BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengalaman Pengalaman berasal dari kata dasar “Alami” yang mempunyai arti mengalami menemui, mengarungi, menghadapi, menyebrangi, menyelami, menanggung, mendapat, mengenyam, menikmati dan merasakan (Endarmoko, 2006). Pengalaman merupakan sumber pengetahuan akan tetapi pengalaman bagi seseorang dapat berdampak bagi orang lain dengan membagikan pengalaman mereka saat mereka mengalami suatu hal, dan hal tersebut menyebabkan pengalaman mereka semakin mendalam (Kirkham, 1997). Pengalaman tidak lepas dari keadaan lingkungan sekitar, pengalaman dipengaruhi oleh pendidikan dan lingkungan sosial secara umum, juga sering kali dipandang bersifat subjektif karena terjadi perbedaan tahan antara subjek dan objek yang dipandang (Sarwono, 1998). Pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan-pesan yang didahului oleh proses penginderaan terhadap stimulus yang diterima oleh panca indranya hal ini disebut juga dengan persepsi (Waljito, 2003). James mengatakan bahwa persepsi adalah suatu pengalaman yang terbentuk berupa data-data yang didapat melalui indera hasil pengolahan otak dan ingatan. Persepsi juga merupakan proses mental yang terjadi pada diri manusia
5 Universitas Sumatera Utara
6
yang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, memberi, dan meraba panca indera di sekitar kita (Widayatun, 1999). 2.2 Bidan Bidan adalah seorang yang telah secara teratur mengikuti suatu program pendidikan kebidanan yang diakui di negara program tersebut di selenggarakan, telah berhasil menyelesaikan serangkaian pendidikan kebidanan yang di tetapkan, dan telah memperoleh kualifikasi yang diperlukan untuk bisa di daftarkan dan atau secara hukum memperoleh izin untuk menjalankan praktek kebidanan (Varney, 2007). Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan (post partum period), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak-anak. Asuhan ini termasuk preventif pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medik lainnya. Dia mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi juga termasuk keluarga dan komunitasnya. Pekerjaan itu termasuk pendidikan antenatal, dan persiapan untuk menjadi orang tua, dan meluas ke daerah tertentu dari ginekologi, keluarga berencana dan asuhan anak. Dia bisa berpraktek di rumah sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan atau tempat-tempat pelayanan lainnya (IBI, 2006).
Universitas Sumatera Utara
7
2.3 Manajemen Aktif Kala III 2.3.1
Defenisi Manajemen aktif adalah segera memberikan oksistoksin 10 IU segera
setelah bayi lahir dan melakukan traksis terkendali pada tali pusat (ControledCordtraction) agar separasi plasenta segera di inisiasi (Prawirohardjo, 2001). Kala III persalinan adalah periode yang dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta secara lengkap. Disebut juga sebagai kala uri, yang terdiri dari 2 fase yaitu (a) melepasnya plasenta dari implantasinya pada dinding uterus, (b) Pengeluran plasenta dari dalam kavum uteri (Prawirohardjo, 2001). Yang dimaksud dengan manajemen aktif kala III adalah rangkaian tindakan (1) Pemberian oksitosika (seperti oksitoksin 10 IU segera setelah bayi lahir dan yakin tidak ada kehamilan kembar, (2) Tali pusat dijepit dan digantung, (3) Peregangan tali pusat terkendali, permukaan samping suatu tangan diletakkan pada segmen bawah uterus dan dilakukan pendorongan ke arah atas sewaktu dilakukan tarikan ringan pada tali pusat ke arah bawah dan dengan tangan lain sampai plasenta dan selaput ketuban lahir (Depkes, 1999).
2.3.2
Tujuan Manajemen Aktif Kala III Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi
uterus yang lebih efektif sehingga dapat memperpendek waktu kala III persalinan
dan
mengurangi
kehilangan
darah
dibandingkan
dengan
penatalaksanaan fisiologisnya (JNPK-KR,2004).
Universitas Sumatera Utara
8
2.3.3
Keuntungan dan Kerugian Manajemen Aktif Kala III Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala III antara lain (a) kala
III persalinan yang lebih singkat, (b) Mengurangi jumlah kehilngan darah, (c) Mengurangi kejadian retensio plasenta (Widyastuti, 2002). Kerugian manajemen kala III adalah (a) Metode ini memerlukan persedian oksitoksin, alat-alat untuk injeksi dan sterilisasi yang mungkin tidak tersedia di beberapa fasilitas, (b) Metode ini mengganggu proses fisiologi normal (Widyastuti, 2002). 2.3.4
Dampak Yang Mungkin Terjadi Jika Manajemen Aktif Kala III tidak dilakukan Dampak yang mungkin terjadi jika manajemen aktif kala III tidak
dilakukan adalah (a) Kala III persalinan lebih panjang, (b) Jumlah kehilangan darah lebih banyak, (c) Kejadian retensio plasenta mungkin lebih cenderung terjadi, (d) Komplikasi persalinan yang berkaitan dengan kala ini mungkin lebih cenderung terjadi (JNPK-KR, 2004). 2.4 Fisiologi Kala III Persalinan Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran rongga uterus ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat implantasi plasenta, karena tempat implementasi menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan menekuk, menebal kemudian dilepaskan dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun kebagian bawah uterus atau bagian atas vagina (JNPK-KR, 2004).
Universitas Sumatera Utara
9
2.4.1
Tanda-tanda Pelepasan Plasenta Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa hal seperti:
1. Perubahan bentuk dan Tinggi fundus Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh (diskoid) dan tinggi fundus biasanya turun hingga dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus menjadi bulat dan fundus diatas pusat (sering sekali mengarah ke sisi kanan). 2. Tali Pusat memanjang Tali pusat terlihat keluar memanjang atau terjulur melalui vulva dan vagina (tanda ahfeld). 3. Semburan darah tiba-tiba Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya grafitasi. Semburan darah yang tiba-tiba menandakan bahwa darah yang terkumpul diantaranya tempat melekatnya plasenta dan permukaan maternal plasenta (darah retroplasenter), keluar tapi plasenta yang terlepas (JNPK-KR, 2004). 2.4.2
Metode Pengeluaran Plasenta Ada dua metode untuk mengeluarkan plasenta, yaitu dijelaskan oleh
Schultze dan Matthews Duncan (Widyastuti, 2002). a. Metode Schulze Pelepasan plasenta mulai dari pertengahan, sehingga plasenta lahir diikuti oleh pengeluaran darah (Manuaba,1998).
Universitas Sumatera Utara
10
Plasenta terlepas dari suatu titik pusat dan merosot ke vagina melalui lubang dalam kantung amnion, permukaan fetal plasenta muncul pada vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti di belakang seperti payung terbalik saat terkelupas dari dinding uterus. Permukaan maternal plasenta tidak terlihat, dan bekuan darah berada dalam kantong yang terbalik (Widyastuti, 2002). b. Metode Matthews Duncun Pelepasan plasenta dari daerah tepi sehingga terjadi perdarahan dan diikuti pelepasan plasentanya (Manuaba, 1998). Plasenta turun melalui bagian samping dan masuk ke vulva dengan pembatas maternal terlebih dahulu, seperti kancing yang memasuki lubang baju. Bagian yang berada didalam kantong. Pada metode Matthernws Duncan ini kemungkinan terjadinya bagian selaput ketuban tersebut tidak terkelupas semua selengkap metode Schutze (Widyastuti, 2002). Beberapa cara untuk mengetahui apakah plasenta telah lepas dari tempat implementasinya yaitu dipakai beberapa perasat antara lain: 1. Perasat Kustner Tangan kanan merengangkan atau menari sedikit tali pusat. Tangan kiri menekan darah diatas simfisis. Bila tali pusat masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tetap dan tidak masuk kembali kedalam vagian, berarti plasenta lepas dari dinding uterus. Perasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi (Prawirohardjo, 2002).
Universitas Sumatera Utara
11
2. Perasat Strassman Tangan kanan meregangkan dan menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali pusat yang diregangkan ini, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tidak terasa getaran, berarti telah lepas dari dinding uterus (Prawirohardjo, 2002). 3. Perasat Klien Wanita tersebut disuruh mengedan. Tali pusat tampak turun kebawah, mengedannya dihentikan dan tali pusat masuk kembali kedalam vagian berarti plasenta telah lepas dari dinding uterus (Prawirohardjo, 2002). 4. Perasat Crede Dengan cara memijat uterus seperti memeras jeruk agar plasenta lepas dari dinding uterus hanya dapat di pergunakan bila terpaksa misalnya pendarahan. Perasat ini dapat mengakibatkan kecelakaan perdarahan post partum (Prawirohardjo, 2002). 2.5 Penanganan Persalinan Kala III Penanganan kala III dapat berbeda-beda, disini diuraikan 2 cara yaitu Menajemen Aktif dan Manejemen Fisiologis. Pemahaman terhadap kedua istilah tersebut dapat berbeda-beda pula, namun defenisi yang penulis gambarkan disini adalah sebagai berikut: 2.5.1
Manajemen Aktif Kala III Manajemen Aktif Kala III adalah (1) Pemberian oksitoksika (seperti
oksitoksin 10 IU) segera bai keluar dan yakin tidak ada kehamilan kembar,
Universitas Sumatera Utara
12
(2) Tali pusat dijepit dan digantung, (3) Peregangan tali pusat terkendali, permukaan samping satu tangan di letakkan pada segmen bawah uterus dan dilakukan pendorongan ke arah atas bawah dengan tangan lain sampai plasenta dan selaput ketuban lahir (Depkes, 1999). 2.5.2
Manejemen Fisiologis Kala III Yang dimaksud dengan manajemen fisiologis kala III adalah (1) Tidak
dipergunakan oksitoksika, (2) Menunggu tanda-tanda pelepasan plasenta, (3) Pengeluaran plasenta disebabkan daya berat dan daya menahan dari ibu, (4) Tali pusat di klem setelah plasenta lahir (Depkes, 1999). 2.6 Penatalaksanaan Aktif Kala III Persalinan Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 ml / menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah melahirkan plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 ml/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Kontraksi uterus akan menegangkan pembuluh darah uterus
yang
berjalan
diantara
anyaman
serabut
miometrium
sehingga
menghentikan darah yang mengalir melalui ujung–ujung arteri di tempat implantasi plasenta (JNPK-KR, 2004). Penatalaksanaan aktif kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu menghidari terjadinya perdarahan pasca persalinan (Prawirohardjo, 2002). Manajemen Aktif Kala III terdiri dari tiga langkah-langkah kerja utama (1) Pemberian suntikan oksitoksin, (2) Melakukan penegangan tali pusat terkendali, (3) Rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri (masase) (JNPK-KR, 2004).
Universitas Sumatera Utara
13
2.6.1
Pemberian Suntikan Oksitoksin Pemberian suntikan oksitoksin dapat dilakukan seperti (a) Segera berikan
bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI, (b) Letakkan kain bersih diatas perut ibu, alasanya kain akan mencegah kontaminasi langsung dari tangan, penolong persalinan (yang sudah memakai sarung tangan dan darah pada perut ibu), (c) Periksa uterus untuk memastikan tidak adanya lagi yang lain (undiagnosed twin), alasanya oksitoksi menyebabkan uterus berkontraksi yang akan sangat menurunkan pasokun kepada bayi. Hati-hati untuk tidak menekan uterus dengan keras sehingga terjadi kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran plasenta, (d) Memberitahukan kepada ibu bahwa ia akan disuntik, (e) Selambat-lambatnya dalam waktu 20 menit setelah bayi lahir segera suntikkan oksitoksin 10 IU pada 1/3 bahwa paha kanan bagian luar, alasanya oksitoksi merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuntikan akan mencegah penyuntikan oksitoksin ke pembuluh darah. Catatan jika oksitoksin tidak bersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi putting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitoksin secara alamiah (JNPK-KR, 2004).
2.6.2
Penegangan Tali Pusat Terkendali Penegangan tali pusat terkendali terdiri dari (a) Berdiri disamping ibu, (b)
Pindahkan klem kedua yang telah dijepit sewaktu kala dua persalinan pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva, alasannya memegang tali pusat lebih dekat ke
Universitas Sumatera Utara
14
vulva akan mencegah evulsi, (c) Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (alas dengan kain) tepat diatas tulang pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menahan uterus pada saat melakukan peregangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi kuat, tegakkan tali pusat, kemudian tangan pada dinding abdomen menekan korpus uteri kebawah dan menghindari terjadinya inversio uteri, (d) Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga ada kontraksi yang kuat (sekitar dua atau tiga menit), (e) Pada saat kontraksi mulai (uterus menjadi kuat atau tali pusat memanjang) tegangkan kembai tali pusat ke arah bawah (dengan hati-hati) bersamaan dengan itu, lakuka penekanan korpus uteri ke arah bawah dan kranel hingga plasenta terlepas dari tempat implantasinya, (f) Jika plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan pemegangan tali pusat, pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutna. Jika perlu pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memegang pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta, pada saat kontraksi berikutnya, ulangi tali pusat terkendali dan lakukan tekanan berlawanan arah pada uterus secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontrkasi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus, (g) Setelah plasenta terlepas, anjurkan ibu untuk memeran sehingga plasenta akan terdorong ke introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat ke arah bawah mengikuti jalan lahir, alasannya segera melepaskan plasenta yang telah terpisah di dinding uterus dapat mencegah kehilangan darah yang tidak perlu, (h) Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, teruskan kelahiran plasenta dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
15
kedua tangan rata dengan lembut, putar plasenta hingga selaput terpilih, (i) Lakukan penarikan secara lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban, alasanya melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan membantu mencegah agar selaput tidak robek, (j) Jika terjadi robekan pada selaput ketuban saat melahirkan plasenta dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem atau cunam DTT atau steril untuk keluarkan selaput ketuban yang dapat dicapai oleh jari-jari tangan tersebut (JNPK-KR, 2004). Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penanganan tali pusat terkendali selama 15 menit maka: Mengulangi pemberian oksitoksin 10 IU IM, Menilai kandung kemih dan mengkaterisasi kantung kemih dengan menggunakan tehnik aseptik, meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan, mengulangi penanganan tali pusat selama 15 menit berikutnya, menunjukkan ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak kelahiran bayi (JNPK-KR, 2004).
2.6.3
Rangsangan Taktil (Pemijatan) Fundus Uteri Segera setelah kelahiran plasenta, lakukan rangsangan taktil (pemijatan)
fundus-fundus uteri (a) Letakkan telapak tanga pada fundus uteri, (b) Jelaskan tindakan ini kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa kurang nyaman, anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam perlahan dan berlaku tenang, (c) Dengan lembut tapi mantap, gerakkan tangan secara memutar pada afundus sehingga uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri, (d) Periksa plasenta dan selaputnya untuk
Universitas Sumatera Utara
16
memastikan keduanya lengkap dan utuh, Periksa sisi maternal plasenta (yang menempel pada dinding uterus) untuk memastikan bahwa semuanya lengkap dan utuh (tidak ada bagian yang hilang), pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada bagian yang hilang, periksa plasenta bagian fetal (yang menghadap ke janin) untuk memastikan tidak ada kemungkinan loba ekstra (suksenturiata), evaluasi serabut untuk memastikan kelengkapannya, (e) Periksa uterus untuk memastikan kelengkapannya bahwa uterus berkontraksi dengan baik, jika uterus masih belum berkontraksi, ulangi rangsangan taktil (pemijatan) uterus sehingga segera dapat diketahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, (f) Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan (JNPK-KR,2004).
Universitas Sumatera Utara