BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya No.
1.
2.
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Alat
Variabel
Hasil
Analisis
Penelitian
Penelitian
Insani Ilmiyati
Pengaruh
Analisis
Brand
Variabel
(2011)
Kepercayaan
Regresi
Trust,
Brand Trust
Merek (Brand
Berganda
Brand
dan Brand
Trust) Dan
Awareness Awareness
Kesadaran Merek
, dan
berpengaruh
(Brand Awareness)
Brand
signifikan
Terhadap Loyalitas
Loyalty.
terhadap
Merek (Brand
Variabel
Loyalty) Pada
Brand
Produk Pond’s
Loyalty.
Mohammad
Pengaruh Brand
Analisis
Brand
Variabel
Rizan, Basrah
Image Dan Brand
Regresi
Trust,
Brand Trust
Saidani, dan
Trust Terhadap
Linier
Brand
dan Brand
Yusiyana Sari
Brand Loyalty Teh
Image,
Image
(2012)
Botol Sosro
dan Brand
berpengaruh
Loyalty.
signifikan terhadap Variabel Brand Loyalty.
9
10
3.
Danny
Analisa Pengaruh
Structural
Brand
Citra &
Alexander
Citra Merek (Brand
Equation
Trust,
Kepercayaan
Bastian (2014)
Image) dan
Modelling
Brand
Merek secara
Kepercayaan
(SEM)
Image,
parsial
Merek (Brand
dan Brand
mempunyai
Trust) Terhadap
Loyalty.
pengaruh
Loyalitas Merek
yang positif
(Brand Loyalty)
& signifikan
ADES PT. Ades
terhadap
Alfindo Putra Setia
Loyalitas Merek
4.
Rashid Saeed,
Effect of Brand
Coefficient
Brand
In this study
Rab Nawaz
Image on Brand
of
Image,
the effect of
Lodhi, And
Loyalty and Role of
Regression
Customer
Brand image
Moeed Ahmad
Customer
Satisfactio
on Brand
(2013)
Satisfaction in it
n, &
loyalty was
Brand
seen along
Loyalty.
with the moderating role of Customer satisfaction.
5.
Manilall
The impact of
Analisis
Packaging
The
Dhurup,
packaging, price
Regresi
, Price,
regression
Chengedzai
and brand
Linier
Brand
analysis
Mafini,
awareness on
Awareness exhibited a
Tshepiso
brand loyalty:
, & Brand
significant
Loyalty
positive and
Dumasi (2013) Evidence from the paint retailing
predictive
industry
relationship between
11
brand awareness and brand loyalty.
Dari kelima penelitian diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan dari kesamaan hasil penelitian, yaitu adanya pengaruh yang signifikan atas citra merek & kesadaran merek terhadap kesetiaan merek.
2.2
Landasan Teori
2.2.1
Marketing Communication Marketing Communication atau apabila dalam bahasa Indonesia disebut
komunikasi pemasaran merupakan sebuah konsep gabungan antara ilmu komunikasi dan ilmu pemasaran. Konsep ini muncul karena saat ini keduanya merupakan sebuah hal yang apabila disatukan dapat membantu sebagai rujukan ilmu yang bermanfaat bagi praktisi yang berkaitan. Marketing merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh perusahaan dengan membuat suatu nilai kepada konsumen serta membangun hubungan konsumen yang baik dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan dari konsumen. Pada masa modern saat ini, marketing bukan hanya tentang “telling and selling” namun juga harus memperhatikan aspek pemenuhan kebutuhan dan kepuasan konsumen. (Kotler, 2012:29). Marketing merupakan sebuah proses mengembangkan, mempromosikan, menjual, dan mendistrisbusikan sebuah produk atau jasa. (Neumeier, 2006:171). Marketing telah berevolusi dari yang tadinya hanya fokus untuk menjual, menjadi sesuatu yang lebih kompleks. Marketing berusaha untuk menciptakan sebuah nilai pada produk atau jasa sehingga konsumen dapat merasakan nilai tersebut dan merasa puas. (Neumeier, 2006:32).
12
Definisi pemasaran menurut beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan strategi yang dilakukan oleh produsen atau perusahaan untuk dapat mampu memenuhi apa yang dibutuhkan oleh konsumen dengan merancang suatu produk atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen agar dapat menarik minat konsumen untuk melakukan pembelian serta menyesuiakan segala aspek seperti penetapaan harga yang sesuai dengan segmentasi pasar, bagaimana cara untuk mempromosikan produk atau jasa, dan bagaimana cara untuk melakukan proses distribusi agar mudah bagi konsumen untuk mendapatkan produk atau jasa tersebut. Komunikasi merupakan proses penyampaian pikiran, atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa merupakan keyakinan, kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Theodornoson memberi batasan lingkup komunikasi berupa penyebaran informasi, ide-ide, sikap-sikap, atau emosi dari seseorang atau sekelompok kepada yang lain terutama melalui simbol-simbol. Garbner mengatakan bahwa komunikasi dapat didefinisikan sebagai interaksi sosial melalui pesan-pesan. (Bungin, 2008:31)
Gambar 2.1 Proses Komunikasi
13
Gambar 2.1 menunjukan adanya dua pihak yang membangun proses komunikasi, yaitu sender atau komunikator dan recevier atau komunikan. Kemudian ada dua komponen yang termasuk kedalam instrumen komunikasi yaitu pesan dan media. Empat hal lainnya adalah termasuk ke dalam fungsi komunikasi yaitu encoding, decoding, response, dan feedback. Dan elemen terakhir adalah noise yaitu gangguan yang seringkali muncul ditengah-tengah proses komunikasi. (Kotler, 2012:438) Komunikasi adalah sebuah proses dimana terdapat hubungan mutual, respon yang berkelanjutan dari pihak-pihak yang terkait, keberlanjutan memberi dan menerima pesan, kesepemahaman, dan beberapa kanal komunikasi. Yang harus dipahami adalah proses ini sangat kompleks dan dinamis. Proses ini sangat unik, tidak dapat diulangi dengan nilai yang sama, dan berorientasi pada suatu konteks yang sama antar pihaknya (Harris, 2008:16). Jadi, lingkup komunukasi menyangkut persoalan-persoalan yang ada kaitannya dengan substansi interaksi sosial orang-orang dalam masyarakat; termasuk konten interaksi (komunikasi) yang dilakukan secara langsung maupun melewati media komunikasi. (Bungin, 2008:31) Komunikasi
pemasaran
adalah
sarana
dimana
perusahaan
berusaha
menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung maupun tidak langsung, tentang produk dan merek yang dijual. Intinya komunikasi pemasaran mempresentasikan suara perusahaan dan mereknya serta merupakan sarana dimana perusahaan dapat membuat dialog dan membangun hubungan dengan konsumen. Komunikasi pemasaran juga banyak melaksanakan fungsi bagi konsumen. Komunikasi pemasaran dapat memberitahu atau memperlihatkan kepada konsumen tentang bagaimana dan mengapa produk itu digunakan, oleh orang macam apa, serta dimana dan kapan. Konsumen dapat mempelajari tentang produk apa, siapa yang memproduksi, mereknya apa, cocok dikonsumsi oleh siapa, apa keunggulan nya, dapat diperoleh di mana, dan bagaimana caranya memperoleh produk itu. Komunikasi pemasaran merupakan sebuah cara bagi perusahaan untuk menyampaikan pesan yang diinginkan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Dengan demikian, komunikasi pemasaran memiliki peran yang sangat penting bagi perusahaan untuk
14
mengkomunikasikan produk yang dipasarkan kepada sasaran secara lebih tepat, bahkan dapat berkontribusi terhadap ekuitas merek dengan menanamkan merek dalam ingatan dan menciptakan citra (image) merek, serta mendorong penjualan, dan memperluas pasar. (Kotler, 2012:422) Bauran komunikasi pemasaran, merupakan penggabungan dari lima model komunikasi dalam pemasaran (Kotler, 2012:422), yaitu : a)
Advertisement: Setiap bentuk presentasi yang bukan dilakukan orang dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor yang telah ditentukan
b)
Sales Promotion: Berbagai jenis insentif jangka pendek untuk mendorong orang mencoba atau membeli produk atau jasa.
c)
Public Relations: Berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau masing-masing produknya
d)
Personal Selling: Interaksi tatap muka dengan satu atau beberapa calon pembeli dengan maksud untuk melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan memperoleh pemesanan.
e)
Direct Marketing: Penggunaan surat, telepon , faksimili,e-mail, atau internet untuk berkomunikasi langsung atau meminta tanggapan atau berdialog dengan pelanggan tertentu dan calon pelanggan.
Segala upaya komunikasi pemasaran harus terkoordinasikan sebagai sebuah kesatuan. Fungsi pemasaran harus satu suara dengan fungsi manajemen lainnya seperti fungsi keuangan, pengembangan SDM, public relations, dan sebagainya. Tentu saja kegiatan komunikasi pemasaran ini tidak dapat berjalan sendiri. Produk bukanlah sesuatu yang dapat berdiri sendiri. Mempromosikan produk bukan hanya bicara soal bauran komunikasi pemasaran saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal dan internal perusahaan. Faktor-faktor tersebut bisa menyangkut pelayanan, perilaku organisasi, budaya, pemerintah, identitas koorporat, citra koorporat, dan sebagainya. (Kriyantono, 2008:60).
15
Bauran komunikasi pemasaran ini selalu dikaitkan dengan penyampaian sejumlah pesan dan penggunaan visual yang tepat sebagai syarat utama keberhasilan dari sebuah program promosi. Tahapan-tahapan komunikasi dan strategi pesan disusun berdasarkan pencapaian kesadaran atas keberadaan sebuah produk atau jasa (awareness), menumbuhkan sebuah keinginan untuk memiliki atau mendapatkan produk (interest), sampai dengan mempertahankan loyalitas pelanggan. Dalam kajian komunikasi tahapan tersebut dikenal dengan rumusan AIDDA (Attention, Interest, Desire, Decision, and Action). Seluruh kegiatan pemasaran tentu bertujuan untuk meningkatkan revenue perusahaan dengan merubah calon konsumen menjadi konsumen, dan mempertahankan loyalitas konsumen tersebut. Namun sebelumnya, ada tahapan yang pada umumnya menjadi tujuan pemasar dalam melakukan pemasaran. Diawali dengan kesadaran konsumen mengenai suatu produk, pengetahuan merek/produk, kemudian mulai menyukainya, memilihnya, meyakininya, dan pada akhirnya membelinya.
Gambar 2.2 Tujuan Marketing Communication (Kotler, 2012:440)
16
Dari gambar 2.2, dapat dijelaskan bahwa tujuan komunikasi pemasaran dilalui dengan beberapa tahapan, yaitu: a) Awareness (kesadaran): Jika sebagian besar audiens sasaran tidak menyadari obyek, tugas komunikator adalah membangun kesadaran, mungkin hanya nama pengakuan, dengan pesan sederhana mengulangi nama produk. Konsumen harus menjadi sadar merek. Ini tidak mudah karena tampaknya. Menangkap perhatian seseorang tidak berarti mereka akan melihat nama merek. Dengan demikian, nama merek perlu dibuat fokus untuk mendapatkan konsumen untuk menjadi sadar. b) Knowledge (pengetahuan): Target audiens mungkin memiliki kesadaran produk tapi tidak tahu lebih banyak; maka tahap ini melibatkan menciptakan pengetahuan merek. Di sinilah pemahaman dari nama merek dan apa saja menjadi penting. Apa kelebihan merek yang di infokan serta apa saja manfaatnya? Dalam hal apa yang berbeda dari merek pesaing? Siapa target pasar? Ini adalah jenis pertanyaan yang harus dijawab jika konsumen untuk mencapai langkah pengetahuan merek. c) Liking (menyukai): Jika konsumen mengetahui produk dan menyukai produk, maka bagaimana mereka merasakan hal itu? Jika audiens terlihat kurang menyukai
terhadap produk seharusnya seorang pemasaran mencari tahu
mengapa konsumen tidak menyukai produk tersebut dan bagai mana cara agar konsumen menyukai produk yang di tawarkan. d) Preference (Preferensi): Tahapan ini dimulai jika konsumen telah memilih sebuah merek dibanding dengan merek-merek alternatif lainnya. Kemungkinan dari pemeringkatan alternatif tersebut bisa berdasarkan kesenangan, kepuasan, gratifikasi, pemenuhan, kegunaan yang ada. Lebih luas lagi, bisa dilihat sebagai sumber dari motivasi. e) Conviction (keyakinan): Sebuah target audiens mungkin lebih suka produk tertentu tetapi tidak mengembangkan keyakinan tentang membelinya. Tugas komunikator adalah membangun keyakinan di antara target. f) Purchase (pembelian): Akhirnya, beberapa anggota audiens sasaran mungkin memiliki keyakinan tetapi tidak cukup mendapatkan informasi disekitarnya
17
untuk melakukan pembelian. Mereka mungkin menunggu informasi lebih lanjut atau berencana untuk bertindak kemudian. Perusahaan harus menyakinkan konsumen untuk mengambil langkah terakhir, mungkin dengan menawarkan produk dengan harga rendah, atau membiarkan konsumen mencoba. Di sinilah konsumen membuat langkah untuk benar-benar mencari informasi atau pembelian
2.2.2
Brand American Marketing Association (AMA) berpendapat bahwa brand atau merek
merupakan sebuah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain atau kombinasi dari seluruhnya, yang bertujuan untuk mengidentifikasi barang-barang maupun jasa dari suatu kelompok penjual dan untuk membedakan produk mereka dari para pesaing. Namun definisi ini banyak menjadi perdebatan. Brand bukan hanya sekedar produk karena brand memiliki dimensi nilai yang membedakan satu produk dengan produk lainnya (Keller, 2013:30). Brand bukanlah hanya sekedar logo, bukan sebuah identitas perusahaan, dan bukanlah sebuah produk, melainkan sebuah perasaan (persepsi) seseorang tentang sebuah produk, service, ataupun organisasi. Dikatakan sebuah perasaan karena setiap orang akan memiliki pandangan yang berbeda kepada brand yang sama. Dengan kata lain,
brand
bukanlah
apa
yang
dikatakan
oleh
perusahaan
tentang
produk/servis/organisasinya, melainkan apa yang dirasakan oleh setiap individu terhadap sebuah produk/service/organisasi. (Neumeier, 2006:1). Selanjutnya, merek bukan hanya sebuah simbol namun merek memiliki enam tingkat pengertian merek (atribut, manfaat, nilai, budaya, dll), adalah (Kotler, 2012:268): 1. Atribut: Sebuah merek membawa atribut-atribut tertentu dalam pikiran. Merek Mercedes memberi kesan mahal, dibuat dengan baik, dirancang dengan baik, tahan lama, dan mobil bergengsi. 2. Manfaat: Berbagai atribut tersebut harus diterjemahkan menjadi manfaat
18
fungsional dan emosional. Dalam konteks ini, atribut “tahan lama” dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional “tidak perlu membeli mobil lagi untuk beberapa tahun mendatang”. Sedangkan atribut “mahal” dapat diterjemahkan menjadi manfaat emosional yang dapat membuat konsumen merasa penting dan dikagumi. 3. Nilai: Merek menyatakan sesuatu mengenai nilai-nilai produsen. Merek Mercedes dapat diartikan sebagai kinerja tinggi, keamanan, dan prestise. 4. Budaya: Suatu merek dapat mencerminkan budaya tertentu. Merek Mercedes mewakili budaya Jerman yang terorganisasi dengan baik, efisien, dan berkualitas tinggi. 5. Kepribadian: Merek dapat memproyeksikan kepribadian tertentu. Merek Mercedes dapat dianggap sebagai pimpinan rasional (orang), singa yang menjelajah (hewan), ataupun istana (obyek). 6. Pemakai: Suatu merek dapat mengusulkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk. Seseorang dapat menduga yang berada di belakang kemudi mobil Mercedes adalah eksekutif kelas atas atau pebisnis sukses yang berusia antara 35 – 55 tahun, dan bukan seorang sekretaris yang berusia 20 tahun.
Kebanyakan merek hanya sekedar label, yang bergantung sangat kuat pada logo serta nama merek, dan terlalu berfokus pada perusahaan dan produk yang mereka bantu identifikasinya. Merek-merek tersebut diperkuat melalui hal-hal yang bersifat dangkal dan dijalankan melalui service, atau pelayanan yang generik. Merek-merek tersebut membuat janji yang organisasi tersebut agak kesulitan untuk mewujudkannya, seringkali malah gagal untuk menarik perhatian, dan tidak mampu menciptakan kepercayaan dari pelanggan yang skeptis. Peran merek dapat dilihat dari sudut pandang konsumen maupun produsen. Merek dari sudut pandang konsumen berperan sebagai alat identifikasi, sinyal kualitas, dan memberi makna simbolik. Sedangkan merek dari sudut pandang produsen
19
merupakan untuk image dan positioning serta perlindungan secara legal (Keller, 2013:34).
Tabel 2.2 Peran Merek Konsumen
Produsen
Identifikasi asal produk Penegasan
tanggung
Alat untuk identifikasi jawab
kepada Alat untuk memproteksi secara legal
produsen.
tentang fitur unik produknya.
Penanda kualitas.
Menandakan kualitas kepada konsumen.
Mengurangi resiko pembelian.
Simbol keunggulan dari kompetitor.
Mengurangi usaha untuk riset.
Memperkuat asosiasi produk/jasa.
Memberi makna simbolik
Stabilitas finansial.
Merek yang kuat merupakan aset tak berwujud (intangible asset) yang sangat berharga bagi perusahaan dan merupakan alat pemasaran strategis utama. Berikut adalah beberapa manfaat memiliki merek yang kuat: a) Merek yang kuat akan membangun loyalitas dan loyalitas akan mendorong bisnis berulang kembali. b) Merek yang kuat memungkinkan tercapainya harga premium sehingga pada akhirnya akan memberikan laba yang lebih tinggi. c) Merek yang mapan dapat memberikan kredibilitas untuk sebuah produk baru sehingga mempermudah perusahaan untuk memperluas lini produknya. d) Merek yang kuat memiliki pembeda yang jelas, bernilai, berkesinambungan dan akan menjadi ujung tombak daya saing perusahaan. Hal tersebut tentunya sangat penting dalam menghadapi persaingan yang ketat dalam bisnis. e) Merek yang kuat akan memberikan pemahaman yang baik bagi perusahaan mengenai posisi merek dan apa yang dibutuhkan untuk mendukung janji yang diberikan merek tersebut, termasuk strategi untuk menghidupkan merek dimata
20
konsumen. f) Kesalahan yang dilakukan oleh merek yang berbasis memiliki kemungkinan dimaafkan oleh konsumennya karena tingkat loyalitas konsumen tinggi.
2.2.3
Brand Image Kadang kita tidak dapat membedakan sesuatu secara jelas antara identitas dan
citra. Untuk membedakannya, maka akan kita lihat pengertian masing-masing. Identitas adalah berbagai cara yang diarahkan perusahaan untuk mengidentifikasi dirinya atau memposisikan produknya, Sedangkan citra/image adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya (Kotler, 2012:267). Maka jelas, “Brand Image” atau citra merek adalah bagaimana suatu merek dapat mempengaruhi persepsi, pandangan masyarakat atau konsumen terhadap perusahaan atau produknya. “Brand image can be defined as a perception about brand as reflected by the brand association held in consumer memory”. Hal ini berarti citra merek adalah persepsi tentang merek yang digambarkan oleh asosiasi merek yang ada dalam ingatan konsumen. (Keller, 2013) Dari definisi-definisi citra merek di atas, dapat disimpulkan bahwa citra merek merupakan kumpulan kesan yang ada di benak konsumen mengenai suatu merek yang dirangkai dari ingatan-ingatan konsumen terhadap merek tersebut. Orang yang menyukai citra (image) percaya bahwa brand image yang kuat dapat menciptakan preferensi di tengah ketiadaan perbedaan lain.
Ada 3 faktor yang dapat membentuk citra merek (Keller, 2013:78) yaitu: 1.
Kekuatan asosiasi merek (Strength of brand association) Tergantung pada bagaimana informasi masuk ke dalam ingatan konsumen dan bagaimana informasi tersebut bertahan sebagai bagian dari brand image
2.
Keuntungan asosiasi merek (Favourability of brand association) Kesuksesan sebuah proses pemasaran sering tergantung pada proses terciptanya
21
asosiasi merek yang menguntungkan, dimana konsumen dapat percaya pada atribut yang diberikan mereka dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. 3.
Keunikan asosiasi merek (Uniqueness of brand association) Suatu merek harus memiliki keunggulan bersaing yang menjadi alasan bagi konsumen untuk memilih merek tertentu. Keunikan asosiasi merek dpat berdasarkan atribut produk, fungsi produk atau citra yang dinikmati konsumen.
2.2.4
Brand Awareness Konsumen akan cenderung membeli merek yang telah mereka kenal, karena
mereka merasa aman dengan sesuatu yang telah dikenalnya. Kesadaran merek merupakan kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa sebuah merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Kesadaran merek memerlukan jangkauan kontinum, yaitu mulai dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu sebelumnya telah dikenal hingga akhirnya menjadi keyakinan bahwa merek tersebut merupakan satu-satunya merek dalam suatu kategori produk. (Aaker, 2014:8) Brand awareness adalah kekuatan brand untuk melekat di ingatan publik, yang mana bisa diukur dengan kemampuan publik untuk mengidentifikasi sebuah merek dalam suatu keadaan. Brand awareness merupakan salah satu tahapan yang apabila tercapai, dapat membantu memperkuat ekuitas dan loyalitas merek (Keller, 2013:73). Peter dan Olson menyatakan tingkat brand awareness dapat diukur dengan meminta konsumen menyebutkan nama brand yang mana yang dianggap akrab oleh konsumen. Apakah pengingatan ulang atau brand awareness sudah mulai memadai tergantung pada dimana dan kapan suatu keputusan pembellian dilakukan. Strategi brand awareness yang tepat tergantung pada seberapa terkenal brand tersebut. Kadang kala tujuan promosi adalah untuk memelihara tingkat brand awareness yang sudah tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Hoyer & Brown menyebutkan bahwa brand awareness adalah taktik pilihan yang paling umum diantara konsumen yang belum berpengalaman dalam membuat keputusan untuk mengkonsumsi suatu produk. konsumen yang sadar akan keberadaan suatu produk tertentu sebagai pilihannya mencoba untuk memilih merek yang terkenal meskipun pilihannya itu memiliki kualitas
22
yang lebih rendah daripada merek lain yang juga belum diketahuinya (Silaban, 2010).
Ada dua aspek utama yang membangun brand awareness (Keller, 2013:73) yaitu: 1. Brand Recognition: Adalah kemampuan konsumen untuk mengenali brand secara utuh ketika melihat brand tersebut. Kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi atau mengkonfirmasi pengalamannya terhadap suatu merek tertentu jika petunjuk yang digunakan adalah merek itu sendiri. Pengenalan merek ini sangat berguna ketika konsumen membuat keputusan pembelian di tempat membeli barang tersebut (point of purchase). Sebagai contoh ketika konsumen memasuki sebuah toko, apakah mereka mampu mengenali sebuah merek secara utuh (nilai yang ditawarkan, karakteristik, dsb) ketika melihatnya? Apabila jawabannya “iya” maka brand tersebut dapat dikatakan memiliki brand recognition atau pengenalan merek yang baik. 2. Brand Recall: Adalah kemampuan konsumen untuk mengingat sebuah merek ketika diajukan sebuah kategori produk atau jasa. Kemampuan konsumen untuk mengingat kembali merek dari memorinya dengan menggunakan kategori sebuah produk sebagai petunjuknya. Brand recall ini sangat bermanfaat ketika konsumen membuat keputusan pembelian jauh sebelum konsumen tiba di tempat membeli produk tersebut. Sebagai contoh brand awareness yang baik adalah ketika seseorang ingin membeli sebuah air mineral (kategori produk) maka secara cepat orang tersebut mengingat merek ”Aqua”. Pernyataan diatas diperkuat dengan pernyataan bahwa kesadaran merek itu sendiri adalah kemampuan dari seseorang yang merupakan calon pembeli (potential buyer) untuk mengenali (recognize) atau menyebutkan kembali (recall) suatu merek merupakan bagian dari suatu kategori produk. (Aaker, 2014:8) Brand recognition dibentuk dengan cara menciptakan pengalaman yang berulang-ulang secara terus menerus, misalnya iklan, baik iklan di televisi ataupun di media cetak dan digital, berbagai kegiatan promosi, sponsorship, dan publisitas. Jadi
23
semakin sering konsumen terpapar (melihat, mendengar, merasakan, memikirkan suatu merek) maka kesadaran konsumen tersebut akan suatu merek akan semakin bertambah kuat. Namun demikian, tidak mudah untuk membangun brand recall, karena memerlukan pembentukan asosiasi merek yang kuat dalam ingatan konsumen. Slogan, jingle iklan yang kreatif, dan elemen merek lainnya, seperti logo, simbol, kemasan juga dapat membantu brand recall.
Terdapat tiga manfaat apabila brand mampu membuat awareness, yaitu: 1. Learning Advantages: Kesadaran merek akan mempengaruhi pembentukan dan kekuatan asosiasi yang akan membentuk citra merek. Citra merek dapat dibangun dengan menciptakan sebuah ikatan merek (brand node) dalam ingatan konsumen, yang mana akan dengan mudah mempengaruhi proses pembelajaran dan penyimpanan berbagai asosiasi merek di benak konsumen. Langkah awal yang harus dilakukan dalam membangun ekuitas merek adalah dengan menanamkan merek di benak konsumen. 2.
Consideration
Advantages:
Kesadaran
merek
dapat
meningkatkan
kemungkinan suatu merek menjadi bagian dari rangkaian pertimbangan (consideration set) dalam proses pembuatan keputusan pembelian. 3. Choice Advantages: Kesadaran merek dapat mempengaruhi pilihan merek yang ada dalam rangkaian pertimbangan, bahkan ketika merek tersebut tidak memiliki jumlah asosiasi yang tidak begitu besar di benak konsumen.
Menurut Aaker, Tingkatan kesadaran merek secara berurutan dapat digambarkan sebagai suatu piramida berikut (Silaban, 2010)
24
Gambar 2.3 Piramida Brand Awareness Berikut ini penjelasan mengenai piramida brand awareness (kesadaran merek) dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi:
1. Unware of brand (tidak menyadari merek) adalah tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, di mana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek..
2. Brand recognition (pengenalan merek) adalah tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih suatu merek dalam melakukan pembelian.
3. Brand recall (peringatan kembali terhadap merek) adalah pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut.
4. Top of Mind (puncak pikiran) adalah apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan ia dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama sekali dapat dikatakan sebagai puncak pikiran. Merek tersebut menjadi merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen.
25
Tingkat kesadaran merek dapat diukur dengan meminta konsumen menyebutkan nama brand yang mana yang dianggap akrab oleh konsumen. Apakah pengingatan ulang atau kesadaran merek sudah mulai memadai tergantung pada di mana dan kapan suatu keputusan pembelian dilakukan. Strategi kesadaran merek yang tepat tergantung pada seberapa terkenal brand tersebut. Kadang kala tujuan promosi adalah untuk memelihara tingkat kesadaran merek yang sudah tinggi.
2.2.5
Brand Loyalty Loyalitas merek merupakan tujuan terakhir yang ingin diciptakan dari seluruh
proses pemasaran. Karena dengan loyalitas, konsumen akan terus mengulangi proses transaksi dan bahkan merekomendasikan merek tersebut kepada rekan-rekannya. Sehingga loyalitas merek bukan hanya tentang mempertahankan konsumen yang sudah ada, melainkan juga tentang kesempatan untuk mendapatkan konsumen baru. Konsumen yang sudah loyal terhadap sebuah merek akan berdampak besar bagi sebuah perusahaan karena tanpa mereka sadari, mereka telah menjadi tenaga pemasar sukarela kepada perusahaan. Sebagai contoh merek “Apple” yang memiliki komunitas fanbase yang kuat (loyal) akan terus berusaha untuk mendapatkan produk Apple terbaru dan bahkan merekomendasikannya kepada rekan. Dalam loyalitas yang ekstrem, konsumen seringkali bahkan menjatuhkan kompetitor dari merek tersebut. Sehinga dapat disimpulkan bahwa loyalitas merek yang kuat akan memberikan kestabilan bagi merek dan perusahaan. (Schiffman & Kanuk, 2010) Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan terhadap sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang kemungkinan seorang pelanggan beralih ke produk lain terutama pada suatu merek tersebut didapatinya adanya perubahan, baik menyangkut harga atau atribut lain. Menurut David Aaker, terdapat beberapa tingkatan loyalitas. Berturut-turut dimulai dari tingkatan yang paling rendah. (1) berpindah-pindah (switches), (2) pembeli yang bersifat kebiasaan (habitual buyer), (3) pembeli yang puas dengan biaya peralihan
26
(satisfied buyer), (4) menyukai merek (likes the brand), (5) pembeli yang komit (commited buyer). (Silaban, 2010).
Gambar 2.4 : Piramida Brand Loyalty
Berdasarkan piramida loyalitas di atas, dapat dijelaskan bahwa: 1.
Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan demikian, merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian)
2.
Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan, atau minimal ia tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi setidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong suatu perubahan, terutama apabila pergantian ke merek lain memerlukan suat tambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer).
3.
Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul biaya peralihan, baik dalam waktu, uanga tau resiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila ia melakukan penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.
27
4.
Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut. Pilihan konsumen terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol. Rangkaian pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli di tingkat ini disebut sahabat merek, karena memiliki ikatan emosional dengan merek.
5.
Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Mereka mempunyai suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna satu merek. Merek tersbeut sangat penting bagi mereka baik dari segi fungsinya, maupun sebagai ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Secara sederhana, brand loyalty dapat dibagi menjadi 2 komponen utama, yaitu
behaviour atau perilaku dan attitude atau sikap (Schiffman & Kanuk, 2010): 1. Behaviour atau perilaku dalam konteks brand loyalty adalah konsistensi dan frekuensi membeli sebuah brand tertentu. Sebagai contoh seseorang selalu membeli merek shampo yang sama ketika berbelanja. 2. Attitude atau sikap dalam konteks brand loyalty adalah sebuah komitmen, emosi, dan perasaan yang ditujukan kepada suatu brand. Sebagai contoh adalah seseorang memberi rekomendasi suatu merek kepada kerabatnya.
2.3
Hubungan Antar Variabel
2.3.1
Hubungan Antara Brand Image Dengan Brand Loyalty Citra merek merupakan persepsi tentang merek sebagaimana yang dicerminkan
oleh merek itu sendiri ke dalam memori ketika seorang konsumen melihat merek tersebut (Keller, 2011). Citra merek dibangun dari beberapa sumber yang meliputi merek dan pengalaman kategori produk, atribut produk, informasi harga, positioning pada komunikasi promosi, imaginasi pemakai, dan keadaan pemakaian. Model konseptual dari citra merek meliputi atribut merek, keuntungan merek, dan sikap merek. Konsumen beranggapan bahwa citra sebuah perusahaan akan mempengaruhi citra merek suatu produk yang dihasilkannya. Citra merek dibangun dengan memperhatikan
28
indikator-indikator seperti kualitas produk, harga, promosi, dan gaya hidup. Citra merek yang baik seringkali dikaitkan dengan loyalitas terhadap merek itu sendiri (Keller, 2011). Citra merek yang baik tentu saja harus diiringi dengan kualitas barang dan jasa. Citra baik dari merek yang sudah timbul sebelumnya dari barang dan jasa yang baik pula, tentu akan menimbulkan loyalitas terhadap merek itu sendiri. Apabila ekspektasi konsumen terhadap sebuah produk dan merek dapat terpenuhi dengan baik, maka kesetiaan mereknya akan semakin kuat (Neumier, 2006:136). Dalam hal ini, yang haruslah diraih brand image. Hasil penelitian sebelumnya sebagaimana dilaporkan oleh Rizan, dkk (2012) dalam penelitian “Pengaruh Brand Image Dan Brand Trust Terhadap Brand Loyalty Teh Botol Sosro”, menunjukkan bahwa citra merek memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap loyalitas merek. Bastian (2014) dalam penelitian “Analisa Pengaruh Citra Merek (Brand Image) dan Kepercayaan Merek (Brand Trust) Terhadap Loyalitas Merek (Brand Loyalty) ADES PT. Ades Alfindo Putra Setia”, menunjukkan bahwa citra merek memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap loyalitas merek.
2.3.2
Hubungan Antara Brand Awareness Dengan Brand Loyalty Kesadaran merek menunjukkan kesanggupan seorang pembeli atau calon
pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu. Kesadaran merek akan mendorong untuk melanjutkan konsumen pada tingkat loyalitas merek. Tahapan yang mengawali sebuah strategi pemasaran adalah dengan membangun kesadaran yang pada akhirnya diharapkan dapat mempengaruhi keputusan pembelian dari konsumen (Kotler, 2012). Semakin tinggi tingkat kesadaran merek (brand awareness) suatu merek dalam di mata konsumen, maka akan semakin melekat suatu merek dalam pikiran konsumen, sehingga makin besar pula kemungkinan suatu merek dipertimbangkan dalam setiap pembelian dan makin besar pula kemungkinan ia akan dipilih oleh konsumen. Kesadaran merek membutuhkan continuitas dari pelanggan dalam memilih suatu produk karena perasaan pertama dalam penggunaan produk tersebut dapat mewakili keyakinan bahwa hanya ada satu merek yang mewakili dalam suatu kategori produk. Konsumen cenderung membeli
29
merek yang sudah dikenal karena merasa aman dengan sesuatu yang sudah dikenal (Sundjoto dan Hadi, 2012). Dengan kata lain, sebuah merek yang dikenal mempunyai kemungkinan untuk dibeli atau digunakan secara terus menerus dibandingkan dengan merek yang belum atau kurang dikenal oleh konsumen. Hasil penelitian sebelumnya sebagaimana dilaporkan oleh Ilmiyati (2011) dalam penelitian “Pengaruh Kepercayaan Merek (Brand Trust) Dan Kesadaran Merek (Brand Awareness) Terhadap Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Pada Produk Pond’s”, menunjukkan bahwa kesadaran merek memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap loyalitas merek.
2.4
Kerangka Pikir
Dalam penelitian ini, dibuat suatu kerangka pikiran untuk menjadi landasan utama, yang dapat menjawab bagaimanakan pengaruh brand image & brand awareness terhadap brand loyalty.
Brand Image (X1) • • •
Strength (kekuatan) Favorability (keuntungan) Uniqueness (keunikan) Brand Loyalty (Y)
Brand Awareness (X2) • •
Recall (pengingatan) Recognition (pengenalan)
•
Behaviour (perilaku)
•
Attitude (sikap)
30
Gambar 2.5 : Kerangka Pikir