BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Partisipasi Masyarakat
2.1.1
Pengertian partisipasi Partisipasi berasal dari bahasa latinpartisipare yang mempunyai arti dalam
bahasa Indonesia mengambil bagian atauturut serta (Safi’i, 2007). Menurut Soelaiman (1985) bahwapartisipasi masyarakat diartikan sebagai keterlibatan aktif warga masyarakat dalam proses pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program dan pembangunan masyarakat, yang di laksanakan di dalam maupun di luar lingkungan masyarakat atas dasar rasa kesadaran dan tanggungjawab. Hal senada diutarakan oleh Soetrisno (2004) bahwa partisipasi adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan. Partisipasi menurut Sutarto (1980) adalah turut sertanya seseorang baik secara langsung maupun emosional untuk memberikan sumbangan-sumbangan kepada proses pembuatan keputusan terutama mengenai persoalan-persoalan dimana keterlibatan pribadi seseorang yang bersangkutan melaksanakan akan tanggung jawab untuk melaksanakan hal tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Suherlan dalam Khadiyanto (2007) partisipasi diartikan sebagai dana yang dapat disediakan atau dapat dihemat sebagai sumbangan atau kontribusi masyarakat pada proyek-proyek pemerintah. Partisipasi
masyarakat
merupakan
pendekatan
pembangunan
yang
memandang masyarakat dalam konteks dinamis yang mampu memobilisasi sumber daya sesuai dengan kepentingan, kemampuan dan aspirasi yang dimiliki,baik secara individu maupun komunal (Hall,1986). Begitu pula menurut Uphoff, Cohen, dan Goldsmith (1979) bahwa partisipasi sebagai keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya, keterlibatan masyarakat dalamketerlibatan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan melaluisumbangan sumber daya atau bekerja sama dalam suatu organisasi, keterlibatanmasyarakat menikmati hasil dari pembangunan, serta dalam evaluasi padapelaksanaan program. Hal senada diungkapkan Nasdian (2006) bahwa pemberdayaan merupakan jalan atau saranamenuju partisipasi. Menurut Canter (1977) partisipasi adalah proses komunikasi dua arah yang berlangsung terus-menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat secara penuh atas suatu proses kegiatan. Secara sederhana Canter mendefinisikan sebagai feedforward information (komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan) dan feedback information (komunikasi dari masyarakat ke pemerintah atas kebijakan itu).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Goulet (1989) partisipasi adalah suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok; yaitu kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan (non-elite) dan kelompok yang selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite). Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1994) sebagai berikut: 1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal; 2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; 3. Partisipasi masyarakat merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Kesediaan bertanggung jawab merupakan elemen yang tidak bisa terpisahkan dari pengertian partisipasi (Sutarto,1980). Menurut Jones (1996) bahwa salah satu tolok ukur keberhasilan suatu kebijakan terletak pada proses implementasinya. Menurut Alastraire White dalam Sastropoetro (1988), ada 10 alasan pentingnya partisipasi masyarakat, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
Dengan berpartisipasi lebih banyak hasil kerja yang dapat dicapai.
2.
Dengan partisipasi pelayanan atau service dapat diberikan dengan biaya murah.
3. Partisipasi memiliki nilai dasar yang sangat berarti untuk peserta, karena menyangkut kepada harga diri. 4.
Partisipasi merupakan katalisator untuk pembangunan selanjutnya.
5.
Partisipasi mendorong timbulnya rasa tanggung jawab.
6.
Partisipasi menjamin, bahwa suatu kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat telah dilibatkan.
7.
Partisipasi menjamin bahwa pekerjaan dilaksanakan dengan arah yang benar.
8.
Partisipasi menghimpun dan memanfaatkan berbagai pengetahuan yang terdapat dalam masyarakat, sehingga terjadi perpaduan beberapa keahlian.
9.
Partisipasi membebaskan orang dari ketergantungan kepada keahlian orang lain.
10. Partisipasi lebih menyadarkan manusia terhadap penyebab kemiskinan, sehingga menimbulkan kesadaran terhadap usaha untuk mengatasinya.
2.1.2 Bentuk partisipasi masyarakat Menurut Ericson dalam Slamet (1993) bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi atas 3 tahap, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitiaan dan anggaran pada suatu kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan aktif dalam mengikuti rapat warga dan juga ikut memberikan usulan, saran dan kritik pada rapat tersebut; 2. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi padatahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pelaksanaan pekerjaansuatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan tenaga, uang ataupun material/barang serta ide-ide sebagai salah satu wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut; 3. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage). Partisipasi pada tahap inimaksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyeksetelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan memelihara proyekyang telah dibangun.
Masih menurut C. Ericson dalam Slamet (1993) partisipasi dalam tahap pelaksanaan, yangpengukurannya bertitik pangkal pada sejauhmanamasyarakat secara nyata terlibat di dalam aktivitas-aktivitasriil yang merupakan perwujudan programprogramyang telah digariskan dalam kegiatan fisik.
Universitas Sumatera Utara
Adapun modus partisipasi masyarakat menurut UNCRD dalam Komarudin (1997) yaitu keterlibatan masyarakat dalam kegiatan proyek,pemilihan tenaga kerja yang tepat,keikutsertaan dalam berbagai kegiatan,kontribusi sesuai dengan keahlian masing-masing. Menurut rumusan Direktur Jendral Pengembangan Masyarakat Desa Departemen Dalam Negri yang dikutip oleh Sudriamunawar (2006) yang menjadi bentuk partisipasi yang diperinci dalam jenis-jenis partisipasi adalah sebagai berikut: 1. Partisipasi Buah Pikiran. 2. Partisipasi Tenaga dan Fisik. 3. Partisipasi Ketrampilan dan Kemahiran. 4. Partisipasi Harta Benda. Menurut pendapat Keith Davis dalam Sastropoetro (1988)bahwa bentuk partisipasi masyarakat adalah berupa: 1. Konsultasi,biasanya dalam bentuk jasa, 2. Sumbangan spontan berupa uang dan barang, 3. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari sumbangan individu/instansi yang berada di luar lingkungan tertentu (pihak ketiga), 4. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai seluruhnya olehmasyarakat, 5. Sumbangan dalam bentuk kerja, 6. Aksi massa,
Universitas Sumatera Utara
7. Mengadakan pembangunan di kalangan keluarga desa mandiri dan, 8. Membangun proyek komuniti yang bersifat otonom. Konkon dan Suryatna (1978) memberikan tawaran bahwa partisipasi dapat diwadahi dalam: 1. Buah pikiran,dalam hal ini seperti rapat, diskusi, seminar, pelatihan dan penyuluhan, 2. Tenaga,seperti gotong royong, 3. Harta benda dan, 4. Keterampilan. Adapun bentuk partisipasi yang mungkin dari wadah tersebut menurutKonkon (1978) adalah sebagai berikut: 1. Sumbangan tenaga fisik, 2. Sumbangan finansial, 3. Sumbangan material, 4. Sumbangan moral (nasihat, petuah, amanat) dan 5. Sumbangan keputusan. Keith Davis dalam Sastropoetro (1988) mengemukakan beberapa jenis partisipasi masyarakat meliputi: 1. Pikiran; 2. Tenaga; 3. Pikiran dan tenaga; 4. Keahlian;
Universitas Sumatera Utara
5. Barang; dan 6. Uang. Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakatikut memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Sementara itu,partisipasi tidak langsung berwujud bantuan keuangan, pemikiran dan material yangdiperlukan (Wibisana, 1989). Menurut Uphoff, Cohen, dan Goldsmith (1979), tahap pelaksanaan merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek. Menurut Taufiqullah (2007), partisipasi masyarakat dalam hal sumbangan tenaga dapat juga diartikanbahwa bentuk partisipasi masyarakat berkaitan dengan kemampuannya untuk berkontribusi. Davis dan Newstrom (1989) menyebutkan bahwa salah satu esensi dari partisipasi adalahketerlibatan yang berarti adanya keterlibatan mental dan emosional dibanding hanya aktivitas fisik,sehingga dengan itu maka partisipasi secara sukarela lebih jelas dibanding mobilisasi. Pandangan lainnya, sebagaimana dinyatakan oleh Mubyarto (1984:35), “partisipasi masyarakat dalam pembangunan harus diartikansebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuaikemampuan setiap orang tanpa berarti mengorban kepentingan dirisendiri”.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Tingkat partisipasi masyarakat Menurut Sherry Arnstein pada makalahnya yang termuat di Journal of the AmericanInstitute
of
Plannersdengan
judul
“A
Ladder
of
Citizen
Participation”(1969) bahwa terdapat delapan tangga tingkat partisipasi masyarakat (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Delapan Tangga Tingkat Partisipasi Masyarakat Sumber: Arnstein, 1969
Universitas Sumatera Utara
1. Manipulasi (Manipulation) Manipulation merupakan tingkat partisipasi yang paling rendah dan sebagai tangga pertama dari delapan anak tangga partisipasi. Pada tingkatan ini pemerintah membuat program pembangunan kemudian membentuk komite (Badan Penasehat) untuk mendukung pemerintah. Dengan dibentuknya komite tersebut, pemerintah memanipulasi masyarakat sehingga munculnya anggapan bahwa program tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat hanya dijadikan kendaraan oleh pemerintah, sehingga mengakibatkan tidak adanya peran serta masyarakat. 2. Terapi (Therapy) Therapy merupakan tangga kedua. Pada tingkatan ini, “terapi” digunakan untuk merawat atau menyembuhkan penyakit masyarakat akibat adanya kesenjangan antara masyarakat kaya dan miskin ataupun kesenjangan kekuasaan dan kesenjangan ras yang telah menjadi penyakit di masyarakat. Pada tingkat ini, pemerintah membuat berbagai program pemerintah yang hanya bertujuan untuk
mengubah pola pikir masyarakat seperti proses
penyembuhan pasien dalam terapi sebagai upaya untuk "mengobati" masalahmasalah psikologis masyarakat seperti halnya perasaan ketidakberdayaan (sense of powerlessness), tidak percaya diri dan perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
3. Pemberian Informasi (Informing) Informingmerupakan tangga ketiga. Tingkatan ini merupakan transisi antara non participation dengan tokenism. Pada tingkat ini terdapat 2 karakteristik yang bercampur, yaitu: a.
Pertama, pemerintah memberi informasi mengenai hak, tanggung jawab, dan berbagai pilihan masyarakat, hal ini adalah langkah pertama menuju partisipasi masyarakat.
b.
Kedua, pemberian informasi hanya bersifat komunikasi satu arah (dari pemerintah kepada masyarakat) berupa negosiasi terhadap rencana program yang akan dilakukan, tanpa adanya umpan balik (feedback) dari masyarakat sehingga kecil kemungkinan untuk mempengaruhi rencana program pembangunan tersebut. Media massa, poster, pamflet, pamflet dan tanggapan atas pertanyaan, merupakan alat yang sering digunakan dalam komunikasi satu arah.
4. Konsultasi (Consultation) Consultation merupakan tangga keempat. Pada tingkatan ini pemerintah memberi informasi dan mengundang opini masyarakat. Arnstein menyatakan bahwa tingkat ini merupakan tingkat yang sah menuju tingkat partisipasi penuh. Komunikasi dua arah ini sifatnya tetap buatan (artificial)karena tidak dijadikannya ide-ide dari masyarakat sebagai bahan pertimbangan. Bentuk konsultasi masyarakat adalah survai tentang pola pikir masyarakat, pertemuan
Universitas Sumatera Utara
antar tetangga, dan dengar pendapat publik. Di sini partisipasi tetap menjadi sebuah ritual yang semu. 5. Perujukan (Placation) Placation merupakan tangga kelima. Pada tingkatan ini masyarakat sudah mulai mempunyai pengaruh terhadap program pemerintah, ini terbukti sudah adanya keterlibatan masyarakat yang ikut menjadi anggota komite (badan kerjasama) yang terdiri dari wakil-wakil dari instansi pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah membiarkan masyarakat berpenghasilan rendah untuk memberikan
saran atau usul, tetapi keputusan masih dipegang oleh elit
kekuasaan. Hal ini disebabkan jumlah masyarakat pada anggota komite masih terlalu sedikit dibandingkan dengan anggota instansi pemerintah. 6. Kemitraan (Partnership) Partnership merupakan tangga keenam. Pada tingkatan ini masyarakat memiliki kekuatan bernegosiasi dengan pemegang kekuasaan. Pemerintah membagi tanggung jawab dengan masyarakat terhadap perencanaan, pengambilan keputusan, penyusunan kebijaksanaan dan pemecahan berbagai permasalahan melalui badan kerjasama. Setelah ada
kesepakatan
tidak
dibenarkan adanya perubahan-perubahan yang dilakukan secara sepihak. 7. Pelimpahan Kekuasaan (Delegated Power) Delegated Power merupakan tangga ketujuh. Pada tingkat ini, masyarakat diberi limpahan
kekuasaan untuk membuat keputusan pada rencana atau
program-progam pembangunan yang bermanfaat bagi mereka. Untuk
Universitas Sumatera Utara
memecahkan permasalahan yang ada, pemerintah harus mengadakan tawar menawar dibandingkan dengan memberi tekanan kepada masyarakat. 8. Pengawasan Masyarakat (Citizen Control) Citizen Control merupakan tangga kedelapan dan merupakan tingkat partisipasi tertinggi. Pada tingkat ini, masyarakat mempunyai kekuatan penuh untuk mengukur program atau kelembagaan yang berkaitan dengan kepentingan mereka. Masyarakat mempunyai kewenangan penuh dibidang kebijaksanaan dan masyarakat dapat langsung berhubungan dengan pihakpihak luar untuk mendapatkan bantuan atau pinjaman dana tanpa melalui perantara pihak ketiga. Arnstein (1969) secara umum membagi delapan tangga tersebut dalam tiga kelompok besar, yaitu sebagai berikut: a. Tidak ada peran serta atau non participation yang meliputi manipulation dan therapy. b. Peran serta masyarakat dalam bentuk tinggal menerima beberapa ketentuan atau degrees of tokenism yang meliputi informing, consultation dan placation. c. Peran serta masyarakat dalam bentuk mempunyai kekuasaan atau degrees of citizen power yang meliputi partnertship, delegated power dan citizen control.
Universitas Sumatera Utara
2.2
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat
Adabeberapafaktor-faktoryangmempengaruhi pemberdayaan masyarakat, yang oleh Sumaryadi (2005) dijabarkan menjadi 8 faktor yang berpengaruh sebagai berikut: 1. Kesediaan suatu komunitas untuk menerima pemberdayaan bergantung pada situasi yang dihadapinya. 2. Pemikiran bahwa pemberdayaan tidak untuk semua orang, dan adanya persepsi dari pemegang kekuasaan dalam komunitas tersebut bahwa pemberdayaan dapat mengorbankan diri mereka sendiri. 3. Ketergantungan adalah budaya, dimana masyarakat sudah terbiasa berada dalam hirarki, birokrasi dan kontrol manajemen yang tegas sehingga membuat mereka terpola dalam berpikir dan berbuat dalam rutinitas. 4. Dorongan dari para pemimpin setiap komunitas untuk tidak mau melepaskan kekuasaannya, karena inti dari pemberdayaan adalah berupa pelepasan sebagian kewenangan untuk diserahkan kepada masyarakat sendiri. 5. Adanya batas pemberdayaan, terutama terkait dengan siklus pemberdayaan yang membutuhkan waktu relatif lama dimana pada sisi yang lainkemampuan dan motivasi setiap orang berbeda-beda. 6. Adanya
kepercayaan
dari
para
pemimpin
komunitas
untuk
mengembangkan pemberdayaan komunitasnya. 7. Pemberdayaan tidak kondusif bagi perubahan yang cepat.
Universitas Sumatera Utara
8. Pemberdayaan membutuhkan dukungan sumber daya (resource) yang besar, baik dari segi pembiayaan maupun waktu. Menurut
Plumer
dalam
Suryawan
(2004),
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah: 1. Pengetahuan dan keahlian. Dasar pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi seluruh lingkungan dari masyarakat tersebut. Hal ini membuat masyarakat memahami ataupun tidak terhadap tahapan dan bentuk dari partisipasi yang ada; 2. Pekerjaan masyarakat. Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi; 3. Tingkat pendidikan dan buta huruf. Faktor ini sangat berpengaruh bagi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada; 4. Jenis kelamin. Sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masih menganggap faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan akan mempunyai persepsi dan pandangan berbeda terhadap suatu pokok permasalahan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sastropoetro (1988), faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya terhadap diri sendiri, penginterpretasian yang dangkal terhadap agama, kecenderungan untuk menyalah artikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasanya mengarah kepada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk seperti halnya terjadi di beberapa negara dan tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan. Pangestu (1995) dalam Febriana (2008) menjelaskan bahwa faktor-faktor internal yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam suatu program adalah segala sesuatu yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, dan jumlah serta pengalaman berkelompok. Menurut Slamet (1994) faktor-faktor internal yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan mata pencaharian.
2.2.1
Jenis Kelamin Partisipasi dari kaum laki-laki dan perempuan terhadap sesuatu hak akan
berbeda. Hal ini terjadi karena adanya stratifikasi sosial dalam masyarakat yang membedakan kedudukan laki-laki dan perempuan pada derajat yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan ini pada akhirnya melahirkan kedudukan dan peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan masyarakat. Disamping itu, hal ini juga akan membedakan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat (Soekanto, 1983). Menurut Soedarno et.al (1992) dalam Yulianti (2000) bahwa didalam sistem pelapisan atas dasar seksualitas ini, golongan pria memiliki hak istimewa dibandingkan golongan wanita. Dengan demikian maka kecenderungannya, kelompok pria akan lebih banyak berpartisipasi. Kaum laki-laki juga memiliki tingkat mobilitas yang lebih besar dan tingkat kreativitas yang tinggi dibandingkan dengan kaumperempuan sehingga dalam pelaksanaan kegiatan kemasyarakatan tingkatkerjasama dan gotong royong pada kaum laki-laki lebih kentara dibanding kaumperempuan yang lebih banyak bekerja secara individu dalam lingkup lingkunganyang lebih kecil (Zaki, 2010). Masih menurut Zaki (2010) terlihat bahwa kaum laki-laki memberikan respon yang
baikterhadap
program
pemberdayaan
masyarakat,
sedangkan
kaum
perempuancenderung memberikan respon yang baik dan cukup.Kaum laki-laki cenderung untuk memberikan tanggapan dan memberikandukungan yang lebih besar dalam upaya untuk membangun masyarakat di komunitasnya dibandingkan kaum perempuan.
2.2.2
Usia
Universitas Sumatera Utara
Menurut Soedarno et.al (1992) dalam Yulianti (2000) bahwa perbedaan usia juga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Dalam masyarakat terdapat pembedaan kedudukan dan derajat atas dasar senoritas, sehingga akan memunculkan golongan tua dan golongan muda, yang berbeda-beda dalam hal-hal tertentu, misalnya menyalurkan pendapat dan mengambil keputusan. Usia berpengaruh pada keaktifan seseorang untuk berpartisipasi (Slamet, 1994). Dalam hal ini golongan tua yang dianggap lebih berpengalaman atau senior, akan lebih banyak memberikan pendapat dalam hal menetapkan keputusan. Hal berbeda dinyatakan Silaen (1998) dalam Wicaksono (2010) bahwa semakin tua umur seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin rendah. Hal ini karena orang yang masuk dalam golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang baru. Semakin tua seseorang, relatif berkurang kemampuan fisiknya dan keadaan tersebut mempengaruhi partisipasi sosialnya. Oleh karena itu, semakin muda umur seseorang, semakin tinggi tingkat partisipasinya dalam suatu kegiatan atau program tertentu. Menurut Yulianti (2012) bahwaumur mempengaruhi bentuk sumbangan yang diberikan responden, usia produktif lebih banyak menyumbangkan tenaga.
2.2.3
Tingkat pendidikan Faktor pendidikan dianggap penting karena melalui pendidikan yang
diperoleh, seseorang lebih mudah berkomunikasi dengan orang luar, dan cepat
Universitas Sumatera Utara
tanggap terhadap inovasi. Dengan demikian dapat dipahami bila ada hubungan antara tingkat pendidikan dan peran serta (Slamet, 1994). Demikian pula halnya dengan tingkat pengetahuan bahwa Litwin (1986) dalam Yulianti (2000) menyatakan bila salah satu karakteristik partisipan dalam pembangunan partisipatif adalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang usahausaha partisipasi yang diberikan masyarakat dalam pembangunan. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi latar belakang pendidikannya, tentunya mempunyai pengetahuan yang luas tentang pembangunan dan bentuk serta tata cara partisipasi yang dapat diberikan. Ajiswarman (1996) dalamWicaksono (2010) menyatakan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap sesuatu hal yang baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah baginya untuk menerima hal-hal baru yang ada disekitarnya. Menurut Verianto (1979) pengetahuan adalah proses pendidikan seumur hidup yang sesungguhnya dimana tiap tiap individu memperoleh sikap, nilai-nilai ketrampilan, baik dari pendidikan formal maupun pendidikan informal, pengaruh pendidikan, pekerjaan dan pengalaman mass media. Menurut Yulianti (2012) bahwa pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang PNPM memberikan pengaruh terhadap kehadiran dan keaktifan dalam kegiatan pembangunan. Rendahnya kemampuan sumber daya manusia mengakibatkan kurangnya partisipasi yang diberikan (Patabang, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.2.4
Tingkat penghasilan Tingkat penghasilan juga mempengaruhi partisipasi masyarakat. Menurut
Barros (1993) dalam Yulianti (2000), bahwa penduduk yang lebih kaya kebanyakan membayar pengeluaran tunai dan jarang melakukan kerja fisik sendiri. Sementara penduduk yang berpenghasilan pas-pasan akan cenderung berpartisipasi dalam hal tenaga. Besarnya tingkat penghasilan akan memberi peluang lebih besar bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Tingkat penghasilan ini mempengaruhi kemampuan finansial masyarakat untuk berinvestasi. Masyarakat hanya akan bersedia untuk mengerahkan semua kemampuannya apabila hasil yang dicapai akan sesuai dengan keinginan dan prioritas kebutuhan mereka (Turner dalam Panudju,1999). Menurut Fatah (2006) yang menyatakan bahwa pada keluarga sejahtera kemampuan untuk turut berkontribusidalam hal menyumbang dalam bentuk dana lebih besar dibandingkan dengan keluarga miskin, sedangkan Nurlela (2004) dalam Wicaksono (2010) mengungkapkan bahwa tingkat pendapatan seseorang tidak mempengaruhi partisipasi seseorang dalam suatu kegiatan.
2.2.5
Mata pencaharian Menurut Slamet (1994) partisipasi berkaitan dengan tingkat penghasilan
seseorang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mata pencaharian dapat
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini disebabkan pekerjaan akan berpengaruh terhadap waktu luang seseorang untuk terlibat dalam pembangunan, misalnya dalam hal menghadiri pertemuan, kerja bakti dan sebagainya. Menurut Fatah dalam Faisal Nur (2009) bahwa masyarakat dengan tingkatkesejahteraan
yang baik
mempunyai
waktu
dan
kesempatan
untuk
berpartisipasi dengan baik pula,sementara yang tingkat kesejahteraannya kurang baik, waktu yang ada dipergunakan untuk mencarinafkah sehingga waktu untuk berpartisipasi kurang. Faktor pekerjaan mempengaruhi bentuk sumbangan yang diberikan (Yulianti, 2012).
2.3
Hambatandalam Partisipasi Masyarakat Hambatan atau kendala dalam partisipasi tergantung pada situasi setempat,
menurut Laporan Bappenas (2001) adalah: 1. Waktu, masyarakat akan meluangkan waktunya untuk proyek apabila mereka merasa bahwa proyek berguna. 2. Menyusun dan membuat pandangan mereka sendiri, partisipasi akan menjadi kendala apabila dalam forum‐forum masyarakat tidak mempunyai kekuatan untuk menyalurkan pandangan mereka.
Universitas Sumatera Utara
3. Sikap profesional, sikap dari para pelaksana (pendamping dan aparat pemerintah) harus berpihak kepada masyarakat. Mereka harus percaya kepada kemampuan masyarakat dan dapat membagi pengetahuannya.
Menurut Sunarti (2003) kemiskinan merupakan hambatan-hambatan yang dapat ditemui dalam pelaksanaanpartisipasi oleh masyarakat. Menurut Slamet (1994) bahwa ada dua faktor yang menyebabkanorang kurang berpartisipasi adalah: 1. Mereka mengetahui bahwa final decisionbukan pada mereka tetapi ada pada orang-orang yang mempunyai kekuasaan. 2. Tidak adanya kepentingan khusus yang mempengaruhinya secara langsung.
Tingginya
animo
masyarakat
dalam
berpartisipasi,
agar
warga
mampumengontrol keputusan-keputusan yang mempengaruhi nasib mereka (Slamet, 1994). Menurut Huraerah (2007) tinggi rendahnya partisipasi rakyat adalah ada tidaknya kemauan rakyat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu. Ketidakpuasan terhadap program pemerintah juga merupakan salah satu hambatan dalam berpartisipasi, seperti yang dinyatakan oleh Jewel dan Siegal (1992) bahwa kepuasan adalah ungkapan tentang bagaimana sesuatu dapat memberikan
Universitas Sumatera Utara
manfaat bagi individu yang berarti bahwa apa yang diperolehnya sudah menuhi keinginan apa yang dianggap penting atau dengan kata lain dapat mengakomodir kebutuhannya.
2.4
Resume Kajian Pustaka Partisipasi aktif masyarakat menjadi landasan utama pada program
pembangunan yang bersifat bottom-up. Partisipasi masyarakat diartikan sebagai keterlibatan aktif warga masyarakat dalam proses pembuatan keputusan bersama, perencanaan, pelaksanaan program dan evaluasi pada pelaksanaan program. Adapun yang menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan suatu program terletak pada proses implementasinya karena tahap pelaksanaan merupakan tahap terpenting dalam pembangunan. Tingkat partisipasi masyarakat dapat diukur berdasarkan delapan anak tanggapartisipasiSherryArsnteinyangmeliputi: manipulation, therapy, informing, consultation, placation, partnership, delegated power, dan citizen control. Adapun bentuk partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan berupa sumbangan tenaga fisik, sumbangan finansial, sumbangan material, sumbangan moral (nasihat, petuah, amanat), sumbangan keahlian dan sumbangan keputusan. Adapun yang menjadi hambatan atau kendala dalam partisipasi salah satunya adalah ketidakpuasan terhadap program pemerintah. Kemiskinan juga merupakan hambatan yang dapat ditemui dalam pelaksanaanpartisipasi oleh masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan variabel yang dapat membantu penelitian ini sebagaimana terlihat pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Resume Kajian Pustaka PENELITI
TEORI
VARIABEL TERPILIH
Tingkat Partisipasi Masyarakat Sherry Arnstein (1969)
1. Tahapan Partisipasi yang di pilih adalah Tahap Pelaksanaan (implementation stage)
1. Manipulasi (Manipulation) 2. Terapi (Therapy) 3. Pemberian Informasi (Informing) 4. Konsultasi (Consultation) 5. Penentraman (Placation) 6. Kemitraan (Partnership) 7. Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power) 8. Pengawasan Masyarakat (Citizen Control)
Bentuk partisipasi adalah sebagai berikut: sumbangan tenaga fisik, sumbangan Konkon dan Suryatna finansial, sumbangan material, sumbangan moral (nasihat, petuah, amanat) dan 2. Partisipasi dibagi dua yaitu: (1978) sumbangan keputusan. a. Partisipasi Langsung b. Partisipasi Tidak Langsung Tahap pelaksanaan merupakan tahap terpenting dalam pembangunan,sebab inti dari Uphoff, Cohen, dan pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasipada tahap ini dapat Goldsmith (1979) digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuksumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatansebagai anggota proyek.
Soelaiman (1985)
Partisipasi masyarakat diartikan sebagai keterlibatan aktif warga masyarakat dalam 3. Tingkat Partisipasi Masyarakat proses pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program dan pembangunan masyarakat, yang di laksanakan di dalam maupun di luar lingkungan 1. Manipulasi (Manipulation) masyarakat atas dasar rasa kesadaran dan tanggungjawab 2. Terapi (Therapy) 3. Pemberian Informasi (Informing)
Jenis-jenis partisipasi masyarakat meliputi: pikiran, tenaga, pikiran dan tenaga, 4. Konsultasi (Consultation) Sastropoetro (1988) keahlian, barang dan uang. 5. Penentraman (Placation) 6. Kemitraan (Partnership) Wibisana (1989)
Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat ikut memberikan bantuan 7. Pendelegasian Kekuasaan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Sementara itu, partisipasi tidak langsung (Delegated Power) berwujud bantuan keuangan, pemikiran dan material yang diperlukan 8. Pengawasan Masyarakat (Citizen Control)
Salah satu esensi dari partisipasi adalah keterlibatan yang berarti adanya Davis dan Newstrom keterlibatan mental dan emosional dibanding hanya aktivitas fisik, sehingga dengan (1989) itu maka partisipasi secara sukarela lebih jelas dibanding mobilisasi.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 (Lanjutan) PENELITI
RUJUKAN
Ericson dalam Slamet Bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi atas 3 tahap: (1994) 1. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage ).
VARIABEL TERPILIH
4. Partisipasi pada Pelaksanaan, meliputi:
Tahap
2. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). 3. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage )
1. Tingkat keterlibatan dalam pekerjaan fisik, yaitu:
Suherlan dalam Partisipasi diartikan sebagai dana yang dapat disediakan atau dapat dihemat sebagai a. Partisipasi Tenaga dan Fisik. b. Partisipasi Ketrampilan dan Khadiyanto (2007) sumbangan atau kontribusi masyarakat pada proyek-proyek pemerintah Kemahiran.
C. Ericson Slamet (1994)
Partisipasi dalam tahap pelaksanaan, yang pengukurannya bertitik pangkal pada 2. Tingkat keterlibatan dalam dalam sejauh mana masyarakat secara nyata terlibat di dalam aktivitas aktivitas riil yang pekerjaan Non Fisik, yaitu : merupakan perwujudan program program yang telah digariskan dalam kegiatan a. Partisipasi Buah Pikiran. fisik. b. Partisipasi Harta Benda.
c. Sumbangan material. Adapun modus partisipasi masyarakat , yaitu keterlibatan masyarakat dalam UNCRD dalam kegiatan proyek, pemilihan tenaga kerja yang tepat, keikutsertaan dalam berbagai d. Sumbangan moral (nasihat, petuah, Komarudin (1997) amanat). kegiatan, kontribusi sesuai dengan keahlian masing-masing. e. Sumbangan keputusan. Adapun yang menjadi bentuk partisipasi yang diperinci dalam jenis-jenis partisipasi adalah sebagai berikut : Direktur Jendral Pengembangan 1. Partisipasi Buah Pikiran. Masyarakat Desa 2. Partisipasi Tenaga dan Fisik. Departemen Dalam Negri yang dikutip oleh 3. Partisipasi Ketrampilan dan Kemahiran. Sudriamunawar (2006) 4. Partisipasi Harta Benda.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 (Lanjutan) PENELITI Taufiqullah (2007)
RUJUKAN VARIABEL TERPILIH Partisipasi masyarakat dalam hal sumbangan tenaga dapat juga diartikan bahwa Faktor-Faktor yang bentuk partisipasi masyarakat berkaitan dengan kemampuannya untuk berkontribusi. 5. Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan:
Slamet (1994)
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan : 1. Jenis Kelamin 1. Jenis Kelamin
2. Usia
2. Usia
3. Tingkat Pendidikan
3. Tingkat Pendidikan
4. Tingkat Penghasilan
4. Tingkat Penghasilan
5. Mata Pencaharian
5. Mata Pencaharian
Bappenas (2001)
Hambatan atau kendala dalam partisipasi tergantung kepada situasi setempat,yaitu : 1. Waktu, masyarakat akan meluangkan waktunya untuk proyek apabila mereka merasa bahwa proyek berguna. 2. Menyusun dan membuat pandangan mereka sendiri, partisipasi akan menjadi kendala apabila dalam forum‐forum masyarakat tidak mempunyai kekuatan untuk menyalurkan pandangan mereka. 3. Sikap profesional, sikap dari para pelaksana (pendamping dan aparat pemerintah) harus berpihak kepada masyarakat. Mereka harus percaya kepada kemampuan masyarakat dan dapat membagi pengetahuannya. Ditinjau dari motivasinya, partisipasi masyarakat terjadi karena:
Khairuddin (1992) a. Takut/terpaksa. b. Ikut-ikutan. c. Kesadaran. Huraerah (2007)
Tinggi rendahnya partisipasi rakyat adalah ada tidaknya kemauan rakyat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Universitas Sumatera Utara