BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Koordinasi 2.1.1 Pengertian Koordinasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012) pengertian koordinasi adalah perihal mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yang akan dilaksanakan tidak saling bertentangan atau simpang siur. Searah dengan hal di atas Mooney and Reily mendefenisikan koordinasi sebagai berikut : “coordination as the achievement of orderly group effort, and unity of action in the pursuit of a common purpose-koordinasi sebagai pencapaian usaha kelompok secara teratur kesatuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama”. Hasibuan (2011) menyatakan bahwa: “Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi”. Koordinasi mengimplikasikan bahwa elemen-elemen sebuah organisasi saling berhubungan dan mereka menunjukkan keterkaitan sedemikian rupa, sehingga semua orang melaksanakan tindakan-tindakan tepat, pada waktu tepat dalam rangka upaya mencapai tujuan-tujuan. Berdasarkan pengertian di atas jelaslah bahwa koordinasi adalah tindakan seorang pimpinan untuk mengusahakan terjadinya keselarasan, antara tugas dan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau bagian yang satu dengan bagian
10
Universitas Sumatera Utara
yang lain. Dengan koordinasi ini diartikan sebagai suatu usaha ke arah keselarasan kerja antara anggota organisasi sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran, tumpang tindih. Hal ini berarti pekerjaan akan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Jadi
dapat
disimpulkan
bahwa
koordinasi
merupakan
proses
pengintegrasian tujuan dan aktivitas di dalam suatu perusahaan atau organisasi agar mempunyai keselarasan di dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, pengkoordinasian dimaksudkan agar para manajer mengkoordinir sumber daya manusia dan sumber daya lain yang dimiliki organisasi tersebut. Kekuatan suatu organisasi tergantung pada kemampuannya untuk menyusun berbagai sumber dayanya dalam mencapai suatu tujuan. 2.1.2 Tipe Koordinasi Menurut Suganda, jenis-jenis koordinasi menurut lingkupnya terdiri dari koordinasi intern yaitu koordinasi antar pejabat atau antar unit di dalam suatu organisasi dan koordinasi ekstern yaitu koordinasi antar pejabat dari berbagai organisasi atau antar organisasi. Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik. Menurut Hasibuan (2011) tipe koordinasi di bagi menjadi dua bagian besar yaitu koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal. Kedua tipe ini biasanya ada dalam sebuah organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Makna kedua tipe koordinasi ini dapat dilihat berikut ini: a) Koordinasi Vertikal (Vertical Coordination) Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur. Pada koordinasi ini atasan memiliki kewenangan yang sangat tegas kepada bawahannya sehingga dapat memantau kinerja masing-masing satuan kerja. Meskipun satuan kerja memiliki tugas yang berbeda-beda namun satuan kerja harus memberikan laporan dan pemberitahuan perkembangan pekerjaan kepada atasannya. Koordinasi jenis ini biasanya lebih mudah dilakukan karena masingmasing personil sudah paham dengan tugasnya masing-masing. Selain itu, jumlah orang yang akan dikoordinasikan juga tidak terlalu banyak dan memiliki waktu khusus untuk melakukan rapat-rapat koordinasi bersama-sama. b) Koordinasi Horizontal (Horizontal Coordination) Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatankegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. Koordinasi horizontal ini dibagi atas interdisciplinary dan interrelated.
Universitas Sumatera Utara
Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan-tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara internal maupun eksternal pada unit-unit yang sama tugasnya. Pada koordinasi ini dapat terjadi saling komunikasi dan keterkaitan antara bidang-bidang tertentu secara internal atau satu organisasi. Atasan biasanya memberikan keleluasaan untuk melakukan hubungan dengan bidang lain dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Interrelated adalah koordinasi antar badan (instansi); unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantung atau mempunyai kaitan secara intern atau ekstern yang levelnya setaraf. Koordinasi seperti ini memang dilakukan dengan hati-hati dan perlahan-perlahan karena berkaitan dengan organisasi lain yang memiliki keterkaitan kerja namun sederajat sehingga tidak dapat saling memerintah. Kerancuan dalam komunikasi sering mengganggu koordinasi sehingga memperlambat pencapaian tujuan organisasi. Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena koordinator tidak dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat. Sugandha (1991) menambahkan dua jenis koordinasi yang lain yaitu: a. Koordinasi Diagonal Koordinasi diagonal yaitu koordinasi antara pejabat atau unit yang berbeda fungsi dan tingkatan hirarkinya. Dalam system penanggulangan bencana ada banyak organisasi yang terlibat secara diagonal. Contohnya, Dinas Kesehatan
Universitas Sumatera Utara
memiliki fungsi dan hierarki yang berbeda dengan PMI, Basarnas, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dan lain sebagainya dalam penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung. Namun, dalam pelaksanaan kegiatannya
memiliki
keterkaitan
dalam
hal
menyelenggarakan
tempat
pengungsian, memenuhi kebutuhan dasar pengungsi dan menunjang pelayanan kesehatan. Tapi, organisasi tersebut tidak saling bertanggungjawab secara hierarki satu sama lain, namun bertanggungjawab dengan atasan masing-masing. b. Koordinasi Fungsional Koordinasi fungsional yaitu koordinasi antar pejabat, antar unit atau antar organisasi yang didasarkan atas kesamaan fungsi atau karena koordinatornya mempunyai fungsi tertentu. Sebagai contoh, untuk menanggulangi masalah bencana erupsi Gunung Sinabung, pemerintah daerah Kabupaten Karo membentuk Tim Komando Tanggap darurat yang di dalamnya terdapat berbagai macam unsur dari daerah kabupaten, propinsi dan pusat. Organisasi dari masing-masing tingkat tersebut disatukan dalam satu tujuan bersama yaitu mengatasi masalah yang muncul akibat bencana erupsi Gunung Sinabung dengan Komandan Tanggap Darurat atau Incident Commando Center (ICS) sebagai pemegang komando. Berdasarkan uraian tersebut di atas tampak bahwa terdapat beberapa jenis koordinasi dalam suatu organisasi yang ditinjau dari lingkupnya meliputi koordinasi intern dan ekstern. Sedangkan koordinasi ditinjau dari arahnya meliputi koordinasi vertikal, koordinasi horizontal, koordinasi diagonal dan koordinasi fungsional.
Universitas Sumatera Utara
Setelah melihat kedua tipe koordinasi ini, menurut Winardi (1999) dapat dilihat pula ada 4 (empat) elemen fundamental pada koordinasi vertikal, yaitu: a) Rantai Komando (Chain of Command) Rantai komando adalah garis yang tidak putus dari wewenang yang menjulur dari puncak organisasi ke eselon terbawah dan memperjelas siapa melapor kepada siapa. Biasanya dalam suatu organisasi kepala organisasi memegang kendali komando dimana bawahannya yang dibagi dalam beberapa bidang bertanggung jawab dan memberikan laporan kepada pemberi komando. b) Rentang Pengawasan (Span of Control) Rentang kendali adalah jumlah bawahan yang dapat di arahkan secara efisien dan efektif oleh seorang manajer. Dalam rentang pengawasan ini manajer akan membagi bawahannya dalam beberapa bidang sehingga mempermudah manajer dalam memberikan pengawasan. c) Pendelegasian (Delegation) Pendelegasian adalah hak-hak inheren dalam suatu posisi manajerial untuk memberikan perintah dan mengharapkan dipatuhinya perintah itu. Manajer dapat memberikan wewenang kepada bawahannya yang dipercaya dan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan atas nama organisasi pada situasi tertentu. Hal ini mengingat tugas manajer yang cukup banyak sehingga memiliki keterbatasan untuk selalu ada dalam situasi yang membutuhkan pengambilan keputusan atau kehadiran seorang manajer.
Universitas Sumatera Utara
d) Sentralisasi-Desentralisasi (Centralization-Decentralization) Sentralisasi
merujuk
kepada
pembatasan
tanggung
jawab
dalam
pengambilan keputusan yang berada pada puncak hirarki organisasi. Hanya pemilik yang dapat mengambil keputusan apa yang harus dijual, dan berapa jam dibuka. Sentralisasi tidak memberikan izin kepada karyawan untuk membuat keputusan utama. Desentralisasi merujuk kepada perluasan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan kepada setiap level organisasi. Desentralisasi berasumsi bahwa orang-orang terdekat kepada masalah yang paling tahu tentang suatu hal dan dapat membuat keputusan yang terbaik dalam menangani suatu masalah. Maka, keputusan tidak akan terlambat, yang biasanya terjadi jika top eksekutif yang harus menangani seluruh masalah. Sedangkan dalam koordinasi horizontal menurut Winardi (1999) ada 4 (empat) elemen dapat di tempuh untuk melaksanakan koordinasi adalah: a) Departemenlisasi Matriks Departemenlisasi matriks adalah mengelompokkan suatu struktur yang menciptakan lini rangkap dari wewenang, menggabungkan departemenlisasi fungsional dan produk. Pengintegrasian peranan-peranan, yang dilakukan oleh manajer produk atau manajer proyek, perlu diciptakan bila suatu produk, jasa atau proyek khusus memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi dan perhatian yang terus menerus dari seseorang.
Universitas Sumatera Utara
b) Pembentukan Tim-tim Fungsional Silang Pembentukan tim-tim fungsional silang adalah membentuk beberapa tim yang saling memiliki keterkaitan antara satu tim fungsional dan tim fungsional lainnya dengan cara bekerja sama. c) Satuan-satuan Tugas (Taskforce) Satuan-satuan (task force) dibentuk oleh manajemen berupa kelompokkelompok tugas atau unit-unit yang melakukan tugas yang spesifik pada masingmasing satuan.
Satuan tugas biasanya diorganisasi secara formal dengan
pertemuan yang dijadwalkan teratur. Satuan tugas dibentuk bila dibutuhkan untuk masalah-masalah khusus. Kontak langsung antara individu-individu yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja. d) Personil Penghubung (Liaison personnel) Personil penghubung (liaison personnel) adalah orang yang ditugaskan untuk menjadi penghubung antara satu bagian dengan bagian lain atau suatu unit dengan unit lain agar pelaksanaan tugas dapat dilakukan dengan baik (Winardi, 1999). Peranan penghubung, antara yang menangani komunitas antar departemen sehingga mengurangi panjangnya saluran komunikasi. 2.1.3 Prinsip Koordinasi Prinsip koordinasi merupakan acuan atau dasar yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan koordinasi. Penerapan prinsip koordinasi secara tepat dapat mendukung tercapainya koordinasi yang efektif. Prinsip koordinasi tersebut antara lain: Komunikasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Simplifikasi. Prinsip ini
Universitas Sumatera Utara
tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 12/Menkes/SK/I/2002 Tentang Pedoman Koordinasi Penanggulangan Bencana Di Lapangan. Integrasi adalah suatu usaha untuk menyatukan tindakan-tindakan berbagai badan, instansi, unit, sehingga merupakan suatu kebulatan pemikiran dan kesatuan tindakan yang terarah pada suatu sasaran yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Sinkronisasi adalah suatu usaha untuk menyesuaikan, menyelaraskan kegiatan-kegiatan, tindakan-tindakan, unit-unit, sehingga diperoleh keserasian dalam pelaksanaan tugas atau kerja dan simplifikasi adalah kegiatan untuk menyederhanakan segenap kegiatan-kegiatan lain dengan menghapuskan yang tidak perlu serta lebih mengarahkan kepada tujuan-tujuan yang hendak dicapai (Hasibuan, 2011). Penanggulangan bencana terutama pada saat tanggap darurat harus ada satu kesatuan perintah (unity of command) dari seseorang kepada orang lain yang bertanggung
jawab
kepadanya,
sehingga
dilaksanakan
jelas
dan
tidak
membingungkan (Rowland, 2004). Koordinasi adalah proses perpaduan kegiatan lintas sektoral baik dalam pemerintahan maupun stake holders dalam upaya penanggulangan bencana agar dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Fungsi koordinasi dilakukan secara terintegrasi dengan sektor terkait pada (1) tahap pra dan (2) pasca bencana pada tanggap darurat fungsi yang dilaksanakan adalah dominan fungsi komando karena fungsi koordinasi telah lebih dahulu dilaksanakan pada tahap pra bencana (Depkes RI, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Koordinasi Bidang Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana Depkes RI (2002) menyatakan koordinasi adalah upaya menyatu padukan berbagai sumberdaya dan kegiatan organisasi menjadi suatu kekuatan sinergis, agar dapat melakukan penanggulangan masalah kesehatan masyarakat akibat kedaruratan dan bencana secara menyeluruh dan terpadu sehingga dapat tercapai sasaran yang direncanakan secara efektif dan efisien secara harmonis. Dengan adanya acuan dan pedoman bagi petugas kesehatan dan petugas lain yang terkait maka hasil penanggulangan masalah kesehatan diharapkan menjadi lebih efisien dan lebih efektif terutama dengan adanya optimalisasi sumber daya secara harmonis. Hasil guna dan daya guna penanggulangan masalah kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas koordinasi dan kemampuan manajerial pelaksanaan bantuan kemanusiaan. 2.2.1 Komponen Koordinasi Bidang Kesehatan Penanggulangan Bencana Menurut Depkes RI (2002) dalam penanggulangan bencana alam harus terdapat beberapa komponen untuk dapat dilakukan koordinasi yaitu : Badan atau media untuk berkoordinasi, unit atau pihak yang dikoordinasikan, pertemuan regular, tugas pokok dan tanggung jawab yang jelas, informasi dan laporan, kerjasama pelayanan dan sarana serta aturan (code of conduct) organisasi yang jelas. Proses koordinasi dari setiap komponen dalam penanggulangan bencana, khususnya untuk tanggap darurat bidang kesehatan dapat digambarkan dalam skema di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Proses Koordinasi dari Setiap Komponen dalam Penanggulangan Bencana Sumber : Depkes RI, 2002 Dalam penanggulangan bencana dalam bidang kesehatan dibentuk satuan tugas penanggulangan bencana dimana Dinas Kesehatan sesuai dengan level bencana yang bertanggungjawab dalam pembentukannya. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 145/MENKES/ SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. Dalam pengorganisasian dijelaskan bahwa pengorganisasian penanggulangan bencana bidang kesehatan
Universitas Sumatera Utara
mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Untuk tingkat pusat, Menteri Kesehatan sebagai penanggungjawab, untuk tingkat Propinsi dipegang oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, sementara untuk yang di Tingkat Kabupaten berada pada kewenangan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten, dan untuk skala kecil, tepatnya di lokasi kejadian bencana, Kepala Puskesmas sebagai penanggungjawabnya. Untuk penanggulangan bencana pada skala kabupaten seperti erupsi Gunung Sinabung, yang menjadi penanggungjawab bidang kesehatan adalah Dinas Kesehatan. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Karo akan membentuk satgas dimana Kepala Dinas yang menjadi Koordinatornya. Satgas ini akan berintegrasi juga dengan Rumah sakit dalam hal pelaksanaan rujukan dan penggunaan ambulans yang dikoordinatori oleh bidang pelayanan medis. Koordinator kesling akan bertanggungjawab dalam pelayanan air bersih dan pembuangan limbah di pengungsian. Semua Koordinator bidang, yaitu bidang Yanmed (pelayanan medis), kesehatan lingkungan (kesling), surveilans epidemiologi, gizi, penampungan darurat, logistik, transportasi/komunikasi, koordinasi organisasi pemerintah atau LSM, permintaan bantuan dan donor, dan informasi publik, memiliki kedudukan yang setara satu sama lain. Semua Koordinator bidang menerima komando dari koordinator sekaligus memberikan laporan kepada Kepala Dinas Kesehatan. 2.2.2 Koordinasi Bidang Kesehatan pada Tanggap Darurat Bencana Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
Universitas Sumatera Utara
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana (Depkes, 2006). Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 066 Tahun 2006 kegiatan koordinasi dalam penanggulangan bencana di tingkat Kabupaten adalah: a. Penanggung jawab pelayanan kesehatan penanggulangan bencana serta penanganan pengungsi Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Bila diperlukan dapat meminta bantuan kepada provinsi. Dalam pelaksanaan tugas di bawah Satlak PB (BPBD). b. Pelaksanaan tugas penanggulangan krisis akibat bencana di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dikoordinir oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Dinas. Di lokasi kejadian bencana, pelayanan kesehatan penanggulangan bencana di bawah tanggung jawab Kepala Dinas dengan Kepala Puskesmas sebagai pelaksana tugas Dinas Kesehatan. Pada saat terjadi bencana (tanggap darurat) kegiatan koordinasi yang dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan adalah: 1. Berkoordinasi dengan Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana atau Satlak PB (BPBD) tentang penanganan penanggulangan bencana. 2. Mengaktifkan Pusat Pengendalian Operasional (Pusdalops) Penanggulangan Bencana Tingkat Kabupaten dan Kota.
Universitas Sumatera Utara
3. Berkoordinasi dengan RS Kabupaten dan Kota, RS POLRI, Rumkit dan RS Swasta untuk mempersiapkan penerimaan penderita yang dirujuk dari lokasi bencana dan tempat penampungan pengungsi. 4. Menyiapkan dan mengirim tenaga kesehatan, obat dan perbekalan ke lokasi bencana. 5. Menghubungi Puskesmas di sekitar bencana untuk mengirimkan dokter, perawat dan peralatan yang dibutuhkan termasuk ambulans ke lokasi bencana. 6. Melakukan penilaian kesehatan cepat terpadu (Integrated Rapid Health Assessment). 7. Melakukan penanggulangan gizi darurat. 8. Memberikan imunisasi campak di tempat pengungsian untuk anak-anak dengan usia di bawah 15 tahun. 9. Melakukan surveilans epidemiologi terhadap penyakit yang berpotensi wabah, pengendalian vektor, serta pengawasan kualitas air dan lingkungan. 10. Apabila kejadian bencana melampaui batas wilayah Kabupaten/Kota maka sebagai penanggungjawab adalah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Kepala Puskesmas di Tingkat Kecamatan, di lokasi bencana melakukan kegiatan: 1. Bersama staf menuju lokasi bencana dengan membawa peralatan yang diperlukan beserta triase untuk pertolongan pertama. 2. Melaporkan kepada Ka. Dinkes Kabupaten/Kota tentang terjadinya bencana.
Universitas Sumatera Utara
3. Melakukan penilaian cepat masalah kesehatan awal (initial rapid health assessment). 4. Menyerahkan tanggung jawab pada Kadinkes Kabupaten/Kota apabila telah tiba di lokasi. 5. Apabila kejadian bencana melampaui batas wilayah kecamatan, penanggung jawab upaya penanggulangan bencana adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Puskesmas di sekitar lokasi bencana melakukan kegiatan : 1. Mengirimkan tenaga dan perbekalan kesehatan serta ambulans/ alat transportasi lainnya ke lokasi bencana dan tempat penampungan pengungsi, 2. Membantu melaksanakan perawatan dan evakuasi korban serta pelayanan kesehatan pengungsi 2.2.3 Pendekatan Koordinasi yang Efektif Menurut Handoko (2003) ada tiga pendekatan untuk pencapaian koordinasi yang efektif, yaitu : (1) pendekatan teknik-teknik manajemen dasar yaitu dengan mekanisme-mekanisme pengkoordinasian dasar melalui hirarki manajerial, aturan dan prosedur serta rencana dan penetapan tujuan. (2) pendekatan kedua meningkatkan koordinasi potensial dan (3) pendekatan ketiga: mengurangi kebutuhan akan koordinasi. Secara keseluruhan prinsip serta pendekatan koordinasi tersebut dapat disimpulkan bahwa koordinasi yang efektif dalam organisasi akan tercapai apabila
Universitas Sumatera Utara
ada pendelegasian wewenang, pembagian kerja yang jelas serta komunikasi yang efektif. a. Pendelegasian Wewenang Hasibuan (2011) berpendapat bahwa wewenang adalah kekuasaan yang sah dan legal yang dimiliki seseorang untuk memerintah orang lain, berbuat atau tidak berbuat atau tidak berbuat sesuatu, kekuasaan merupakan dasar hukum yang sah dan legal untuk dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan. Menurut Handoko (2003) wewenang adalah hak untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Daft (2002) Wewenang (authority) adalah hak formal dan legitimasi dari seorang manajer untuk membuat keputusan, mengeluarkan perintah, dan mengalokasikan sumber daya untuk mencapai hasil yang diinginkan organisasi. Pendelegasian wewenang diperlukan untuk memperlancar kegiatan manajemen perusahaan. Delegasi (delegation) merupakan proses bagi para manajer untuk mentransfer wewenang dan tanggung jawab kepada bawahanbawahannya dalam hirarki organisasi (Daft, 2002). Pendelegasian wewenang mendorong tercapainya keputusan yang lebih baik dalam berbagai hal. Adanya pendelegasian wewenang kepada bawahan, misalnya dalam hal di mana bawahan mengetahui keadaannya, maka akan mendorong hasil yang lebih baik. Karena dilimpahkan kepada orang yang mengetahui keadaan sebenarnya di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
b. Pembagian Kerja Menurut Handoko (2003) kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan bermacam-macam satuan pelaksananya. Derajat koordinasi yang tinggi sangat bermanfaat untuk pekerjaan yang tidak rutin dan tidak dapat diperkirakan, hal sesuai dengan kondisi pada saat terjadi bencana alam yang sulit diperkirakan. Pembagian kerja adalah perincian tugas dan pekerjaan agar setiap individu dalam organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas. Jadi pembagian kerja pekerjaan menyebabkan kenaikan efektifitas secara dramatis, karena tidak seorangpun secara fisik mampu melaksanakan keseluruhan aktifitas dalam tugas–tugas yang paling rumit dan tidak seorangpun juga memiliki semua keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai tugas. Oleh karena itu perlu diadakan pemilahan bagian– bagian tugas dan membagi baginya kepada sejumlah orang. Pembagian pekerjaan yang dispesialisasikan seperti itu memungkinkan orang mempelajari keterampilan dan menjadi ahli pada fungsi pekerjaan tertentu. c. Komunikasi Handayaningrat (2002) menyatakan bahwa koordinasi dan komunikasi adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan, karena komunikasi, sejumlah unit dalam organisasi akan dapat dikoordinasikan berdasarkan rentang dimana sebagian besar ditentukan oleh adanya komunikasi. Komunikasi merupakan salah
Universitas Sumatera Utara
satu dari sekian banyak kebutuhan manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Dalam organisasi komunikasi sangat penting karena dengan komunikasi partisipasi anggota akan semakin tinggi dan pimpinan memberitahukan tugas kepada karyawan harus dengan komunikasi. Dengan demikian komunikasi merupakan hubungan antara komunikator dengan komunikan dimana keduanya mempunyai peranan dalam menciptakan komunikasi. Dari pengertian komunikasi sebagaimana disebut di atas terlihat bahwa komunikasi itu mengandung arti komunikasi yang bertujuan merubah tingkah laku manusia. Karena sesuai dengan pengertian dari ilmu komunikasi, yaitu suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas azas-azas, dan atas dasar azas-azas tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap. Maka komunikasi tersebut merupakan suatu hal perubahan suatu sikap dan pendapat akibat informasi yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain.
2.3 Erupsi Gunung Api Indonesia merupakan negara dengan 129 gunung api aktif, pengamatan gunung api merupakan pekerjaan yang mutlak dilakukan dalam upaya pengurangan risiko bencana erupsi gunung api. Pemerintah kita melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sudah membangun pos pengamatan di beberapa gunung api aktif yang ada di seluruh Indonesia. Petugas di pos pengamatan bertugas untuk mengamati aktifitas gunung api secara visual
Universitas Sumatera Utara
dan berdasarkan data pengukuran (seismisitas, thermal, deformasi, densitas batuan, gas) (PVMBG, 2007) 2.3.1 Klasifikasi Gunung Api Di Indonesia Berdasarkan tipenya, gunung api dapat dibedakan menjadi (PVMBG, 2007): 1. Tipe A : gunung api yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurangkurangnya satu kali sesudah tahun 1600. 2. Tipe B : gunung api yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan solfatara. 3. Tipe C : gunung api yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah. 2.3.2 Prosedur Tetap Tingkat Kegiatan Gunung Berapi menurut PVMBG Menurut PVMBG ada prosedur tetap yang harus dilaksanakan dalam mengantisipasi kegiatan gunung api, sebagai berikut: 1. Aktif Normal (Level I) Keadaan aman, penduduk melakukan kegiatan dengan tenang. Tidak ada gejala aktivitas tekanan magma. Tindakan yang dilakukan adalah pengamatan rutin, survey dan penyelidikan.
Universitas Sumatera Utara
2. Waspada (Level II) Terjadi peningkatan kegiatan berupa kelainan yang tampak secara visual atau hasil pemeriksaan kawah, kegempaan dan gejala vulkanik lainnya. Terdapat kenaikan level aktivitas di atas normal dan sedikit perubahan aktivitas yang diakibatkan oleh aktivitas magma, tektonik, dan hidrotermal. Tindakan yang dilakukan adalah penyuluhan/ sosialisasi, penilaian resiko, pengecekan sarana dan pelaksanaan piket terbatas. 3. Siaga (Level III) Peningkatan semakin nyata hasil pengamatan visual/pemeriksaan kawah, kegempaan dan metoda lain saling mendukung. Berdasarkan analisis, perubahan kegiatan cenderung diikuti letusan. Tindakan yang dilakukan adalah sosialisasi di wilayah terancam, penyiapan sarana darurat, koordinasi harian dan piket penuh. 4. Awas (Level IV) Menjelang letusan utama, letusan awal mulai terjadi berupa abu/asap. Berdasarkan analisis data pengamatan, segera akan diikuti letusan utama. Menandakan gunung api yang segera atau sedang meletus atau ada keadaan kritis yang menimbulkan bencana. Tindakan yang dilakukan adalah merekomendasikan wilayah yang terancam untuk dikosongkan. Koordinasi dilakukan harian, dengan piket penuh.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Landasan Teori Untuk penanggulangan bencana pada skala kabupaten seperti erupsi Gunung Sinabung, yang menjadi penanggungjawab bidang kesehatan adalah Dinas Kesehatan. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Karo akan membentuk satgas (satuan tugas) dimana Kepala Dinas yang menjadi Koordinatornya sekaligus ketua satgas. Untuk membantu Ketua Satgas dibentuk koordinator bidang Satgas yang akan membantu Kepala Dinas Kesehatan dalam penanggulangan bencana dan berkoordinasi dengan instansi/sektor lain yang terlibat dengan bencana erupsi Gunung Sinabung. Selain itu, Satgas ini akan berintegrasi juga dengan Rumah sakit dalam hal pelaksanaan rujukan dan penggunaan ambulans yang dikoordinatori oleh bidang pelayanan medis. Koordinasi adalah kegiatan mengkoordinasikan unsur-unsur
mengarahkan, mengintegrasikan, dan
manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para
bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Koordinasi mengimplikasikan bahwa elemen-elemen sebuah organisasi saling berhubungan dan mereka menunjukkan keterkaitan sedemikian rupa, sehingga semua orang melaksanakan tindakantindakan tepat, pada waktu tepat dalam rangka upaya mencapai tujuan-tujuan. Terdapat beberapa jenis koordinasi dalam suatu organisasi yang ditinjau dari lingkupnya meliputi koordinasi internal dan eksternal. Sedangkan koordinasi ditinjau dari arahnya meliputi koordinasi horizontal, koordinasi vertikal, koordinasi diagonal dan koordinasi fungsional.
Universitas Sumatera Utara
Koordinasi vertikal (Vertical Coordination) adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Elemen yang mempengaruhinya adalah Rantai Komando (chain of command), Rentang Pengawasan (span of control), Pendelegasian (delegation), SentralisasiDesentralisasi (centralization-decentralization). Koordinasi horizontal (Horizontal Coordination) adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. Sedangkan dalam koordinasi horizontal menurut Winardi (1999). Elemen yang dinilai dalam pelaksanaan koordinasi ini adalah: departemenlisasi matriks, interrelated, dan interdisciplinary. Koordinasi diagonal yaitu koordinasi antara pejabat atau unit yang berbeda fungsi dan tingkatan hirarkinya dan koordinasi fungsional yaitu koordinasi antar pejabat, antar unit atau antar organisasi yang didasarkan atas kesamaan fungsi atau karena koordinatornya mempunyai fungsi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Berpikir Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konsep penelitian yang diajukan sebagai berikut: Koordinasi Vertikal : - Rantai Komando - Rentang Pengawasan - Pendelegasian Wewenang - Sentralisasi-Desentralisasi
Koordinasi Horizontal : -
Interdisciplinary Departemenlisasi Matriks Interrelated
Tanggap Darurat Bencana Erupsi Sinabung
Koordinasi Diagonal : antar unit yang berbeda hierarki
Koordinasi Fungsional : berbeda unit dan hierarki namun fungsinya sama
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian
Universitas Sumatera Utara