BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Motivasi Kerja
2.1.1. Pengertian Motivasi Motivasi adalah proses psikologis yang timbul dan mengarahkan individu pada prilaku guna mencapai tujuan tertentu. Proses psikologis tersebut merupakan proses yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan tindakan sukarela yang mengarah pada tujuan tertentu (Marquis & Houston, 2010). Motivasi adalah prilaku yang ditunjukan oleh seseorang guna memuaskan kebutuhannya. Karena kebutuhan manusia bervariasi, motivasi juga memiliki rentangan yang sangat luas (Kozier, 2004). Mills (2006) menyatakan bahwa, motivasi adalah dorongan dari dalam individu yang dapat mempengaruhi kekuatan atau perilaku. Jadi, motivasi merupakan
proses
psikologis
yang
memunculkan,
mengarahkan,
dan
mempertahankan tindakan sukarela yang ditunjukan dalam bentuk perilaku guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan tertentu. Motivasi sebagai konsep utama dalam proses manajemen dan kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam layanan keperawatan guna memotivasi perawat agar bekerja lebih efisien, efektif, dan produktif (Huber, 2006). Memimpin dan mengolah kelompok profesional, diperlukan kreatifitas, perhatian, dan cara-cara yang bersinambungan agar profesional tersebut merasakan kepuasan dan kenyamanan pada apa yang dikerjakannya. Mengingat motivasi datang dari dalam diri individu, seorang manajer harus memiliki
Universitas Sumatera Utara
kemampuan untuk menumbuhkan motivasi melalui sistem pengarahan dengan menciptakan iklim motivasi (Huber, 2006). Iklim
motivasi
dapat
ditumbuhkan
melalui
kegiatan
manajemen
pengarahan yaitu: (1) Memberikan harapan yang jelas kepada staf dan menyampaikan harapan tersebut secara efektif, (2) Bersikap adil dan konsisten terhadap
semua
staf,
(3)
Membuat
keputusan
yang
bijaksana,
(4)
Mengembangkan konsep kerja kelompok, (5) Mengintegrasikan kebutuhan dan keinginan staf ke dalam kebutuhan dan tujuan organisasi, (6) Mengenal staf secara pribadi dan tunjukkan kepada mereka bahwa pemimpin mengetahui keunikan dirinya, (7) Menghilangkan blok tradisional antara staf dan pekerjaan yang telah dikerjakan,
(8)
Memberi
tantangan
kerja
sebagai
kesempatan
untuk
mengembangkan diri, (9) Melibatkan staf dalam mengambil semua keputusan, (10) Memastikan bahwa staf mengetahui alasan di balik semua keputusan dan tindakan yang diambil, (11) Memberikan kesempatan kepada staf untuk membuat penilaian sesering mungkin, (12) Membangun hubungan saling percaya dan saling tolong bersama staf, (13) Memberi kesempatan staf untuk mengontrol lingkungan kerjanya, (14) Menjadi model peran bagi staf, dan (15) Memberikan reinforcement sering mungkin (Marquis & Houston, 2010). 2.1.2. Motivasi Internal dan Eksternal Menurut Gibson (1996) motivasi dilihat atas dasar pembentukannya terbagi atas dua jenis, yaitu: (a) Motivasi bawaan dan (b) Motivasi yang dipelajari. Motivasi bawaan merupakan motivasi yang dibawa sejak lahir, motivasi ini juga disebut sebagai motivasi primer yang terjadi dengan sendirinya tanpa harus dipelajari. Motivasi yang dipelajari adalah motivasi yang terjadi karena adanya
Universitas Sumatera Utara
komunikasi dan isyarat sosial serta secara sengaja dipelajari oleh manusia (Gibson,1996). Jika dilihat atas dasar fungsinya motivasi terbagi atas: (a) Motivasi intrinsik dan (b) Motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar, dalam diri individu sudah ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berfungsi dengan adanya faktor dorongan dari luar individu (Hicks & Gullet, 2002). a. Motivasi Internal 1. Motivasi Internal (Intrinsik) Berbagai kebutuhan keinginan dan harapan yang terdapat di dalam pribadi seseorang menyusun motivasi internal orang tersebut. Kekuatan ini mempengaruhi pribadinya dengan menentukan berbagai pandangan, yang menurut giliran untuk memimpin tingkah laku dalam situasi yang khusus. Beberapa faktor yang berkaitan dengan motivasi internal menurut Hicks & Gullet (2002) yaitu: a. Kepentingan
yang
khusus
bagi
seseorang,
menghendaki,
dan
menginginkan adalah merupakan hal yang unik bagi. b. Kepentingan, keinginan dan hasrat seseorang adalah juga unik karena semuanya
ditentukan
oleh
faktor
yang
membentuk
kepribadian,
penampilan, biologis, psiologis dan psikologis. b. Motivasi eksternal (ekstrinsik) Teori motivasi eksternal meliputi kekuatan yang ada di luar diri individu seperti halnya faktor pengendalian oleh manager juga meliputi hal-hal
Universitas Sumatera Utara
yang berkaitan dengan pekerjaan seperti komitmen pemimpin, gaji/upah, keadaan kerja, kebijaksanaan dan pekerjaan yang mengandung penghargaan, pengembangan dan tanggung jawab (Hicks & Gullet, 2002). 2.1.3. Teori Motivasi 2.13.1. Teori Motivasi Herzberg Teori motivasi telah dibahas oleh beberapa pakar berdasarkan kebutuhan manusia yang dikaitkan dengan berbagai cara pemuasannya. Teori motivasi dua faktor dikemukakan oleh Herzberg, seorang psikolog pada tahun 1966 yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Untuk memahami motivasi karyawan dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg. Adapun pertimbangan peneliti adalah: 1) Teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu untuk karyawan di tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya, dan 2) Teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang yaitu motivasi intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing–masing orang dan motivasi ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Menurut Hasibuan (2000), ada 3 hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, antara lain sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Hal–hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas semuanya. 2. Hal–hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel–embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan, dan lain–lain. 3. Karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas. Berikut teori motivasi dua faktor menurut Herzberg yang dapat dapat dijadikan sebagai acuan guna mengukur motivasi adalah sebagai berikut: Faktor Ekstrinsik; 1) Kebijaksanaan dan administrasi, 2) Supervisi, 3) Gaji/upah, dan 4) Hubungan antar pribadi dan 5) Kondisi kerja. Faktor Intrinsik; 1) Keberhasilan, 2) Pengakuan/penghargaan, 3) Pekerjaan itu sendiri, 4) Tanggung jawab, dan 5) Pengembangan. Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan motivator intrinsik dan bawa ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik. Dengan demikian seseorang yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaannya, memungkinkan menggunakan kreatifitas dan inovasi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan Dalam hal ini tidak dikaitkan dengan perolehan hal–hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang terdorong oleh faktor–faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal–hal yang diinginkannya dari organisasi. Menurut Herzberg faktor
Universitas Sumatera Utara
ekstrinsik tidak akan mendorong para karyawan untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor–faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, hal tersebut dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Jadi Herzberg berpendapat bahwa apabila pimpinan ingin memberi motivasi pada para bawahannya, yang perlu ditekankan adalah faktor–faktor yang menimbulkan rasa puas yaitu dengan mengutamakan faktor–faktor motivasional yang sifatnya intrinsik. a. Faktor–faktor motivasional yang sifatnya intrinsik yaitu: 1. Keberhasilan Agar
seorang
bawahan
dapat
berhasil
melaksanakan
pekerjaannya, maka pimpinan harus memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mencapai hasil. Pimpinan juga harus memberi semangat kepada bawahan agar bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang dianggapnya tidak dikuasainya. Apabila dia berhasil melakukan hal tersebut, maka pimpinan harus menyatakan keberhasilannya. Hal ini akan menimbulkan sikap positif dan keinginan selalu ingin melakukan pekerjaan yang penuh tantangan. 2. Pengakuan Adanya pengakuan dari pimpinan atas keberhasilan bawahan. Pengakuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan menyatakan keberhasilannya langsung di tempat kerja, memberikan surat penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangkat atau promosi.
Universitas Sumatera Utara
3. Pekerjaan itu sendiri Pimpinan membuat usaha–usaha yang nyata dan meyakinkan sehingga
bawahan
mengerti
akan
pentingnya
pekerjaan
yang
dilakukannya, harus menciptakan kondisi untuk menghindari kebosanan yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta menempatkan karyawan sesuai dengan bidangnya. 4. Tanggung Jawab Untuk dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap bawahan, maka pimpinan harus menghindari pengawasan yang ketat, dengan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi. Penerapan partisipasi akan membuat bawahan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan. 5. Pengembangan Pengembangan dapat menjadi motivator yang kuat bagi bawahan. Pimpinan dapat memulainya dengan memberi bawahan suatu pekerjaan yang lebih menantang, tidak hanya jenis pekerjaan yang berbeda tetapi juga posisi yang lebih baik. Apabila sudah berhasil dilakukan, pimpinan dapat memberikan rekomendasi tentang bawahan yang akan mendapat
promosi/menaikkan
pangkatnya
atau
yang
memperoleh
kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
b. Faktor–faktor motivasional yang sifatnya ekstrinsik yaitu: 1. Kebijaksanaan dan Administrasi Pimpinan
didalam
menjalankan
proses
kegiatan
kepemimpinannya dalam organisasi menetapkan kebijaksanaan dalam membuat keputusan dan seluruh kegiatan administrasi pimpinan berhak mengetahuinya, menetapkan kebijakan sebagai pimpinan juga dilakukan supaya lebih terorganisir dalam bekerja agar
dipatuhi/dilaksanakan
karyawan
terhadap
kegiatan
administrasi tersebut, kebijaksanaan tersebut juga wajib dimiliki pemimpin dalam mengorganisir karyawan. 2. Hubungan Antar Pribadi
Pemimpin
harus
mempunyai
kemampuan
dalam
menciptakan hubungan kerja yang menyenangkan, mengajak bawahan
berkomunikasi
dalam
menyelesaikan
tugas
atau
pekerjaan. Didalam kegiatan saat menyelesaikan suatu pekerjaan sesama karyawan harus saling menghargai dalam bekerja, jika ada karyawan baru, tim yang telah ada wajib membantu dalam beradaptasi agar kenyamanan dalam bekerja dapat tercapai. Apabila ada anggota karyawan mengalami kemalangan/musibah sesama karyawan harus saling menolong. 3. Kondisi Kerja
Kondisi lingkungan tempat kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan, baik dari sisi kenyamanan dan kebersihan di ruangan. Hubungan yang harmonis antara karyawan dengan atasan
Universitas Sumatera Utara
juga sangat mempengaruhi harmonisasi dalam bekerja. Jika adanya hubungan yang harmonis antara sesama karyawan maka akan terjadi saling memberikan dukungan yang bersifat positif dalam bekerja. Peraturan, fasilitas dan karyawan yang ada di dalam suatu kegiatan
organisasi
dalam
bekerja ini
mendukung dalam
terciptanya kegiatan yang positif bagi orang lain, juga didukung harus adanya prosedur/aturan dalam bekerja yang jelas dalam melaksanakan setiap pekerjaan oleh karyawan.
2.2 Supervisi 2.2.1 Pengertian Supervisi Supervisi adalah intervensi yang diberikan oleh karyawan senior kepada karyawan junior yang memiliki kesamaan profesi. Hubungannya bersifat evaluatif, sepanjang waktu, mencapai tujuan yang berkelanjutan dalam meningkatkan kemampuan juniornya, pemantauan kualitas layanan profesional pada pasien (Bernard & Goodyear, 2004). Supervisi bersifat normatif, yaitu mengendalikan mutu layanan dengan menyusun,
menetapkan
kebijakan
prosedur,
mengembangkan
standar,
melaksanakan audit, dan suportif, yaitu meningkatkan kemampuan pengendalian emosional dan formatif, yaitu menjaga, meningkatkan, menfasilitasi kompetensi, kemampuan, efektivitas suprvisee serta mengembangkan kemampuan dan praktik keperawatan berbasis bukti. Jadi, tujuan supervisi adalah untuk memberikan dukungan, memotivasi, meningkatkan kemampuan dan pengendalian emosional
Universitas Sumatera Utara
dengan tidak membuat perawat pelaksana merasa dinilai dalam melakukan pekerjaan secara benar (Sloan & Watson, 2002). 2.2.2 Fungsi supervisi Fungsi Supervisi
mempunyai lima fungsi dalam
upaya untuk
mencapai tujuan organisasi. Fungsi tersebut adalah: 1.
Perencanaan, menunjuk perawat serta tugasnya masing-masing, mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya, mengidentifikasi tingkat ketergantungan
klien
dibantu
perawat,
mengidentifikasi
tingkat
ketergantungan klien dibantu perawat, mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan tingkat ketergantungan pasien dibantu oleh perawat, dan merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan. 2.
Pengorganisasian,
merumuskan
metode
penugasan
yang
digunakan,
merumuskan tujuan metode penugasan, membuat rincian tugas perawat secara jelas, mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas, membuat rencana kendali, membawahi perawat dan mengatur tenaga yang ada setiap hari. 3. Membimbing dan Mengarahkan, memberi pengarahan tentang penugasan kepada perawat, memberikan pujian kepada perawat yang mengerjakan tugas dengan baik, memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap perawat, membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya, dan meningkatkan kolaborasi sesama tim kerja. 4.
Pengawasan
dan
Evaluasi,
mengevaluasi
upaya
pelaksanaan
dan
membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama
Universitas Sumatera Utara
melalui komunikasi, mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan perawat mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien, melakukan audit keperawatan, melalui supervisi pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/mengawasi, pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat
selama
dan
sesudah
proses
keperawatan
dilakukan
(didokumentasikan), dan mendengar laporan dari perawat. 5. Pencatatan dan Pelaporan, mencatat evaluasi tindakan keperawatan sesuai batas kemampuan perawat, mengobservasi kondisi pasien, selanjutnya melakukan tindakan yang tepat berdasarkan hasil observasi tersebut sesuai batas kemampuannya dan melaporkannya pada pimpinan di atasnya, berperan serta dengan anggota tim kesehatan dalam membahas kasus dan upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan di rumah sakit dan mencatatnya untuk sebagai bahan pembelajaran bersama, mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh pimpinan di rumah sakit dan pelaporan dari ruangan yang di bawah kepemimpinan kepala ruangan, melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang tepat dan benar sesuai standar asuhan keperawatan (Sitorus & Panjaitan ,2011). Depkes RI (1999) dalam Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan & Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI (2007) Menyatakan bahwa peran supervisi yang dilakukan kepala ruangan yaitu: 1. Perencanaan; a) Menunjuk perawat yang bertugas di kamar masing-masing, b)
Mengikuti
serah
terima
pasien
dari
shift
sebelumnya,
c)
Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien, d) Mengidentifikasi
Universitas Sumatera Utara
jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan kebutuhan pasien, e) Merencanakan metode penugasan dan penjadwalan staf, f) Merencanakan strategi pelaksanaan asuhan keperawatan, g) Merencanakan kebutuhan logistik dan fasilitas ruangan kelolaan, dan h) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian 2. Pengorganisasian dan ketenagaan; a) Merumuskan metode penugasan keperawatan, b) Merumuskan tujuan dari metode penugasan keperawatan, c) Merumuskan rincian tugas perawat secara jelas. d) Membuat rentang kendali di ruang rawat, e) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, misalnya membuat roster dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari sesuai dengan jumlah dan kondisi pasien, f) Mengatur dan mengendalikan pelaksanaan asuhan keparawatan dalam bentuk diskusi, bimbingan dan penyampaian informasi, g) Mengatur dan mengendalikan logistik dan fasilitas ruangan, h) Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktek, i) Mendelegasikan tugas kepada perawat, j) Melakukan koordinasi dengan
tim
kesehatan
lain,
dan
k)
Melakukan
pelaporan
dan
pendokumentasian. 3. Pengarahan; a) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada perawat, b) Memberikan pengarahan kepada perawat tentang pelaksanaan asuhan keperawatan dan fungsi-fungsi manajemen, c) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien, dan d) Memberikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Karakteristik Supervisi Dalam keperawatan, supervisi yang baik apabila memiliki karakteristik: a.
Mencerminkan kegiatan asuhan keperawatan yang sesungguhnya
b.
Mencerminkan pola organisasi/struktur organisasi keperawatan yang ada
c.
Kegiatan yang berkesinambungan yang teratur atau berkala
d.
Dilaksanakan oleh atasan langsung (kepala unit/kepala ruangan atau penanggung jawab yang ditunjuk).
e.
Menunjukkan kepada kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas asuhan keperawatan.
2.2.4. Manfaat Supervisi Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Suarli & Bachtiar, 2010): 1. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan. 2. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah. Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar
Universitas Sumatera Utara
dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan yang telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan. 2.2.5 . Frekuensi Pelaksanaan Supervisi Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang dilakukan hanya sekali bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, karena organisasi/ lingkungan selalu berkembang. Oleh sebab itu agar organisasi selalu dapat mengikuti berbagai perkembangan dan perubahan, perlu dilakukan berbagai penyesuaian. Supervisi dapat membantu penyesuaian tersebut yaitu melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan. Tidak ada pedoman yang pasti mengenai berapa kali supervisi harus dilakukan. Yang digunakan sebagai pegangan umum, supervisi biasanya bergantung dari derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan, serta sifat penyesuaian yang akan dilakukan. Jika derajat kesulitannya tinggi serta sifat penyesuaiannya mendasar, maka supervisi harus lebih sering dilakukan (Suarli & Bachtiar, 2010). 2.2.6. Prinsip-prinsip Pokok dalam Supervisi Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfer kerja, dan jumlah sumber. Sumber yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Untuk itu diperlukan beberapa prinsip pokok pelaksanaan supervisi. Prinsip pokok supervisi secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut (Suarli dan Bahtiar, 2010): 1. Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan, bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan kinerja ini dilakukan dengan melakukan
Universitas Sumatera Utara
pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian apabila ditemukan
masalah,
segera
diberikan
petunjuk
atau
bantuan
untuk
mengatasinya. 2. Sejalan dengan tujuan utama yang ingin dicapai, sifat supervisi harus edukatif dan suportif, bukan otoriter. 3. Supervisi harus dilakukan secara teratur atau berkala. Supervisi yang hanya dilakukan sekali bukan supervisi yang baik. 4. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikan rupa sehingga terjalin kerja sama yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada saat proses penyelesaian masalah, dan untuk lebih mengutamakan kepentingan bawahan. 5. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing bawahan secara individu. Penerapan strategi dan tata cara yang sama untuk semua kategori bawahan, bukan merupakan supervisi yang baik. 6. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan. 2.2.7. Pelaksana Supervisi Menurut Suarli dan Bachtiar (2010), yang bertanggung jawab dalam melaksanakan supervisi adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam organisasi. Idealnya kelebihan tersebut tidak hanya aspek status dan kedudukan, tetapi juga pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan hal tersebut serta prinsip-prinsip pokok supervisi maka untuk dapat melaksanakan supervisi dengan baik ada beberapa syarat atau karasteristik yang harus dimiliki oleh pelaksana supervisi (supervisor).
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik yang dimaksud adalah: 1. Sebaiknya pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang disupervisi. Atau apabila hal ini tidak mungkin, dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas wewenang dan tanggung jawab yang jelas. 2. Pelaksana supervisi harus memilki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis pekerjaan yang akan disupervisi. 3. Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilam melakukan supervisi artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi. 4. Pelaksana supervisi harus memilki sifat edukatif dan suportif, bukan otoriter. 5. Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar dan selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku bawahan yang disupervisi. 2.2.8. Teknik Supervisi Tehnik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan teknik penyelesaian masalah. Bedanya pada supervisi teknik pengumpulan data untuk menyelesaikan masalah dan penyebab masalah menggunakan teknik pengamatan langsung oleh pelaksana supervisi terhadap sasaran supervisi, serta pelaksanaan jalan keluar. Dalam mengatasi masalah tindakan dapat dilakukan oleh pelaksana supervisi, bersama-sama dengan sasaran supervisi secara langsung di tempat. Dengan perbedaan seperti ini, bahwa untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua hal yang perlu diperhatikan menurut Bachtiar dan Suarli (2010) yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Pengamatan langsung Teknik supervisi dimana supervisor berpartisipasi langsung dalam melakukan supervisi. Kelebihan dari teknik ini pengarahan dan petunjuk dari supervisor tidak dirasakan sebagai suatu perintah, selain itu umpan balik dan perbaikan dapat dilakukan langsung saat ditemukan adanya penyimpangan. Supervisi dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung. Pada supervisi modern diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Cara memberikan pengarahan yang efektif adalah: a.
Pengarahan harus lengkap.
b.
Mudah dipahami.
c.
Menggunakan kata-kata yang tepat.
d.
Berbicara dengan jelas dan lambat.
e.
Berikan arahan yang logis.
f.
Hindari memberikan banyak arahan pada satu saat.
g.
Pastikan bahwa arahan dipahami.
h.
Yakinkan bahwa arahan anda dilaksanakan atau perlu tindak lanjut. Pengamatan langsung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk
itu ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan. a. Sasaran pengamatan, pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat menimbulkan kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat terperangkap pada sesuatu yang bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pada pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan, yakni
Universitas Sumatera Utara
hanya ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja (selective supervision). b. Objektivitas pengamatan, pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat menggangu objektivitas. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, maka pengamatan langsung perlu dibantu dengan dengan suatu daftar isi yang telah dipersiapkan. Daftar tersebut dipersiapkan untuk setiap pengamatan secara lengkap dan apa adanya. c. Pendekatan pengamatan, pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak senang, atau kesan menggangagu kelancaran pekerjaan. Untuk mengecek keadaan ini pengamatan langsung harus dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak atau kesan negatif tersebut tidak sampai muncul. Sangat dianjurkan pengamatan tersebut dapat dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas. 2. Pengamatan Tidak langsung Supervisi dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Supervisor tidak melihat langsung kejadian di lapangan, sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis. 3. Kerja sama Agar komunikasi yang baik dan rasa memiliki ini dapat muncul, pelaksana supervisi dan yang disupervisi perlu bekerja sama dalam penyelesaian masalah, sehingga prinsip-prinsip kerja sama kelompok dapat diterapkan. Masalah, penyebab masalah serta upaya alternatif penyelesaian masalah harus dibahas
Universitas Sumatera Utara
secara
bersama-sama.
Kemudian
upaya
penyelesaian
masalah
tersebut
dilaksanakan secara bersama-sama pula. 2.2.9. Supervisi Keperawatan Bidang keperawatan supervisi mempunyai pengertian yang sangat luas, yaitu meliputi segala bantuan dari pemimpin/penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan kegiatan supervisi semacam ini merupakan dorongan bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan dan perkembangan keahlian dan kecakapan para perawat (Suyanto, 2008). Supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan, pengarahan, observasi dan pemberian motivasi serta evaluasi terhadap pendokumentasian tiaptiap tahap proses keperawatan. Kelengkapan dan kesesuaian dengan standar merupakan variabel yang harus disupervisi (Wiyana, 2008). 1.
Pelaksana Supervisi Keperawatan Materi supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas dari
masing-masing staf perawat pelaksana yang disupervisi terkait dengan kemampuan asuhan keperawatan yang dilaksanakan. Supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertangguung jawab antara lain (Suyanto, 2008): 1. Kepala ruangan Bertanggung
jawab
untuk
melakukan
supervisi
pelayanan
keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya
Universitas Sumatera Utara
tujuan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di ruang perawatan tersebut. Sebagai contoh ruang perawatan yang menerapkan metode tim, maka kepala ruangan dapat melakukan supervisi secara tidak langsung melalui ketua tim masingmasing (Suarli & Bahtiar, 2010). 2. Pengawas perawatan (supervisor) Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana fungisional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan. Bertanggung jawab dalam melakukan supervisi pelayanan pada kepala ruangan yang ada di instalasinya. 1.
Kepala seksi, beberapa instansi digabung di bawah satu
pengawasan kepala seksi. Kepala seksi mengawasi pengawas keperawatan dalam melaksanakan tugas secara langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung. 2.
Kepala bidang keperawatan, sebagai top manager dalam
keperawatan, kepala bidang keperawatan, kepala bidang keperawatan bertanggung jawab melakukan supervisi baik secara langsung atau tidak langsung melalui para pengawas keperawatan. 2. Sasaran Supervisi Keperawatan. Sasaran yang harus dicapai dalam supervisi adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Pelaksanan tugas sesuai dengan pola b. Struktur dan hirarki sesuai dengan rencana c. Staf yang berkualitas dapat dikembangkan secara kontinue/sistematis d. Penggunaan alat yang efektif dan ekonomis e. Sistem dan prosedur yang tidak menyimpang f. Pembagian tugas, wewenang ada pertimbangan objek/rational g. Tidak terjadi penyimpangan/penyelewengan kekuasaan, kedudukan dan keuangan. Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai dengan pola yang disepakati berdasarkan struktur dan hirarki tugas. Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan. Jika supervisi mempunyai sasaran berupa pekerjaan yang dilakukan, maka disebut supervisi langsung, sedangkan jika sasaran berupa bawahan yang melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak langsung. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kinerja pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli & Bachtiar, 2010). Sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan supervisi antara lain: pelaksanaan tugas keperawatan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis, sistem dan prosedur yang tidak menyimpang, pembagian tugas dan wewenang, penyimpangan kekuasaan, kedudukan dan keuangan (Suyanto, 2008). 3. Kompetensi Supervisor Keperawatan Tanggung jawab utama seorang supervisor adalah mencapai hasil sebaik mungkin
dengan
mengkoordinasikan
sistem
kerjanya.
Para
supervisor
Universitas Sumatera Utara
mengkoordinasikan pekerjaan karyawan dengan mengarahkan, melancarkan, membimbingan, memotivasi, dan mengendalikan (Dharma, 2003). Seorang keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki kemampuan dalam (Suyanto, 2008): a. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan. b. Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf dan pelaksanan keperawatan. c. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf dan pelaksanan keperawatan. d. Mampu memahami proses kelompok (dinamika kelompok). e. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan. f. Melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat. 4. Langkah-langkah Supervisi 1. Pra supervisi Kegiatan yang dilakukan oleh supervisor pada pra supervisi adalah: a. Supervisor menetapkan kegiatan yang akan disupervisi. b. Supervisor menetapkan tujuan. 2. Supervisi Kegiatan yang dilakukan oleh supervisor pada supervisi adalah: a. Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau instrumen yang telah disiapkan. b. Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan pembinaan.
Universitas Sumatera Utara
c. Supervisor memanggil Perawat Primer dan Perawat Associste untuk mengadakan pembinaan dan klarifikasi permasalahan. d. Supervisor mengklarifikasi permasalahan yang ada. e. Supervisor melakukan tanya jawab dengan perawat primer dan perawat associate. f. Supervisor memberikan masukan dan solusi pada perawat primer dan perawat associate. g. Supervisor memberikan reinforcement pada perawat primer dan perawat associate. 5. Peran supervisor dan fungsi supervisi keperawatan dalam manajemen keperawatan Peran dan fungsi supervisor dalam supervisi adalah mempertahankan keseimbangan pelayanan keperawatan dan manajemen sumber daya yang tersedia (Marquis & Huston, 2010). 1. Manajemen pelayanan keperawatan. Tanggung jawab supervisor adalah: a. Menetapkan dan mempertahankan standar praktek keperawatan. b. Menilai kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan yang diberikan. c. Mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur pelayanan keperawatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan lain yang terkait. 2. Manajemen anggaran Manajemen keperawatan berperan aktif dalam membantu perencanaan, dan pengembangan. Supervisor berperan dalam:
Universitas Sumatera Utara
a. Membantu menilai rencana keseluruhan dikaitkan dengan dana tahunan yang tersedia, mengembangkan tujuan unit yang dapat dicapai sesuai tujuan rumah sakit. b. Membantu mendapatkan informasi statistik untuk perencanaan anggaran keperawatan. c. Memberi justifikasi proyeksi anggaran unit yang dikelola. Supervisi yang berhasil dan berdaya guna tidak dapat terjadi begitu saja, tetapi memerlukan praktek dan evaluasi penampilan agar dapat dijalankan dengan tepat. Kegagalan supervisi dapat menimbulkan kesenjangan dalam pelayanan keperawatan. 1. Proses supervisi keperawatan terdiri dari 3 elemen kelompok, yaitu: a. Mengacu pada standar asuhan keperawatan. b. Fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pembanding untuk menetapkan pencapaian. c. Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan kualitas asuhan. 2. Area Supervisi keperawatan yaitu: a. Pengetahuan dan pengertian tentang klien. b. Ketrampilan yang dilakukan disesuaikan dengan standar. c. Sikap penghargaan terhadap pekerjaan misalnya kejujuran, empati dan gagasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik. 6. Teknik Supervisi keperawatan Supervisi keperawatan merupakan suatu proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaiakan tugas dalam rangka pencapaian
Universitas Sumatera Utara
tujuan yang telah ditetapkan. Dengan supervisi memungkinkan seorang manajer keperawatan dapat menemukan berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan asuahan keperawatan di ruang yang bersangkutan melalui analisis secara komprehensif bersama-sama dengan anggota perawat secara efektif dan efesien. Melalui kegiatan supervisi seharusnya kualitas dan mutu pelayanan keperawatan menjadi fokus dan menjadi tujuan utama, bukan malah menyibukkan diri mencari kesalahan atau penyimpangan (Arwani, 2006). Teknik supervisi dibedakan menjadi dua, supervisi langsung dan tak langsung. 1. Teknik Supervisi Secara Langsung. Supervisi yang dilakukan secara langsung pada kegiatan yang sedang dilaksanakan. Pada waktu supervisi diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah (Wiyana, 2008). Cara memberikan supervisi efektif adalah: (1) Pengarahan harus lengkap dan mudah dipahami; (2) Menggunakan kata-kata yang tepat; (3) Berbicara dengan jelas dan lambat; (4) Berikan arahan yang logis; (5) Hindari banyak memberikan arahan pada satu waktu; (7) Pastikan arahan yang diberikan dapat dipahami; dan (8) Pastikan bahwa arahan yang diberikan dilaksanakn atau perlu tindak lanjut. Supervisi langsung dilakukan pada saat perawat sedang melaksanakan pengisian formulir dokumentasi asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan pada kinerja pendokumentasian dengan mendampingi perawat dalam pengisian setiap komponen dalam proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi (Wiyana, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Langkah-langkah yang digunakan dalam supervisi langsung (Wiyana, 2008): a. Informasikan
kepada
perawat
yang
akan
disupervisi
bahwa
pendokumentasiannya akan disupervisi. b. Lakukan supervisi asuhan keperawatan pada saat perawat melakukan pendokumentasian. Supervisor melihat hasil pendokumentasian secara langsung dihadapan perawat yang mendokumentasikan. c. Supervisor menilai setiap dokumentasi sesuai standar dengan asuhan keperawatan pakai yaitu menggunakan form A Depkes. d. Supervisor menjelaskan, mengarahkan dan membimbing perawat yang disupervisi komponen pendokumentasian mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kepada perawat yang sedang menjalankan pencacatan dokumentasi asuhan keperawatan sesuai form A dari Depkes. e. Mencatat hasil supervisi dan menyimpan dalam dokumen supervisi. 2. Secara Tidak Langsung Supervisi tidak langsung adalah supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Perawat supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga memungkinkan terjadinya kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis (Wiyana, 2008). Langkah-langkah Supervisi tidak langsung yaitu: a. Lakukan supervisi secara tak langsung dengan melihat hasil dokumentasi pada buku rekam medik perawat. b. Pilih salah satu dokumen asuhan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
c. Periksa kelengkapan dokumentasi sesuai dengan standar dokumentasi asuhan keperawatan yang ditetapkan rumah sakit yaitu form A dari Depkes. d. Memberikan penilaian atas dokumentasi yang disupervisi dengan memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan cacatan tertulis pada perawat yang mendokumentasikan. e. Memberikan catatan pada lembar dokumentasi yang tidak lengkap atau sesuai standar. 7. Prinsip Supervisi Keperawatan Seorang manajer keperawatan mampu melakukan kegiatan supervisi secara benar, harus mengetahui dasar dan prinsip-prinsip supervisi. Prinsip-prinsip tersebut harus memenuhi syarat antara lain didasarkan atas hubungan professional dan bukan hubungan pribadi, kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat edukatif, memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana dan harus mampu membentuk suasana kerja yang demokratis. Prinsip lain yang harus dipenuhi dalam kegiatan supervisi adalah harus dilakukan secara objektif dan mampu memacu terjadinya penilaian diri (self evaluation), bersifat progresif, inovatif, fleksibel, dapat mengembangkan potensi atau kelebihan masing-masing orang yang terlibat, bersifat kreatif dan konstruktif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan, dan supervisi harus dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan (Arwani, 2006). Ada beberapa prinsip supervisi yang dilakukan di bidang keperawatan antara lain; (1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi, (2)
Universitas Sumatera Utara
Supervisi menggunakan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan hubungan antar
manusia
dan
kemampuan
menerapkan
prinsip
manajemen
dan
kepemimpinan, (3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi dan dinyatakan melalui petunjuk, peraturan uraian tugas dan standard, (4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor dan perawat pelaksana. (5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rencana yang spesifik, (6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif, kreatifitas dan motivasi, dan (7) Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan klien, perawat dan manajer. 8. Supervisi Kepala Ruangan 1. Kegiatan Rutin Supervisor Mengkoordinasikan sistem kerja secara efektif, para supervisor harus melakukan dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan tugas dan kegiatan supervisi. Kegiatan tugas adalah kegiatan yang melibatkan supervisor dalam pelaksanaan lansung
suatu
pekerjaan.
Kegiatan
supervisi
adalah
kegiatan
yang
mengkoodinasikan pekerjaan yang dilkukan orang lain. Supervisor yang efektif menekankan kegiatan supervisi (Dharma, 2003). Kegiatan dalam supervisi adalah sebagai berikut (Wiyana, 2008): a. Persiapan Kegiatan kepala ruangan meliputi: (a) Menyusun jadwal supervisi, (b) Menyiapkan
materi
supervisi
(format
supervisi,
pedoman
pen
dokumentasian), dan (c) Mensosialisasikan rencana supervisi kepada perawat pelaksana.
Universitas Sumatera Utara
9. Pelaksanaan supervisi Kegiatan kepala ruangan pada tahap pelaksanaan supervisi meliputi : 1. Mengucapkan salam pada perawat yang disupervisi. 2. Membuat kontrakwaktu supervisi pendokumentasian dilaksanakan. 3. Bersama perawat mengidentifikasi kelengkapan pendokumentasian untuk masing-masing tahap. 4. Mendiskusikan
pencapaian
yang
telah
diperoleh
perawat
dalam
pedokumentasian asuhan keperawatan. 5. Mendiskusikan pencapaian yang harus ditingkatkan pada masing-masing tahap. 6. Memberikan bimbingan / arahan pendokumentasian asuhan keperawatan. 7. Mencatat hasil supervisi. 2.2.10. Evaluasi Kegiatan kepala ruangan pada tahap evaluasi meliputi: (1) Menilai respon perawat terhadap pendokumentasian yang baru saja di arahkan, (2) Memberikan reinforcement pada perawat, dan (3) Menyampaikan rencana tindak lanjut supervisi. 1. Model-model Supervisi Keperawatan Selain cara supervisi yang telah diuraikan, beberapa model supervisi dapat diterapkan dalam kegiatan supervisi antara lain (Depkes, 1999): a. Model konvensional Model supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan memata-matai staf dalam mengerjakan
Universitas Sumatera Utara
tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana sehingga sulit terungkap sisi positif, hal-hal yang baik ataupun keberhasilan yang telah dilakukan. b.
Model ilmiah Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan
sehingga tidak hanya mencari kealahan atau masalah saja. Oleh karena itu supervisi yang dilakukan dengan model ini memilki karakteristik sebagai berikut yaitu, dilakukan secara berkesinambungan, dilakukan dengan prosedur, instrumen dan standar supervisi yang baku, menggunakan data yang objektif sehingga dapat diberikan umpan balik dan bimbingan. c.
Model klinis Supervisi model klinis bertujuan untuk membantu perawat pelaksana
dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuahn keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan. d.
Model artistic Supervisi model artistic dilakukan dengan pendekatan personal untuk
menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang disupervisi. Dengan demikian akan tercipta hubungan saling percaya sehingga hubungna antara perawat dan supervisor akan terbuka dam mempermudah proses supervisi.
Universitas Sumatera Utara
1.3.
Kinerja
2.3.1. Pengertian kinerja Defenisi kinerja yang dikemukakan para ahli terdapat beberapa defenisi, yaitu mengemukakan bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi, kecakapan, dan presepsi peranan. Secara umum, pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam kemampuan melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan oleh atasan kepadanya. Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu (Depkes, 2004). Pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas-tugas tersebut biasanya berdasarkan indikator-indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan. Sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seseorang karyawan masuk dalam tingkatan kinerja tertentu. Tenaga keperawatan Rumah Sakit merupakan sumber daya manusia berjumlah terbesar dan paling banyak berinteraksi dengan klien untuk memberikan asuhan ke perawatan yang komprehensif dan professional, sehingga kinerja perawat terus menjadi perhatian berbagai pihak (Depkes, 2004). Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh karyawan dalam melakukan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Kinerja adalah suatu proses dan hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Kinerja perawat adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing, tidak
Universitas Sumatera Utara
melanggar hukum, aturan serta sesuai dengan moral dan etika, dimana kinerja yang baik dapat memberikan kepuasan pada pengguna jasa (Potter & Perry, 2005). Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol
sumber daya manusia dan produktivitas.
Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan prilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa kperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses aprassial kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Potter & Perry, 2005). Sedangkan menurut Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Penekanannya akan lebih banyak kepada sasaran dalam bentuk target yang terukur daripada kompetensi. Kinerja mereka akan diukur berdasarkan apa yang telah dilakukan untuk mencapai hasil sehingga mereka melakukannya akan menjadi kurang penting. Kinerja manajer, ketua tim, dan staf profesional umumnya juga akan diukur dengan mengacu kepada defenisi akuntabilitas utamanya. Pencapaian target secara kuantitatif masih penting bagi aspek-aspek tertentu dari pekerjaan tersebut yang mungkin tidak dapat diukur dan dipergunakan. Pada pekerjaan administratif dan pendukung, ukuran kinerja akan
Universitas Sumatera Utara
dihubungkan dengan defenisi dari tugas-tugas utama atau aktifitas kunci terhadap standar kinerja yang berkesinambungan akan disertakan untuk mengukur kinerja. Persyaratan atribut dan kompetensi yang sesuai dengan tingkat pekerjaan akan tetap penting. Pada beberapa pekerjaan, kinerja akan diukur dengan mengacu kepada standar output ataupun lama waktu yang dipakai (Ilyas, 2002). Menurut Ilyas (2002) model teori kinerja adalah analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel individu dikelompokkan pada subvariabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Subvariabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada prilaku dan kinerja individu. Variabel psikologis terdiri dari subvariabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis seperti ini adalah hal yang kompleks dan sulit diukur. Variabel organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam subvariabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan (Ilyas, 2002). Prilaku individu dilihat dari respon terhadap stimulus dibagi menjadi dua bagian yaitu prilaku tertutup dan perilaku terbuka dalam bentuk praktek atau tindakan yang diamati. Jadi kinerja dalam keperawatan merupakan hasil karya dari perawat dalam bentuk tindakan atau praktek yang diamati atau dinilai. Kinerja perawat mencerminkan kemampuan perawat untuk mengimplementasikan proses asuhan keperawatan. Praktek keperawatan merupakan tindakan mandiri
Universitas Sumatera Utara
atau kolaborasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Gillies, 1999). 2.3.2. Jenis-jenis Kriteria Kinerja Sedangkan menurut Robbins (2002) mengatakan hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut. 1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan. 2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran “tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran. 3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan. Ketiga jenis kriteria di atas dapat dijadikan sebagai acuan guna mengukur kinerja. 2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain efektifitas dan efisiensi, otoritas, disiplin, dan inisiatif menurut Robbins (2002). 1) Efektivitas dan Efisiensi Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari, kegiatan mempunyai nilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif
Universitas Sumatera Utara
dinamakan tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang dicari-cari tidak penting maka kegiatan tersebut efisien. 2) Otoritas (wewenang) Arti otoritas adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam organisasi formal yang dimiliki oleh seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya. Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut. 3) Disiplin Disiplin kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia kerja. 4) Inisiatif Berkaitan dengan daya dan kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi, inisiatif
adalah
gaya
dorong
kemajuan
yang
bertujuan
untuk
mempengaruhi kinerja organisasi. 2.3.4. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Zhou (2004) di Calgary, Kanada mengenai hubungan motivasi dan kinerja yang dihubungkan dengan hygiene teory of Herzberg, bahwa motivasi karyawan dalam bekerja dipengaruhi oleh Hygiene factor, adalah faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan; berhubungan dengan job context atau aspek ekstrinsik pekerja. Faktor-faktor yang termasuk adalah; (1) Working
condition
(kondisi
kerja),
(2) Interpersonal
relation
(hubungan antar pribadi), (3) Company policy and administration (kebijaksanaan
Universitas Sumatera Utara
perusahaan dan pelaksanaannya), (4) Supervision technical (teknik pengawasan), (5) Job security (perasaan aman dalam bekerja). Jika dalam situasi kerja faktor-faktor hygiene tidak ada, Herzberg merasa bahwa karyawan tidak akan mendapat kepuasan. Namun adanya hygiene factor juga tidak memotivasi karyawan melainkan hanya membantu mencegah adanya ketidakpuasan, dalam hal ini juga berlaku pada faktor-faktor motivator, dan jika faktor motivator ada maka dapat memberikan motivasi dan kepuasan kerja pada tingkatan yang lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Mitchell (2009) di salah satu rumah sakit di Arab Saudi, menyatakan bahwa ada hubungan antara motivasi dan kinerja perawat yang bekerja yang ditambah dengan fasilitas-fasilitas yang mempengaruhi motivasi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Russell (2008) di salah satu rumah sakit di Amerika Utara, bahwa ada hubungan teori motivasi menurut Hezberg terhadap kinerja perawat transplantasi di rumah sakit di Amerika Utara dibuktikan dengan kenyamanan dan kepuasan kerja perawat dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Juliani (2007), pengaruh motivasi instrinsik terhdap kinerja perawat pelaksana di instalasi ruang rawat inap di RSU dr. Pirngadi Medan, terdapat pengaruh signifikan antara motivasi intrinsik bersadasarkan tanggung jawab terhadap kinerja perawar pelaksana. Penelitian yang dilakukan oleh Donna (1990) di salah satu rumah sakit di Colorado di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa adanya hubungan motivasi atasan terhadap kinerja perawat yang dihubungkan dengan teori Hezberg, dengan turn over perawat di rumah sakit tersebut akan meningkat jika tidak dipenuhi oleh pihak rumah sakit dari sisi motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
Universitas Sumatera Utara
Hasil yang sama juga ditemukan oleh Ba’diah (2008) penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit di Cerebon, yang menyatakan bahwa supervisi berhubungan dengan kinerja perawat. Hal ini menggambarkan bahwa, apabila kepala ruangan melakukan supervisi dengan baik maka perawat pelaksana juga akan menghasilkan kinerja yang baik, begitu pula sebaliknya dengan pengawasan yang terstandar. Penelitian yang dilakukan oleh Qalbia (2013) di RS Universitas Hasanuddin di Sulawesi Selatan tentang hubungan motivasi dan supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety di rumah sakit menunjukkan bahwa adanya hubungan motivasi dan supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi dan pelaksanaan supervisi terhadap kinerja perawat pelaksana dalam menerapkan patient safety di RS universitas Hasanuddin. 2.3.5. Standar Instrumen Penilaian Kerja Perawat Dalam Melakasanakan Asuhan Keperawatan Kepada Klien (Potter & Perry, 2005) 1.
Standar I: Pengkajian Keperawatan Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Rasional pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam proses keperawatan bertujuan menetapkan data dasar tentang tingkat kesehatan klien yang digunakan dalam merumuskan masalah klien dan rencana tindakan. Kriteria struktur pengkajian keperawatan yaitu; (1) Metode pengumpulan data
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan dapat menjamin, (2) Pengumpulan data yang sistematis dan lengkap, (3) Diperbaharui data dalam pencatatan yang ada, (4) Kemudahan memperolah data, (5) Terjaganya kerahasiaan, (6) Tatanan praktek mempunyai sistem pengumpulan data keperawatan yang merupakan bagian integral dari suatu sistem pencatatan pengumpulan data klien, (7) Sistem pencatatan berdasarkan proses keperawatan, singkat, menyeluruh, akurat dan berkesinambungan, (8) Praktek mempunyai sistem pengumpulan data keperawatan yang menjadi bagian dari sistem pencatatan kesehatan klien, (9) Ditatanan
praktek
tersedia
sistem
pengumpulan
data
yang
dapat
memungkinkan diperoleh kembali bila diperlukan, dan (10) Tersedianya sarana dan lingkungan yang mendukung. Kriteria proses yaitu; (1) Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan mempelajari data penunjang, serta mempelajari data lain, (2) Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang terkait, tim kesehatan, rekam medis, serta catatan lain, (3) Klien berpartisipasi dalam proses pengumpulan data, dan (4) Data yang dikumpulkan difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan klien saat ini, status kesehatan klien masa lalu, status biologis (fisiologis), status psikologis (pola koping), status spiritual, status sosial kultural, respon terhadap terapi, harapan tentang tingkat kesehatan optimal, resiko masalah potensial. Kriteria hasil adalah data dicatat dan dianalisis sesuai standar dan format yang ada, data yang dihasilkan akurat, terkini, dan relevan sesuai kebutuhan klien.
Universitas Sumatera Utara
2. Standar II: Diagnosa Keperawatan Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Rasional diagnosa keperawatan sebagai dasar pengembangan rencana intervensi keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan, pencegahan, dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan klien. Kriteria struktur yaitu; (1) Tatanan praktek memberi kesempatan kepada teman sejawat, klien untuk melakukan validasi diagnosa keperawatan, (2) Adanya mekanisme pertukaran informasi tentang hasil penelitian dalam menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, dan (3) Untuk mengakses sumber-sumber dan program pengembangan prfesional yang terkait. Kriteria proses meliputi; (1) Proses diagnosis terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosa keperawatan, (2) Komponen diagnosa keperawatan terdiri dari masalah (P), penyebab (E), gejala/ tanda (S) atau terdiri dari masalah dari penyebab (PE), (3) Bekerja sama dengan klien, dekat dengan klien, petugas kesehatan lain untuk menvalidasi diagnosa keperawatan, dan (4) Melakukan kaji ulang dan revisi diagnosa berdasarkan data terbaru. Kriteria hasil meliputi; (1) Diagnosa keperawatan divalidasi oleh klien bila memungkinkan, (2) Diagnosis keperawatan yang dibuat diterima oleh teman sejawat sebagai diagnosisi yang relevan dan signifikan, dan (3) Diagnosis
didokumentasikan
untuk
mempermudah
perencanaan,
implementasi, evaluasi, dan penelitian. 3.
Standar III: Perencanaan Keperawatan Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
Universitas Sumatera Utara
masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan klien. Rasionalnya perencanaan dikembangkan berdasarkan diagnosis keperawatan. Kriteria stuktur yaitu; (1) Tatanan praktek menyediakan sarana yang dibutuhkan untuk mengembangkan perencanaan, dan (2) Adanya mekanisme pencatatan, sehingga dapat dikomunikasikan. Kriteria proses yaitu; (1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan, (2) Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan, (3) Perencanaan bersifat
individual
sesuai
kondisi
dan
kebutuhan
klien,
dan
(4)
mendokumentasikan rencana keperawatan. Kriteria hasil meliputi; (1) Tersusun suatu rencana asuhan keperawatan klien, (2) Perencanaan mencerminkan penyelesaian terhadap diagnosis keperawatan, (3) Perencanaan tertulis dengan format yang singkat dan mudah didapat, (4) Perencanaan menunjukkan bukti adanya revisi pencapaian tujuan. 4. Standar IV: Pelaksanaan Tindakan (Implementasi) Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Rasional perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan partisipasi klien dalam tindakan keperawatan berpengaruh pada hasil yang diharapkan. Kriteria struktur meliputi; tatanan praktek menyediakan (1) Sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan, (2) Pola ketenagaan yang sesuai dengan kebutuhan, (3) Ada mekanisme untuk mengkaji dan merevisi pola ketenagaan
Universitas Sumatera Utara
secara periodik, (4) Pembinaan dan peningkatan keterampilan klinis keperawatan, dan (5) Sistem konsultasi keperawatan. Kriteria proses meliputi; (1) Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, (2) Kolaborasi dengan profesi lain untuk meningkatkan status kesehatan klien, (3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan klien, (4) Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksana keperawatan di bawah tanggung jawabnya, (5) Menjadi koordinator pelayanan dan advokasi terhadap klien untuk mencapai tujuan kesehatan, dan (6) Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatan dan fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada, memberikan pendidikan kepada klien dan keluarga mengenai konsep dan keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakannya, mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien. Kriteria hasil meliputi; (1) Terdokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien secara sistematik dan dengan mudah diperoleh kembali, (2) Tindakan keperawatan dapat diterima klien, dan (3) Ada bukti-bukti terukur tentang pencapaian tujuan. 5. Standar V: Evaluasi keperawatan Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Rasional: praktek keperawatan merupakan suatu proses dinamis yang mencakup berbagai perubahan data
Universitas Sumatera Utara
diagnosa, atau perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Efektifitas asuhan keperawatan tergantung pada pengkajian yang berulang-ulang. Kriteria struktur meliputi; (1) Tatanan praktek menyediakan sarana dan lingkungan yang mendukung terlaksananya proses evaluasi, (2) Adanya akses informasi yang dapat digunakan perawat dalam penyempurnaan perencanaan, dan (3) Adanya supervisi dan konsultasi untuk membantu perawat dalam evaluasi secara efektif dan mengembangkan alternatif perencanaan yang tepat. Kriteria proses yaitu; (1) Menyusun rencana evaluasi hasil tindakan secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus, (2) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan, (3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan sejawat dan klien, (4) Bekerja sama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan,
(5)
Mendokumentasikan
hasil
evaluasi
dan
memodifikasi perencanaan, dan (6) Melakukan supervisi dan konsultasi. Kriteria hasil dinilai dengan; (1) Adanya hasil revisi data, diagnosis, rencana tindakan berdasarkan evaluasi, (2) Klien berpartisipasi dalam proses evaluasi dan revisi rencana tindakan, (3) Hasil evaluasi digunakan untuk mengambil keputusan, dan (4) Evaluasi tindakan terdokumentasi sedemikian rupa yang menunjukkan kontribusi terhadap efektifitas tindakan keperawatan dan penelitian. 2.3.6. Masalah Dalam Penilaian Pelaksanaan Kinerja Perawat Dalam penilaian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai permasalahan antara lain (Gillies, 1999):
Universitas Sumatera Utara
1) Pengaruh haloeffect Pengaruh haloeffect adalah tendensi untuk menilai pelaksanaan kinerja bawahannya terlalu tinggi karena salah satu alasan. Misalnya pegawai yang dekat dengan penilai keluarga dekat akan mendapat nilai tinggi dan sebaliknya pegawai yang sering menyatakan pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat penilai akan mendapat nilai yang rendah. 2) Pengaruh horn Pengaruh horn adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah dari pelaksanaan kinerja yang sebenarnya karena alasan-alasan tertentu. Seorang pegawai yang pelaksanaan kinerja diatas tingkat rata-rata sepanjang tahun sebelumnya namun dalam beberapa hari penilaian pelaksanaan kinerja tahunannya telah melakukan kesalahan terhadap perawatan pasien atau supervisi pegawai, cenderung menerima penilaian lebih rendah daripada sebelumnya. 2.3.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pada organisasi pelayanan kesehatan, sangat penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga profesional. Proses evaluasi kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi (Ilyas, 2001). Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja atau kinerja, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja personel. Prilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus
Universitas Sumatera Utara
diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas (Ilyas, 2001). Menurut Ilyas (2001) model teori kinerja dan melakukan analisis terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel individu dikelompokkan pada subvariabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografis. Subvariabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, sedangkan variabel demografis memberikan efek yang tidak langsung kepada kinerja individu. Variabel psikologis, terdiri dari subvariabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis ini merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur, juga sukar menyatakan atau mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung dalam suatu organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya, dan ketrampilan berbeda satu dengan lainnya dilakukan dengan menghargai prestasi kerja yang sesuai dengan imbalan. Sedangkan motivasi eksternal yang negatif dilaksanakan dengan memberikan sanksi jika prestasi kerja tidak diperoleh (Gibson, 2000). 2.3.8. Kinerja Perawat Pelaksana Rawat Inap Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya (Depkes RI, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Praktik keperawatan profesional menurut Depkes RI, 2004 mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Otonomi dalam pekerjaan b. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat c. Pengambilan keputusan yang mandiri d. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain e. Pemberian pembelaan (advocacy) f . Memfasilitasi kepentingan pasien Terbentuknya keperawatan sebagai suatu bidang profesi dapat terus dikembangkan dan terintegrasi sepenuhnya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan rawat inap merupakan kegiatan dilakukan di ruang rawat inap dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan kode etik profesi keperawatan (Depkes RI, 2004). Sistem pelayanan perawatan rawat inap terdiri dari: a. Masukan, yaitu: perawat, pasien dan fasilitas perawatan. b. Proses, yaitu: intervensi keperawatan, interaksi tenaga perawat-pasien meliputi: keramahan, sopan santun, kepedulian, penampilan dan sebagainya. Kemudian fasilitas keperawatan meliputi efisiensi, kenyamanan dan keamanan. c. Keluaran, yaitu: berupa kualitas pelayanan keperawatan meliputi kebutuhan yang terpenuhi, aman nyaman, pasien puas, sesuai kaidah bio-psiko-sosiospiritual. d. Sistem informasi manajemen dan pengendalian.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Landasan Teori Sumber daya manusia terbesar pada rumah sakit adalah para perawat, yang dalam bekerja harus memiliki motivasi yang tinggi. Perawat dapat mengaktulisasikan diri sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk lebih berperan dalam pelayanan keperawatan, memerlukan kondisi yang mendukung baik dari dalam diri maupun dari luar perawat, berupa motivasi agar dapat bekerja dengan baik. Faktor lain yang juga turut mempengaruhi terhadap kinerja perawat adalah supervisi kepala ruangan. Ruang rawat inap membuat peraturan yang intinya untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh perawat dengan tujuan agar para perawat melakukan pekerjaan dengan baik sesuai dengan pembagian tugas masing- masing (Gibson, 2000). 1.
Hubungan Motivasi Perawat dengan Kinerja Perawat Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi kerja
yaitu: a. Faktor yang menyebabkan ketidakpuasan (hygiene/maintenance) (faktor ekstrinsik). Faktor Hygiene tidak berhubungan langsung dengan kepuasan suatu pekerjaan, tetapi berhubungan langsung dengan timbulnya suatu ketidakpuasan kerja (dissatiesfier). Sehingga faktor hygiene tidak dapat digunakan sebagai alat motivasi tapi lebih kepada menciptakan kondisi yang mencegah timbulnya ketidakpuasan. Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan. Faktor-faktor dalam hygiene ialah; (1) Gaji, upah dan tunjangan lainnya, (2) Kebijakan
Universitas Sumatera Utara
perusahaan dan administrasi, (3) Hubungan baik antar-pribadi, (4) Kualitas pengawasan, (5) Keamanan pekerjaan, (6) Kondisi kerja, dan (7) keseimbangan kerja dan hidup (Hasibuan, 1999). Faktor-faktor
penyebab
kepuasan
kerja
(motivator)
Faktor motivator adalah faktor-faktor yang langsung berhubungan dengan isi pekerjaan (Job Content) atau faktor-faktor intrinsik. Faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan. Hygiene factor ini adalah faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan; berhubungan dengan job context atau aspek ekstrinsik pekerja. Faktor-faktor yang termasuk adalah; (1) Working condition (kondisi kerja), (2) Interpersonal relation (hubungan antar pribadi), (3) Company policy and administration (kebijaksanaan perusahaan dan pelaksanaannya), (4) Supervision technical (teknik pengawasan), (5) Job security (perasaan aman dalam bekerja) (Hasibuan, 1999). Jika dalam situasi kerja faktor-faktor hygiene tidak ada, Herzberg merasa bahwa karyawan tidak akan mendapat kepuasan. Namun adanya hygiene factor juga tidak memotivasi karyawan melainkan hanya membantu mencegah adanya ketidakpuasan, dalam hal ini juga berlaku pada faktor-faktor motivator, dan jika faktor motivator ada maka dapat memberikan motivasi dan kepuasan kerja pada tingkatan yang lebih tinggi. Teori dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg menyimpulkan dua faktor sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Ada sejumlah kondisi ekstrinsik pekerjaan yang apabila kondisi itu tidak ada, menyebabkan ketidakpuasan diantara para karyawan. Kondisi ini disebut dengan Hygiene factor, karena kondisi atau faktor-faktor tersebut dibutuhkan minimal untuk menjaga adanya ketidakpuasan. Faktor-faktor ini berkaitan dengan kedaan pekerjaan yang meliputi: gaji, hubungan antara pekerja, jaminan sosial, kondisi kerja dan kebijakan perusahaan. b. Sejumlah kondisi intrinsik pekerjaan yang apabila kondisi tersebut ada
maka dapat
berfungsi
sebagai
motivator,
yang dapat
menghasilkan prestasi kerja yang baik. Tetapi jika kondisi atau faktor-faktor tersebut tidak ada, maka tidak akan menyebabkan adanya ketidakpuasan. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan isi pekerjaan yang disebut dengan nama faktor pemuas. Faktor-faktor pemuas tersebut adalah sebagai berikut: prestasi, pengakuan, pekerjaan
itu
sendiri,
tanggung
jawab,
kemajuankemajuan,
pertumbuhan dan perkembangan pribadi. Sedangkan teori dua faktor disebut juga konsep Hygiene yang mencakup: 1. Isi pekerjaan (Content= satisfiers) a) Prestasi (Achievement) b) Pengakuan (Recognition) c) Pekerjaan itu sendiri (The work it self) d) Tanggung jawab (Responsible) e) Pengembangan potensi individu (Advancement)
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor Higienis (Demotivasi= Dissatisfiers) a) Gaji atau upah (Wages or Salari) b) Kondisi kerja (Working condition) c) Kebijakan dan administrasi perusahaan (Company policy and administration) d) Hubungan antar pribadi e) Kualitas supervisi. Faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan dan faktor motivasi. Seorang karyawan yang bekerja dalam suatu perusahaan, tentu dilandasi dengan keinginan untuk mencukupi kebutuhannya, baik kebutuhan akan sandang, pangan, papan. Selain itu, juga memerlukan pemenuhan kebutuhan akan rasa aman dalam bekerja, mendapatkan pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan, serta dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan kerja. Dengan motivasi yang dimiliki oleh para karyawan tersebut, ia akan bekerja dengan seoptimal mungkin untuk mencapai kinerja dalam melaksanakan pekerjaannnya dan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan saja. Begitu besar pengaruh motivasi dalam suatu pekerjaan, sehingga menjadi salah satu faktor yang harus di pertimbangkan oleh suatu organisasi. Suatu pekerjaan yang tidak dilandasi oleh motivasi kerja, maka akan menimbulkan hasil kerja yang tidak maksimal (Ilyas, 2001). 2.
Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Kinerja Perawat Pada sebuah rumah sakit, perawat merupakan tonggak utama dalam
menjalankan pelayanan keperawatan. Pelayanan yang baik di ruang rawat inap tergantung para perawat tersebut berusaha agar ruangan tempat bekerja dapat
Universitas Sumatera Utara
mencapai tujuan bersama. Kinerja perawat yang tinggi tercermin dalam disiplin kerja yang tinggi dengan supervisi yang baik oleh kepala ruangan (Ilyas, 2001). Kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor lain. Faktor-faktor tersebut antara lain supervisi. Kinerja yang tinggi dapat dicapai jika didukung oleh para perawat yang mempunyai semangat kerja yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya (Ilyas, 2001). Supervisi keperawatan merupakan suatu proses formal dan profesional yang dilakukan oleh supervisior kepada pemimpin untuk mendukung, membimbing, mengarahkan, mengevaluasi, serta mengembangkan pengetahuan dan kopetensi perawat untuk menyelesaikan tugas dengan penuh tanggung jawab guna mencapai tujuan rumah sakit dan keselamatan pasien (Gillies, 1999). Supervisi dapat menumbuhkan kemampuan kerja dan bekerja sama, maka secara tidak langsung akan meningkatkan kinerja. Jadi apabila suatu ruangan mampu meningkatkan supervisi, maka mereka akan memperoleh banyak keuntungan, karena pekerjaan akan terselesaikan dengan cepat, kerusakan akan dapat dikurangi, absensi akan dapat diperkecil (Gillies, 1999). Supervisi mendorong kinerja atau merupakan sarana penting untuk mencapai kinerja”. Dalam kondisi ini maka tindakan yang seharusnya dilakukan meningkatkan kualitas pelayanan adalah dengan peningkatan kinerja karyawan yaitu supervisi. Dengan supervisi, maka akan dapat merasakan hasil kerja yang selama ini ditekuni, dan akan mampu mencapai kinerja yang diharapkan bersama (Gibson, 2000)
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep MOTIVASI
2.3
Faktor Intrinsik
2.3.5a. Keberhasilan/Prestasi b. Pengakuan/Penghargaan 2.3.6c. Pekerjaan itu sendiri d. Tanggung jawab e. Pengembangan potensi individu Faktor Ekstrinsik a. Kebijaksanaan dan Administrasi b. Hubungan Antar Pribadi c. Kondisi Kerja H(Herzberg Teory, 1966) ubungar ib di SUPERVISI
a. Fungsi Pengarahan b. Fungsi Pengawasan (Sitorus R & Panjaitan R, 2011)
KINERJA a. Standar I : Pengkajian Keperawatan b. Standar II : Diagnosa Keperawatan c. Standar III : Perencanaan Keperawatan d. Standar IV : Pelaksanaan/ Tindakan (Implementasi) Keperawatan e. Standar V : Evaluasi Keperawatan
(Potter & Perry, 2005)
a. Perencanaan b. Pengorganisasian c. Pencatatan dan Pelaporan (Sitorus & Panjaitan 2011)
Keterangan: : diteliti
: tidak diteliti
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara