BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Pengertian Rumah Sakit Rumah sakit dalam bahasa Inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dari kata bahasa latin hospital yang berarti tamu. Secara lebih luas kata itu bermakna menjamu para tamu. Memang menurut sejarahnya, hospital atau rumah sakit adalah suatu lembaga yang bersifat kedermawanan (charitable), untuk merawat pengungsi atau memberikan pendidikan bagi orang-orang yang kurang mampu atau miskin, berusia lanjut, cacat, atau para pemuda (Kemenkes RI. 2012). Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian. Rumah sakit juga merupakan institusi yang dapat memberi keteladanan dalam budaya hidup bersih dan sehat serta kebersihan lingkungan (Depkes RI. 2009). 2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Menurut Depkes RI (2009) rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas rumah sakit mempunyai fungsi :
Universitas Sumatera Utara
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan 2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit Permenkes RI No 340 tahun 2010 tentang klasifikasi rumah sakit dibedakan berdasarkan : pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, sarana dan prasarana dan administrasi dan manajemen. Adapun klasifikasi rumah sakit umum adalah : a. Rumah Sakit Umum Kelas A Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi, 5 (lima) spesialis penunjang medik yaitu: pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik, patologi klinik dan patologi anatomi, 12 (dua belas) spesialis lain yaitu: mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik dan 13
Universitas Sumatera Utara
(tiga belas) subspesialis yaitu: bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, jiwa, paru, onthopedi dan gigi mulut. b. Rumah Sakit Umum Kelas B Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi, 4 (empat) spesialis penunjang medik yaitu :pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik. Sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13 (tiga belas) pelayanan spesialis lain yaitu : mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik: mata, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, urologi dan kedokteran forensik. Pelayanan Medik Subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis dasar yang meliputi :Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi. c. Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar :pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi dan 4 (empat) spesialis penunjang medik yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik.
Universitas Sumatera Utara
d. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) dari 4 (empat) spesialis dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi.
2.2 Instalasi Gawat Darurat 2.2.1 Pengertian Instalasi Gawat Darurat Pengertian Intalasi Gawat Daurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam Kepmenkes RI No. 856/Menkes/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat di rumah sakit. Guna meningkatkan kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen Pemerintah Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dengan ikut memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan dan life saving tidak ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat harus dilakukan 5 (lima) menit setelah pasien sampai di IGD. 2.2.2 Pelayanan Instalasi Gawat Darurat IGD rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat darurat
Universitas Sumatera Utara
adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (respons time) (Depkes RI. 2006) Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap, rawat jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat/emergency dalam suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tanggung jawab (Depkes RI, 2006). Latar belakang pentingnya diatur standar IGD karena pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumberdaya manusia dan manajemen IGD Rumah Sakit sesuai dengan standar. Disisi lain, desentralisasi dan otonomi telah memberikan peluang daerah untuk mengembangkan daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya serta siap mengambil alih tanggung jawab yang selama ini dilakukan oleh pusat. Untuk itu daerah harus dapat menyusun perencanaan di bidang kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat yang baik dan
Universitas Sumatera Utara
terarah agar mutu pelayanan kesehatan tidak menurun, sebaliknya meningkat dengan pesat. Oleh karenanya Depkes perlu membuat standar yang baku dalam pelayanan gawat darurat yang dapat menjadi acuan bagi daerah dalam mengembangkan pelayanan gawat darurat khususnya di Instalasi Gawat Darurat RS. Prinsip umum pelayanan IGD di rumah sakit adalah : Depkes RI (2010) 1. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki kemampuan : melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat dan melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving). 2. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu. 3. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit diseragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD). 4. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat darurat. 5. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 ( lima ) menit setelah sampai di IGD. 6. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi dan terintegrasi struktur organisasi fungsional (unsur pimpinan dan unsur pelaksana) 7. Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan gawat daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Mutu Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Kemampuan suatu rumah sakit secara keseluruhan dalam hal mutu dan kesiapan untuk melayani pasien tercermin dari kemampuan IGD. Standarisasi IGD untuk mencapai mutu pelayanan saat ini menjadi salah satu komponen penilaian penting dalam akreditasi suatu rumah sakit. Penilaian mutu pelayanan IGD rumah sakit mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit menggunakan Indikator Kinerja Kunci atau Key Performance Indicators (KPI). Dalam SPM rumah sakit untuk unit pelayanan IGD rumah sakit memiliki beberapa indikator sebagai berikut. Tabel 2.1 Key Performance Indicators Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Jenis Indikator pelayanan Gawat Kemampuan menangani life saving Darurat Jam buka pelayanan gawat darurat Pemberi pelayanan kegawatdaruratan yang bersertifikat yang masih berlaku ATLS/BTLS/ACLS/PPGD Kesediaan tim penanggulangan bencana Waktu tanggap pelayanan gawat darurat Kepuasan pelanggan Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka Kematian pasien ≤ 24 jam
Standar 100% 24 jam 100 %
Satu tim ≤ 5 menit setelah pasien datang ≥ 70 % 100 % ≤ dua per seribu (pindah ke pelayanan rawat inap setelah 8 jam)
Sumber : SPM Rumah Sakit Tahun 2008
Universitas Sumatera Utara
IGD sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup klien. Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu tanggap (response time). Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar (Kepmenkes RI, 2009).
2.4 Perawat Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit. Menurut UU RI No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, mendefinisikan perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakkan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Perawat berperan dalam memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanan, implementasi dan evaluasi Nursalam (2007). Proses keperawatan tersebut menjadi
Universitas Sumatera Utara
standar asuhan keperawatan yang telah dtetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Pelayanan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia (Hidayat, 2004).
2.5 Akreditasi Rumah Sakit 2.5.1 Pengertian Akreditasi Rumah Sakit Beberapa definisi lebih lanjut tentang akreditasi rumah sakit tingkat internasional dijelaskan oleh beberapa lembaga, yaitu Menurut Depkes RI (2009) Akreditasi internasional rumah sakit adalah akreditasi yang diberikan oleh pemerintah dan/atau Badan Akreditasi Rumah Sakit taraf Internasional yang bersifat Independen yang telah memenuhi standar dan kriteria yang ditentukan. Menurut Joint Comission International (JCI) Tahun 2011, akreditasi adalah proses penilaian organisasi pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit utamanya rumah sakit non pemerintah, oleh lembaga akreditasi internasional berdasarkan standar internasional yang telah ditetapkan. Akreditasi disusun untuk meningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan kesehatan. Akreditasi saat ini mendapat perhatian dari publik internasional
Universitas Sumatera Utara
karena merupakan alat pengukuran dan evaluasi kualitas pelayanan dan manajemen rumah sakit yang efektif. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akreditasi internasional rumah sakit adalah proses penilaian organisasi kesehatan oleh lembaga akreditasi internasional berdasar standar dan kriteria yang ditetapkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan perawatan kesehatan. 2.5.2 Akreditasi Nasional Rumah Sakit Pada Permenkes RI No. 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit, disebutkan bahwa pengertian akreditasi adalah pengakuan terhadap Rumah Sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara berkesinambungan. Di Indonesia akreditasi rumah sakit baik tingkat nasional maupun internasional sudah diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang maupun peraturan tertulis lainnya, yaitu: UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 40 ayat 1. “dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali”, ayat 2. “Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang berlaku”.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah memberikan dukungan sepenuhnya terhadap rumah sakit untuk mengembangkan kualitas pelayanan kesehatan sehingga mendapat akreditasi internasional. Dengan demikian diharapkan setiap organisasi rumah sakit mampu mengembangkan potensi dan kualitas pelayanan kesehatan dengan semaksimal mungkin. Kementerian Kesehatan berupaya untuk menjaga mutu layanan melalui kegiatan akreditasi rumah sakit baik rumah sakit pemerintah maupun swasta. Dasar hukum pelaksanaan akreditasi rumah sakit adalah UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Dari Undang-Undang tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Akreditasi rumah sakit penting untuk dilakukan dengan alasan agar mutu/kualitas diintegrasikan dan dibudayakan kedalam sistem pelayanan di Rumah Sakit. Sebagai salah satu subsistem dalam pelayanan kesehatan, rumah sakit menjadi tempat rujukan bagi berbagai unit pelayanan kesehatan dasar. Rumah sakit merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang jasa dengan ciri-ciri padat karya, padat modal, padat teknologi, padat masalah dan padat umpatan. Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional maka tuntutan akan mutu pelayanan kesehatan oleh
Universitas Sumatera Utara
rumah sakit juga semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan berbagai kritikan tentang ketidakpuasan terhadap pelayanan rumah sakit berbagai upaya termasuk melalui jalur hukum. Oleh karena itu upaya untuk menjaga dan meningkatkan mutu layanan rumah sakit baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik internal maupun eksternal rumah sakit perlu dilaksanakan. 2.5.3 Akreditasi Internasional oleh Joint Commission International (JCI) Joint Commission International (JCI) merupakan lembaga akreditasi internasional yang berwenang melakukan akreditasi. Kementerian Kesehatan menetapkan JCI sebagai lembaga atau badan yang dapat melakukan akreditasi rumah sakit bertaraf Internasional yang ditetapkan dalam Keputusan Menkes No. 1195/MENKES/SK/VIII/2010. JCI didirikan tahun 1998 sebagai perpanjangan tangan untuk kawasan internasional dari The Joint Commission (United States). JCI bermarkas di Amerika Serikat. JCI telah bekerja sama dengan 80 menteri kesehatan di seluruh dunia. Fokusnya ialah peningkatan pengawasan terhadap keamanan pasien dengan cara memberikan sertifikasi akreditasi dan pendidikan untuk mengimplementasikan solusi berkelanjutan berbagai organisasi pelayanan kesehatan. Organisasi pelayanan kesehatan itu meliputi rumah sakit, klinik, laboratorium klinik dan sebagainya Pada tahun 2012 penilaian Akreditasi Rumah Sakit akan mengacu pada Standar JCI, yang dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu, (1) kelompok sasaran
Universitas Sumatera Utara
yang berfokus pada pasien, (2) kelompok standar manajemen rumah sakit, (3) kelompok keselamatan pasien dan (4) sasaran MDGs. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam langkah dan strategi pelaksanaan keselamatan pasien (Depkes RI. 2010), salah satunya adalah mengikuti Akreditasi Rumah Sakit. Selanjutnya dalam Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (Depkes RI. 2007) disebutkan rumah sakit mutlak memerlukan sistem tanggap darurat sebagai bagian dari manajemen K3RS. Mengacu kepada kedua landasan hukum tersebut, maka konsep kajian tentang keselamatan pasien yang dilakukan pada penelitian ini mengacu kepada aspek kesehatan dan keselamatan kerja yang terkait dengan standar akreditasi yang dikeluarkan oleh Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals, 4th Edition (2011) serta serta dihubungkan dengan mutu pelayanan adalah aspek pelayanan di IGD rumah sakit, yaitu sasaran keselamatan pasien rumah sakit dengan indikator sebagai berikut. a. Ketepatan Identifikasi Pasien Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan terbius atau tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam rumah sakit; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi lain. Maksud ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara
Universitas Sumatera Utara
yang dapat dipercaya (reliable) mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut (Depkes RI. 2011). Kebijakan dan atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor identifikasi umumnya digunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi atau penanda yang berbeda pada lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi (Depkes RI. 2011).
Universitas Sumatera Utara
b. Peningkatan Komunikasi yang Efektif Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telepon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera (Depkes RI. 2011). Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon termasuk: menuliskan (atau memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi; penerima membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibacakan ulang adalah akurat. Kebijakan atau prosedur mengidentifikasi alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back) tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi gawat darurat/emergensi di IGD atau ICU (Depkes RI. 2011). c. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
datanya sendiri. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana yang membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja atau kurang hati-hati (Depkes RI. 2011). d. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur
yang
efektif
di
dalam
mengeliminasi
masalah
yang
mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan kelainan atau disorder pada tubuh.
Universitas Sumatera Utara
e. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemihterkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh dari WHO, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (US CDC) berbagai organisasi nasional dan intemasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di rumah sakit. f. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak
Universitas Sumatera Utara
sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang tidak benar dari alat penghalang aau pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit (Depkes RI. 2011).
2.6 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubunganya dengan pendidikan, di mana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya, namun bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah akan mutlak berpengetahuan rendah pula, sebab pengetahuan tidak mutlak diperoleh melalui pendidikan formal saja melainkan dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Menurut Andersen dan Krathwohl dalam Notoatmodjo (2003), dimensi pengetahuan terdiri dari empat jenis pengetahuan, yaitu: pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedur, dan pengetahuan metakognitif. a. Pengetahuan Faktual Pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang para ahli gunakan dalam menyampaikan disiplin ilmu akademis mereka, memahaminya dan mengaturnya secara sistematis.Elemen-elemen ini biasanya dapat diberikan pada orang-orang yang bekerja pada beragam bentuk disiplin antara elemen-elemen tersebut
Universitas Sumatera Utara
disajikan, mereka memerlukan sedikit atau tidak ada perubahan dari elemen atau penerapan yang digunakan pada elemen lainnya. b. Pengetahuan Konseptual Pengetahuan konseptual meliputi skema-skema, model-model, mental dan teoriteori eksplisit dan implisit dalam model-model psikologis kognitif yang berbeda, skema-skema, model-model dan teori-teori ini menunjukkan pengetahuan yang seseorang miliki. c. Pengetahuan Prosedur Pengetahuan prosedur meliputi nama-nama dan simbol-simbol verbal dan non verbal tertentu (contohnya: kata-kata, angka-angka, tanda-tanda, dan gambargambar) setiap pokok bahasan berisi sejumlah besar nama-nama dan simbol, baik verbal maupun non verbal, yang memiliki rujukan tertentu, mereka berada pada bahasan disiplin dasar jalan pintas yang digunakan para ahli untuk mengungkapkan apa yang mereka ketahui. d. Pengetahuan Metakognitif Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan yang detail dan elemen yang spesifik mengacu pada pengetahuan peristiwa-peristiwa, tempat, orang-orang, tanggal, sumber informasi dan semacamnya. Hal ini dapat melibatkan informasi yang sangat tepat dan spesifik, seperti tanggal yang tepat dari suatu peristiwa atau besarnya fenomena dengan tepat. Hal ini dapat juga meliputi informasi perkiraan seperti periode waktu dimana suatu peristiwa terjadi atau besarnya tata cara yang
Universitas Sumatera Utara
dapat terpisah, elemen terpisah berlawanan dengan elemen-elemen yang hanya dapat diketahui dalam konteks yang lebih jelas. Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan domain yang sangat penting
untuk
terbentuknya
tindakan
seseorang
(ovent behavior). Dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan mempunyai 6 tingkat yaitu: 1) Tahu Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah di terima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang
apa
yang dipelajari
antara
lain
menyebutkan,
menguraikan,
mengidentifikasi serta menyatakan. 2) Memahami Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan di mana dapat menginterprestasikan secara benar. 3) Aplikasi Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan
Universitas Sumatera Utara
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru atau dengan kata lain merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 6) Evaluasi Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.7 Kemampuan Menurut Robbins dan Judge (2008) kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Kemampuan terdiri dari : (1) kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental berpikir, menalar, dan memecahkan masalah.
Universitas Sumatera Utara
Individu dalam sebagian besar masyarakat menempatkan kecerdasan, dan untuk alasan yang tepat, pada nilai yang tinggi. Individu yang cerdas juga lebih mungkin menjadi pemimpin dalam suatu kelompok. (2) kemampuan fisik adalah kemampuan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa. Penelitian terhadap berbagai persyaratan yang dibutuhkan dalam ratusan pekerjaan telah mengidentifikasi sembilan kemampuan dasar yang tercakup dalam kinerja dari tugas-tugas fisik. Setiap individu memiliki kemampuan dasar tersebut berbeda-beda. Mampu berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu; dapat; berada; kaya; mempunyai harta berlebih. Kemampuan adalah kesanggupan; kecakapan; kekuatan (KBBI, 2012). Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa atau sanggup melakukan sesuatu yang harus ia lakukan. Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang (Wikipedia, 2011). Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kapasitas kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam melakukan sesuatu hal atau beragam tugas dalam suatu pekerjaan tertentu. Berdasarkan difinisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan dan potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk menguasai suatu keahlian. Kemampuan tersebut merupakan suatu hasil latihan yang digunakan untuk melakukan sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
2.8 Landasan Teori Kajian tentang keselamatan pasien di rumah sakit yang terkait dengan standar akreditasi yang dikeluarkan oleh Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals, 4th Edition (2011) secara spesifik proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan dan budaya kualitas di rumah sakit, sehingga senantiasa berusaha meningkatkan mutu dan keamanan pelayanannya. Implementasi dari budaya keselamatan tersebut ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Menurut Tjptono (2002) faktor pengetahuan dan kemampuan petugas menentukan pelaksanaan kegiatan. Faktor-faktor tersebut juga menjadi aspek yang berhubungan dengan penerapan standar JCI terhadap keselamatan pasien di RSUP. H. Adam Malik.
Universitas Sumatera Utara
2.9 Kerangka Konsep Perawat 1. Pengetahuan a. Ketepatan Identifikasi Pasien b. Peningkatan Komunikasi yang Efektif c. Peningkatan Keamanan Obat yang perlu Diwaspadai d. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi e. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan f. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Penerapan Standar JCI tentang Keselamatan Pasien Mutu Pelayanan IGD
2. Kemampuan a. Ketepatan Identifikasi Pasien b. Peningkatan Komunikasi yang Efektif c. Peningkatan Keamanan Obat yang perlu Diwaspadai d. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi e. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan f. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara