BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Minyak Atsiri Dalam tumbuhan, kebanyakan senyawa-senyawa yang beraroma dihasilkan melalui jalur metabolism sekunder. Terpen merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh yang molekulnya tersusun dari unit isoprene (C 5 H 8 ). Unit Isopren berkondensasi dengan persambungan kepala ke ekor isopentenil pirofosfat dan dimetil pirofosfat menghasilkan terpen dalam tumbuhan. (Krings, 1995)
Isoprene (C 5 )
Satuan isopentena
Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada fraksi minyak atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi, harum atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagai senyawa citarasa dalam industri makanan (Harborne, 1987). Monoterpen dan sekuiterpen merupakan komponen utama dari banyak minyak atsiri yang digunakan sebagai cita rasa dan pewangi. Monoterpen dan seskuiterpen dapat dipilah-pilah berdasarkan kepada kerangka karbon dasarnya. Yang umum adalah asiklik (misalnya graniol dan fanesol), monosiklik (misalnya limonene dan bisabolena), bisiklik (misalnya α dan
β-pinena). Dalam setiap
golongan monoterpen dan seskuiterpen bisa terdapat senyawa hidrokarbon tak jenuh atau keton (Herborne, 1987). Beberapa contoh dari struktur monoterpen dan
Universitas Sumatera Utara
seskuiterpen yang dikandung oleh minyak neroli dari Citrusa aurantum (Juchelcka, dkk, 1996) dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini. AcO
OH
OH
Linalil asetat
linalool
α-terpineol
α-pinen
β-pinen
HO OH 0H OH
Beberapa contoh struktur monoterpen dan seskuiterpen yang dikandung oleh minyak neroli dari Citrus auarantium Minyak atsiri dapat diperoleh melalui ekstraksi tumbuh-tumbuhan yakni dari daun, bunga, akar, dan kulit kayu (Wilson, 1993). Biasanya tumbuhan penghasil minyak atsiri tumbuh liar atau dibudidayakan dan biasanya tumbuhan itu beraroma wangi. Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent taste), beraroma
Universitas Sumatera Utara
wangi sesuai dengan aroma tumbuhan penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organic dan tidak larut dalam air. 2.1.1. Sumber Minyak Atsiri Minyak atsiri merupakan salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder dalam tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain termasuk family Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauranceae, Myrataceae, rutaceae, Piperaceae, Zingiberaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap bagian tumbuhan yaitu di daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar dan rhizome (Ketaren, 1985). Minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industry tertera dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Sumber-sumber minyak atsiri
Nama Minyak Sereh wangi
Tanaman
Bagian
Negara
Penghasil
Tanaman
Asal
Cymbopogon
Daun
Srilanka
nardus R Nilam (patchouli)
Pogostemon cablin Benth
Daun
Malaysia, Indonesia
Kayu Putih (cajuput)
Melaleuca Leucadenron
Daun
Indonesia
Sereh dapur (lemon grass)
Cymbopogon citrates
Daun
Madagaskar, Guetemala
Lada (pepper)
Piper nigrum L
Daun/buah
India Timur, Cina, Srilanka
Kenanga (cananga)
Cananga odorata Hook
Bunga
Indonesia
Universitas Sumatera Utara
Cengkeh (clove)
Caryophyllus
Bunga
Zanzibar, Indonesia, Madagaskar
Lavender
Lavandula offcinalis Chaix
Bunga
Perancis, Rusia
Mawar (rose)
Rosa alba L
Bunga
Bulgaria, Turki
Melati (jasmine)
Jasminumofficinale Bunga
Perancis selatan
Kapolaga (cardamom) Elettaria cardamomun
Biji
India, amerika
Seledri (celery seed)
Apium graveolen L
Biji
Inggris, India
Sitrun (lemon)
Citrus medica
Buah/Kulit Buah
Kalifornia
Adas (fennel)
foeniculum fulgares Mill
Buah/Kulit Buah
Eropah, tengah, Rusia
Akar wangi (Vetiver)
Vetiveria
Akar/rhizoma
Indonesia, Lousiana
zizanioides stap Kunyit (Turmeric)
Curcuma longa
Akar/rhizoma
Amerika selatan
Jahe (ginger)
Zingiber officinale Roscoe
Akar/rhizoma
Jamaika
“Camphor”
Cinnamomun Camphora L
Batang/kulit buah
Formosa, Jepang
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Penggunaan Minyak Atsiri Penggunaan minyak atsiri dan bahan kimia volatile untuk tujuan pengobatan, kosmetik serta wangi-wangian telah dikenal dalam masyarakat sejak jaman purba. Dan kini ada kecenderungan untuk kembali ke penggunaan bahan-bahan alam, antara lain karena minyak atsiri dapat larut dalam lemak yang terdapat pada kulit, dapat diabsorbsi kedalam aliran darah, dan mempunyai kompabilitas dengan lingkungan (dapat mengalami bidegradasi dan merupakan bagian dari kesetimbangan ekosistem selama ribuan tahun). (Rojat, dkk, 1996) Minyak atsiri merupakan sumber dari aroma kimia alami alami yang dapat digunakan sebagai komponen flavor dan fragrance alami dan sebagai sumber yang penting dari struktur stereospsesifik enansiomer murni yang biosintesisnya lebih murah dibandingkan dengan proses sintesis (Lawrence dan Reynold, 1992). Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industry, misalnya industri parfum, kosmetik, “essence”, industry farmasi dan “flavoring agent”. Dalam pembuatan parfum dan wangi-wangian, minyak atsiri tersebut berfungsi sebagai zat pengikat bau (fixative) dalam parfum, misalnya minyal nilam, minyak akar wangi dan minyak cendana. Minyak atsiri yang berasal dari rempahrempah, misalnya minyak lada, minyak kayu manis, minyak jahe, minyak cengkeh, minyak ketumbar, umumnya digunakan sebagai bahan penyedap (flavoring agent) dalam bahan pangan dan minuman (Ketaren, 1985). Minyak atsiri ini selain memberikan aroma wangi yang menyenangkan juga dapat membantu pencernaan dengan merangsang system saraf skresi, sehingga akan meningkatkan skresi getah lambung yang mengandung enzim hanya oleh stimulus aroma dan rasa bahan pangan. Selain itu juga dapat merangsang keluar cairan getah sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah. Beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai bahan antiseptic internal atau eksternal, bahan analgesic, haelitik atau sebagai antizimatik sebagai sedative dan
Universitas Sumatera Utara
stimulant untuk obat sakit perut. Minyak atsiri mempunyai sifat membius, merangsang atau memuakkan (Guenther, 1987). 2.1.3. Cara Memproduksi Minyak Atsiri Komponen minyak atsiri dalam tumbuhan terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga diperlukan bahan awal yang besar jumlahnya untuk memperoleh minyak atsiri yang memadai jumlahnya untuk diteliti. Ada beberapa metode untuk mendapatkan minyak atsiri antara lain : a. Metode Penyulingan ( Destilasi ) Bahan yang mengandung minyak atsiri dapat diperoleh dengan metode penyulingan (Bradesi, dkk, 1997). Bahan untuk penyulingan biasanya diambil pada pagi hari secepat mungkin setelah embun menghilang (Douglas, 1979). Ada tiga metode penyulingan yang digunakan dalam industry minyak atsiri, yaitu : -
Penyulingan dengan air (hydrodistillation)
-
Penyulingan dengan air dan uap (hydro and steam distillation)
-
Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation) Perbedaan antara distilasi uap langsung dengan hidrodistilasi adalah pada
distilasi uap langsung tidak terjadi kontak langsung antara sampel dengan air, sedangkan hidrodistilasi sampelnya dicelupkan ke dalam air mendidih (Chalchat dan Garry, 1997) Dalam setiap metode penyulingan bahan tumbuhan, baik dengan penyulingan uap, penyulingan air dan uap atau penyulingan air minyak atsiri hanya dapat diuapkan jika kontak langsung dengan uap panas. Minyak dalam jaringan tumbuhan mula-mula terekstraksi dari kelenjar tanaman dan selanjutnya terserap pada permukaan bahan melalui peristiwa osmosis (Guenther, 1987). Lamanya penyulingan yang dilakukan pada setiap tumbuhan tidak sama satu dengan yang lain tergantung pada mudah atau tidaknya minyak atsiri tersebut menguap, dua sampai delapan jam tersebut secara maksimal (Chalchat, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Metode penyulingan air banyak diterapkan di negara-negara berkembang karena alatnya yang cukup sederhana dan praktis. Beberapa bahan lebih baik disuling dengan penyulingan air, misalnya bunga mawar (Boelens dan Boelens, 1997). Bahan tersebut akan menggumpal jika disuling dengan uap, sehingga uap tidak dapat berpenetrasi kedalam bahan, uap hanya akan menguapkan minyak atsiri yang terdapat dipermukaan gumpalan. Tetapi metode penyulingan ini juga mempunyai kelemahan, yaitu adanya penggunaan suhu yang tinggi (Pino, dkk, 1997) yang dapat mengakibatkan dekomposisi minyak ( hidrolisis ester, polimerisasi dll). b. Maserasi dengan Lemak/Minyak Kebanyakan bahan flavor bersifat larut dalam lemak atau minyak, tetapi mempunyai range polaritas yang lebar. Minyak dapat bertindak sebagai pelarut dan merupakan medium yang dapat melindungi bahan yang mudah menguap (Schreiber, dkk, 1997). Lemak/minyak mempunyai daya absorbsi yang tinggi dan jika dicampur dan kontak dengan bunga yang beraroma wangi, maka lemak akan mengabsorbsi minyak yang dikeluarkan oleh bunga tersebut. Pada akhir proses, minyak dari bunga tersebut diekstraksi dari lemak dengan menggunakan alcohol dan selanjutnya alcohol dipisahkan (Guenter, 1987). c. Ekstraksi dengan Pelarut Menguap Metode lain yang dapat digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri adalah dengan menggunakan metode ekstraksi pelarut menguap (Mondello, dkk, 1997). Contoh pelarut yang digunakan adalah dietil eter untuk mengekstraksi daun Citrus aurantium. (Juchelka,dkk, 1996). Dan pelarut ini
juga digunakan dalam
mengekstraksi minyak Rhizome dari Curcuma ochrorhiza Val (Sirat,dkk, 1997) dan lain-lain. Jika dibandingkan dengan mutu minyak bunga hasil penyulingan, maka minyak hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut lebih mendekati aroma bunga alamiah, namun demikian metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu kesulitan penghilang residu pelarut dari ekstrak (Pino, dkk, 1997).
Universitas Sumatera Utara
d. Ekstraksi dengan karbon dioksida superkritis Ekstraksi dengan karbon dioksida superkritis pada prinsipnya didasarkan pada kelarutan senyawa-senyawa aromatic dari bahan nabati dalam CO 2 . Bahan nabati dan CO 2 dimasukkan kedalam ekstraktor berupa labu yang diberi tekanan dan temperatur yang telah diatur, kemudian CO 2 dipompa kedalam separator pada tekanan dan temperatur yang rendah, yang kemudian masuk kedalam tangki ekstraksi. Kelebihan CO 2 dimurnikan kembali didalam bejana terisi arang (Charcoal trap). Keuntungan dari metode ini antara lain adalah tidak menggunakan pelarut yang beracun, biaya murah, mampu mengisolasi senyawa termolabil tanpa diikuti denaturasi karena dilakukan pada temperature rendah, juga kemungkinan untuk memperoleh produk baru dengan komposisi yang biasanya diperoleh dengan teknik destilasi (Ikushima, 1986 ; Pino, 1997 ; Garcia, 1997). Namun demikian metode ini juga mempunyai kekurangan yaitu dalam hal penentuan kondisi untuk ekstraksi dari minyak atsiri dari tumbuhan tertentu (Boelens dan Boelens, 1997). 2.1.4. Penyimpanan Minyak Atsiri Pada proses penyimpanan minyak atsiri dapat mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh berbagai proses, baik secara kimia maupun secara fisika. Biasanya kerusakan disebabkan oleh reaksi-reaksi yang umum seperti oksidasi, resinifikasi, polimerisasi, hidrolisis ester dan interaksi gugus fungsional. Proses tersebut dipercepat (diaktivasi) oleh panas, adanya udara (oksigen), kelembaban, serta dikatalis oleh cahaya dan pada beberapa kasus kemungkinan dikatalis oleh logam (Guenther, 1987). Minyak atsiri yang mengandung kadar terpen tinggi mudah mengalami kerusakan oleh proses oksidasi terutama oleh proses asterifikasi. Terpen dan turunannya biasanya mengandungatom karbon tidak jenuh, karena itu dengan adanya oksigen bisa menyebabkan pemecahan atau rearrangemen dari terpen (Sinki,dkk, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Citral
H+
OH
+
OH p-menthadienol oksidasi O
OH
Produk Sekunder Proses oksidasi terpen Sebelum penyimpanan minyak atsiri harus dibebaskan dari air, karena air merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kerusakan minyak atsiri. Penghilang air dapat dilakukan dengan menambah natrium sulfat anhydrous, disusul dengan pengocokan, kemudian didiamkan beberapa lama, kemudian disaring. Kemudian disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kamar dan terlindungi dari cahaya. Penyimpanan minyak dalam jumlah yang kecil sangat baik dilakukan memakai botol atau gelas berwarna gelap, sedangkan dalam jumlah yang besar dapat disimpan dalam drum yang dilapisi dengan timah atau bahan yang tidak bereaksi dengan minyak atsiri. Penyemprotan gas karbon dioksida atau nitrogen kedalam drum sebelum ditutup akan menghilangkan gas oksigen dari permukaan minyak, sehingga minyak terlindungi dari kerusakan akibat oksidasi (Sinki, 1997 ; Fournier, 1997 ; Guenther, 1987).
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Tanaman Sembung Tanaman sembung (Blumea balsamifera D. C) Klasifikasi : Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dycotiledonae
Sub kelas
: Asteridae
Bangsa
: Asterales
Suku
: Asteraceae (Cornpositae)
Marga
: Blumeae
Jenis
: Blumeae balsamifera (L.) DC
Family
:.Asteraceae.
Nama Indonesia : Sembung / sembung manis, sembung lagi, rumput tahi-babi Sedangkan nama Lokal : Sembung, sembung utan (Sunda); sembung gantung, sembung gula, sembung kuwuk; sembung mingsa, sembung langu, sembung lelet (Jawa); Kamandhin (Madura); Sembung (Bali), capo (Sumatera), Afoat (Timor), Ampampau, capo, Madikapu; Ai na xiang (China), Wild heliotrope (English), Baccharis salvia Lour.; Conyza balsamifera L.; Pluchea balsamifera (L.) Less; sembung, capa (Melayu); sebung, sembung utan (Sunda), sembung gantung, sembung gula, dai bi, dai ngai (Thailand); ngai champora (Inggris), sembung langu (Jawa), capa (Melayu) dan
sembung mingsa, sembung legi (Jawa), apompase,
mandikapu (Ternate), Sinonim : = Baccharis salvia Lour. = Conyza balsamifera (L = Pluchea balsamifera L) Less. Tanaman ini tumbuh di tempat terbuka, di tempat yang agak terlindung, di tepi sungai, tanah pertanian, pekarangan, pada tanah berpasir atau tanah yang agak basah pada ketinggian 2200 M di atas permukaan laut. Tumbuhan perdu ini tumbuh tegak dengan tinggi 4 M, dan berambut halus. Batang bagian bawah tak bercabang, sedangkan pada ujungnya banyak bercabang. Daun yang bertangkai dibagian atas
Universitas Sumatera Utara
merupakan daun duduk yang tumbuh berseling, dan bentuk daunnya bundar telur sampai lonjong. Kalau daunnya dimemarkan akan mengeluarkan bau seperti kamper / kapur barus dan agak langu. Pada pangkal dan ujung daun lancip dan bergerigi dengan panjang 8 cm-40 cm dan lebar
2 cm - 20 cm. Permukaan daun bagian
atas berambut agak kasar sedang bagian berambut rapat dan halus seperti beludru. Bunganya bergerombol pada ujung batang dan berwarna kuning. Buahnya sedikit melengkung dengan panjang 1 mm. Daun pada tanaman ini mengandung minyak atsiri, antara lain sineol dan borneol, kapur barus / kamper damar dan zat samak (tanin). Ciri daun sembung:
Berdaun lebar berbentuk jantung dengan ujung daun meruncing
agak berbulu halus bagian atas dan bawah daun,
bagian tepi daun agak bergerigi
tumbuhan pohon
berbunga kelabu kekuningan dan jika kering gampang di terbangkan angin untuk kemudian tumbuh pohon baru Daun sembung rasanya pahit, namun sangatlah manjur untuk dijadikan obat
tradisionil terutama dalam bentuk jamu. Cara pengolahannya pun sangat sederhana, namun untuk mendapatkan daun tersebut lumayan sulit karena tumbuh hanya satu pohon dan bukan herba yang merambat, tidak begitu banyak ranting yang tumbuh sehingga jika daunnya di petik maka harus menunggu tumbuhnya daun berikutnya. Tumbuhnya pun agak susah karena hanya bisa tumbuh dari persemaian jika bunganya sudah menjadi kering. Penyebarannya secara spora dengan bantuan angin. terdapat kandungan senyawa minyak atsiri 0,1 - 0,5%, Ngai-kamfer. Senyawa utama yang terdapat dalam minyak atsiri mengandung 1-borneol atau Ngaikamfer atau leuderol 1-borneol berupa hablur yang bentuknya kadang-kadang kecil yaitu dengan titik lebur 203 - 2040C. (£)²°D = 36 0C - 370C (dalam etanol). Pada senyawa tersebut ditemukan xautuksilin atau brevitolin (C 10 H 12 O 4 ) berupa hablur dan
Universitas Sumatera Utara
berupa lembaran (dalam etanol). Menurut catatan (Laporan tahun 1895 Sland Plantentuin), setelah diisolasi dari 139 kg daun sembung diperoleh 122 ml minyak atsiri. Kandungan : Sembung mengandung minyak atsiri (ngai kamfer), borneol, sineol, limonene, asam palmitat, myristin, dimetiletil klorasetofenon, tannin, pirokatekin, dan glikosida.(anonym, 2003). Metabolit aktif lain dari daun sembung yaitu,
seskuiterpen
dalam
bentuk
ester,
flavonoid,
ichtyothereol
asetat,
cryptomeredio, lutein, dan beta karoten. (Osaki dkk, 2005; Nessa dkk, 2005; Ragasa dkk, 2005) Kegunaan di masyarakat : Daun sembung dimanfaatkan sebagai tanaman obat yang berkhasiat untuk mengobati reumatik sendi, persendian sakit setelah melahirkan, nyeri haid, datang haid tidak teratur, influenza, demam, sesak napas (asma), batuk, bronchitis, perut kembung, diare, perut mules, sariawan, nyeri dada akibat penyempitan pembuluh darah koroner, dan, kencing manis. 2.2. Kromatografi Gas – Spektrometri Massa (GC-MS) Spektrometer massa menembaki bahan yang sedang diteliti dengan berkas elektron dan secara kuantitatif mencatat hasilnya sebagai suatu spektrum fragmen ion positif. Catatan ini disebut spektrum massa. Terpisahnya fragmen-fragmen ion positif didasarkan pada massanya. 2.2.1. Kromatografi Gas Kromatografi gas adalah metode kromatografi pertama yang dikembangkan pada zaman instrument dan elektrokimia yang telah merefolusikan keilmuan selama lebih dari tiga puluh tahun. Kromatografi gas dapat dipakai untuk setiap campuran yang setiap campuran yang sebagai komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan. Tekanan uap atau keatsirian memungkinkan komponen menguap dan bergerak bersama-sama dengan fase gerak yang berupa gas. Waktu yang diperlukan untuk memisahkan campuran sangat beragam, tergantung banyaknya komponen dalam suatu campuran, semakin banyak komponen yang terdapat dalam suatu campuran
Universitas Sumatera Utara
a.
Memilih Sistem Dalam kromatografi gas terdapat empat peubah utama yaitu gas pembawa, jenis kolom dan fase diam dan suhu untuk pemisahan. Gas Pembawa. Faktor yang mempengaruhi suatu senyawa bergerak melalui kolom kromatografi gas ialah keatsirian yang merupakan sifat senyawa itu dan aliran gas melalui kolom. Nitrogen, helium, argon, hydrogen dan karbon dioksida merupakan gas yang sering digunakan sebagai gas pembawa karena tidak reaktif serta dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering dalam tangki bervolume besar dan bertekanan tinggi. Detektor. Detektor pilihan pertama untuk kromatografi gas adalah Detector Ionisasi Nyala (DIN) yang memiliki kepekaan yang tinggi untuk beberapa jenis senyawa. Fase Cair Diam. Dua segi fase harus diketahui, pertama, bagaimana cairan ditahan dalam kolom yaitu cairan itu disaputkan pada permukaan serbuk padat dalam kolom, dan yang kedua yaitu sifat kimia dari cairan itu.
b. Sistem Suhu Kolom. Kromatografi gas didasarkan pada dua sifat senyawa yang dipisahkan, kelarutan senyawa itu dalam cairan tertentu dan tekanan uapnya atau keatsiriannya. Karena tekanan uap bergantung langsung pada suhu, suhu merupakan faktor utama dalam kromatografi gas. Suhu kolom berkisar -1000 C – 4000 C tergantung sifat bahan. Secara umum, pemisahan yang baik diperoleh pada suhu rendah. Sebagai patokan dapat dipakai bahwa setiap kenaikan suhu 300C waktu tambat menjadi setengahnya.
Universitas Sumatera Utara
Gas Pembawa. Laju aliran gas tergantung pada diameter kolom. Aliran berbanding lurus dengan penampang kolom dan penampang bergantung pada jari-jari pangkat dua (πr2). Misalnya jika pemisahan yang baik dengan kolom 2 mm pada aliran 20 ml/menit, maka untuk menghasilkan hasil yang sama dengan kolom 4 mm diperlukan aliran 80 ml/menit. Untuk mendapatkan system kolom yang optimal yaitu dengan cara mengatur laju aliran gas dan menghasilkan tingkat puncak yang maksimum. Kolom. Ada dua kolom dalam kromatografi gas yaitu : kolom kemas, terdiri atas fase cair berdiameter 1-3 mm dan panjangnya 2 m, kolom kapiler ; berdiameter 0,02 - 0,2 mm dan panjangnya 15-25 m, yang berfungsi sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair. Detector. Detektor adalah gawai yang ditempatkan pada ujung kolom kromatografi gas yang menganalisis aliran gas yang keluar dan memberikan data kepada perekam data yang menyajikan hasil kromatogram secara grafis. DHB (Detektor hantar bahang); didasarkan pada bahang dipindahkan dari benda panas dengan laju yang bergantung pada susunan gas yang mengelilingi benda panas. Daya hantar ini merupakan fungsi dari laju pergerakan molekul gas. Gas yang mempunyai bobot molekul yang rendah mempunyai daya hantar paling tinggi. Detector Ionisasi Nyala (DIN); pendeteksian DIN ialah jika dibakar, senyawa organic terurai membentuk pecahan sederhana bermuatan positif, biasanya terdiri atas satu karbon. Pecahan ini meninggikan daya hantar tempat lingkungan nyala, dan peningkatan daya hantar ini dapat diukur dengan mudah dan direkam. Penanganan Sinyal Data Kualitatif; data kromatografi gas biasanya terdiri atas waktu tambat berbagai komponen campuran. Waktu tambat diukur mulai dari titik penyuntikan sampai ketitik maksimum puncak dan sangat khas untuk
Universitas Sumatera Utara
senyawa tertentu dan pada kondisi tertentu. Komponen tertentu didalam campuran dapat dipisahkan dengan cara spiking jika tersedia senyawa murninya. Senyawa murni ditambahkan kedalam cuplikan yang diduga mengandung senyawa itu dan cuplikan dikromatografi. Data Kuantitatif; Pengukuran sebenarnya yang dilakukan pada kertas grafik ialah pengukuran luas puncak. Jika puncak itu simetris atau berupa kurva Gauss tinggi puncak dapat dipakai untuk mengukur luas puncak. 2.2.2. Spektrum Massa Spektrum massa biasa diambil pada energy berkas electron sebesar 70 elektorn volt. Kejadian tersederhana ialah tercampaknya satu electron dari satu molekul dalam fasa gas oleh sebuah elektron dalam berkas electron dan membentuk suatu ion molekul yang merupakan suatu kation radikal (M+). Suatu spektrum massa menyatakan massa-massa sibir-sibir bermuatan positif terhadap (konsentrasi) nisbinya. Puncak paling kuat (tinggi) pada spekturm disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100 % dan kekuatan (tinggi x faktor kepekaan) puncak-puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya, dinyatakan sebagai persentasi puncak dasar tersebut. Puncak ion molekul biasanya merupakan puncak-puncak dengan bilangan massa tertinggi, kecuali jika terdapat puncak-puncak isotop. Puncak-puncak isotopnya yang biasa. a.
Penentuan Rumus Molekul Penentuan rumus molekul yang mungkin dari kekuatan puncak isotop hanya dapat dilakukan jika puncak ion molekul termaksud cukup kuat hingga puncak tersebut dapat diukur dengan cermat sekali. Misalnya suatu senyawa mengandung 1 atom karbon. Maka untuk tiap 100 molekul yang mengandung satu atom mengandung satu atom
13
12
C, sekitar 1,08 % molekul
C. Karenanya molekul-molekul ini akan
menghasilkan sebuah puncak M + 1 yang besarnya 1,08 % kuat puncak ion
Universitas Sumatera Utara
molekulnya; sedangkan atom-atom 2H yang akan memberikan sumbangan tambahan yang amat lemah pada puncak M + 1 itu. Jika suatu senyawa mengandung sebuah atom sulfur, puncak M + 2 akan menjadi 4,4 % puncak induk. b.
Pengenalan Puncak Ion Molekul Ada dua hal yang menyulitkan pengidentifikasian puncak ion molekul yaitu : 1. Ion molekul tidak Nampak atau amat lemah. Cara penanggulangannya ialah mengambil spektrum pada kepekaan maksimum, jika belum diketahui dengan jelas dapat juga dilihat berdasarkan pola pecahnya. 2. Ion molekul Nampak tetapi cukup membingungkan karena terdapatnya beberapa puncak yang sama atau lebih menonjol. Dalam keadaan demikian, pertama-tama soal kemurnian harus dipertanyakan. Jika senyawa memang sudah murni, masalah yang lazim ialah membedakan puncak ion molekul dari puncak M-1 yang lebih menonjol. Satu cara yang bagus ialah dengan mengurangi energy berkas electron penembak mendekati puncak penampilan.
Kuat puncak ion molekul tergantung pada kemantapan ion molekul. Ion-ion molekul paling mantap adalah dari system aromatic murni. Secara umum golongan senyawa-senyawa berikut ini akan memberikan puncak-puncak ion menonjol : senyawa aromatic (alkana terkonjugasi), senyawa lingkar sulfide organic (alkana normal, pendek), merkaptan. Ion molekul biasanya tidak Nampak pada alcohol alifatik, nitrid, nitrat, senyawa nitro, nitril dan pada senyawa-senyawa bercabang. Puncak-puncak dalam arah M-3 sampai M-14 menunjukkan kemungkinan adanya kontaminasi (Silverstein, dkk, 1981). c.
Kaidah Umum untuk Mengenali Puncak-Puncak dalam Spektra Sejumlah kaidah umum untuk mengenali puncak-puncak menonjol dalam
spectra dampak electron dapat ditulis dan dipahami dengan konsep-konsep buku kimia organik fisik :
Universitas Sumatera Utara
1. Tinggi nisbi puncak ion molekul terbesar bagi senyawa rantai lurus dan akan menurun jika derajat percabangan bertambah. 2. Tinggi nisbi puncak ion molekul biasanya makin kecil dengan bertambahnya bobot molekul deret homolog; kecuali untuk ester lemak. 3. Pemecahan/pemutusan cenderung terjadi pada karbon terganti gugus alkil ; makin terganti gugus, makin mudah terputus. Hal ini merupakan akibat lebih mantapnya karboksasi tersier daripada sekunder yang lebih mantap daripada yang primer. 4. Adanya ikatan rangkap, struktur lingkar dan terlebih-lebih cincin aromatic (heteroatom)
memantapkan
ion
molekul
hingga
meningkatkan
pembentukannya. 5. Ikatan rangkap mendukung pemecahan alil dan menghasilkan ion karbonium alil. 6. Cincin jenuh denderung melepas rantai samping pada ikatan-α. Hal ini tidak lain daripada kejadian khusus percabangan. Muatan positif cenderung menyertai sibir cincin. Cincin tak jenuh dapat mengalami reaksi Retro-DielsAlder. 7.
Dalam senyawa aromatik terganti gugus alkil, pemecahan paling mungkin terjadi pada ikatan berloka beta terhadap cincin menghasilkan ion benzyl talunan termantapkan atau iontropilium.
8. Ikatan C-C yang bersebelahan dengan heteroatom cenderung terpecah, meninggalkan muatan pada sibiran yang mengandung heteroatom yang electron tak-ikatannya menciptakan kemantapan talunan. 9. Pemecahan sering berkaitan dengan penyingkiran molekul netral mantap yang kecil, misalnya karbon monooksida, olefin, ammonia, hydrogen sulfide, hydrogen sianida, merkaptan, ketene atau alcohol. (Siverstein, dkk, 1981). Kaidah-kaidah penyibiran diatas berlaku untuk spektrometri Dampak Elektron (DE)
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. a.
Spektra Massa Beberapa Golongan Senyawa Kimia Hidrokarbon. Hidrokarbon Jenuh. Puncak ion molekul (M) hidrokarbon jenuh berantai lurus selalu ada kendati puncaknya rendah untuk senyawa-senyawa rantai panjang. Pola penyibiran (fragmentasi) ditandai oleh kumpulan (kluster) puncak dan puncak yang bersangkutan pada tiap kluster terpisah oleh 14(CH 2 ) satuan massa. Puncak terbesar pada tiap kluster ini mewakili sibiran C n H 2n+1+ ; disertai juga sibiran C n H 2n dan C 2 H 2n-1. Sibiran terbanyak terdapat pada daerah C 3 dan C 4 dan kelimpahan sibiran itu menurun teratur sampai M-C 2 H 5 ; puncak M-CH 3 biasanya lenyap sama sekali. Suatu cicin jenuh dalam suatu hidrokarbon mempertinggi kekuatan nisbi puncak ion molekul dan mendukung pemecahan ikatan yang menghubungkan cincin dengan bagian molekul lainnya. Penyibiran atas cincin biasanya oleh lepasnya 2 atom sebagai C 2 H 4 dan C 2 H 5 .
b.
Eter Eter Alifatik. Penyibiran eter alifatik berlangsung dengan 2 cara : 1.
Pemutusan ikatan C-C bersebelahan atom oksigen;
RCH 2 -CH 2 -CH-O+-CH 2 -CH 3
RCH 2 CH 2•
CH=O+-CH 2 -CH 3 CH 3 CH-O-CH 2 -CH 3 CH 3
Universitas Sumatera Utara
Pemutusan ikatan C-O dengan muatan tetap berada pada sibir alkil.
2.
c.
R-O+-R`
-OR`
R+
R-O+-R`
OR`
R+
Keton Keton Alifatik. Puncak sibiran utama keton alifatik terjadi pemecahan pada ikatan C- bersebelahan dengan atom oksigen, muatan tinggal bersama sibir teroksigenasinya. R
-R C=O+
R`-C=O+
R`-C+= O
R`-C=O+
R`- C+= O
R` R
-R` +
C=O R`
Bila salah satu rantai alkil yang terpaut pada gugus C=O ialah C 3 atau lebih panjang, pemutusan ikatan C-C begitu tercampak dari gugus C=O terjadi dan disertai migrasi hydrogen dan memberikan puncak cukup besar. Pada keton rantai panjang, puncak hidrokarbonnya tidak dapat dibedakan (tanpa bantuan daya pisahnya tinggi) dari puncak asli karena massa satuan CO (C=O, 28) sama dengan satuan metilena. Keton Lingkar. Puncak ion molekul keton lingkar (siklik) cukup menonjol. Pemecahan utamanya bersebelahan dengan gugus C=O, tetapi ion yang terbentuk harus memecah lagi untuk menghasilkan sibir yang cukup mantap. 2.2.4.
Analisis Minyak Atsiri
Universitas Sumatera Utara
Analisis sampel minyak atsiri biasanya digunakan dengan menggunakan GC-MS. Analisis sampel dapat menunjukkan perbedaan kualitatif dan kuantitatif dari komponen minyak atsiri (Dugo, dkk, 1997). Untuk menentukan komposisi minyak atsiri yang diperoleh dari suatu sampel, maka waktu retensi dan hasil spektrum massa dari masing-masing puncak senyawa unknow dibandingkan dengan refrensi standard dari senyawa autentik, misalnya identifikasi komponen minyak yang terdapat dalam peppermint dilakukan dengan analisis GC-MS. Senyawa diidentifikasi menggunakan registry dari data spektrum massa, kepustakaan terpen oleh Robert P.adams yang dibuat oleh Finningan dan dengan waktu retensi dan mass spectra dari senyawa autentik refrensi standar yang disuplai oleh SCM Gligdco dan Aldrich) (Spencer, dkk, 1997). Analisis terhadap minyak atsiri menggunakan GC_MS paling sering dilakukan dan biasa digunakan oleh para peneliti sebelumnya. Antara lain adalah minyak atsiri yang diperoleh dari tiga spesies Angelica, L. yang tumbuh di Perancis, sehingga dapat diketahui komponen masing-masing spesies tersebut yaitu Angelica archangelica Sub.Sp.Archangelica minyak atsiriar.elation wahlemb dan A heterocarpa Lioyd masing-masing 18,7 % dan 5,2 % (Bernard, 1997). Minyak
dari
daun
Eugenia
uruguayensis
yang
diperoleh
dengan
hidrodistilasi dan dianalisis dengan GC dan GC-MS Exel sehingga diperoleh 60 komponen yang teridentifikasi dalam minyak dengan komponen utamanya adalah limonene (17,6 %), 1,8-sineol (17,0 %), α-pinen (10,0 %) dan kariofilen oksida (8,3 %) (Dellasca, dkk, 1997). Minyak atsiri yang diperoleh dari Flourensia oolepis S.L.Blake yang dihasilkan sebanyak 0,6 % dan dianalisis dengan GC-MS Exel dan diperoleh 36 komponen dan komponen utamanya adalah : τ-kadinol (10,5 %), β-eugenol (8,0 %) (Piriotti, dkk, 1998).
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Sensitivitas Antimikrobial Banyak zat kimia dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme
berkisar dari unsur logam berat seperti perak dan tembaga sampai kepada molekul organic yang kompleks seperti persenyawaan ammonium kwartener. Berbagai substansi tersebut menunjukkan efek antimikrobialnya dalam berbagai cara dan terhadap permukaan benda atau bahan juga berbeda-beda; ada yang serasi dan ada yang bersifat merusak. Pemilihan Bahan Antimikrobial Kimiawi Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih bahan antimicrobial kimiawi untuk tujuan praktis yaitu : 1.
Sifat bahan yang akan diberi perlakuan. Suatu
zat
kimia
yang
digunakan
untuk
mendisinfeksi
perabotan
terkontaminasi mungkin tidak baik bila digunakan untuk kulit karena dapat merusak sel-sel jaringan kulit. Dengan demikian maka harus dipilih zat yang serasi (compatible) dengan bahan yang akan dikenai. 2.
Tipe mikroorganisme. Tidak semua mikroorganisme sama rentannya terhadap sifat menghambat atau mematikan suatu zat kimia tertentu. Karena itu harus dipilih zat yang yang telah diketahui efektif terhadap suatu tipe mikroorganisme yang akan dibasmi.
3.
Keadaan lingkungan. Suhu, pH, waktu, konsentrasi dan adanya bahan organic asing-kesemuanya itu turut mempengaruhi laju dan efisiensi penghancuran microbe. (Pelczar, dkk, 2008)
Kelompok-kelompok utama bahan antimicrobial kimia Beberapa kelompok utama bahan anti microbial kimiawi adalah : 1.
Fenol dan persenyawaan fenolat
2.
Alcohol
Universitas Sumatera Utara
3.
Halogen
4.
Logam berat dan persenyawaannya
5.
Deterjen
6.
Aldehid
7.
Kemosterilisator gas.
Fenol (Asam karbolat) yang digunakan untuk pertama kalinya oleh Lister sekitar tahun 1980-an didalam pekerjaannya untuk mengembangkan teknik-teknik pembedaan antiseptic, telah lama merupakan standar pembanding bagi disinfektan lain untuk mengevaluasi aktivitas bakterisidalnya. Kresol beberapa kali lebih germisidal
dibandingkan
dengan
fenol;
o-fenilfenol
dan
persenyawaan-
persenyawaan fenolat lain dengan derajat substitusi yang tinggi ternyata efektif pada pengenceran yang tinggi. Persenyawaan fenolat dapat bersifat bakterisidal atau bakteriostatik bergantung kepada konsentrasi yang digunakan . spora bakteri dan virus lebih resisten terhadap persenyawaan tersebut dibandingkan dengan sel vegetative bakteri. Beberapa persenyawaan fenolat bersifat sangat fungisidal. pH alkalin dan bahan
organic dapat mengurangi aktifitas antimicrobial fenolat.
Senyawa-senyawa fenolat merupakan salah satu desinfektan permukaan yang terbaik bagi benda-benda mati.
Universitas Sumatera Utara