BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang ada relevansinya dengan penelitian ini dikutip sebagaimana uraian berikut: Penelitian Ozcan (1999) di England tentang Determining Hospital Workforce Requirements: A Case Study. Dengan hasil penelitian bahwa partisipasi lokal adalah penting untuk penggunaan metode WISN secara efektif dan sukses. Akan lebih ideal bagi rumah sakit sekunder untuk menyediakan pelayanan kesehatan terpusat, dan sebaliknya, pelayanan kesehatan lain (primer) dengan stuktur operasi yang relatif lebih sederhana. Penelitian Hossain (1999) Likely Benefit of Using Workload Indicators of Staffing Need (WISN) for Human Resources Management and Planning in the Health Sector of Bangladesh.
Dengan hasil estimasi WISN dibutuhan 0,6 dokter dan
perawat yang bekerja di Kompleks Kesehatan Thana. Namun, ada variasi antar berbagai fasilitas. Variasi 0,45-0,93 untuk dokter; untuk perawat 0,4-1,2, untuk tenaga kesehatan yang bekerja level rumah sakit lebih rendah, WISN diperkirakan 1,5 dengan variasi 0,9-2,8. Itu. Kemunculan variasi yang signifikan dari WISN pada fasilitas level sama dan fasilitas dengan level berbeda menunjukkan bahwa manajer kesehatan memiliki peran untuk meningkatkan efisiensi dan ekuitas dengan membuat penyebaran tenaga kerja optimal di antara fasilitas. 10
Universitas Sumatera Utara
11
Penelitian Mugisha (2008) dengan judul Using the workload indicator of staffing needs (WISN) methodology to assess work pressure among the nursing staff of Lacor Hospital in Uganda. Dengan hasil ketidaksetaraan staf ada antar perawat dan antar departemen rumah sakit dalam hal tekanan pekerjaantekanan. Dalam beberapa departemen, staf sangat kelebihan pegawai sementara di departemen lain sangat kekurangan. Penelitian Robot (2009) tentang analisis beban kerja perawat pelaksana dalam mengevaluasi kebutuhan tenaga perawat di Ruang Rawat Inap RSU Prof. dr. R.D. Kandou Manado dengan hasil bahwa kegiatan terbanyak perawat pelaksana adalah kegiatan keperawatan langsung dengan pencapaian waktu kegiatan 843 menit dari total 2380 menit. Kebutuhan perawat pelaksana di Ruang Rawat
Inap Irina B
dengan kapasitas 29 tempat tidur dan BOR rata-rata 90,1% dengan hasil beban kerja dihitung berdasarkan formula standar Depkes hasilnya Ruang Rawat Inap Irina B kelebihan 3 orang perawat. Penelitian Fitrini (2011) tentang analisis kebutuhan tenaga berdasarkan beban kerja di Instalasi Farmasi RSUD Pasaman Barat Tahun 2011 dengan hasil penggunaan waktu kerja apoteker untuk kegiatan produktif dalam satu hari kerja sebesar 77,315% , penggunaan waktu kerja asisten apoteker untuk kegiatan produktif dalam satu hari kerja sebesar 33,09%. Hasil perhitungan kebutuhan tenaga dengan WISN didapatkan kebutuhan tenaga apoteker sebanyak empat orang dan asisten apoteker sebanyak sembilan orang. Penelitian Pandey (2013) di Gwalior, India berjudul Human resource assessment of a district hospital applying WISN method: Role of laboratory 11 Universitas Sumatera Utara
12
technicians. Dengan hasil perhitungan WISN menunjukkan bahwa RSUD dimana penelitian ini dilakukan memerlukan 16 teknisi laboratorium untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam statistik tahunan sesuai dengan standar profesional (standar kegiatan) untuk layanan ini, sehingga memiliki kekurangan 10 teknisi. Penelitian Das (2013) di India, berjudul A study to calculate the nursing staff requirement for the Maternity Ward of Medical College Hospital, Kolkata Applying WISN method. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode WISN dimaksudkan untuk aplikasi di setiap jenis institusi kesehatan. Namun, banyaknya spesialisasi dan interaksi yang kompleks di perguruan tinggi membuat penerapan metode WISN rumit dan akhirnya kurang dipercaya. Hal ini bila dilakukan di rumah sakit kecil namun dalam dalam beberapa kasus di tingkat regional dengan proses yang lebih kompleks metode WISN menyediakan metode penilaian yang efisien dan cepat. Metode WISN dapat diterapkan pada sub-elemen dari sebuah rumah sakit tersier seperti bangsal. Penelitian Amini (2014) tentang analisis
kebutuhan sumber daya manusia
tenaga keperawatan menggunakan metode workload indicator staff need (WISN) di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Bangkatan Binjai Tahun 2014. Dengan hasil bahwa jumlah perawat di unit rawat yang ada secara keseluruhan masih kurang dari kebutuhan sebanyak 10 orang, sedangkan jumlah bidan sudah berlebih 2 dari kebutuhan. Peneliti sendiri melakukan penelitian di Rumah Sakit yang berbeda yaitu di Rumah Sakit Haji Medan, penelitian ini dilakukan pada perawat pelaksana di Ruang rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan pada Tahun 2015 dengan menggunakan metode Woarkload Indicator Staff Need (WISN) dengan penghitungan beban kerja pada 12 Universitas Sumatera Utara
13
perawat menggunakan metode Daily Log. Metode perhitungan kebutuhan tenaga kerja ini belum pernah dilakukan di Rumah Sakit ini. Dengan hasil bahwa jumlah perawat pelaksana di Rumah Sakit ini secara keseluruhan berlebih 71 orang.
2.2 Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan 2.2.1
Sumber Daya Manusia Kesehatan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor yang sangat menentukan
upaya menciptakan pembangunan yang lebih mantap dan maju. Karena manusialah sebagai pelaku yang secara langsung akan memanfaatkan alam berikut seisinya. Tanpa sumber daya manusia yang baik tidak mungkin bangsa bisa berkembang dan mampu bersaing di tengah-tengah perputaran
ekonomi
dunia
internasional
(Kurniawati, 2012). 2.2.2
Pengertian SDM secara Umum Sumber Daya Manusia harus didefinisikan bukan dengan apa yang sumber
daya manusia lakukan, tetapi apa yang sumber daya manusia hasilkan. Sumber daya manusia merancang dan membuat organisasi sehingga dapat bertahan dan berhasil mencapai tujuan. Apabila manusia diabaikan maka organisasi tidak akan berhasil mencapai tujuan dan sasaran (Rachmawaty, 2008). Sumber Daya Manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan). Sumber Daya Manusia adalah potensi manusia sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya (Nawawi, 2008).
13 Universitas Sumatera Utara
14
Sumber Daya Manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu. Perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya (Hasibuan, 2006). Nawawi (2008) mendefinisikan pengertian SDM secara makro dan mikro. Secara makro adalah semua manusia sebagai penduduk atau warga negara suatu negara atau dalam batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah mampu memperoleh pekerjaan. Secara mikro/sederhana adalah manusia atau orang yang bekerja atau jadi anggota organisasi yang disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja tenaga kerja dan lain-lain. Sedang secara lebih khusus SDM dalam arti mikro di lingkungan sebuah organisasi/ perusahaan. 2.2.3
Pengertian SDM Kesehatan SDM Kesehatan adalah semua orang yang kegiatan pokoknya ditujukan untuk
meningkatkan kesehatan. Mereka terdiri atas orang-orang yang memberikan pelayanan kesehatan seperti dokter, perawat, apoteker, teknisi laboratorium, manajemen dan tenaga pendukung lainnya (WHO, 2006). Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, SDM kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan, serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
14 Universitas Sumatera Utara
15
2.2.4
Penggolongan SDM Kesehatan Berdasarkan UU RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
dinyatakan bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. Bahwa untuk memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap individu dan masyarakat, untuk memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, dan untuk memberikan pelindungan serta kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga kesehatan terkait dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang termasuk SDM Kesehatan adalah kelompok tenaga kesehatan, sesuai dengan keahlian dan kualifikasi yang dimiliki terdiri dari tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan dan kebidanan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga
15 Universitas Sumatera Utara
16
keterapian fisik, tenaga ketehnisian medis, dan tenaga kesehatan lainnya, diantaranya termasuk peneliti kesehatan. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2014 pada Pasal 11 dinyatakan bahwa tenaga kesehatan dikelompokkan ke dalam: 1. Tenaga medis terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis. 2. Tenaga psikologi klinis adalah psikologi klinis. 3. Tenaga keperawatan terdiri atas berbagai jenis perawat. 4. Tenaga kebidanan adalah bidan. 5. Tenaga kefarmasian terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. 6. Tenaga kesehatan masyarakat terdiri atas epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga. 7. Tenaga kesehatan lingkungan terdiri atas tenaga sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan. 8. Tenaga gizi terdiri atas nutrisionis dan dietisien.. 9. Tenaga keterapian fisik terdiri atas fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur.
16 Universitas Sumatera Utara
17
10. Tenaga keteknisian medis terdiri atas perekam medis dan informasi kesehatan, teknik kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien/optometris, teknisi gigi, penata anestesi, terapis gigi dan mulut, dan audiologis.. 11. Tenaga teknik biomedika terdiri atas radiografer, elektromedis, ahli teknologi laboratorium medik, fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik prostetik.. 12. Tenaga kesehatan tradisional. 13. Tenaga kesehatan lain. 2.2.5
Perencanaan SDM Kesehatan Perencanaan SDM Kesehatan diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah ini dinyatakan antara lain bahwa pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan yang merata bagi masyarakat. Perencanaan nasional tenaga kesehatan disusun dengan memperhatikan jenis pelayanan yang dibutuhkan, sarana kesehatan, serta jenis dan jumlah yang sesuai. Perencanaan nasional tenaga kesehatan ditetapkan oleh Menteri kesehatan (Depkes RI, 2009). Metode penyusunan rencana kebutuhan SDM kesehatan telah ditetapkan melalui Kepmenkes No.81/MENKES/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota Serta Rumah Sakit, yang juga merupakan turunan dari PP di atas. Metode-metode dasar dalam penyusunan rencana SDM kesehatan diantaranya: 1. Penyusunan kebutuhan SDM Kesehatan berdasarkan keperluan kesehatan
17 Universitas Sumatera Utara
18
Cara ini dimulai dengan penetapan keperluan (need) menurut golongan umur, jenis kelamin, dan lain-lain. Selanjutnya dibuat proyeksi penduduk untuk tahun sasaran menurut kelompok penduduk yang ditetapkan, diperhitungkan keperluan upaya kesehatan untuk tiap-tiap kelompok pada tahun sasaran. 2. Penyusunan kebutuhan SDM Kesehatan berdasarkan kebutuhan kesehatan Cara ini dimulai dengan penetapan kebutuhan (demand) upaya atau pelayanan kesehatan untuk kelompok-kelompok penduduk menurut golongan umur, jenis kelamin, tingkat ekomomi, pendidikan, lokasi dan lain-lain. Selanjutnya dibuat proyeksi penduduk untuk tahun sasaran menurut kelompok penduduk yang telah ditetapkan, diperhitungkan kebutuhan pelayanan kesehatan untuk tiap-tiap penduduk kelompok penduduk tersebut pada tahun tahun sasaran. Selanjutnya untuk memperoleh perkiraan kebutuhan jumlah dari jenis tenaga kesehatan tersebut diperoleh dengan membagi jumlah keseluruhan pelayanan kesehatan pada tahun sasaran dengan kemampuan jenis tenaga tersebut untuk melaksanakan pelayanan kesehatan. 3. Penyusunan kebutuhan tenga kesehatan berdasarkan sasaran upaya kesehatan yang ditetapkan Cara ini dimulai dengan menetapkan beragai sasaran upaya atau memperoleh perkiraan kebutuhan jumlah dari jenis tenaga kesehatan tertentu diperoleh dengan membagi keseluruhan upaya atau pelayanan kesehatan tahun sasaran dengan kemampuan jenis tenaga tersebut untuk melaksakana upaya atau pelayanan kesehatan. 18 Universitas Sumatera Utara
19
4. Penyusunan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan rasio terhadap sesuatu nilai Pertama-pertama ditentukan atau diperlukan rasio diperkirakan rasio dari tenaga terhadap suatu nilai tertentu, misalnya jumlah penduduk, tempat tidur rumah sakit, puskesmas dan lainnya. Selanjutnya nilai tersebut diproyeksikan ke dalam sasaran. Perkiraan kebutuhan jumlah dari jenis tenaga kesehatan tertentu diperoleh dari membagi nilai yang diproyeksikan termasuk dengan ratio yang ditentukan Secara
garis
besar
perencanaan
kebutuhan
SDM
kesehatan
dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu : 1. Perencanaan kebutuhan pada tingkat institusi Perencanaan SDM Kesehatan pada kelompok ini ditujukan pada perhitungan kebutuhan SDM Kesehatan untuk memenuhi kebutuhan sarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik dan lain-lainnya. 2. Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan pada tingkat wilayah Perencanaan disini dimaksudkan untuk menghitung kebutuhan SDM Kesehatan berdasarkan kebutuhan wilayah (nasional, propinsi, atau kabupaten/kota) yang merupakan gabungan antara kebutuhan institusi dan organisasi. 3. Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan untuk bencana Perencanaan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan SDM Kesehatan saat prabencana, terjadi bencana dan post bencana, termasuk pengelolaan kesehatan pengungsi.
19 Universitas Sumatera Utara
20
2.2.6
Perawat dan Pelayanan Keperawatan Perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam
maupun luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Kemenkes, 2010). Praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga. Kegiatan keperawatan adalah : pelaksanaan asuhan keperawatan, pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan dan pemberdayaan masyarakat serta pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer. Asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perncanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan. Implementasi keperawatan meliputi penerapan
perencanaan
dan
pelaksanaan
tindakan
keperawatan.
Tindakan
keperawatan meliputi pelaksanaan prosedur keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan (Kemenkes, 2010). Kegiatan pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan yang diselenggarakan di rumah sakit mempunyai peran yang besar dalam pencapaian mutu, citra dan efisiensi pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Kualitas asuhan keperawatan dapat mencapai hasil yang optimal apabila beban kerja dan sumber daya perawat yang ada memiliki proporsi yang seimbang dengan jumlah tenaga yang ada (Aviantono, 2009). Keberadaan tenaga kerja perawat sangat mempengaruhi terlaksananya pelayanan keperawatan terhadap pasien baik secara langsung maupun tidak langsung. Tenaga perawat disini mempunyai beban kerja pada profesi keperawatan,
20 Universitas Sumatera Utara
21
administrasi dan kegiatan-kegiatan lain. Perawat di ruang inap melakukan pelayanan keperawatan kepada pasien selama 24 jam penuh (Lumenta, 2002). James Willan dalam buku Hospital Management (1990) dikutip oleh Aditama (2010), menyebutkan bahwa Nursing Departement di rumah sakit mempunyai tugas, seperti: 1. Memberikan pelayanan keperawatan pada pasien, baik untuk kesembuhan ataupun pemulihan status fisik dan mentalnya; 2. Memberikan pelayanan lain bagi kenyamanan
dan keamanan pasien, seperti
penataan tempat tidur dan lain-lain; 3. Melakukan tugas-tugas administratif; 4. Menyelenggarakan pendidikan berkelanjutan; 5. Melakukan berbagai penelitian/riset untuk senantiasa meningkatkan mutu pelayanan keperawatan; 6. Berparisipasi aktif dalam program pendidikan bagi calon perawat.
2.3 Analisis Kebutuhan SDM Kesehatan Salah satu upaya penting untuk menghadapi persaingan antar rumah sakit akibat arus globalisasi dan pasar bebas adalah kemampuan dari pimpinan dari rumah sakit untuk merencanakan kebutuhan SDM secara tepat dan sesuai dengan fungsi dan beban kerja pelayanan setiap unit, bagian dan instalasi rumah sakit (Ilyas, 2012). Menurut Jeffrey (2002) ada lima komponen kunci perencanaan kebutuhan sumber daya manusia yaitu:
21 Universitas Sumatera Utara
22
1. Untuk mencegah kelebihan dan kekurangan staf/tenaga. 2. Untuk memastikan organisasi memiliki tenaga kerja dengan keterampilan, tempat dan waktu yang tepat. 3. Untuk memastikan bahwa organisasi memiliki respon pada perubahan lingkungan. 4. Memberikan arahan dan dukungan untuk semua sistem dan aktivitas SDM. 5. Persamaan persepsi antara pegawai dan manajer. Menurut Ilyas (2012) terdapat lima langkah yang perlu dilaksanakan oleh perencanaan sumber daya manusia rumah sakit dalam proses merencanakan kebutuhan sumber daya manusia yaitu: 1. Melakukan analisis terhadap tenaga rumah sakit yang ada saat ini dan bagaimana kecukupan tenaga di masa yang akan datang. 2. Melakukan analisis persediaan tenaga rumah sakit. 3. Analisis kebutuhan tenaga rumah sakit di masa yang akan datang. 4. Analisis kesenjangan kebutuhan tenaga yang ada saat ini dibandingkan kebutuhan tenaga di masa yang akan datang. 5. Dokumen kebutuhan tenaga di rumah sakit dalam artian jumlah, jenis dan kompetensi yang dibutuhkan di masa yang akan datang. Metode penyusunan rencana kebutuhan SDM kesehatan telah ditetapkan melalui Kepmenkes No.81/ MENKES/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota Serta Rumah
22 Universitas Sumatera Utara
23
Sakit, yang juga merupakan turunan dari PP di atas. Metode-metode dasar dalam penyusunan rencana SDM kesehatan diantaranya: 1. Penyusunan Kebutuhan SDM Kesehatan berdasarkan Keperluan Kesehatan Cara ini dimulai dengan penetapan keperluan (need) menurut golongan umur, jenis kelamin, dan lain-lain. Selanjutnya dibuat proyeksi penduduk untuk tahun sasaran menurut kelompok penduduk yang ditetapkan, diperhitungkan keperluan upaya kesehatan untuk tiap-tiap kelompok pada tahun sasaran. 2. Penyusunan Kebutuhan tenaga Kesehatan Berdasarkan Kebutuhan Kesehatan Cara ini dimulai dengan penetapan kebutuhan (demand) upaya atau pelayanan kesehatan untuk kelompok-kelompok penduduk menurut golongan umur, jenis kelamin, tingkat ekomomi, pendidikan, lokasi dan lain-lain. Selanjutnya dibuat proyeksi penduduk untuk tahun sasaran menurut kelompok penduduk yang telah ditetapkan, diperhitungkan kebutuhan pelayanan kesehatan untuk tiap-tiap penduduk kelompok penduduk tersebut pada tahun tahun sasaran. Selanjutnya untuk memperoleh perkiraan kebutuhan jumlah dari jenis tenaga kesehatan tersebut diperoleh dengan membagi jumlah keseluruhan pelayanan kesehatan pada tahun sasaran dengan kemampuan jenis tenaga tersebut untuk melaksanakan pelayanan kesehatan. 3. Penyusunan kebutuhan tenga kesehatan berdasarkan sasaran upaya kesehatan yang ditetapkan. Cara ini dimulai dengan menetapkan beragai sasaran upaya atau memperoleh perkiraan kebutuhan jumlah dari jenis tenaga kesehatan tertentu diperoleh dengan 23 Universitas Sumatera Utara
24
membagi keseluruhan upaya atau pelayanan kesehatan tahun sasaran dengan kemampuan jenis tenaga tersebut untuk melaksakana upaya atau pelayanan kesehatan. 4. Penyusunan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan rasio terhadap sesuatu nilai Pertama-pertama ditentukan atau diperlukan rasio diperkirakan rasio dari tenaga terhadap suatu nilai tertentu, misalnya jumlah penduduk, tempat tidur rumah sakit, puskesmas dan lainnya. Selanjutnya nilai tersebut diproyeksikan ke dalam sasaran. Perkiraan kebutuhan jumlah dari jenis tenaga kesehatan tertentu diperoleh dari membagi nilai yang diproyeksikan termasuk dengan ratio yang ditentukan Secara
garis
besar
perencanaan
kebutuhan
SDM
kesehatan
dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar yaitu : 1. Perencanaan kebutuhan pada tingkat institusi Perencanaan SDM kesehatan pada kelompok ini ditujukan pada perhitungan kebutuhan SDM kesehatan untuk memenuhi kebutuhan sarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik dan lain-lainnya. 2. Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan pada tingkat wilayah. Perencanaan disini dimaksudkan untuk menghitung kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan kebutuhan wilayah (Nasional, Propinsi, atau Kabupaten/Kota) yang merupakan gabungan antara kebutuhan institusi dan organisasi. 3. Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan untuk Bencana. Perencanaan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan SDM Kesehatan saat prabencana, terjadi bencana dan post bencana, termasuk pengelolaan kesehatan pengungsi.
24 Universitas Sumatera Utara
25
2.4 Metode Workload Indicator Kebutuhan SDM Kesehatan
Staff Need (WISN) untuk Menghitung
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 81 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit menganjurkan penggunaan tiga metodologi untuk menentukan staffing yang dibutuhkan yaitu: rasio staf per populasi, standar staffing berdasarkan fasilitas dan metode Workload Indicator Staff Need (WISN). 2.4.1
Manfaat dan Kegunaan Metode WISN Kementerian Kesehatan RI telah menggunakan berbagai metodologi untuk
merencanakan sumber daya manusia bagi kesehatan. Namun ditemui kesulitan dalam mengembangkan suatu metoda untuk merencanakan sumber daya manusia kesehatan untuk berbagai fasilitas yang berbeda. Sehingga ada anjuran berdasarkanSurat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 81 tahun 2004 untuk menggunakan metode WISN. WISN merupakan alat yang banyak gunanya dan pemanfaatan WISN dapat bervariasi dari yang kecil hingga yang besar. WISN dapat digunakan untuk meneliti hanya satu kategori staf pada satu atau beberapa jenis Unit Kerja yang berbeda (misalnya perawat di rumah sakit). Juga dapat digunakan untuk meneliti beberapa jenis kategori staf pada saat yang bersamaan, seperti berbagai jenis spesialisasi di rumah sakit provinsi. Walaupun dapat digunakan dalam lingkup kecil maupun besar, penggunaan WISN sebaiknya dimulai secara kecil-kecilan. Kemudian lingkup dan pemanfaatan WISN dapat saja diperluas, seiring bertumbuhnya kepercayaan atau pemahaman para pelaksana akan
25 Universitas Sumatera Utara
26
metodologi WISN. Proses WISN tidak membutuhkan pendanaan tambahan/khusus, karena bisa dikerjakan di tempat tugas pada saat lowong. Pertemuan-pertemuan yang sudah ada ditingkat provinsi, daerah dan rumah sakit dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan WISN (Kemenkes, 2012). 2.4.2
Langkah-langkah Metode WISN Kita perlu lebih dahulu memilih akan melaksanakan WISN untuk kategori staf
yang mana. Ini merupakan langkah yang penting karena akan menentukan secara jelas lingkup kegiatan pengembangan WISN. Kemudian waktu kerja yang tersedia bagi kategori staf tersebut perlu dihitung. Langkah berikutnya adalah mendefinisikan komponen-komponen utama dari beban kerja kategori staf tersebut, dan menetapkan standar-standar kegiatan untuk tiap komponen. Berdasarkan ini, Kita menentukan beban kerja-beban kerja standar bagi kategori staf (atau kategori-kategori) tertentu tersebut. Selanjutnya Kita menghitung faktor-faktor kelonggaran yang berdampak kepada ke seluruhan staf yang dibutuhkan. Setelah semua langkah ini diselesaikan, Kita menentukan kebutuhan akan staf berdasarkan WISN. Setelah hasil-hasil WISN siap, selanjutnya perlu diteliti dan digunakan untuk memperbaiki susunan kepegawaian. Adapun langkah-langkah perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN yaitu (Kemenkes, 2012): 1. Memilih Kategori Staf untuk Pengembangan WISN Metodologi WISN dapat digunakan untuk menghitung susunan kepegawaian yang dibutuhkan bagi seluruh kategori staf di semua jenis unit kerja.
Namun,
26 Universitas Sumatera Utara
27
organisasi perlu mempertimbangkan beberapa variabel ketika menentukan kategori (atau kategori-kategori) staf yang mana serta di fasilitas (atau fasilitas-fasilitas) kesehatan mana saja WISN akan dikembangkan. Ini termasuk besarnya permasalahan kepegawaian (menurut jenis kategori atau fasilitas); permasalahan kepegawaian yang mana saja yang telah mempengaruhi atau akan segera mempengaruhi mutu pelayanan serta kemampuan unit kerja serta pemerintah setempat untuk berhasil dalam pengembangan WISN. Organisasi mungkin ingin mulai secara kecil-kecilan, dengan hanya satu kategori staf yang bekerja di satu jenis unit kerja, untuk membangun pengalaman dan kepercayaan dalam penggunaan WISN. Kemudian, upaya WISN yang lebih besar dapat dikembangkan berdasarkan pengalaman ini. 2. Menghitung Waktu Kerja Tersedia Waktu kerja yang tersedia dapat dinyatakan sebagai hari atau jam dalam setahun. Keduanya dibutuhkan pada perhitungan selanjutnya, dan untuk menghitung waktu kerja tersedia ada dua cara. Pertama, catat jumlah hari kerja yang tersedia dalam setahun yaitu 52 minggu kalikan dengan jumlah hari kerja dimana seseorang bekerja. Ada kemungkinan hari kerja dalam setahun bagi dua kategori staf yang berbeda. Kategori pertama (A) yang bekerja enam hari seminggu memiliki kemungkinan 312 hari kerja setahun. Kategori kedua (B) bekerja lima hari seminggu. Kategori ini memiliki kemungkinan 260 hari kerja setahun. Kedua, hitung jumlah hari dimana Staf tidak bekerja. Semua pegawai negeri berhak atas sejumlah hari libur. Catatlah alasan-alasan bagi ketidak hadiran yang
27 Universitas Sumatera Utara
28
diakui semacam itu, seperti hari-hari libur nasional dan cuti tahunan. Lalu catatlah jumlah hari libur yang menjadi hak Staf disamping setiap alasan untuk tidak masuk yang sah. Perhatikanlah bahwa didalam jumlah hari cuti tahunan pegawai negeri sipil di Indonesia sudah termasuk cuti tahunan, jadi janganlah mencatat Cuti Bersama secara terpisah. Jika data yang memadai tentang jumlah hari ketidak hadiran yang sesungguhnya tidak ada, perlu dilakukan perkiraan. Periksalah catatan administrasi kepegawaian unit kerja ini untuk tahun lalu. Dapatkan hari-hari ketidak hadiran di luar cuti tahunan, libur nasional atau ketidak hadiran resmi lainnya. Catatlah jumlah hari-hari ketidak hadiran para Staf. Lalu bagilah hasilnya dengan jumlah staf dalam kategori ini yang bekerja di unit kerja ini. Gunakanlah rata-rata ini untuk menghitung Waktu Kerja Tersedia (WKT) dalam setahun. Untuk menghitung WKT, jumlahkan semua hari-hari ketidak hadiran karena berbagai alasan lalu kurangkan jumlah tersebut dari keseluruhan hari kerja yang mungkin dalam setahun. Rumus dibawah ini memperlihatkan perhitungan matematisnya. WKT =
K – (L+M+P)
Keterangan: K
=
jumlah hari kerja yang mungkin dalam setahun
L
=
jumlah hari libur nasional dalam setahun
M
=
jumlah hari cuti tahunan (termasuk cuti bersama) dalam setahun
28 Universitas Sumatera Utara
29
P
=
jumlah hari tidak masuk karena sakit, pelatihan atau alasan lainnya dalam setahun.
Setelah menghitung WKT dalam hari kerja per tahun menurut rumus, selanjutnya perlu mengubah menjadi jam kerja per tahun dengan rumus: WKT
= [K - (L+M+P)] x R
Keterangan: R
= jumlah jam kerja dalam sehari.
Harus diingat bahwa jam kerja untuk beberapa kategori staf mungkin saja berbeda pada hari-hari tertentu dalam seminggu. Sebagai contoh, seorang staf puskesmas mungkin bekerja dengan jam kerja yang sama dari Senin hingga Kamis, tetapi berbeda pada hari Jumat. Dalam hal ini, kita perlu menghitung rata-rata jumlah jam kerja per hari kerja. Jumlahkan semua jam kerja staf dalam seminggu dan bagilah jumlah tersebut dengan jumlah hari kerjanya dalam seminggu. WKT = [K - (L+M+P)] x R Kelompok Kerja yang berbeda mungkin memiliki jadwal kerja yang berbeda, meskipun mereka bekerja pada unit kerja yang sama. Pastikanlah mendasarkan perhitungan WKT WISN dalam jam kerja sesuai dengan pola jadwal yang sesungguhnya bagi kategori Staf yang sedang dikembangkan. Namun demikian, perlu juga meneliti jumlah waktu istirahat yang disediakan bagi mereka yang bekerja dengan sistem shift. Ada kemungkinan bahwa mereka yang mengikuti pola kerja 6
29 Universitas Sumatera Utara
30
hari sebenarnya dapat dihitung dengan pola 5 hari kerja karena jatah istirahat mereka 2 hari dalam seminggu. 3. Menetapkan Komponen Beban Kerja Setelah menyelesaikan perhitungan waktu yang tersedia dalam setahun bagi seorang staf untuk melaksanakan pekerjaannya. Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi kegiatan-kegiatan kerja yang menyita sebagian besar waktu kerja harian staf tersebut. Ini disebut “komponen beban kerja” yang bersangkutan. Komponen-komponen beban kerja dibagi menjadi tiga kelompok: 1. Kegiatan utama unit kerja yang dilaksanakan oleh semua staf tersebut. Ada catatan statistik untuk kegiatan-kegiatan ini. 2. Kegiatan penunjang penting yang dilakukan oleh semua semua staf tersebut. Tidak ada catatan statistik untuk kegiatan-kegiatan ini. 3. Kegiatan lain yang dikerjakan oleh staf tertentu (bukan semua) dalam kategori Staf ini. Tidak ada catatan statistik untuk kegiatan-kegiatan ini. Komponen beban kerja seharusnya merupakan kegiatan-kegiatan terpenting dalam jadwal harian staf. Setiap kegiatan memiliki kebutuhan waktunya sendiri. Semakin panjang daftar komponen beban kerja, semakin besar biaya dalam hal waktu dan tenaga untuk melaksanakan WISN. Suatu daftar yang sangat rinci tentang komponen beban kerja pasti membawa hasil akhir WISN yang lebih tepat
30 Universitas Sumatera Utara
31
dibandingkan dengan yang kurang rinci. Namun peningkatan ketepatan ini jarang sekali sebanding dengan tingginya biaya dan upaya. Menambahkan komponen beban kerja yang menggunakan sedikit waktu kerja harian seorang Staf hanya sedikit pengaruhnya kepada hasil akhir perhitungan kebutuhan pegawai. Pengalaman menunjukkan bahwa empat hingga lima kegiatan pelayanan utama dan tiga hingga empat kegiatan penunjang sudah cukup untuk meliputi sebagian besar waktu kerja bagi kebanyakan kategori tenaga kerja. Organisasi mungkin mengalami bahwa ketika sebuah Kelompok Kerja pertama kali melaksanakan WISN, mereka cenderung untuk memasukkan semua komponen beban kerja ke dalam daftar, termasuk yang sangat sedikit menghabiskan waktu kerja. Di kemudian hari Kelompok Kerja mungkin akan lebih senang untuk menciutkan daftar setelah lebih berpengalaman dan menyadari betapa kecilnya perbedaan yang diakibatkan oleh beberapa komponen terhadap perhitungan akhir kebutuhan tenaga. 4. Menetapkan Standar Kegiatan Langkah selanjutnya perlu menentukan banyaknya waktu kerja yang dihabiskan oleh berbagai kegiatan ini kalau dilaksanakan secara baik. Kegiatan ini disebut mengembangkan standar kegiatan. Bagian pedoman ini mengajarkan cara mengembangkan standar-standar kegiatan bagi ketiga jenis komponen beban kerja. Suatu Standar Kegiatan adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang terdidik dan terlatih dengan baik, terampil dan berdedikasi untuk melaksanakan suatu
31 Universitas Sumatera Utara
32
kegiatan sesuai dengan standar profesional dalam keadaan setempat. Ada dua jenis Standar Kegiatan yang berbeda, yaitu: 1. Standar Pelayanan Standar pelayanan adalah standar kegiatan bagi kegiatan-kegiatan yang baginya tersedia catatan statistik tahunan. Ini diukur sebagai waktu rata-rata yang dibutuhkan seorang Staf untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Standar-standar pelayanan ditetapkan untuk kegiatan-kegiatan utama seorang tenaga kesehatan. Standard-standar ini dinyatakan sebagai unit waktu atau kecepatan kerja (rate of working). Dalam menetapkan Standar Pelayanan, perhitungan waktunya dimulai dari saat suatu kegiatan mulai dilaksanakan hingga kegiatan yang sama berikutnya dimulai. Sebagai contoh, Standar Pelayanan untuk pelayanan kehamilan oleh seorang staf di rumah sakit diukur dari saat ia mulai melaksanakan pelayanan hingga saat ia mulai melayani pasien berikutnya tanpa ada jeda waktu. Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan pelayanan tersebut ikut dimasukkan dalam perhitungan. Kalau staf harus melengkapi catatan rekam medik bagi setiap pasien hamil atau mempersiapkan peralatan bagi pasien beikutnya, waktu yang digunakan tersebut ikut dimasukkan dalam Standar Pelayanan. Perhatikan bahwa Staf tersebut harus terdidik dan terlatih dengan baik, terampil dan termotivasi, dan pekerjaannya harus dilaksanakan sesuai standar-standar
32 Universitas Sumatera Utara
33
profesional dalam kondisi setempat. Seorang petugas yang kurang terlatih atau kurang motivasinya akan menghabiskan lebih banyak waktu dalam melaksanakan suatu kegiatan dibandingkan dengan seorang yang terlatih dan bermotivasi tinggi. Waktu yang dihabiskan untuk suatu kegiatan juga terkait dengan mutu dari pelayanan tersebut. Pelayanan dapat lebih cepat kalau beberapa aspek pelayanan tidak dilakukan atau dilaksanakan dengan tergesa-gesa. Namun pelayanan seperti ini tidak akan memenuhi standar-standar profesional. Perlu memastikan bahwa telah diterapkan standar-standar profesional yang sesuai dengan keadaan setempat ketika merumuskan Standar Pelayanan. 2. Standar-standar Kelonggaran Selanjutnya perlu menetapkan standar-standar kelonggaran bagi kegiatankegiatan penunjang yang penting bagi semua staf dalam kategori WISN serta kegiatan-kegiatan tambahan bagi beberapa petugas dalam kategori tersebut. Ini disebut Standar Kelonggaran Kategori (SKK) dan Standar Kelonggaran Individu (SKI). Standar Kelonggaran ditulis sebagai persentase dari waktu kerja atau waktu kerja sesungguhnya. Pencatatan dan pelaporan merupakan kegiatan penunjang yang penting bagi banyak tenaga kesehatan. Standar Kelonggaran bagi kegiatan penunjang dapat dinyatakan sebagai “empat belas persen dari waktu kerja” atau sebagai “satu jam setiap hari kerja” (dimana rata-rata waktu kerja harian adalah 7,2 jam).
33 Universitas Sumatera Utara
34
Komponen Beban Kerja dan Standar Kegiatan disusun oleh Kelompok Kerja. Jika Kelompok Kerja berbasis kategori, anggota-anggotanya akan sangat faham tentang pendidikan/pelatihan serta standar profesional dari kategori staf dimana WISN sedang Kita laksanakan. Mereka memiliki pengalaman yang bertahun-tahun dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam setiap komponen beban kerja Dengan bekerjasama, suatu Kelompok Kerja berbasis kategori biasanya akan mampu memperkirakan dengan cukup tepat berapa rata-rata waktu yang dibutuhkan setiap komponen beban kerja ketika tugas dilaksanakan sesuai dengan standar-standar profesional. Bilamana Kelompok Kerja berbasis fasilitas, akan didapati beberapa kategori tenaga kesehatan. Kelompok Kerja seperti ini mungkin perlu didukung oleh kelompok-kelompok ahli dan mungkin juga dalam hal penentuan komponen beban kerja. Hal ini dikarenakan Kelompok Kerja berbasis fasilitas mungkin tidak memiliki keahlian dan pengalaman yang cukup memadai mengenai pekerjaan dari semua kategori staf dimana WISN sedang dikembangkan oleh Kelompok Kerja. 5. Menyusun Beban-beban Kerja Standar Beban Kerja Standar ditetapkan untuk semua kegiatan yang utama. Perhitungan suatu Beban Kerja Standar mengasumsikan bahwa staf tersebut hanya mengerjakan kegiatan yang sedang dibuatkan Beban Kerja Standarnya selama setahun itu. Di dunia nyata, para staf tentunya melaksanakan berbagai macam 34 Universitas Sumatera Utara
35
kegiatan sepanjang hari atau tahun kerja. Perhitungan akhir kebutuhan tenaga berdasarkan WISN telah memperhitungkan keadaan ini. Rumus yang digunakan untuk menghitung Beban Kerja Standar suatu kegiatan pelayanan tergantung kepada apakah waktu bagi Standar Pelayanan dinyatakan sebagai unit waktu atau kecepatan kerja. Gunakan rumus ini apabila Standar Pelayanan dinyatakan dalam unit waktu: Beban Kerja Standar = WKT setahun dibagi unit waktu untuk kegiatan tertentu. Gunakan rumus ini apabila Standar Pelayanan dinyatakan dalam kecepatan kerja: Beban Kerja Standar = WKT setahun dikali kecepatan kerja. Pastikanlah bahwa Waktu Kerja Tersedia, unit waktu serta kecepatan kerja dinyatakan dalam satuan waktu yang sama. Misalnya, perhitungan Kita akan salah apabila Kita mengalikan WKT dalam hari dengan unit waktu dalam jam Waktu (menit) Waktu (desimal): 45 0.75; 30 0.50; 20 0.33; dan 10 0.17. Dengan catatan harus diingat bahwa perhitungan waktu dapat membingungkan karena penggunaan angka desimal. 6. Menghitung Faktor-faktor Kelonggaran Bagian pedoman ini mengajarkan cara memperhitungkan waktu yang dihabiskan oleh semua atau beberapa staf dalam kategori WISN untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan ini. Juga akan diajarkan untuk mengubah Standar Kelonggaran yang telah ditetapkan sebelumnya menjadi Faktor-faktor Kelonggaran Kategori atau
35 Universitas Sumatera Utara
36
Individu. Faktor-faktor ini akan digunakan untuk menghitung jumlah keseluruhan staf yang dibutuhkan dalam langkah berikutnya dari metodologi WISN. Selanjutnya dikembangkan Standar Kelonggaran untuk dua kelompok kegiatan. Kelompok pertama meliputi kegiatan-kegiatan penting yang dikerjakan oleh semua staf dalam kategori staf WISN yang sedang diukur, tetapi catatan statistik tahunannya tidak tersedia. Kelompok kedua terdiri dari kegiatan-kegiatan tambahan yang hanya dikerjakan oleh beberapa anggota dalam kategori staf ini. Faktor-faktor Kelonggaran harus dihitung tersendiri bagi setiap kelompok. Faktor pada kelompok pertama disebut Faktor Kelonggaran Kategori (FKK). Pada kelompok kedua disebut Faktor Kelonggaran Individu (FKI). Cara perhitungan kedua Faktor Kelonggaran berbeda dan juga dipergunakan secara berbeda dalam memperhitungkan jumlah keseluruhan staf yang dibutuhkan menurut WISN. Faktor Kelonggaran Kategori digunakan sebagai pengali dalam penentuan jumlah keseluruhan staf yang dibutuhkan pada langkah WISN berikutnya. FKK dihitung dengan cara sebagai berikut: 1) Ubahlah Standar Kelonggaran Kategori dari setiap kegiatan penunjang yang penting menjadi persentase waktu kerja. 2) Jumlahkan semua Standar Kelonggaran Kategori tersebut. 3) Gunakan rumus matematik dibawah ini untuk mendapatkan FKK dari jumlah persentase di atas. FKK = 1 dibagi dengan {1 dikurangi (Total SKK yang dibagi 100)}
36 Universitas Sumatera Utara
37
Rumus ini seringkali menjadi bagian metodologi WISN yang paling sulit dimengerti oleh para peserta pelatihan. Mengapakah perlu menghitung suatu pengali? Alasannya adalah bahwa kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam Standar Kelonggaran Kategori dikerjakan oleh semua anggota kategori staf tersebut. Jadi setiap kali ada penambahan staf, yang bersangkutan akan turut melaksanakan kegiatan tambahan tersebut. Untuk mendapatkan jumlah staf yang memadai, dibutuhkan cukup staf baik untuk waktu yang digunakan staf yang ada pada saat ini maupun waktu yang akan digunakan oleh setiap tambahan staf untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan penunjang penting tersebut. Dalam hal kekurangan tenaga, tidaklah cukup untuk hanya menambahkan sejumlah staf untuk menggantikan waktu kerja bagi kegiatan-kegiatan penunjang, karena setiap tambahan staf juga akan menggunakan sebagian waktu kerjanya untuk kegiatan-kegiatan yang sama. Faktor Kelonggaran Individu memperhitungkan waktu kerja yang digunakan beberapa staf dalam kategori staf WISN untuk kegiatan-kegiatan tambahan. FKI menghitung berapa petugas yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan ini secara “setara purna waktu” (whole time equivalent, WTE). FKI baru ditambahkan dalam perhitungan akhir dari keseluruhan kebutuhan staf. Perhitungannya sebagai berikut: 1) Kalikan masing-masing Standar Kelonggaran Individu dengan jumlah orang yang melakukan kegiatan tersebut. 2) Jumlahkan semua hasil yang diperoleh di atas 3) Bagilah hasil tersebut dengan Waktu Kerja Tersedia (WKT). 37 Universitas Sumatera Utara
38
Apabila jumlah petugas kesehatan yang melaksanakan suatu kegiatan bervariasi antar kegiatan, perlu dilakukan perhitungan yang tersendiri atas masing-masing kelompok kegiatan yang dikerjakan oleh jumlah petugas kesehatan yang sama, dan kemudian menjumlahkannya. Jangan lupa untuk menyamakan unit waktu yang digunakan untuk Standar Kelonggaran dan Waktu Kerja Tersedia. Juga jangan lupa untuk menyamakan unit waktu yang digunakan untuk Standar Kelonggaran dan Waktu Kerja Tersedia. FKI yang telah dihitung ternyata sangat kecil. Pengaruhnya tidak bermakna terhadap jumlah total staf yang dibutuhkan. FKI yang besar akan meningkatkan kebutuhan staf. Namun peningkatan ini masih kecil dibandingkan kalau setiap staf melaksanakan kegiatan tersebut. 7. Menentukan Kebutuhan Staf berdasarkan WISN Selanjutnya untuk menetukan berapa keseluruhan kebutuhan staf untuk mengatasi semua komponen dari beban kerja saat ini dari kategori staf WISN di Unit Kerja Kita dibutuhkan laporan statistik upaya pelayanan-pelayanan kesehatan utama dari tahun lalu. Laporan ini dibutuhkan untuk semua kegiatan pelayanan utama yang dihitung Beban Kerja Standar-nya. Kebutuhan total staf ditentukan untuk tiga jenis kegiatan yang berbeda: 1. Kegiatan Pelayanan Utama Bagilah beban kerja setahun dari setiap kegiatan dengan Beban Kerja Standar yang bersangkutan. Akan didapatkan jumlah staf yang dibutuhkan untuk kegiatan
38 Universitas Sumatera Utara
39
tersebut. Jumlahkan semua kebutuhan bagi setiap kegiatan untuk mendapatkan jumlah total kebutuhan staf untuk semua kegiatan pelayanan utama. 2. Kegiatan penunjang penting yang dilakukan setiap orang Kalikan kebutuhan staf bagi kegiatan-kegiatan pelayanan utama dengan Faktor Kelonggaran Kategori. Maka akan diperoleh jumlah staf yang dibutuhkan bagi semua kegiatan pelayanan utama dan penunjang penting. 3. Kegiatan tambahan beberapa anggota staf Tambahkan Faktor Kelonggaran Individu (FKI) kepada kebutuhan staf di atas. Akan diperoleh jumlah total kebutuhan staf berdasarkan WISN. Disini ikut diperhitungkan keseluruhan staf yang dibutuhkan untuk melaksanakan ketiga jenis kegiatan. Perhitungan jumlah keseluruhan staf yang Kita butuhkan kemungkinan besar merupakan angka pecahan. Kita perlu membuatnya menjadi angka bulat. Dampak dari pembulatan ke atas atau ke bawah akan lebih besar bagi Unit Kerja yang hanya memiliki beberapa staf dalam kategori WISN ini dibandingkan dengan fasilitas yang memiliki staf yang lebih lengkap. Oleh karena itu, dianjurkan untuk lebih dermawan dalam membulatkan ke atas perhitungan final kebutuhan staf yang bernilai satu atau dua dibandingkan dengan nilai yang lebih besar. Dapat digunakan petunjuk di bawah ini dalam membulatkan ke atas atau ke bawah hasil perhitungan jumlah staf yang dibutuhkan dalam perhitungan WISN yaitu: − 1.0–1.1 dibulatkan ke bawah menjadi 1 dan >1.1–1.9 dibulatkan ke atas menjadi 2.
39 Universitas Sumatera Utara
40
− 2.0–2.2 dibulatkan ke bawah menjadi 2 dan >2.2–2.9 dibulatkan ke atas menjadi 3. − 3.0–3.3 dibulatkan ke bawah menjadi 3 dan >3.3–3.9 dibulatkan ke atas menjadi 4. − 4.0–4.4 dibulatkan ke bawah menjadi 4 dan >4.4–4.9 dibulatkan ke atas menjadi 5. − 5.0–5.5 dibulatkan ke bawah menjadi 5 dan >5.5–5.9 dibulatkan ke atas menjadi 6
2.5 Analisis Beban Kerja dengan Teknik Daily Log Analisis beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu. Dengan kata lain analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan berapa jumlah tanggung jawab
atau beban kerja yang
dilimpahkan kepada seorang petugas (Kurniawati, 2012). Analisis beban kerja adalah mengidentifikasi baik jumlah karyawan maupun kualifikasi karyawan yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi (Simamora, 2004). Menurut Kepmenkes No. 81 tahun 2004 analisis beban kerja adalah upaya menghitung beban kerja pada satuan kerja dengan cara menjumlah semua beban kerja dan selanjutnya membagi dengan kapasitas kapasitas perorangan per satuan waktu. Menghitung beban kerja personel perlu dilakukan dengan menggunakan suatu pendekatan yang dapat dipertanggungjawabkan secara alamiah. Dengan mengetahui secara baik cara penghitungan beban kerja diharapkan perencanaan kebutuhan tenaga baik jumlah maupun jenisnya dapat dilakukan dengan lebih rasional. Menurut Ilyas (2012) salah satu cara yang bisa digunakan untuk menghitung beban kerja personel yaitu dengan teknik Daily Log.
40 Universitas Sumatera Utara
41
Daily log merupakan bentuk sederhana dari work sampling karena memberikan kesempatan pada sampel untuk menulis sendiri kegiatan dan waktu yang dihabiskan dalam melakukan pekerjaannya. Ilyas (2012) mengatakan kegiatan yang diamati dapat dikelompokkan atas: a. Kegiatan langsung; yaitu kegiatan yang dilakukan berkaitan langsung dengan pasien/pelanggannya. Di sini dicantumkan semua yang mungkin dilakukan oleh tenaga tersebut. b. Kegiatan tidak langsung; yaitu kegiatan yang dilakukan tidak langsung terhadap pelanggan/konsumennya. c. Kegiatan pribadi; yaitu kegiatan untuk kepentingan pribadinya seperti makan, minum, dan ke toilet. d. Kegiatan non produktif; yaitu kegiatan yang dilakukan oleh tenaga yang tidak bermanfaat
kepada
pelanggan/konsumen,
unit
satuan
kerjanya
serta
organisasinya.
2.6 Rumah Sakit 2.6.1
Pengertian Rumah Sakit Menurut WHO (1968) rumah sakit adalah institusi yang merupakan bagian
integral dari organisasi kesehatan sosial berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap baik kuratif dan preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap
41 Universitas Sumatera Utara
42
melalui kegiatan medik serta perawatan. Rumah sakit juga merupakan pusat pendidikan dan latihan tenaga kesehatan dan riset kesehatan. Menurut Undang-Undang (UU) RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dinyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selanjutnya pada Pasal 1 dipertegas bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
perorangan
secara
paripurna
yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Menurut buku pedoman penyelenggaraan pelayanan rumah sakit Rumah sakit adalah semua sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, tindakan medik, yang dilaksanakan selama 24 jam melalui upaya kesehatan perorangan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rumah sakit adalah gedung tempat merawat orang sakit, gedung tempat menyediakan dan memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi berbagai masalah kesehatan (Balai Pustaka, 2008). Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
42 Universitas Sumatera Utara
43
perorangan rawat inap, rawat jalan, gawat darurat, dan tindakan medik yang dilakukan oleh tenaga ahli selama 24 jam. 2.6.2
Fungsi Rumah Sakit Menurut UU RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 5
fungsi rumah sakit adalah: 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melelui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga seusai kebutuhan medis. 2.6.3
Tugas Rumah Sakit Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk
pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut UU No. 44 tahun 2009, tugas rumah sakit antara lain: 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dan pemberian pelayanan kesehatan.
43 Universitas Sumatera Utara
44
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 2.6.4
Klasifikasi Rumah Sakit Umum Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Fasilitas dan Kemampuan Pelayanan, Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi : 1. Rumah Sakit Umum Kelas A Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 5 (lima) pelayanan spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain dan 13 (tiga belas) pelayanan medik sub spesialis. 2. Rumah Sakit Umum Kelas B Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik spesialis lainnya dan 2 (dua) pelayanan medik subspesialis dasar. 3. Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar dan 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik. Kriteria, fasilitas dan kemampuan
44 Universitas Sumatera Utara
45
Rumah Sakit Umum Kelas C meliputi pelayanan medik umum, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis penunjang medik, pelayanan medik spesialis gigi mulut, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan penunjang klinik dan pelayanan penunjang non klinik. 4. Rumah Sakit Umum Kelas D Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar.
2.7 Landasan Teori Salah satu indikator keberhasilan rumah sakit yang efektif dan efisien dalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM) dengan jumlah yang cukup dan kualitas yang tinggi serta profesional sesuai dengan fungsi dan tugasnnya. Salah satu metode perencanaan kebutuhan tenaga adalah Woarkload Indicator Of Staffing Need (WISN), yaitu metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan pada beban kerja nyata yang dilaksanakan (Fitrini, 2011). Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang perawat selama bertugas disuatu unit pelayanan keperawatan (Ernawati, 2011) Menurut Ilyas (2012) terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menghitung beban kerja yaitu metode work sampling, time and motion study dan daily log. Work Sampling adalah suatu teknik untuk mengukur besaran masing-
45 Universitas Sumatera Utara
46
masing pola kegiatan dari total waktu kegiatan yang telah dilaksanakan dari suatu kelompok atau unit kerja (Niebel, 1982 dalam Suharyono, 2005). Time and motion study merupakan teknik penghitungan beban kerja dengan memperhatikan kegiatan apa yang dilakukan sampel, kekurangan teknik ini adalah sampel mengetahui bahwa kegiatannya sedang diamati sehingga hasilnya sering bias. Daily log merupakan bentuk work sampling yang lebih sederhana, karena memberikan kesempatan kepada sampel untuk menuliskan sendiri kegiatan dan waktu yang dihabiskan dalam melakukan pekerjaannya. Kegiatan yang diamati dengan teknik daily log dapat dikelompokkan atas: 1. Kegiatan langsung; yaitu kegiatan yang dilakukan berkaitan langsung dengan pasien/pelanggannya. Di sini dicantumkan semua yang mungkin dilakukan oleh tenaga tersebut. 2. Kegiatan tidak langsung; yaitu kegiatan yang dilakukan tidak langsung terhadap pelanggan/konsumennya. 3. Kegiatan pribadi; yaitu kegiatan untuk kepentingan pribadinya seperti makan, minum, dan ke toilet. 4. Kegiatan non produktif; yaitu kegiatan yang dilakukan oleh tenaga yang tidak bermanfaat
kepada
pelanggan/konsumen,
unit
satuan
kerjanya
serta
organisasinya. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 81 tahun 2004 menganjutkan untuk menggunakan metode WISN dalam penentuan SDM kesehatan. WISN merupakan alat yang banyak gunanya dan pemanfaatan WISN dapat bervariasi dari yang kecil
46 Universitas Sumatera Utara
47
hingga yang besar. WISN dapat digunakan untuk meneliti hanya satu kategori staf pada satu atau beberapa jenis Unit Kerja yang berbeda (misalnya perawat di rumah sakit). Proses WISN tidak membutuhkan pendanaan tambahan/khusus, karena bisa dikerjakan di tempat tugas pada saat lowong. Pertemuan-pertemuan yang sudah ada ditingkat
provinsi,
daerah
dan
rumah
sakit
dapat
dimanfaatkan
untuk
mengembangkan WISN (Kemenkes, 2012). Enam langkah dalam menerapkan metode WISN untuk menganalisis dan menghitung kebutuhan SDM adalah: 1) waktu kerja tersedia yang dipunyai; 2)komponen beban kerja; 3) standar kegiatan; 4)beban-beban kerja standar; dan 5)faktor-faktor kelonggaran. Kelima faktor ini saling berkaitan dan akan menentukan jumlah SDM sesuai dengan kebutuhan berdasarkan beban kerja (Depkes, 2009). SDM Kesehatan adalah semua orang yang kegiatan pokoknya ditujukan untuk meningkatkan kesehatan. Mereka terdiri atas orang-orang yang memberikan pelayanan kesehatan seperti dokter, perawat, apoteker, teknisi laboratorium, manajemen dan tenaga pendukung lainnya (WHO, 2006). Perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Kemenkes, 2010). Praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga.
47 Universitas Sumatera Utara
48
2.8 Kerangka Berpikir Berdasarkan uraian landasan teori di atas, maka dibuat kerangka berpikir dalam penelitian ini yang menggambarkan seberapa besar jumlah SDM Kesehatan (perawat pelaksana) yang diperlukan dengan menggunakan metode WISN, sebagaimana bagan berikut.
INPUT Informasi kegiatan (Daily Log): 1. Kegiatan produktif langsung 2. Kegiatan produktif tidak langsung 3. Kegiatan tidak produktif
PROSES
Metode Workload Indicator Staff Need (WISN): 1. Menetapkan waktu kerja tersedia 2. Menentukan kegiatan pokok keperawatan 3. Menghitung standar beban kerja 4. Menghitung standar kelonggaran 5. Perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan
OUTPUT
Diketahui kebutuhan jumlah Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
48 Universitas Sumatera Utara