BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Kardiovaskular Menurut
WHO
(2013)
penyakit
kardiovaskular
(cardiovascular
disesases/CVDs) adalah kelompok gangguan pada jantung dan pembuluh darah, antara lain: -
Penyakit jantung koroner: penyakit pembuluh darah yang menyuplai otot jantung.
-
Penyakit serebrovaskular: penyakit pembuluh darah yang menyuplai otak.
-
Penyakit arteri perifer: penyakit pembuluh darah yang menyuplai tangan dan kaki.
-
Penyakit jantung rematik: kerusakan pada otot jantung dan katup jantung dari demam rematik yang disebabkan oleh bakteri streptokokus.
-
Penyakit jantung bawaan: kelainan struktur jantung yang sudah ada sejak lahir.
-
Trombosis vena dan emboli paru: pembekuan darah di pembuluh darah kaki yang dapat bergerak ke jantung dan paru-paru.
2.2. Stroke 2.2.1. Pengertian Stroke Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Mackay J. dan Mensah G., 2008).
Stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke otak, biasanya karena pecahnya pembuluh darah atau adanya sumbatan oleh plak yang menghentikan pasokan oksigen dan nutrisi, sehingga menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. Gejala paling umum dari stroke adalah kelemahan mendadak atau mati rasa pada wajah, lengan atau kaki, paling sering pada satu sisi tubuh. Gejala lain termasuk kebingungan, kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan, kesulitan melihat dengan satu atau kedua mata, kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau koordinasi, sakit kepala dengan tidak diketahui penyebabnya, pingsan atau tidak sadarkan diri. Efek dari stroke tergantung pada bagian mana dari otak yang terluka dan seberapa parah itu terpengaruh. Stroke yang sangat parah dapat menimbulkan kematian mendadak (WHO, 2013). 2.2.2. Patofisiologi Stroke Otak manusia adalah struktur yang dikenal paling kompleks, yaitu terdiri dari 100 miliar sel saraf yang disebut neuron, setiap neuron terhubung ke ribuan selsel otak lainnya. Triliunan hubungan ini diperlukan untuk kekuatan integratif otak. Mereka juga mengontrol gerakan tubuh, menafsirkan semua sensasi (pendengaran, penglihatan, sentuhan, keseimbangan, rasa sakit, indra perasa dan bau) dan memediasi pemikiran dan bahasa. Meskipun otak hanya mewakili 2 persen berat tubuh, tetapi menggunakan sekitar 25 persen dari suplai oksigen tubuh dan 70 persen glukosa. Tidak seperti otot, otak tidak bisa menyimpan nutrisi, dengan demikian otak membutuhkan pasokan glukosa dan oksigen secara konstan. Jika suplai darah terganggu sedikitnya 30 detik, yang berakibat tidak sadarkan diri, maka dapat
dipastikan terjadi kerusakan otak permanen dalam waktu paling sedikit 4 menit. Kecepatan metabolisme otak yang tinggi, sensitivitas perubahan dalam aliran darah dan ketergantungan pada aliran darah secara terus menerus adalah yang membuat stroke begitu berbahaya. Ada ribuan kemungkinan gejala yang dihasilkan dari stroke, tergantung dimana pembuluh darah dan bagian otak yang terlibat. Penting untuk disadari bahwa kecuali selama periode singkat setelah kelahiran, sel-sel otak tidak dapat membagi dan membentuk sel-sel baru. Ketika sel-sel otak mati, maka tidak dapat digantikan. Inilah alasan mengapa otak memiliki keterbatasan kemampuan untuk memperbaiki setelah mengalami cedera dan mengapa dari banyak kasus stroke hanya sebagian saja yang bisa kembali pulih (Brass, 1992). 2.2.3. Jenis Stroke Berdasarkan penyebabnya, stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke iskemik atau stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah otak oleh plak (materi yang terdiri atas protein, kalsium dan lemak) yang menyebabkan aliran oksigen yang melalui liang arteri terhambat. Adapun stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena perdarahan otak akibat pecahnya pembuluh darah otak.
2.2.3.1. Stroke Iskemik Stroke iskemik disebabkan karena kurangnya aliran darah ke otak dan terjadi sekitar 70 persen dari jumlah semua stroke (Brass, 1992). Stroke iskemik umumnya menyerang pada pagi hingga siang hari (pukul 6.00-12.00) di mana tekanan darah secara alami mengalami peningkatan perdarahan pada plak pembuluh darah (infarkplak hemoragik). Kondisi seperti ini menyebabkan penyempitan (stenosis) pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis, peningkatan kekentalan (viskositas) darah, peningkatan agregasi platelet dan penurunan aktivitas tPA (endogen tissue plasminogen activator) (Lingga, 2013). Brass (1992) mengkategorikan stroke iskemik menjadi 4, yaitu: 1. Cerebral atherothrombosis Cerebral atherothrombosis disebabkan akrena adanya gumpalan (thrombus) yang menghambat aliran darah di arteri. Jika yang dihasilkan adalah kekurangan oksigen yang menyebabkan kematian jaringan otak dan kerusakan yang permanen, maka disebut term cerebral infarction. Gumpalan biasanya tidak terjadi pada arteri yang sehat, tetapi cenderung terbentuk pada atau berdekatan dengan daerah pembuluh darah yang rusak oleh aterosklerosis. Pada proses aterosklerosis, plak yang merupakan campuran lemak, kolesterol, limbah sel, kalsium dan material bekuan darah yang disebut fibrin, terbentuk secara tebal dan tersimpan di arteri. Dalam beberapa kasus, timbunan plak dapat membesar sehingga menutupi permukaan pembuluh darah dan menghalangi aliran darah. Tindakan operasi sering dianjurkan untuk membuka jalan arteri. Stroke
atherothrombotic sering didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) dan cenderung terjadi pada saat-saat dimana tekanan darah cenderung rendah, seperti selama tidur di malam hari atau di awal pagi sebelum memulai aktivitas. 2. Embolism atau embolic stroke Stroke tipe ini disebabkan karena adanya gumpalan yang berjalan (embolus) yang terbentuk di salah satu bagian tubuh, terpecah dan hilang (semua atau sebagian) dan berjalan mengikuti aliran darah sampai arteri di otak atau didalam pembuluh darah menuju otak. Emboli dapat terbentuk dari kalsium, kolesterol, air, protein darah, trombosit atau produk dari infeksi lapisan dalam jantung (endokarditis). 3. Lacunar infarction atau lacunar stroke Stroke ini adalah hasil dari penggumpalan dari arteriol, ujung yang paling kecil dari arteri yang menembus jauh ke dalam otak. Ukuran pembuluh darah yang kecil terkadang membuat stroke lacunar sulit untuk didiagnosa, beberapa tidak menunjukkan gejala. 4. Infarction of unknown cause Walaupun hasil pemeriksaan yang paling agresif sudah ada, namun banyak dari kasus infark yang tidak diketahui penyebab muculnya. Perbaikan dalam teknologi pencitraan
dan
evaluasi
yang
lebih
cepat
mengkategorikan stroke ini di masa mendatang.
mungkin
bisa
membantu
Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke iskemik dikelompokkan menjadi 4, yaitu: 1. Transient Ischemic Attack (TIA): serangan stroke sementara yang berlangsung kurang dari 24 jam. 2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND): gejala neurologis yang akan menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari. 3. Progressing stroke atau Stroke in evolution: kelainan atau defisit neurologis yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai yang berat. 4. Complete Stroke: kelainan neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi (Junaidi, 2004). 2.2.3.2. Stroke Hemoragik Sekitar 20 sampai 25 persen dari semua kasus stroke adalah stroke hemoragik. Pada stroke ini, darah merembes dari lubang di dinding pembuluh darah ke dalam otak, yang disebut sebagai stroke hemoragik intraserebral (intracerebral hemorrhage) atau di ruang sekitar otak, yang disebut stroke hemoragik subaraknoid (subarachnoid hemorrhage)(Brass, 1992). 1. Stroke Hemoragik Intraserebral Tipe stroke ini, darah mengalami kebocoran dari pembuluh darah kecil di dasar otak. Hipertensi yang berlangsung lama menyebabkan dinding pembuluh darah. Sekitar dua sampai tiga pasien dengan hemoragik intraserebral mempunyai riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan aterosklerosis.
2. Stroke Hemoragik Subaraknoid Stroke Hemoragik Subaraknoid biasanya disebabkan aneurisme atau malformasi vaskular. Selain kerusakan disebabkan oleh semburan darah keluar arteri, kerusakan diperparah oleh massa darah yang mendorong area sekitar otak dan pembuluh darah. Stroke Hemoragik Subaraknoid adalah masuknya darah ke ruang subaraknoid, baik dari tempat lain (subaraknoid sekunder) maupun dari ruang subaraknoid sendiri (subaraknoid primer) (Junaidi, 2004). 2.2.4. Faktor Risiko Stroke Menurut Lingga (2013), secara garis besar faktor risiko stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor tidak terkendali atau faktor yang bersifat menetap dan faktor yang dapat dikendalikan atau faktor tidak tetap. Sementara itu, menurut Kemenkes RI (2013) faktor risiko stroke dibagi menjadi faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah. 2.2.4.1. Faktor tidak terkendali Faktor tidak terkendali adalah faktor yang tidak dapat diubah, terdiri atas faktor genetik (ras), usia, gender, serta riwayat penyakit yang dialami oleh orang tua atau saudara sekandung. a. Faktor Genetik Gen tertentu memiliki kecenderungan yang tinggi terhadap stroke. Sifat genetik yang terbawa oleh bangsa berkulit hitam berisiko tinggi terhadap stroke. Risiko yang hampir sama juga dimiliki oleh gen keturunan Afrika-Amerika (Afro Amerika). Penyakit-penyakit yang terkait dengan gen resesif yang rawan mereka
alami menjadi faktor kuat yang menyebabkan mereka rentan terhadap stroke. Penyakit yang dimaksud antara lain anemia bulan sabit, hipertensi, kadar asam urat tinggi (hiperurisemia), diabetes tipe-1, dan sejumlah penyakit lainnya yang secara tidak langsung berpotensi memicu stroke, darah kental, laju aterosklerosis yang tinggi, hipertensi serta tingginya tingkat peradangan di tingkat sel di dalam tubuh mereka. b. Cacat Bawaan Seseorang yang memiliki cacat pada pembuluh darahnya (cadasil) berisiko tinggi terhadap stroke. Jika seseorang mengalami kondisi seperti ini, maka mereka umumnya akan mengalami stroke pada usia yang terbilang masih muda. Stroke di usia muda banyak penyebabnya, namun cacat bawaan membuat seseorang lebih berisiko terhadap stroke dibanding individu lain yang normal. c. Usia Penambahan usia meningkatkan risiko terhadap stroke. Hal ini disebabkan melemahnya fungsi tubuh secara menyeluruh terutama terkait dengan fleksibilitas pembuluh darah. Sekitar dua per tiga penderita stroke adalah mereka yang berusia di atas 65 tahun. Proses penuaan sel sejalan dengan pertambahan usia dan penyakit yang dialami oleh orang tua memperbesar risiko stroke di masa tua. Memasuki usia 50 tahun, risiko stroke menjadi berlipat ganda setiap usia bertambah 10 tahun. Pada wanita, ketika memasuki masa menopause risiko stroke meningkat karena estrogen yang semula berperan sebagai pelindung mengalami penurunan. WHO menyebutkan
bahwa memasuki usia 55 tahun, risiko penyakit stroke meningkat dua kali lipat (Mackay J. dan Mensah G., 2008). Hasil penelitian Dinata (2013) menyebutkan bahwa proporsi stroke terbanyak adalah yang berusia di atas 50 tahun (81,25%). Sementara itu, berdasarkan penelitian Shabnam, dkk (2011) menunjukkan hubungan umur dengan risiko stroke, dengan OR = 1,045 (p=0,000). d. Gender Pria lebih berisiko terhadap stroke dibanding wanita. Sejumlah faktor turut memengaruhi mengapa hal tersebut dapat terjadi. Kebiasaan merokok yang lebih banyak dilakukan oleh kaum pria menjadi salah satu pemicu stroke pada sebagian besar kaum pria. Risiko hipertensi, hiperurisemia dan hipertrigliseridemia yang tinggi pada kaum pria juga turut mendongkrak tingginya risiko stroke pada kaum adam. Pola hidup tidak teratur yang umumnya dilakukan oleh kaum pria tampaknya merupakan sebuah alasan mengapa kaum pria lebih berisiko terhadap stroke dibanding kaum wanita. e. Riwayat Penyakit dalam Keluarga Risiko terhadap stroke terkait dengan garis keturunan. Para ahli menyatakan adanya gen resesif yang memengaruhinya. Gen tersebut terkait dengan penyakitpenyakit yang merupakan faktor risiko pemicu stroke. Penyakit terkait dengan gen tersebut antara lain diabetes, hipertensi, hiperurisemia, hiperlipidemia, penyakit jantung koroner dan kelainan pada pembuluh darah yang bersifat menurun. Wahjoepramono (2005) dalam Nastiti (2012) mengatakan riwayat pada keluarga yang
pernah mengalami serangan stroke atau penyakit yang berhubungan dengan kejadian stroke dapat menjadi faktor risiko untuk terserang stroke juga. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya faktor genetik, pengaruh budaya dan gaya hidup dalam keluarga, interaksi antara genetik dan pengaruh lingkungan. 2.2.4.2. Faktor yang Dapat Dikendalikan Sebagian insiden stroke terjadi karena faktor yang sesungguhnya dapat dikendalikan. Dengan kata lain, jika faktor-faktor tersebut dieliminasi maka risiko stroke menjadi rendah atau bahkan dapat ditiadakan. Faktor-faktor yang bisa dikendalikan ini terdiri atas gaya hidup tidak sehat yang memicu terjadinya penyakitpenyakit tertentu yang mendorong serangan otak. a. Kegemukan (obesitas) Tubuh gemuk rawan terhadap berbagai macam penyakit termasuk stroke. Fakta membuktikan bahwa stroke banyak dialami oleh mereka yang mengalami kelebihan berat badan dan bahkan sebagian kasus umumnya dialami oleh penderita obesitas. Dampak obesitas terhadap stroke
dapat berpengaruh secara langsung
ataupun tidak langsung. Secara langsung, obesitas menurunkan kemampuan tubuh dalam melakukan sirkulasi darah ke otak. Obesitas mendorong melemahnya kemampuan tubuh dalam melakukan sejumlah proses biologis sejalan dengan bertambahnya timbunan lemak di dalam tubuh. Ginjal, paru-paru, jantung, hati harus bekerja lebih keras ketika lemak mulai menumpuk di jaringan adiposa. Kondisi buruk seperti ini menyebabkan organ
tubuh mengalami kelelahan sehingga pasokan darah ke otak yang membawa oksigen dan nutrisi pun akhirnya terhambat. Tanpa disadari obesitas juga mendorong penderitanya mengalami stres. Ketika lemak tubuh bertambah banyak, sistem kendali hormon yang bekerja di dalam tubuh menjadi kacau. Hormon stres meningkat, detak jantung terpacu cepat dan tekanan darah pun akhirnya meningkat ketika lemak tubuh mulai menjadi sumber persoalan bagi seseorang. Prosesnya memang cukup panjang dan rumit, namun tidak diragukan lagi jika pada akhirnya kejadian-kejadian buruk tersebut mendongkrak tingginya risiko stroke pada diri seseorang yang mengalami kelebihan berat badan. Menurut Nastiti (2012) prevalensi obesitas meningkat seiring dengan peningkatan usia. Penurunan berat badan menjadi berat badan yang normal merupakan cerminan dari aktivitas fisik dan pola makan yang baik. Oleh karena itu, berat badan memiliki korelasi yang baik dalam pengukuran aktivitas fisik dan pola makan seseorang. Berdasarkan studi kohort prospektif pada pria di Amerika Serikat menunjukkan hubungan antara obesitas dengan terjadinya stroke iskemik (RR=2,0), dimana pria yang memiliki BMI ≥ 30 kg/m
2
memiliki risiko lebih besar terkena
stroke dibandingkan pria dengan BMI ≤ 30 kg/m2 (Hankey, 2006).
b. Hipertensi Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyakit stroke, yaitu 50 sampai 70 persen dari kasus stroke, tergantung pada tipe stroke. Efek jangka panjang dari peningkatan tekanan darah adalah kerusakan dinding arteri, membuat dinding arteri lebih rentan terhadap penebalan atau penyempitan (atherosklerosis) (Brass, 1992). Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat permanen. Untuk menentukannya, diperlukan beberapa kali pengukuran tekanan darah, dikuatkan dengan sejumlah parameter terkait hipertensi, serta didukung oleh pemeriksaan medis pendukung lainnya untuk memastikan apakah Anda benar-benar menderita hipertensi atau hanya mengalami tekanan darah tinggi untuk sementara waktu saja. Klasifikasi tekanan darah dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah Individu Dewasa (Lebih dari 18 Tahun) Kategori
Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal 120 - 129 80 -84 Di atas Normal 130 - 139 85 - 89 Hipertensi Stadium I 140 - 159 90 - 99 Hipertensi Stadium II 160 - 179 100 - 109 Hipertensi Stadium III ≥ 180 ≥ 110 Sumber: European Society of Hypertension (ESH) dan European Society of Cardiology (ESC), 2013 Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke. Baik sistolik maupun diastolik terbukti berpengaruh pada stroke, tetapi data Framingham tidak terdapat level yang menentukan (cut-off level) yang jelas. Dikemukakan bahwa penderita dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk terjadinya infark otak dibandingkan dengan tekanan diastolik kurang dari 80 mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg mempunyai risiko tiga kali terserang stroke iskemik dibandingkan dengan mereka yang bertekanan darah kurang dari 140 mmHg, akan tetapi pada penderita usia lebih dari 65 tahun risiko stroke hanya 1,5 kali daripada normotensi (Bustan, 2007). c. Hiperlipidemia Hiperlipidemia adalah suatu kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar lemak dalam darah, baik berupa kadar kolesterol ataupun trigliserida. Jika kadar kolesterol yang tinggi disebut hiperkolesterolemia, sedangkan jika trigliserida yang tinggi disebut hipertrigliseridemia. Keduanya sama-sama mengundang bahaya bagi kesehatan kardiovaskuler. Hiperlipidemia disebabkan oleh dua sebab, yang pertama karena disfungsi hati dalam melakukan metabolisme lemak sehingga produksi lemak endogen meningkat dan yang kedua terjadi karena pasokan lemak eksogen yang berasal dari makanan. Kadar lemak darah yang tinggi menimbulkan kerawanan terhadap stroke. Lemak darah yang tinggi berisiko sebagai pemicu aterosklerosis (meskipun keyataannya penderita aterosklerosis tidak selalu memiliki kadar lemak darah yang tinggi). Aterosklerosis merupakan suatu kondisi yang erat sekali hubungannya dengan stroke. Karena itulah upaya memelihara kestabilan kadar lemak darah merupakan langkah tepat untuk menjauhkan diri dari aterosklerosis. Tabel 2.2. menunjukkan kadar klasifikasi kolesterol dan trigliserida darah.
Tabel 2.2. Kadar Klasifikasi Kolesterol dan Trigliserida Komponen Lemak Darah Kolesterol total: < 200 mg/dL 200-239 mg/dL > 240 mg/dL LDL: < 100 mg/dL < 100-129 mg/dL 130-159 mg/dL 160-190 mg/dL > 190 mg/dL HDL: Pria Wanita Trigliserida (TG): < 150 mg/dL 150-199 mg/dL ≥ 200 mg/dL ≥ 500 mg/dL Sumber: Ross, et al (2014)
Klasifikasi Batas atas yang seharusnya Batas atas yang perlu mendapat perhatian Tinggi Optimal Mendekati optimal Batas normal yang perlu mendapat perhatian Tinggi Sangat tinggi Normal: 35-55; baik jika > 40 Normal: 45-65; baik jika > 50 Baik Batas tinggi Tinggi Sangat tinggi
Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah dapat menjadi masalah sebagai pemicu terjadinya stroke. Hal ini terjadi karena kolesterol merupakan zat di dalam aliran darah dan semakin tinggi kolesterol, maka semakin besar kemungkinan dari kolesterol tersebut tertimbun pada dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan pembuluh darah menjadi lebih sempit, sehingga menganggu suplai darah ke otak yang disebut dengan stroke iskemik (Junaidi, 2004).
d. Hiperurisemia Hiperurisemia adalah suatu kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar asam urat dalam darah. Orang awam sering menyebutnya dengan istilah penyakit asam urat, pirai atau gout. Asam urat adalah produk alami yang dihasilkan oleh tubuh dan sebagian kecil sisanya berasal dari makanan. Senyawa organik yang merupakan prosuk metabolit tubuh kita ini memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang, yaitu berguna untuk melawan infeksi serta sebagai pemicu infeksi. Dalam kadar wajar, tubuh membutuhkan asam urat untuk melawan infeksi, namun jika jumlah yang beredar di dalam tubuh melebihi ambang normal maka akan menjadi radikal bebas. Dampak buruk radikal bebas antara lain sebagai penyebab peradangan. Peradangan dapat terjadi di seluruh tubuh, yang paling rawan adalah peradangan pada arteri yang menuju otak dan jantung. Hiperurisemia didefinisikan sebagai kadar AU serum lebih dari 7 mg/dl pada laki-laki dan lebih dari 6 mg/dl pada wanita. Hiperurisemia yang lama dapat merusak sendi, jaringan lunak dan ginjal. Hiperurisemia bisa juga tidak menampakkan gejala klinis/ asimptomatis. Dua per tiga dari hiperurisemia tidak menampakkan gejala klinis (Sofitri, 2012). Studi mutakhir menunjukkan bahwa hipErurisemia dapat dijadikan sbegai penanda baru penyakit mikrovaskular. Hiperurisemia dapat menjadi faktor tunggal ataupun hanya sebagai salah satu faktor sekunder yang turut menjadi penyebab terjadinya serangan stroke. Ketika kadar asam urat tinggi, asam urat beraksi sebagaimana radikal bebas yang lainnya, memapar darah dan pembuluh darah sehingga menyebabkan kerusakan arteri. Kerusakan arteri inilah yang menjadi
penyebab terhambatnya pasokan darah ke otak yang selanjutnya mendorong terjadinya insiden stroke pada penderita hiperurisemia yang tidak tertangani dengan baik. Selain itu, melalui mekanisme yang berbeda hiperurisemia memicu timbulnya gangguan jantung dan organ tubuh lain yang pada saatnya mendorong terjadinya stroke (Lingga, 2013). Hasil
penelitian
Burhanuddin
(2012)
Riwayat
hiperkolesterolemia
merupakan faktor risiko kejadian stroke pada dewasa awal (18-40 tahun) dengan nilai OR = 3,92. Hal ini berarti pasien yang memiliki riwayat hiperkolesterolemia memiliki risiko 3,92 kali lebih besar terserang stroke pada dewasa awal dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki riwayat hiperkolesterolemia. e. Penyakit Jantung Pasokan darah ke otak berhubungan erat dengan kinerja jantung. Aktivitas jantung lancar karena pasokan darah terpenuhi, sebaliknya jika pasokan darah terhambat, maka kinerja jantung pun melemah. Jika fungsi jantung tidak normal karena sakit jantung, akibatnya risiko terhadap stroke semakin meningkat. Stroke tidak selalu dialami oleh penerita penyakit jantung, demikian pula penderita penyakit jantung yang parah sekalipun pada akhirnya tidak selalu mengalami stroke, namun antara sakit jantung dan stroke terdapat sebuah hubungan yang sangat jelas. Penderita gangguan jantung lebih berisiko terhadap stroke dibanding orang lain yang memiliki jantung sehat. Dalam hal ini, penyakit jantung menjadi faktor risiko tidak tetap yang memicu tingginya risiko terkena stroke.
Stroke banyak dialami oleh penderita atrial fibrilation, yaitu penyakit jantung yang ditandai dengan denyut jantung yang tidak teratur di bilik kiri jantung. Kondisi ini menyebabkan denyut jantung yang berlangsung di bilik kiri mencapai empat kali lebih cepat dibanding denyut jantung yang terjadi di bagian jantung lainnya. Pasien yang menderita atrial fibrilation mengalami penggumpalan darah dan di antaranya penggumpalan darah pada arteri yang menuju otak. Atrial fibrilation merupakan penyebab utama sebagian besar insiden stroke pada kaum lanjut usia. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan orang-orang yang mengalami atrial fibrilation yang meminum aspirin atau warfarin (coumadin) mengalami pengurangan risiko stroke sampai 80 persen. Temuan ini menunjukkan bahwa diperkirakan 20.000 sampai 50.000 kasus stroke mungkin bisa dicegah setiap tahunnya jika orang-orang yang mengalami atrial fibrilation melakukan terapi obat profilaksis (Brass, 1992). f. Diabetes Mellitus Diabetes menimbulkan dampak yang sangat luas bagi penderitanya, antara lain sebagai salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular. Laju penuaan sel (glycation) yang berlangsung sangat cepat akibat kadar glukosa yang tinggi disertai kerapuhan pembuluh darah yang ditimbulkannya menyebabkan diabetes berisiko tinggi terhadap hipertensi dan penyakit jantung. Kita semua tahu bahwa hipertensi dan penyakit jantung sangat erat kaitannya dengan insiden stroke. Risiko tersebut meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Penderita diabetes yang berusia 50-60 tahun memiliki risiko stroke 3-4 kali lebih tinggi dibanding bukan penderita diabetes.
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang ditandai dengan kadar gula (glukosa) di dalam darah yang melebihi nilai normal. Menurut WHO (1985) kadar glukosa normal darah kapiler pada waktu puasa tidak melebihi 120 mg/dl dan 2 jam sesudah makan kurang dari 200 mg/dl, sebagaimana pada tabel 2.3. Tabel 2.3. Batasan Kadar Glukosa Darah Konsentrasi Glukosa (mg/dl) Darah Plasma Vena Kapiler Vena Kapiler Diabetes Mellitus: a. Puasa b. 2 jam setelah makan Toleransi Gula Terganggu: a. Puasa b. 2 jam stelah makan Sumber: WHO, 1985
≥ 120 ≥ 180
≥ 120 ≥ 200
≥ 140 ≥ 200
≥ 140 ≥ 200
< 120 120 - 180
< 120 140 - 200
< 140 140 - 200
< 140 160 - 220
Wanita dengan diabetes mellitus memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan laki-laki. Walaupun pengobatan diabetes belum terbukti menurunkan risiko, namun diketahui bahwa kontrol gula darah dapat mengurangi keparahan kerusakan otak selama stroke (Brass, 1992). Hasil penelitian Burhanuddin (2012) pada pasien dewasa awal (18-40 tahun) menyatakan bahwa pasien yang memiliki riwayat diabetes mellitus memiliki risiko 5,35 kali lebih besar terserang stroke dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat diabetes mellitus. Penelitian Ottenbacher, et al (2004) menunjukkan bahwa angka kematian stroke lebih tinggi pada orang-orang dengan diabetes mellitus.
g. Kebiasaan Merokok Rokok mengandung lebih dari 4.000 macam zat, 600 di antaranya merupakan zat beracun (toksin) yang sangat berbahaya bagi sel tubuh kita. Nikotin hanya salah satu zat beracun yang terdapat pada rokok, selain itu ada pula zat berbahaya berupa tar, fenolformaldehida, monoksida, NO2, hidrogen sianida yang berpotensi sebagai pemicu penyakit kardiovaskular. Melalui berbagai reaksi kimia yang berlangsung di dalam darah, toksin rokok mendorong stroke. National Stroke Institute di Amerika Serikat mengatakan bahwa risiko stroke pada perokok 2 kali lebih tinggi dibanding bukan perokok. Jika kebiasaan merokok dilakukan oleh penderita hipertensi, risiko terhadap stroke menjadi berlipat atau 4 kali lebih tinggi dibanding yang bukan perokok. Dampak buruk nikotin sebagai pemicu stroke tidak perlu diragukan lagi. Nikotin meningkatkan pembentukan plak di arteri, penyebab arterosklerosis, melalui stimulasi yang berlebihan pada asteilkolin dan reseptor glutamat dalam waktu lama sehingga memicu keracunan otak (eksitotoksisitas), serta menurunkan jumlah O2 dan meningkatkan jumlah CO2 dan CO yang diantarkan ke otak sehingga otak mengalami defisit O2. Penelitian kasus kontrol pada pasien di 100 rumah sakit di India menemukan sebanyak 49% penderita stroke adalah perokok dan faktor risiko stroke berhubungan dengan kebiasaan merokok, dengan OR= 2,42. Hasil penelitian Prasad, et al (2010) juga menemukan bahwa merokok, obesitas, diabetes dan hipertensi memiliki hubungan dengan penyakit stroke pada kelompok usia muda (Sorganvi, et al, 2014).
h. Kebiasaan Mengonsumsi Alkohol Sejumlah otoritas kesehatan sepakat menyatakan alkohol sebagai zat berbahaya bagi kesehatan. Berbagai dampak buruk terjadi ketika darah tercemar oleh alkohol. Alkohol masuk dalam daftar zat terlarang penyebab stroke. Darah yang mengandung alkohol dapat merusak jaringan tubuh terutama hati, menyebabkan trombosis, memicu stres, menyebabkan arteri menjadi tidak lentur, menganggu ritme sirkadian tubuh terutama menyebabkan gangguan tidur, menurunkan fungsi memori dan meningkatkan kadar gula dan lemak darah. Serentetan kondisi buruk tersebut sangat berisiko memicu stroke. Faktanya, stroke banyak dialami oleh para penikmat alkohol. Rantakomi (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hipertensi, obesitas dan kebiasaan minum alkohol merupakan faktor risiko terjadinya stroke. Konsumsi alkohol juga dapat meningkatkan risiko kematian stroke . Risiko kematian stroke akan meningkat pada orang yang mengkonsumsi alkohol ≥ 2,5 kali per minggu. i. Olahraga Olahraga memiliki seribu satu manfaat, antara lain menjauhkan seseorang dari stroke. Dengan berolah raga, seluruh sistem yang bekerja di dalam tubuh menjadi lebih aktif, tekanan darah stabil, terhindar dari stres, serta penyakit metabolik yang memicu stroke, seperti diabetes, obesitas, dislipidemia dan hiperurisemia yang dapat dicegah. Singkatnya, seluruh faktor-faktor risiko stroke yang bersifat tidak tetap dapat disingkirkan dengan rutin berolahraga. Penelitian O’Donnell (2010) pada 22 negara
menunjukkan bahwa kurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko stroke. Ia mengatakan bahwa mempromosikan olahraga dapat menurunkan angka kejadian stroke. j. Kadar Hematokrit Kadar hematokrit (HMT) yang tinggi menjadi petunjuk bahwa persentase kandungan zat padat lebih tinggi dibanding zat cair yang menyusun darah. Kondisi seperti ini terjadi perembesan cairan keluar dari pembuluh darah sementara jumlah zat padat tetap. Semakin tinggi kadar hemtokrit menyebabkan darah semakin kental. Disertai atau tanpa disertai faktor risiko stroke memiliki kadar hematokrit yang tinggi. Insan pacsa stroke yang memiliki kadar hematokrit tinggi berbahaya bagi keselamatan jiwanya, setidaknya memperburuk dampak stroke yang sedang dialaminya. Kadar hematokrit menjadi salah satu tes yang harus dilakukan oleh mereka yang berpotensi mengalami stroke, TIA dan pasca stroke. k. Kadar Fibrinogen Seseorang dengan kadar fibrinogen tinggi memiliki darah yang kental (mengalami trombosis), fibrinogen merupakan faktor penggumpal darah. Darah yang kental hanya mengandung sedikit oksigen, sehingga pasokan oksigen yang masuk ke sel, termasuk sel otak, hanya sedikit. Itulah sebabnya mereka yang memiliki kadar fibrinogen tinggi perlu waspada terhadap risiko stroke yang ada dalam dirinya.
l. Konsumsi Obat-obat Bebas dan Psikotropika Konsumsi obat-obatan terlarang dapat meningkatkan denyut jantung, mengacau irama jantung, serta meningkatkan tekanan darah. Psikotropika khususnya mariyuana menyebabkan tekanan darah meningkat dan menurun secara cepat, sehingga merusak keutuhan pembuluh darah otak. Selain itu, stres neurologis juga merupakan dampak buruk lain yang disebabkan konsumsi obat-obatan terlarang. Inilah sederetan kejadian buruk yang berisiko memicu stroke. m. Cedera pada Leher dan Kepala Kecelakaan yang menyebabkan cedera pada leher dan kepala merupakan kejadian buruk yang berisiko tinggi sebagai penyebab stroke hemoragik. Pasalnya, trauma pada leher menyebabkan pembuluh darah yang menuju otak mengalami tekanan sehingga menimbulkan perdarahan. Pada kasus lainnya, robeknya pembuluh karotid merupakan pemicu stroke hemoragik yang paling umum terjadi. n. Kontrasepsi Berbasis Hormon Perubahan keseimbangan hormon reproduksi dapat memicu penyakitpenyakit metabolik yang merupakan faktor risiko stroke yang bersifat tidak tetap. Kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dosis tinggi telah dinyatakan tidak aman karena menimbulkan beragam dampak buruk bagi wanita yang mengonsumsinya, termasuk sebagai penyebab stroke. Banyak insiden stroke iskemik dialami oleh pengguna pil KB yang memiliki kandungan estrogen tinggi.
o. Stres Ketika seseorang mengalami stres, maka selanjutnya tubuh meresponsnya dengan cara mengeluarkan hormon stres dan kemudian mengalami gejolak molekul penghantar pesan (neurotransmiter) tertama adrenalin dan noradrenalin. Stres merangsang
otak
mengeluarkan
hormon
aldosteron,
kortisol,
vasopresin,
adenokortikotropin dan TSH (Thyroid Stimulating Hormone). Sejalan dengan peningkatan produksi hormon stres, denyut jantung semakin cepat, pembuluh darah bervasokonstriksi, darah menggumpal, serta terjadi peningkatan kadar gula dan lemak darah. Kondisi-kondisi buruk tersebut di atas itulah yang berisiko tinggi sebagai penyebab stroke. Penelitian cross-sectional Stewart (2001) di Inggris menunjukkan hubungan antara depresi dengan kejadian stroke. Sementara itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa orang yang mampu mengelola stres yang dideritanya mengurangi stroke sebesar 24%. Kesimpulan tersebut dihasilkan para peneliti setelah mengikuti riwayat kesehatan 20.000 orang selama 7 tahun (Wiwit, 2010). p. Hiperhomosisteinemia Kadar homosistein yang tinggi dijadikan sebagai penanda tingkat risiko seseorang terhadap penyakit jantung koroner. Kondisi yang sama juga meningkatkan risiko mendapat serangan stroke. Patofisiologi aterogenesis pada penderita hiperhomosisteinemia terkait dengan efek yang ditimbulkannya terhadap endotel. Trombosit dan faktor pembekuan darah. Secara singkat, hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko aterosklerosis dan aterotrombosis.
q. Kadar Lp (a) Mereka yang memiliki kadar Lp (a) tinggi berisiko tinggi mengalami aterosklerosis, penyakit jantung koroner (PJK/CHD), celebrovaskular disease (CVD) dan rawan mendapat stroke. Pasalnya, kadar Lp (a) yang tinggi memicu trombogenesis, meningkatkan laju inflamasi karena lipoprotein ini bersifat proinflamasi terhadap fosfolipid pada dinding pembuluh darah, serta mendorong terjadinya proliferasi otot polos. Kondisi tersebut merupakan kondisi buruk yang berpotensi memicu stroke. r. Kadar fosfolipase Fosfolipase adalah enzim yang bertugas mengatalis hidrolisis ikatan ester spesifik pada fosfolipida. Adapun fosfolipida merupakan bentuk lipid utama dalam membran sel. Dengan kadar fosfolipase yang tinggi akan memicu kerusakan membran sel. Inilah permulaan buruk yang merupakan salah satu faktor yang berisiko memicu terjadinya stroke. s. Mendengkur Mendengkur termasuk gangguan tidur terkait dengan terganggunya jalan saluran napas pada saat tidur. Hal tersebut disebabkan penyempitan saluran napas karena kelainan pada hidung sampai kerongkongan sehingga aliran oksigen menuju paru-paru terganggu. Selanjutnya darah mengalami defisit oksigen, sehingga pasokan oksigen yang dibutuhkan jantung dan otak pun akhirnya tidak terpenuhi dan berpeluang memicu serangan stroke. Penurunan kadar oksigen dalam darah tersebut dinamakan hipoksemia.
2.2.5. Pencegahan Stroke Menurut Bustan (2007), di antara sekian banyak faktor risiko stroke, hipertensi dianggap yang paling berperan. Intervensi terhadap hipertensi dibuktikan mampu mempengaruhi penurunan stroke dalam komuniti. Namun demikian upaya pencegahan stroke tidak semata ditujukan kepada hipertensi stroke. Ada pendekatan yang menggabungkan ketiga bentuk upaya pencegahan dengan 4 faktor utama yang mempengaruhi penyakit (gaya hidup, lingkungan, biologis, dan pelayanan kesehatan). 1. Pencegahan Primer: a. Gaya hidup: reduksi stres, makan rendah garam, lemak dan kalori, olahraga, tidak merokok, dan vitamin. b. Lingkungan: kesadaran atas stres kerja. c. Biologi: perhatian terhadap faktor risiko biologis (jenis kelamin, riwayat keluarga), efek aspirin. d. Pelayanan kesehatan: health education dan pemeriksaan tensi. 2. Pencegahan Sekunder: a. Gaya hidup: managemen stres, makanan rendah garam, berhenti merokok, penyesuaian gaya hidup. b. Lingkungan: penggantian kerja jika diperlukan, konseling keluarga. c. Biologi: pengobatan yang patuh dan cegah efek samping. d. Pelayanan kesehatan: pendidikan pasien dan cegah efek samping.
3. Pencegahan Tersier: a. Gaya hidup: reduksi stres, olahraga ringan, berhenti merokok. b. Lingkungan: jaga keamanan dan keselamatan dan dukungan keluarga. c. Biologi: kepatuhan berobat, terapi fisik dan terapi bicara. d. Pelayanan kesehatan: emergency medical technic, asuransi.
2.3. Landasan Teori Faktor risiko stroke dapat dibedakan menjadi faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan dan faktor yang dapat dikendalikan. Faktor yang tidak
dapat
dikendalikan yaitu genetik, cacat bawaan, usia, gender dan riwayat penyakit dalam keluarga. Sedangkan faktor yang dapat dikendalikan yaitu obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, hiperurisemia, penyakit jantung, atrial fibrilation, diabetes, merokok, alkohol, malas berolahraga, kadar hematokrit tinggi, kadar fibrinogen tinggi, konsumsi obat-obatan, cedera pada kepala dan leher, kontrasepsi berbasis hormon, stres, hiperhomosisteinemia, kadar Lp (a) tinggi, kadar fosfolipase tinggi dan mendengkur. Landasan teori secara sistematik dapat dilihat pada gambar 2.1. berikut.
Faktor yang Tidak Dapat Dikendalikan: Genetik, cacat bawaan, usia, gender, riwayat penyakit dalam keluarga
Faktor yang Dapat Dikendalikan: Obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, hiperurisemia, penyakit jantung, atrial fibrilation, diabetes, merokok, alkohol, olahraga, kadar hematokrit tinggi, kadar fibrinogen tinggi, konsumsi obatobatan, cedera pada kepala dan leher, kontrasepsi berbasis hormon, stres, hiperhomosisteinemia, kadar Lp (a) tinggi, kadar fosfolipase tinggi, mendengkur Sumber: Lingga, 2013 dan Kemenkes RI, 2013 Gambar 2.1. Landasan Teori
Penyakit Stroke
2.4. Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori di atas, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel Bebas
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Variabel Terikat
Hipertensi Diabetes Mellitus Merokok Obesitas Alkohol Riwayat penyakit dalam keluarga Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Stroke