tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif dalam rangka percepatan pencapaian MDGs dan Indonesia Sehat 2025 (Konas PKRS, 2012). Sistem Akreditasi tahun
2012
mengharuskan
setiap
rumah
sakit
mengembangan upaya promosi kesehatan, hal ini tercatum dalam klausul Pendidikan pasien dan Keluarga (Patient & Family Education) sebagai upaya membentuk pelanggan yang tercerahkan (Konas PKRS, 2012)..
Universitas Sumatera Utara
27
International Network of Health Promoting Hospital (IHPH) merupakan jejaring promosi kesehatan rumah sakit di Indonesia dalam rangka membangun paradigma baru perumahsakitan di Indonesia dengan mendorong peningkatan kontribusi rumah sakit dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui promosi kesehatan (Konas PKRS, 2012). Promosi kesehatan yang merupakan suatu strategi kearah rumah sakit lebih baik dari segi penataan struktur, proses dan output yang berdampak pada peningkatan kontribusi rumah sakit terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Perkembangan promosi kesehatan rumah sakit di Indonesia saat ini masih jauh dari harapan, hal tersebut terbukti dari kurang dari 20 % rumah sakit memiliki wadah yang menjadi penanggungjawab kegiatan promosi kesehatan dan masih menganggap bahwa kegiatan promosi kesehatan hanya bagian kecil dan tidak berdampak pada kualitas pelayanan, oleh karena itu dibutuhkan revitalisasi dengan penguatan konsep dan strategi yang salah satu solusinya adalah percepatan implementasi promosi kesehatan di rumah sakit. Promosi kesehatan di rumah sakit dapat menjadi solusi dalam pelayanan perumah sakitan di era dunia yang sedang berubah melalui kegiatan perubahan perilaku yang cost effective dan cost benefit. Dalam Konferensi Nasional Promosi Kesehatan Rumah Sakit tahun 2012 diharapkan mampu menghasilkan : (1) persamaan persepsi bahwa promosi kesehatan di rumah sakit merupakan bagian penting dalam memposisikan rumah sakit dalam menghadapi dunia yang sedang berubah. (2) Persamaan persepsi bahwa promosi kesehatan tidak hanya terbatas pada
Universitas Sumatera Utara
28
kegiatan tertentu saja tetapi melingkupi seluruh bagian rumah sakit baik meliputi unsur input, proses dan output. (3) Terbentuknya konsep dan strategi promosi kesehatan berkualitas di rumah sakit yang dapat di implementasikan di seluruh rumah sakit di Indonesia, dan (4) Terafiliasinya seluruh rumah sakit di Indonesia dengan wadah penguatan strategi dan konsep promosi kesehatan yang terus ter update secara berkesinambungan sesuai dengan kondisi dan tantangan rumah sakit di dunia. Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) merupakan bagian dari pendidikan kesehatan dengan memberi informasi tentang kesehatan kepada pasien, keluarga pasien juga petugas yang bekerja di rumah sakit. PKRS adalah upaya memperdayakan
individu,
kelompok
dan
masyarakat
untuk
memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan, serta mengembangkan iklim yang mendukung, yang dilakukan dari, oleh dan untuk masyarakat, sesuai dengan sosial budaya dan kondisi setempat Promosi kesehatan mencakup baik kegiatan promotif, preventif, pengobatan kuratif maupun rehabilitasi.Dalam hal ini, orang-orang yang sehat maupun mereka yang terkena penyakit, semuanya merupakan sasaran kegiatan promosi kesehatan. Kemudian, promosi kesehatan dapat dilakukan di berbagai ruang kehidupan, dalam keluarga, sekolah, tempat kerja, tempat-tempat umum, dan tentu saja kantor-kantor pelayanan kesehatan. Dalam melaksanakan program promosi kesehatan diperlukan suatu tahapan yang sistematis guna pencapaian tujuan program yang ditetapkan. Tahapan promosi kesehatan meliputi tahap pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi hasil (Taylor, 2003).
Universitas Sumatera Utara
29
Dalam mengembangkan promosi kesehatan rumah sakit, beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Promosi kesehatan di rumah sakit dikhususkan untuk individu-individu yang sedang memerlukan pengobatan atau perawatan di rumah sakit. Di samping itu, promosi kesehatan di rumah sakit juga ditujukan kepada pengunjung rumah sakit, baik pasien rawat jalan, maupun keluarga pasien yang mengantar atau menemani pasien di rumah sakit (Kemenkes RI, 2012). Keluarga pasien juga perlu diperhatikan dalam promosi kesehatan di rumah sakit, karena keluarga pasien diharapkan dapat membantu atau menunjang proses penyembuhan dan pemulihan keluarganya yang sakit. b. Promosi kesehatan di rumah sakit pada prinsipnya adalah pengembangan pengertian atau pemahaman pasien dan keluarganya terhadap masalah kesehatan atau penyakit yang dideritanya (Kemenkes RI, 2012). Pasien dan keluarganya harus mengetahui hal-hal yang terkait dengan penyakit yang dideritanya seperti: penyebab penyakit tersebut, cara penularan penyakit (bila penyakit menular), cara pencegahannya, proses pengobatan yang tepat dan sebagainya. Apabila pasien atau keluarga pasien memahami penyakit yang dideritanya, diharapkan akan membantu mempercepat proses penyembuhan, dan tidak akan terserang oleh penyakit yang sama. c. Promosi kesehatan di rumah sakit juga mempunyai prinsip pemberdayaan pasien dan keluarganya dalam kesehatan (Kemenkes RI, 2012). Hal ini dimaksudkan, apabila pasien sudah sembuh dan kembali ke rumahnya, mereka mampu
Universitas Sumatera Utara
30
melakukan upaya-upaya preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan) kesehatannya, utamanya terkait dengan penyakit yang telah dialami. d. Promosi kesehatan di rumah sakit pada prinsipnya adalah penerapan “proses belajar” kesehatan di rumah sakit (Kemenkes RI, 2012). Artinya semua pengunjung rumah sakit, baik pasien maupun keluarga pasien memperoleh pengalaman atau “pembelajaran” dari rumah sakit, bukan saja melalui informasi atau nasihat-nasihat dari para petugas rumah sakit, tetapi juga dari apa yang dialami, didengar, dan dilihat di rumah sakit. Penampilan rumah sakit yang bersih, nyaman, aman, dan teduh, serta penampilan para petugas rumah sakit, terutama dokter dan perawat, yang bersih dan rapi, ramah, murah senyum, dan sebagainya, rumah sakit yang membelajarkan pasien atau keluarga pasien tentang kesehatan. 2.5.3. Sasaran Promosi Kesehatan di Rumah Sakit Menurut Kemenkes RI (2012) sasaran promosi kesehatan rumah sakit adalah masyarakat rumah sakit, yang dikelompokkan menjadi kelompok orang sakit (pasien), kelompok orang yang sehat (keluarga pasien dan pengunjung rumah sakit), dan petugas rumah sakit. Secara rinci sasaran promosi kesehatan di rumah sakit ini diuraikan sebagai berikut: a. Penderita (Pasien) pada Berbagai Tingkatan Penyakit Pasien yang datang ke rumah sakit sangat bervariasi, baik dilihat dari latar belakang sosioekonominya, maupun dilihat dari tingkat keparahan penyakit dan jenis pelayanan yang diperlukan (Kemenkes RI, 2012). Dari sudut tingkat penyakitnya, dibedakan menjadi pasien dengan penyakit akut, dan pasien dengan
Universitas Sumatera Utara
31
penyakit kronis. Dari jenis pelayanan yang diperlukan, dibedakan dengan adanya pasien rawat jalan yang tidak memerlukan rawat inap, dan pasien rawat inap dengan indikasi memerlukan perawatan inap. Promosi kesehatan dengan berbagai jenis sasaran pasien ini dengan sendirinya dijadikan dasar untuk menentukan motode dan strategi promosi dan penyuluhannya. b. Kelompok atau Individu yang Sehat Pengunjung rumah sakit yang sehat antara lain keluarga pasien yang mengantarkan atau menemani pasien, baik pasien rawat jalan maupun rawat inap (Kemenkes RI, 2012). Di samping itu, para tamu rumah sakit lain yang tidak ada kaitannya langsung dengan pasien juga merupakan kelompok sasaran yang sehat bagi promosi kesehatan di rumah sakit. Teknik dan metode promosi kesehatan untuk kelompok sasaran ini tentu berbeda dengan promosi kesehatan bagi orang sakit atau pasien. Kelompok sasaran orang sehat di rumah sakit ini penting untuk dijadikan sasaran promosi kesehatan, karena mereka ini akan dapat menunjang proses penyembuhan pasien baik pada waktu masih dalam perawatan di rumah sakit, maupun bila sudah pulang ke rumah. c. Petugas Rumah Sakit Petugas rumah sakit secara fungsional dapat dibedakan menjadi: petugas medis, para medis, dan non-medis. Sedangkan secara struktural dapat dibedakan menjadi: pimpinan, tenaga administrasi, dan tenaga teknis (Kemenkes RI, 2012). Apapun fungsi dan strukturnya, semua petugas rumah sakit mempunyai kewajiban untuk melakukan promosi atau penyuluhan kesehatan untuk pengunjung rumah sakit,
Universitas Sumatera Utara
32
baik pasien maupun keluarganya, di samping tugas pokok mereka.Oleh sebab itu, sebelum mereka melakukan promosi dan penyuluhan kepada pasien dan keluarga pasien,
mereka
harus
dibekali
kemampuan
promosi
dan
penyuluhan
kesehatan.Agar mereka mempunyai kemampuan tersebut, maka harus diberikan pelatihan tentang promosi dan pendidikan kesehatan. 2.5.4. Indikator Keberhasilan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit Indikator keberhasilan dirumuskan untuk keperluan pemantauan dan evaluasi PKRS (Kemenkes RI, 2012). Indikator keberhasilan mencakup indikator masukan (input), indikator proses, indikator (output), dan indikator dampak. a. Indikator Masukan Masukan yang perlu diperhatikan adalah yang berupa komitmen, sumber daya manusia, sarana/peralatan, dan dana. Menurut Kemenkes RI (2012) indikator masukan ini dapat mencakup ada atau tidak ada : a. Komitmen direksi yang tercermin dalam rencana umum PKRS. b. Komitmen seluruh jajaran yang tercermin dalam rencana operasional PKRS c. Unit dan petugas rumah sakit yang ditunjuk sebagai koordinator PKRS dan mengacu kepada standar d. Petugas koordinator PKRS dan petugas-petugas lain yang sudah dilatih. e. Sarana dan peralatan promosi kesehatan yang mengacu pada standar. f. Dana yang mencukupi untuk penyelenggaraan PKRS
Universitas Sumatera Utara
33
b. Indikator Proses Proses yang dipantau adalah proses pelaksanaan PKRS yang meliputi PKRS untuk pasien (rawat inap, rawat jalan, pelayanan penunjang), PKRS untuk pasien sehat dan PKRS diluar gedung rumah sakit. Menurut Kemenkes RI (2012) Indikator yang digunakan meliputi : a. Kegiatan (pemasangan poster, konseling dan lainlain) dan atau frekuensinya. b. Kondisi media komunikasi yang digunakan (poster, leaflet, giant banner, spanduk, neon box, dan lain-lain) yaitu masih bagus atau sudah rusak. c. Indikator Keluaran Keluaran yang dipantau adalah keluaran dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan baik secara umum maupun secara khusus. Menurut Kemenkes RI (2012) indikator yang digunakan disini adalah berupa cakupan kegiatan, yaitu: a. Apakah semua bagian rumah sakit sudah tercakup PKRS b. Jumlah pasien yang sudah terlayani oleh berbagai kegiatan PKRS (konseling, biblioterapi, senam, dan lain-lain) d. Indikator Dampak Indikator dampak mengacu pada tujuan dilaksanakannya PKRS, yaitu berubahnya pengetahuan, sikap dan perilaku pasien rumah sakit serta terpeliharanya lingkungan rumah sakit dan dimanfaatkannya dengan baik semua pelayanan yang disediakan rumah sakit. Kondisi ini sebaiknya di nilai melalui observasi, dan kondisi pemanfaatan pelayanan dapat di nilai dari pengolahan terhadap catatan/data pasien rumah sakit.Sedangkan kondisi pengetahuan, sikap, perilaku pasien hanya dapat
Universitas Sumatera Utara
34
diketahui dengan menilai diri pasien tersebut. Data untuk indikator ini biasanya didapat melalui survey. Survei pasien yang berada di rumah sakit maupun mereka yang tidak berada di rumah sakit pernah menggunakan rumah sakit (Kemenkes RI, 2012).
2.6. Landasan Teori Teori yang menjadi dasar atau landasan dalam penelitian adalah teori pengetahuan (Rogers, 1974), sikap (Azwar, 2003) serta keterampilan (Griffin dan Ebert, 2006) yang menjadi aspek yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan promosi kesehatan di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP H. Adam Malik Medan. Keberhasilan promosi kesehatan merupakan salah satu bentuk kinerja dalam suatu program kesehatan, sehingga landasan teori yang relevan dalam penelitian ini adalah teori pembentuk kinerja menurut Gibson et al (2008) adalah faktor individu, faktor, faktor psikologis dan faktor organisasi, seperti pada Gambar 2.1 berikut. Faktor Individu - Kemampuan/ Pengetahuan - Keterampilan - Latar belakang - Demografi
Faktor Psikologis - Persepsi - Sikap - Kepribadian - Belajar - Motivasi
Faktor Organisasi - Sumber daya - Kepemimpinan - Imbalan - Struktur organisasi - Desain pekerjaan
Perilaku Individu atau Kinerja Gambar 2.1. Kerangka Teori Sumber : Gibson et al, 2008
Universitas Sumatera Utara
35
2.7. Kerangka Konsep Pengetahuan Promosi Kesehatan Jenis Pelayanan Rehabilitasi Medik
Sikap Promosi Kesehatan Jenis Pelayanan Rehabilitasi Medik
Keberhasilan Promosi Kesehatan pada Pasien di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Adam Malik
Keterampilan Promosi Kesehatan Metode dan Cara penggunaan Alat Rehabilitasi Medik
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Keterangan Kerangka Konsep : a. Pengetahuan adalah apa saja yang diketahui (tahu atau tidak tahu) petugas Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP H. Adam Malik tentang jenis pelayanan yang diberikan kepada pasien. b. Sikap adalah bagaimana respons (sangat setuju, setuju, tidak setuju atau sangat tidak setuju) petugas Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP H. Adam Malik tentang jenis pelayanan yang diberikan kepada pasien. c. Keterampilan adalah kemampuan (terampil atau tidak terampil) petugas Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP H. Adam Malik dalam mengoperasikan setiap jenis alat yang ada.
Universitas Sumatera Utara