BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Televisi 2.1.1. Pengertian Televisi Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata tele dan vision ; yang mempunyai arti jauh (tele) dan tampak (vision). Jadi televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh. Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia. Di Indonesia televisi secara tidak formal disebut dengan televisi, tivi, teve atau tipi (Prasetya, 2007). Menurut Arsyad (2002) dalam Wahiddien (2008), yang dimaksud dengan televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar dalam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah
cahaya
dan
suara
ke
dalam
gelombang
elektrik
dan
mengkonversikannya kembali ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan suara yang dapat didengar. Dewasa ini televisi dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan dengan mudah dapat dijangkau melalui siaran dari udara ke udara dan dapat dihubungkan melalui satelit. Apa yang disaksikan pada layar televisi semuanya merupakan unsur gambar dan suara. Jadi ada dua unsur yang melengkapinya yaitu unsur gambar dan unsur suara. Rekaman suara dengan gambar yang dilakukan di stasiun televisi berubah menjadi getaran-getaran listrik. Getaran-getaran listrik ini
Universitas Sumatera Utara
diberikan pada pemancar, pemancar mengubah getaran-getaran listrik tersebut menjadi gelombang elektromagnetik, gelombang elektromagnetik ini ditangkap oleh satelit. Melalui satelit, gelombang elektromagnetik dipancarkan sehingga masyarakat dapat menyaksikan siaran televisi (Arsyad, 2007). 2.1.2. Fungsi Televisi Fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya (surat kabar, majalah, tabloid, dan radio siaran) yakni memberi informasi, mendidik, menghibur dan membujuk. Tapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi. Karakteristik televisi yang utama adalah audio-visual, yakni dapat dilihat dan sekaligus dapat didengar. Jadi dari segi pengaruh atau efek kepada masyarakat jelas sedikit lebih kuat ketimbang efek yang ditimbulkan media massa cetak (Prasetya, 2007). 2.1.3. Jenis Siaran Televisi Siaran televisi adalah jenis acara atau program yang disiarkan di televisi. Jenis siaran televisi yang banyak mempengaruhi anak-anak adalah siaran televisi yang mengandung unsur konsumerisme, mistik, seks dan kekerasan. Jenis filmfilm laga kepahlawanan (hero) selalu menarik perhatian dan disenangi anak-anak (Surono, 2003). Penelitian Liebert dan Baron, menunjukkan hasil anak yang menyaksikan program televisi yang menampilkan adegan kekerasan memiliki keinginan lebih untuk berbuat kekerasan, dibandingkan dengan anak yang menyaksikan program netral (tidak mengandung unsur kekerasan). (Tasmin, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Sebenarnya banyak film “anak-anak” yang justru menampilkan adegan kekerasan dan kata-kata yang kasar (meski tidak sekasar film dewasa), walaupun banyak juga terdapat adegan-adegan kebaikan (karena biasanya film-film tersebut bercerita tentang pertentangan antara kebaikan dan kejahatan). Contoh film-film yang memiliki kedua unsur tersebut adalah film Sibolang, Upin-ipin, Naruto, Sinzan, Power Ranger dan Doraemon. Film-film ini sangat populer di dalam dunia anak-anak sehingga seringkali menjadi model yang ditiru oleh anak-anak. Meskipun mengandung adegan kekerasan, namun film-film ini sepertinya tidak menimbulkan kecemasan bagi orangtua, karena para orang tua sampai sekarang merasa aman meninggalkan anak-anak ketika menyaksikan film-film ini (Tasmin, 2006). Sedangkan siaran-siaran yang mengandung unsur positif yaitu acara-acara yang dapat meningkatkan ilmu pengetahuan seperti berita tentang kejadiankejadian informasi yang menambah pengetahuan anak, dialog tentang pendidikan, wawancara tentang perilaku anak dan pendidikan, petulangan anak, lagu-lagu anak-anak yang cerita, cerita anak yang memacu kreativitas dan mendidik, sinetron yang mengajarkan kebaikan dan pendidikan, dan lain sebagainya (Tasmin, 2006). Televisi dapat memberikan pengaruh yang positif bagi para pemirsa yang menyaksikan program acara atau siaran televisi. Adapun pengaruhnya yang bersifat positif sebagai berikut : a) Adanya sinetron yang bernafaskan keagamaan yang mempengaruhi anak untuk selalu berbuat kebaikan, b) Adanya acara atau siaran yang bernuansakan pendidikan atau pengetahuan seperti cerdas cermat,
Universitas Sumatera Utara
berita dan lain sebagainya yang membuat anak selalu ingin tahu sesuatu hal. (Wahiddien, 2008). 2.1.4. Siaran Televisi bagi Anak A. Dampak Positif Siaran Televisi Televisi memang mempunyai manfaat dan unsur positif yang berguna bagi pemirsanya, baik manfaat yang bersifat kognitif afektif maupun psikomotor. Namun tergantung pada acara yang di siarkan televisi. Manfaat yang bersifat kognitif adalah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan atau informasi dan keterampilan. Acara-acara yang bersifat kognitif diantaranya berita, dialog, wawancara dan sebagainya. Manfaat yang kedua adalah manfaat afektif, yakni yang berkaitan dengan sikap dan emosi. Acara-acara yang biasanya memunculkan manfaat afektif ini adalah acara-acara yang mendorong pada pemirsa agar memiliki kepekaan sosial, kepedulian sesama manusia dan sebagainya. Adapun manfaat yang ketiga adalah manfaat yang bersifat psikomotor, yaitu berkaitan dengan tindakan dan perilaku yang positif (Wahiddien, 2008). Dalam perspektif kesenian, siaran sinetron merupakan hasil rekaan sang sutradara yang isinya tidak mesti meliput realitas empiris dari pergaulan remaja kita sehari-hari. Meskipun demikian, sinetron akan memberi dampak psikologis bagi para penontonnya jika disiarkan oleh sebuah media publik seperti televisi. Ia akan berdampak positif bagi pemupukan moralitas anak-anak dan remaja jika isinya mengandung ajakan berbudi pekerti luhur, bekerja keras, ulet, giat belajar, berdisiplin dan sejenisnya. (Zubaedi, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ruslan (2007), televisi mempunyai peran positif dalam perkembangan anak dan bagi guru di sekolah, sebagai berikut : a. Televisi akan memperkaya pengetahuan anak dan dapat memahami pelajaran, keuntungannya guru dapat lebih cepat mempresentasikan pelajaran, karena memberikan informasi terkini (up to date). b. Televisi dapat membangkitkan perhatian anak dan guru dapat lebih memperdalam beberapa bagian kurikulum. c. Televisi membantu guru untuk membuat siswa belajar yang menyenangkan. d. Siaran film atau sandiwara dalam televisi dapat menyentuh emosi seperti sedih dan marah, dan siswa dapat berlatih untuk mencobanya dengan teman sekelas, orang tua atau guru. e. Televisi merupakan agen sosialisasi paling baik.
B. Dampak Negatif Siaran Televisi Bagi Anak 1). Terhadap perkembangan anak Televisi merupakan media massa elektronik yang sangat digemari hampir di segala jenjang usia, baik oleh anak-anak remaja maupun orang dewasa sekalipun. Menyaksikan acara televisi sebenarnya sangat baik bagi anak-anak, remaja dan orang dewasa, dengan catatan apabila menyaksikan televisi tersebut tidak berlebihan, acara yang disaksikan sesuai dengan usia, dan bagi anak-anak adanya kontrol/pengawasan dari orang tua. Namun kenyataan yang terjadi, banyak dari anak-anak menonton acara yang seharusnya belum pantas untuk disaksikan serta kebiasaan menyaksikan televisi telah menjadi kebiasaan yang berlebihan tanpa di
Universitas Sumatera Utara
ikuti dengan sikap yang kreatif, bahkan bisa menyebabkan anak bersikap pasif (Majid, 2008). Bagi anak-anak, kebiasaan menonton televisi bisa mengakibatkan menurunnya minat baca anak-anak terhadap buku, serta masih banyak lagi dampak negatif lainnya jika dibandingkan dampak positifnya yang hanya sedikit sekali. Anak-anak cenderung lebih senang berlama-lama di depan televisi dibandingkan harus belajar atau membaca buku. Melihat acara-acara yang disajikan oleh stasiun televisi, banyak acara yang disajikan tidak mendidik malahan bisa dikatakan berbahaya bagi anak-anak untuk ditonton. Kebanyakan dari acara televisi memutar acara yang berbau kekerasan, adegan pacaran yang mestinya belum pantas untuk mereka tonton, tidak hormat terhadap orang tua, gaya hidup yang hura-hura (mementingkan duniawi saja) dan masih banyak lagi deretan dampak negatif yang akan menggerogoti anak-anak yang masih belum mengerti dan mengetahui apa-apa. Mereka hanya tahu bahwa acara televisi itu bagus, mereka merasa senang dan terhibur serta merasa penasaran untuk terus mengikuti acara demi acara selanjutnya. Sudah sepatutnya orang tua menyadari hal ini, mengingat betapa besarnya akibat dari menyaksikan televisi yang berlebihan. Dapat dibayangkan apabila anak-anak yang merupakan aset-aset bangsa yang akan meneruskan perjuangan bangsa ini serta yang akan memajukan bangsa ini sejak kecil telah terbiasa dengan hal yang tidak bermanfaat, maka negara yang sudah tertinggal dan terpuruk ini akan semakin terpuruk dan tertinggal dan akhirnya akan menjadi negara yang akan dilecehkan oleh negara lain. Inilah fakta
Universitas Sumatera Utara
yang bukan hanya untuk diperhatikan tetapi perlu dilakukan tindakan nyata untuk mengantisipasinya. Yang pastinya diperlukan satu kesatuan tekad dalam setiap diri orang tua dan anggota masyarakat untuk bisa mengantisipasi dampak yang akan terjadi serta bisa menjadi kontrol bagi pihak penyiar televisi terhadap acaraacara yang disiarkan oleh setiap stasiun televisi (Veloso, 2008). Jika dikaji lebih jauh, dampak negatif dari menyaksikan televisi secara berlebihan yaitu : a. Mengganggu pertumbuhan otak, menghambat pertumbuhan berbicara, kemampuan herbal membaca maupun memahaminya, menghambat anak dalam mengekspresikan pikiran melalui tulisan. b. Meningkatkan agrsivitas dan tindak kekerasan, tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan. c. Berperilaku konsumtif karena rayuan iklan d. Mengurangi kreativitas, kurang bermain dan bersosialisasi, menjadi manusia individualis dan sendiri. e. Televisi menjadi pelarian dari setiap keborosan yang dialami, seolah tidak ada pilihan lain. f. Meningkatkan
kemungkinan
obesitas
(kegemukan)
karena
kurang
berkreativitas dan berolahraga. g. Merenggangkan hubungan antar anggota keluarga, waktu berkumpul dan bercengkeraman dengan anggota keluarga tergantikan dengan menyaksikan televisi, yang cenderung berdiam diri karena asyik dengan jalan pikiran masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
h. Matang secara seksual, lebih cepat asupan gizi yang bagus, adegan seks yang sering di lihat, menjadikan anak lebih cepat matang secara seksual, ditambah rasa ingin tahu pada anak dan keinginan untuk mencoba adegan di televisi semakin menjerumuskan anak (Majid, 2008). Majid, (2008) mengatakan banyak orang beranggapan dampak televisi tidaklah terlalu besar bagi anak-anak, malahan orang tua hanya melarang anakanaknya untuk tidak menyaksikan film yang berbau pornoaksi dan membiarkan mereka menyaksikan film yang biasa-biasa saja atau memang film anak-anak, namun sebenarnya film anak-anak yang disaksikan oleh anak-anak pun tidak menutup kemungkinan bisa berdampak negatif bagi anak itu sendiri. 2. Dampak negatif terhadap konsentrasi Televisi memiliki dampak negatif terhadap daya konsentrasi individu. Dampak negatif televisi pada daya konsentrasi individu setidaknya dapat dibedakan sebagai berikut : a. Singkatnya durasi konsentrasi (span of concentration). Siaran informasi yang beraneka ragam silih berganti memborbardir pikiran individu sedemikian rupa “dipaksa” untuk berkonsentrasi pada satu siaran hanya dalam waktu singkat. Penelitian yang dilakukan oleh Psikolog Ed Palmer terkait dengan perancangan serial televisi anak-anak “Sesame Street” menyatakan bahwa masing-masing segmen dari serial televisi tersebut akan optimal jika durasinya tidak lebih dari 4 (empat) menit. Konsekuensi dari hal ini tentu seiring semakin intensifnya individu menyimak siaran televisi tanpa disadari durasi konsentrasinya semakin
Universitas Sumatera Utara
singkat. Dengan kata lain, durasi konsentrasi yang singkat seringkali diakibatkan karena pembiasaan. Kesimpulan dari penelitian di atas juga nampak pada banyaknya sudut pandang (point of view) kamera yang terlibat dalam suatu siaran (film, sinetron atau
yang
lainnya). Hal ini utamanya ditujukan untuk
meminimalkan kejenuhan pemirsa pada siaran yang tengah disaksikan. Mekanisme ini memungkinkan para produser untuk mempertahankan atensi pemirsa terkait dengan suatu siaran. b. Kesulitan pengendalian konsentrasi pada stimulus tertentu Berbagai siaran yang memiliki kandungan kegemparan bagi pikiran (excitement), misalnya hal yang terkait dengan seksualitas, mistik atau yang lainnya menyebabkan individu sulit mengendalikan konstrasinya pada stimulus tertentu. Ketika individu terbiasa untuk menyaksikan siaran yang mengandung komponen kegemparan, contohnya siaran yang terkait dengan seksualitas atau horor, sebagai akibatnya pikiran lebih mudah terkonsentrasi pada hal tersebut. Seringkali fenomena ini terjadi secara otomatis diluar kehendak individu yang besangkutan. Hal ini utamanya diakibatkan oleh mekanisme alami pikiran individu dalam melakukan pembelajaran, dimana selalu memberikan atensi baru pada asosiasi-asosiasi baru, yang mana kembali lagi dimiliki hanya oleh berbagai hal yang memiliki kandungan kegemparan (excitement). Tentu lebih mudah mengingat berbagai hal yang aneh dibandingkan berbagai hal yang awam. Jika hal ini terus berlanjut, tentu akibat setelahnya tanpa disadari individu semakin sulit untuk
Universitas Sumatera Utara
mengendalikan konsentrasinya pada hal yang penting bagi dirinya, misalnya materi pelajaran yang tengah dipelajari. Siswa merupakan kelompok terbesar dari pemirsa televisi. Populasi kelompok ini semakin bertambah sering bertambahnya ragam siaran yang ditawarkan. Jika hal ini terus terjadi tanpa disadari oleh mereka, pada saatnya nanti semakin banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam mengendalikan konsentrasinya. Akibatnya seringkali didapati berbagai solusi yang tidak menyelesaikan terkait dengan problematika lemahnya pencapaian prestasi siswa di sekolah. Padahal akar permasalahan seringkali terletak pada lemahnya daya konsentrasi dan salah satu penyebabnya adalah menyaksikan siaran televisi yang belum boleh ditonton. Menyaksikan siaran televisi yang baik bagi siswa terutama siswa sekolah dasar yaitu pukul 16.00 – 18.00 wib, karena pada jam tersebut anak pada jam bermain (tidak belajar). Sedangkan pada jam 19.30-21.00 wib, anak harus mengulang pelajaran pada malam hari sehingga waktunya lebih baik digunakan untuk belajar dibandingkan menyaksikan televisi (Veloso, 2008). Lalu, apa yang dapat Anda lakukan untuk menghindari pengaruh program televisi bagi anak? 1. Mulailah sekarang juga Tak sedikit anak-anak yang ketagihan menonton televisi sejak berusia dini. Kebiasaan menyaksikan tontonan televisi yang dapat merusak moral anak dapat diubah hanya dengan menggantikannya dengan berbagai kebiasaan baru di luar menonton televisi. Ubah sedikit demi sedikit setiap hari.
Universitas Sumatera Utara
2. Letakkan televisi di ruangan yang jarang digunakan dengan meletakkan televisi di ruangan yang jauh dari tempat anggota keluarga berkumpul dan berkegiatan, anak-anak diharapkan enggan menonton dan menjadi lebih selektif dalam memilih acara- acara yang akan ditonton. 3. Sehari tanpa televisi diskusikan bersama keluarga untuk memilih satu hari tanpa televisi. Tentukan kegiatan apa yang akan dilakukan pada hari yang telah disepakati tersebut. 4. Jangan jadikan televisi sebagai "babysitter"Anda tentu tidak bakal menitipkan anak begitu saja kepada orang asing. Anggap saja televisi sebagai "orang asing" ini. Ya, televisi tidak dapat menanggapi tangisan anak atau mengetahui apa anak anda ketakutan atau tidak; atau mengingatkan acara yang ditayangkan hanya untuk orang dewasa. 5. Pilih acara yang akan ditonton. Anda bisa membatasi acara apa saja yang akan anda saksikan bersama keluarga. Misalnya, dengan membaca ulasan acara televisi yang banyak dimuat di berbagai tabloid dan surat kabar acara televisi. Jangan hanya menyetel televisi untuk melihat semua yang ditayangkan. Bantu anak untuk memilih program sesuai usia, minat dan kematangannya. 6. Dampingi anak anak-anak menonton acara yang telah mereka pilih, dan bantu mereka menilai acara yang mereka tonton berdasarkan nilai-nilai dan tradisi yang ditanamkan dalam keluarga.
Universitas Sumatera Utara
7. Beda rekayasa dan kehidupan nyata jelaskan kepada anak bahwa kekerasan atau teror yang mereka saksikan dalam film hanyalah akting, bukan kejadian sebenarnya 8. Diskusikan iklan-iklan Tunjukkan pada anak, mana saja iklan-iklan yang hanya membujuk mereka mengeluarkan uang untuk membeli sesuatu yang kurang bermanfaat. Beri kebebasan anak untuk membantu anda memilih benda yang bermanfaat atau makanan yang bergizi bagi seluruh anggota keluarga (Arya, 2009). 2.1.5.
Peran Keluarga / Orang Tua dalam Mengawasi Anak Menyaksikan Televisi Kecemasan orang tua terhadap dampak menonton televisi bagi anak-anak
memang sangat beralasan, mengingat bahwa banyak penelitian menunjukkan televisi memang memiliki banyak pengaruh negatif maupun positif. Yang dikhawatirkan dari kalangan orang tua adalah anak-anak yang belum mampu membedakan mana yang baik dan buruk serta mana yang pantas dan tidak pantas, karena media televisi mempunyai daya tiru yang sangat kuat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak (Sulastowo, 2008). Namun demikian menurut Veloso (2008) harus diakui bahwa kebutuhan untuk mendapatkan hiburan, pengetahuan dan informasi secara mudah melalui televisi juga tidak dapat dihindarkan. Televisi, selain selalu tersedia dan amat mudah diakses, juga menyuguhkan banyak sekali pilihan, ada sederet acara dari tiap stasiun televisi, tinggal bagaimana pemirsa memilih acara yang dibutuhkan, disukai dan sesuai dengan selera.
Universitas Sumatera Utara
Banyak hal yang belum diketahui oleh seorang anak, oleh karena itu kalau tidak ada yang memberitahu anak akan mencari sendiri dengan mencoba-coba dan meniru dari orang dewasa. Apakah hasil percobaan maupun peniruannya benar atau salah satu, anak mungkin tidak tahu. Disinilah tugas orang tua untuk selalu memberi pengertian kepada anak, secara konsisten. Kebingungan anak karena standar ganda yang diterapkan orang tua juga bisa teratasi kalau orang tua memberi penjelasan kepada anak (Veloso, 2008). Sedangkan
menurut
Sulastowo
(2008),
kalaupun
tidak
sempat
mendampingi anak, orangtua sebaiknya menyeleksi program televisi mana yang benar-benar cocok untuk anak. Sebelum anak diizinkan untuk menonton program televisi tertentu, orangtua sudah mengetahui program tersebut cocok atau tidak untuk anak, jadi orang tua sudah terlebih dahulu menonton program tersebut dan melakukan evaluasi. Menurut Majid (2008), setiap orang tua memiliki tanggung jawab untuk selalu mengawasi anaknya dan memperhatikan perkembangannya, oleh sebab itu hal-hal yang sekecil apapun harus diantisipasi oleh setiap orang tua mengenai dampak positif atau negatif yang ditimbulkan oleh hal yang bersangkutan. Begitu juga mengenai hal televisi ini, yang sudah nyata dampak negatifnya, sudah sepatutnya setiap orang tau mempersiapkan senjata untuk mengantisipasinya. Banyak dampak negatif yang diakibatkan oleh siaran televisi, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh setiap orang tua, yaitu : 1. Pilih acara yang sesuai dengan usia anak.
Universitas Sumatera Utara
Jangan biarkan anak-anak menonton acara yang tidak sesuai dengan usianya, walaupun ada acara yang memang untuk anak-anak, perhatikan dan analisa apakah sesuai dengan anak-anak (tidak ada unsur kekerasan atau hal lainnya yang tidak sesuai dengan usia mereka). 2. Dampingi anak menonton televisi. Tujuannya adalah agar acara televisi yang mereka tonton selalu terkontrol dan orang tua bisa memperhatikan apakah acara tersebut masih layak atau tidak untuk ditonton. 3. Letakkan televisi di ruang tengah, hindari menyediakan televisi di kamar anak. Dengan meletakkan televisi di ruang tengah, akan mempermudah orang tua dalam mengontrol tontotan anaknya, serta bisa mengantisipasi hal yang tidak orang tua inginkan, karena kecenderungan rasa ingin tahu anak-anak sangat tinggi. 4. Tanyakan acara favorit mereka dan bantu memahami pantas tidaknya acara tersebut untuk mereka diskusikan setelah menonton, ajak mereka menilai karakter dalam acara tersebut secara bijaksana dan positif. 5. Ajak anak keluar rumah untuk menikmati alam dan lingkungan, bersosialisasi secara positif dengan orang lain (Majid, 2008). 6. Acara yang bisa dilakukan misalnya tamasya, silaturahmi tempat sanak keluarga dan hal lainnya yang bisa membangun jiwa sosialnya. 7. Perbanyak membaca buku, letakkan buku di temapt yang mudah dijangkau anak, ajak anak ke toko dan perpustakaan.
Universitas Sumatera Utara
8. Perbanyak mendengarkan radio memutar kaset atau mendengarkan musik sebagai mengganti menonton televisi Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena dengan mendengarkan radio, anak akan terlatih kemampuan mendengarnya, jika dibandingkan dengan menonton televisi hanya merangsang anak untuk mengikuti alur cerita tanpa menganalisis lebih lanjut dari apa yang dilihat dan dengar. Begitu juga dengan mendengarkan musik lebih baik dilakukan bila dibandingkan dengan menonton televisi karena bisa melatih perkembangan imajinasi anak (Sulastowo, 2008).
2.2. Aktivitas Belajar 2.2.1. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat penyesuiaan diri, pendeknya mengenai segala aspek atau pribadi sesorang (Munandar, 2002). Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dalam lingkungannya dalam merupakan memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto,2003). Menurut behavioristik belajar dan penajaran adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon (Budiningsih, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya Winkel (2001) mengemukakan bahwa belajar pada manusia merupakan suatu proses siklus yang berlangsung dalam interaksi aktif subyek dengan
lingkungannya
yang
menghasilkan
perubahan-perubahan
dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang bersifat menetap atau konstan. Dari uraian beberapa pendapat di atas maka dapat dirumuskan defenisi belajar yaitu suatu proses untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan prngetahuan, pemahaman, keterampilan,sikap dan tingkah laku yang bersipat menetap. 2.2.2. Belajar pada anak (6-12 Tahun). Perkembangan pada anak usia ini dapat dimulai dengan kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak membaca dan sudah mulai berpikir terhadap kehidupan. Pada usia sekolah ini adalah tetap masih memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu gunakan kata sederhana yang spesifik, jelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat tinggi maka jelaskan arti fungsi dan prosedurnya maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakan secara jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif (Hidayat, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan siswa pada kelompok umum ini dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Visual activities,
yang termasuk
di dalamnya
misalnya:
membaca,
memerhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. 3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. 4. Writing activities, seperti misalnya: menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. 5. Drawing activities, misalnya: menggambarkan, membuat grafik, peta, diagram. 6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. 7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8. Emotional ectivities, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup (Sardiman, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Peran Keluarga atau Orang Tua 2.3.1. Peran Keluarga atau Orang Tua Dalam Pendidikan Anak Anak adalah titip Tuhan, karena itu nasib dan masa depan anak-anak adalah tanggung jawab semua. Tetapi tanggung jawab utama terletak pada orang tua masing-masing. Orang tualah yang pertama berkewajiban memelihara, mendidik, dan membesarkan anak-anaknya agar menjadi manusia yang berkemampuan dan berguna. Setelah seorang anak kepribadiannya terbentuk, peran orang tua selanjutnya adalah mengajarkan nilai-nilai pendidikan kepada anak-anaknya. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya adalah merupakan pendidikan yang akan selalu berjalan seiring dengan pembentukan kepribadian anak tersebut. Proses pendidikan bagi generasi muda mempunyai tiga pilar penting. Ketiga pilar itu, sekolah, masyarakat dan keluarga. Pengertian keluarga tersebut nyata dalam peran orang tua (Emaniar, 2007). Menurut Veloso (2008) Pola penyelenggaraan pendidikan nasional mengakibatkan ketiga pilar penting terpisah. Sekolah terpisah dari masyarakat atau orang tua. Peran orang tua terbatas pada persoalan dana. Orang tua dan masyarakat belum terlibat dalam proses pendidikan menyangkut pengambilan keputusan monitoring, pengawasan dan akuntabilitas. Akibatnya sekolah tidak mempunyai
beban
untuk
mempertanggung
jawabkan
hasil pelaksanaan
pendidikan kepada orang tua. Anak merupakan masa depan bagi setiap orang tua. Pada usia balita, anakanak yang kurang mendapat kasih sayang dan perhatian orang tuanya seringkali pemurung, labil dan tidak percaya diri. Ketika menjelang usia remaja kadang-
Universitas Sumatera Utara
kadang mereka mengambil jalan pintas, dan minggat dari rumah dan menjadi anak jalanan. Kesibukan orang tua yang berlebihan, terutama ibu, menyebabkan anak kehilangan perhatian. Seorang ibu yang berkarir di luar rumah misalnya dan karirnya banyak menghabiskan waktu, lebih banyak menghadapi masalah kekurangan interaksi ini. Bisa dibayangkan, bila dalam sehari ibu hanya mempunyai waktu paling banyak 2-3 jam bertemu dengan anak, anak lebih dekat dengan pengasuh atau pembantunya. Pada faktanya televisi tidak mampu menjadi orang tua yang baik, karena acara-acara yang disiarkan tidak semuanya baik. Masih ada film anak-anak yang kurang mendidik dan terkesan merangsang anak melakukan tindakan destruktif yang diputar di stasiun televisi di Indonesia. Televisi tidak begitu baik untuk masa depan pendidikan anak-anak masa kini. Karena masa depan anak itu dilihat dari pendidikan yang diberikan orang tua sejak dini (Veloso, 2008). Peran orang tua dalam pendidikan mempunyai peranan besar terhadap masa depan anak sehingga demi mendapatkan pendidikan yang terbaik, maka sebagai orangtua harus berusaha untuk dapat mensekolahkan anak sampai ke jenjang pendidikan yang paling tinggi adalah salah satu cara agar anak mampu mandiri secara finansial nantinya. Sebagai orang tua harus sedini mungkin merencanakan masa depan anak-anak agar mereka tidak merana. Masa anak-anak merupakan masa transisi dan kelanjutan dalam menuju tingkat kematangan sebagai
persiapan
untuk
mencapai
keremajaan.
Ini
berarti
kemajuan
perkembangan yang dicapai dalam masa anak-anak merupakan bekal keberhasilan orang tua dalam mendidiknya. Baik buruknya sikap dan tingkah laku seseorang di
Universitas Sumatera Utara
masa anak-anak, sangat banyak ditentukan oleh pengalaman mereka dalam melihat orang-orang di sekitarnya terutama kedua orangtuanya. Itu semua merupakan bekal pendidikan bagi anak-anak nantinya (Sulastowo, 2008). Di sisi lain, anak-anak adalah generasi yang memiliki sejumlah potensi yang patut dikembangkan dalam kegiatan pendidikan serta kreativitas mereka. Anak-anak mempunyai karakteristik antara lain pertumbuhan fisik yang cepat dan matang. Semua potensi anak tersebut akan bermakna apabila dibina dan dikembangkan secara terarah sehingga mereka menjadi manusia yang memiliki keberdayaan. Tanpa bimbingan yang baik semua potensi itu tidak akan memberikan dampak positif, bahkan bisa terjadi hal yang sebaliknya yaitu menimbulkan berbagai masalah dan hambatan. Apalagi jika melihat ke depan, tantangan globalisasi makin besar, maka pembinaan pendidikan terhadap anakpun harus semakin dikuatkan. Anak-anak harus berorientasi terhadap pandangan hidup yang bersifat positif dan aktif serta wajib menentukan dirinya sendiri, mementingkan kepuasan dari pekerjaan yang dilakukannya, berorientasi ke masa depan dan belajar merencanakan hidup secermat mungkin. Pendidikan merupakan sesuatu yang perlu mendapatkan prioritas (Veloso, 2008). Disinilah tanggung jawab orang tua untuk bisa memilih lembaga pendidikan yang baik bagi putra-putrinya dan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, melalui perencanaan keuangan pendidikan. Saat ini banyak lembaga keuangan di Indonesia seperti perbankan dan asuransi yang menawarkan produk berupa tabungan pendidikan dan asuransi pendidikan. Bisa sejak dari kandungan, buaian, usia balita ataupun di atasnya, agar anak terbiasa dengan hal-hal yang
Universitas Sumatera Utara
positif. Disini peran orang tua sangat penting dalam memberikan sifat-sifat afektif pada anak dan tidak semata kognitif saja (Emaniar, 2007). 2.3.2. Konsep Anak Meskipun demikian, anak masih dikelompokkan lagi menjadi tiga sesuai dengan kelompok usia, yaitu: usia 2-5 tahun disebut usia prasekolah; usia 6-12 tahun disebut usia sekolah; dan usia 13-18 tahun disebut usia remaja. Pada bahasan ini, kita mempelajari bersama asuhan keperawatan keluarga dengan anak usia sekolah. Anak usia sekolah dapat disebut sebagai akhir masa kanak-kanak sejak usia 6 tahun atau masuk sekolah dasar kelas satu, ditandai oleh kondisi yang sangat memengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial anak. Akhir masa kanak-kanak memiliki beberapa cirri: a. Label yang digunakan oleh orang tua Usia yang menyulitkan adalah suatu masa ketika anak tidak mau lagi menuruti perintah dan ketika anak lebih dipengaruhi oleh teman sebaya dari pada oleh orang tua dan anggota keluarga lain. Usia tidak rapi adalah suatu masa ketika anak cenderung tidak memperdulikan dan ceroboh dalam penampilan. Usia bertengkar adalah suatu masa ketika banyak terjadi pertengkaran antarkeluarga dan suasana rumah yang tidak menyenangkan bagi semua anggota keluarga. Ketika label yang digunakan orang tua dapat meminimalkan dengan menghartuskan melakukan dan mengancam dengan hukuman (hal ini sering dilakukan tanpa disadari).
Universitas Sumatera Utara
b. Label yang digunakan pendidik atau guru Usia sekolah dasar adalah suatu masa ketika anak diharapkan memperoleh dasardasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian dari pada kehidupan dewasa dan mempelajari pelbagai keterampilan penting tertentu baik kurikuler maupun ekstrakurikuler. Periode kritis dalam berprestasi adalah suatu masa ketika anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses, yang cenderung menetap sampai dewasa. Kagan (1977) dalam penelitiannya yang ditulis kembali oleh Hurlock, melaporkan bahwa tingkat prilaku pada masa kanakkanak mempunyai korelasi yang tinngi dengan prilaku prestasi pada masa dewasa. Label yang digunakan oleh ahli psikologi Usia berkelompok adalah suatu masa ketika perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota kelompok. Usia kreatif adalah suatu masa ketika anak ditentukan apakah anak akan menjadi konfermis (pencipta karya baru) atau tidak. Usia bermain adalah suatu masa ketika besarnya keinginan bermain karena luasnya (adanya) minat dan kegiatan untuk bermain. 2.3.3. PERKEMBANGAN AKHIR MASA KANAK-KANAK Tugas perkembangan akhir masa kanak-kanak menurut Havigrust: a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum. b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhlik yang sedang tumbuh.
Universitas Sumatera Utara
c. Belajar menyesuaiakan diri dengan teman-temannya. d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat. e. Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung. f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari. g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tinggkatan nilai. h. Mengembangkan sikap terhadapkelompok-kelompok sosial dan lembagalembaga. i. Mencapai kebebasan pribadi. Untuk mencapai tugas perkembagan secara optimal, pada akhir masa kanak-kanak tidak lagi sepenuhnya mencapai tanggung jawab sekolah, terapi juga merupakan tanggung jawab guru dan kelompok sebaya. Namun, orang tua perlu membantu meletakkan dasar-dasar penyesuaian diri anak dengan teman sebaya.
2.4. PERKEMBANGAN USIA SEKOLAH 2.4.1. Perkembangan Biologis Saat umur 6-12 tahun, pertumbuhan rata-rata 5cm pertahun untuk tinggi badan dan meningkat 2-3 kg pertahun untuk berat badan. Selama usia tersebut, anak laki-laki cenderung kurus dan tinggi, anak perempuan cenderung gemuk. Pada usia ini, pembentukan jaringan lemak lebih cepat perkembangannya dari pada otot.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Perkembangan Psikososial Menurut Freud, perkembangan psikososialnya digolongkan dalam fase laten, yaitu ketika anak berada dalam fase oidipus yang terjadi pada masa prasekolah dan mencintai seseorang. Dalam tahap ini, anak cenderung membina hubungan yang erat atau akrab dengan teman sebaya, juga banyak bertanya tentang gambar seks yang dilihat dan diekspoitasi sendiri melalui media. Menurut Erikson, perkembagan psikososialnya barada dalam tahap industri vs Inferior. Dalam tahap ini, anak mampu melakukan atau menguasai keterampilan yang bersifat teknologi dan sosial; memiliki keinginan untuk mandiri; dan berupaya menyelesaikan tugas-inilah yang merupakan tahap industry. Bila tugas tersebut tidak dapat dilakukan, anak akan menjadi inferior. Tahap ini sangat mempengaruhi faktor intrinsik (penghargaan yang didapat, stimulus, dan keterlibatan orang lain). 2.4.3. Perkembangan Kognitif Menurut Piaget, usia ini berada dalam tahap operasional konkret, yaitu anak mengekspresikan apa yang dilakukan dengan verbal dan simbol. Selama priode ini kemampuan anak belajar konseptual mulai meningkat dengan pesat dan memiliki kemampuan belajar dari benda, situasi, dan pengalaman yang dijumpainya. Kemampuan anak yang dimiliki dalam tahap operasional konkret: Konservasi, menyukai sesuatu yang dapat dipelajari secara konkret bakan magis. Klsifikasi, mulai belajar mengelompokkan, menyusun dan mengurutkan. Kombinasi, mulai mencoba belajar dengan angka dan huruf sesuai dengan keinginannya yang dihubungkan dengan pengalaman yang diperoleh sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Perkembangan Sosial Akhir masa kanak-kanak sering disebut usia berkelompok, yang ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai kelompok. Wujud dari aktivitas ini banyak orang menyebut sebagai geng anak, tetapi berbeda tujuannya dengan geng remaja. Tujuan dari geng anak-anak diantaranya memperoleh kesenangan dengan bermain. 2.5. Bermain Bermain dianggap sangat penting untuk perkembangan fisik dan fisiologi karena selama bermain anak mengembangkan anak berbagai keterampilan sosial sehingga memungkinkannya untuk meningmati keanggotaan kelompok dalam masyarakat anak-anak. Bentuk permainan yang sering diminati pada masa usia ini: a. Bermain kontrouktif: membuat sesuatu hanya untuk bersenang-senang saja tanpa memikirkan manfaatnya, seperti menggambar, melukis, dan membentuk sesuatu. b. Menjelajah: ingin bermain jauh dari lingkungan rumah. c. Mengumpulkan: benda-benda yang menarik perhatian dan minatnya, membawa benda ke rumah, menyimpan dalam laci, dan tidak memperlihatkan koleksinya dalam laci. d. Permainan dan olahraga: cenderung ingin memainkan permainan anak besar (bola basket dan sepak bola) dan senag pada permainan yang bersaing.
Universitas Sumatera Utara
e. Hiburan: anak ingin meluangkan waktu untuk membaca, mendengarkan radio, menonton, atau melamun. Keluarga dengan anak usia sekolah merupakan salah satu tahap yang mesti dilalui dan merupakan masa-masa yang sibuk bagi orang tuanya dan banyaknya kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak. Pada tahap ini tugas perkembagan keluarga, yaitu: (1) Mensosialisasikan anak dengan lingkungannya, termasuk keberhasilan dalam belajar dan kebutuhan berkelompok dengan teman sebayanya. (2) Mempertahankan hubungan perkawinan yang harmonis. (3) Memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarga (Friedman, 1998). Di samping itu, orang tau memiliki tanggung jawab seperti yang diatur dalam UU No.4 tahun 1979 pasal 9 tentang ”orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani, maupun sosial”. Dengan demikian, seharusnya anak yang setiap harinya tinggal bersama keluarga akan dapat dan selalu tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan usianya. Bila keluarga dan orang tua menyadari tentang kewajibannya maka anak akan memperoleh hak-haknya seperti yang tertulis dalam UU No.4 tahun 1979 pasal 2: Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang secara wajar (Suprajitno, 2004).
Universitas Sumatera Utara