BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sunat Sunat menurut kamus besar bahasa Indonesia artinya memotong. Banyak konsep yang digunakan untuk menjelaskan tentang sunat perempuan, selain istilah sunat kata lain yang sering digunakan adalah khitan dan istilah lain yang kurang dikenal yaitu khifad yang berasal dari kata khafd, istilah ini khusus untuk khitan perempuan, kata khitan berasal dari akar kata Arab, yaitu khatana-yakhtanukhatnan artinya memotong (Muhammad, 2011). Makna asli kata khitan dalam bahasa Arab adalah bahagian yang dipotong dari kemaluan laki-laki atau perempuan. Khitan laki-laki disebut juga dengan i’zar, sedangkan khitan perempuan disebut juga dengan khafdh (merendahkan). Secara istilah, khitan adalah memotong kulit yang menutupi penis laki-laki atau memotong kulit yang terdapat di atas farji wanita yang seperti jengger kepala ayam jantan (Munir, 2007). 2.1.1
Sunat Perempuan Sunat perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian
depan klitoris, tanpa melukai klitoris. Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sunat perempuan adalah semua prosedur yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh dari bagian luar genital perempuan atau mengores genital perempuan dengan alasan budaya atau yang lainnya (WHO,
16 Universitas Sumatera Utara
17
2001). Sedangkan menurut Permenkes Nomor 1636 sunat perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris, tanpa melukai klitoris. Secara internasional sunat perempuan dikenal dengan beberapa istilah yang dipakai untuk menyebut sunat perempuan, diantaranya adalah Female Genital Cutting (FGC), Female Genital Mutilation (FGM) dan Female Circumcision (FC) (WHO, 2008). Menurut al-Mawardi, seperti dikutip Ibnu Hajar al-Asqallani, mendefinisikan khitan perempuan sebagai praktik pemotongan kulit yang berada di bagian atas kemaluan perempuan, di atas pintu masuknya penis, semacam “biji” atau “jengger ayam jago” (Muhammad, 2011). Sunat perempuan dalam Rekomendasi CEDAW Nomor 19 tentang Kekerasan terhadap Perempuan, Deklarasi Wina dan Program Aksi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan tentang Konvensi Wanita, pasal 1 menjelaskan bahwa sikap-sikap tradisional dimana perempuan dianggap sebagai sub-ordinasi laki-laki atau seperti pembakuan peran-peran sterotip yang mengekalkan praktik kekerasan atau paksaan yang meluas, seperti misalnya kekerasan dan penganiayaan dalam keluarga, kawin paksa, mas kawin, kematian, penyerangan dengan air raksa, dan penyunatan perempuan (Luhulima, 2006). Pemahaman terhadap sunat perempuan oleh pemikir non-muslim berbeda dengan pandangan dalam Islam atau dalam budaya Islam. Khitan untuk perempuan sudah diperaktekkan oleh masyarakat Afrika Utara, jauh sebelum kelahiran nabi Muhammad SAW. Ramali Ahmad (dalam Muhamad, 1998)
Universitas Sumatera Utara
18
mengatakan bahwa, memang ada hadist yang berkaitan dengan khitan pada perempuan yang menyatakan bahwa : “Rasulullah SAW, memerintahkan kepada wanita-wanita juru khitan : Bila engkau mengkhitan, maka khitanlah dengan baik (jangan merusak) karena khitan yang baik itu akan membuat wajah lebih berseri dan memberikan kenikmatan bagi suami.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Imam Ahmad dari Ummi Athiyah). Namun dalam hadist tersebut tidak tersirat atau tersurat ada perintah untuk mengkhitan anak perempuan. Yang ada hanyalah peringatan kepada juru khitan perempuan agar mengkhitan dengan cara yang baik. Berarti khitan ketika itu sudah ada dan Nabi Muhammad SWA hanyalah memperingatkan terhadap tata caranya. Dengan hadis tersebut dapat dipahami bahwa sunat perempuan dalam pandangan Islam tidak dilarang, namun tata cara melakukannya harus diperhatikan, agar tidak merusak atau berbahaya bagi perempuan. 2.1.2 Asal Usul Sunat Perempuan Berdasarkan perspektif sejarah, sunat perempuan sudah dilakukan secara rutin sejak 6000 tahun yang lalu di bagian selatan Afrika, mulai dari Lybia, Mesir, Timur Tengah, Amerika Selatan, Australia dan Asia Tenggara (Sumarni, 2005). Tidak mudah untuk menetapkan kapan pemotongan klitoris (klitoridektomi) dan tradisi-tradisi lainnya berasal. Tetapi, data etnografi dan antropologi menunjuk pada perpaduan antara mitologi dan keyakinan agama (Anees, 1989). Menurut Muhamad (1998) menjelaskan bahwa, sunat perempuan bukan ajaran Islam, dapat dilihat dari tulisan Bryk, seorang etnolog berkebangsaan Jerman pada tahun 1992. Dalam buku itu ia mengungkapkan bahwa dikepala
Universitas Sumatera Utara
19
orang Massai di Afrika ada kepercayaan bahwa dengan memotong klitoris dan sedikit labia minora, maka anak perempuan akan dapat dilepaskan dari fantasi seksual. Perlu diingat bahwa suku Massai bukanlah suku Afrika yang mayoritas beragama Islam. Pengaruh budaya ini demikian mendalamnya, sehingga orangorang perempuan yang dikhitan secara simbolis sewaktu masih bayi akan merasa bahwa dirinya masih belum benar-benar bersih, apalagi ia tidak ingat lagi apakah ia sudah dikhitan atau belum. Berbagai pendapat tentang asal mula dipraktikkannya sunat perempuan, menurut WHO (2001) bahwa ada beberapa pendapat asal usul sunat perempuan, antara lain: 1.
Female Genital Mutilation atau sunat perempuan tidak dikenal kapan atau dimana tradisi sunat perempuan dimulai.
2.
Beberapa orang percaya FGM dimulai dari zaman dahulu kala.
3.
Beberapa orang percaya ini dimulai selama perdagangan Budak ketika budak hitam yang dimasukkan masyarakat Arab.
4.
Beberapa percaya sunat perempuan dimulai dengan kedatangan Islam di beberapa bagian sub-sahara Afrika.
5.
Yang lain percaya bahwa sunat perempuan dimulai pada saat kemerdekaan di Afrika, terlebih dahulu kunjungan Islam, orang-orang berpengaruh diantara serdadu-serdadu.
Universitas Sumatera Utara
20
6.
Beberapa percaya sunat perempuan berawal dari dilontarkan kemerdekaan diantara grup etnik di Afrika sebagai upacara kedewasaan.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa asal usul sunat perempuan tidak dapat diketahui secara pasti, hal ini sangat bergantung terhadap budaya dan kepercayaan sekelompok masyarakat yang melakukan praktik sunat perempuan. Sedangkan untuk laporan penyebaran sunat perempuan sampai saat ini belum tersedia dengan lengkap, hal ini disebabkan karena lemahnya pencatatan data, jumlah yang sebenarnya perempuan yang disunat lebih besar daripada yang tercatat dan masih ada data yang belum terungkap. 2.1.3 Tipe-Tipe Sunat Perempuan Menurut WHO (2012) melalui Fact Sheet No. 241 June 2000 menggolongkan tipe-tipe FGM dalam 6 tipe yaitu : 1. Tipe I : Menghilangkan bagian permukaan, dengan atau tanpa diikuti pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari klitoris. 2. Tipe II :Pengangkatan klitoris diikuti dengan pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari labia minora. 3. Tipe III : Pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari organ genetalia luar diikuti dengan menjahit atau menyempitkan lubang vagina (infabulasi).
Universitas Sumatera Utara
21
4. Tipe IV : Menusuk, melubangi klitoris dan/atau labia, merenggangkan klitoris dan/atau labia, tindakan memelarkan dengan jalan membakar klitoris atau jaringan di sekitarnya. 5. Tipe V : Merusakkan jaringan disekitar lubang vagina (angurya cuts) atau memotong vagina (gishiri cuts). 6. Tipe VI : Memasukkan bahan-bahan yang bersifat merusak atau tumbuhan ke dalam vagina dengan tujuan menimbulkan pendarahan, menyempitkan vagina, dan tindakan-tindakan lainnya yang dapat digolongkan dalam definisi di atas. Dari semua tipe FGM di atas, menurut WHO (dalam Irianto, 2006) mengatakan bahwa, tidak semua tipe dikenal dan dipraktikkan secara umum. Hanya ada 4 tipe FGM yang dikenal dan dipraktikkan secara umum, yaitu : 1. Sirkumsisi atau “sunna” : Pengangkatan bagian permukaan dan bagian ujung klitoris. Sunna ini sangat mirip dengan tipe I dari tipe-tipe FGM, tetapi dalam bentuk yang lebih halus dan tidak merusak. 2. Excission atau yang diberikan WHO Clitoridectomy : Pengangkatan klitoris dan sering diikuti dengan pengangkatan labia minora. Excission sama dengan Tipe II yang diberikan WHO. 3. Infabulation atau Pharaonic circumcision : Excission yang diikuti dengan pengangkatan labia minora serta menempelkan kedua sisi vagina dengan jalan menjahit atau menyatukan secara alami jaringan
Universitas Sumatera Utara
22
yang terluka dengan mempergunakan media berupa duri, sutera, atau benang dari usus kucing. 4. Introcission : Jenis FGM yang diperaktikkan oleh suku Pitta-Patta aborigin di Australia, dimana pada saat seorang gadis mencapai usia puber, maka seluruh akan berkumpul dan seorang yang dituakan dalam masyarakat akan bertindak sebagai pemimpin prosedur. Lubang vagina wanita tersebut akan diperlebar dengan jalan merobek dengan mempergunakan tiga jari tangan yang diikat dengan tali dan sisi lain dari perineum akan dipotong dengan mempergunakan pisau batu. Ritual ini biasanya akan diikuti dengan aktivitas seksual secara paksa dengan beberapa lelaki muda. Selain di Australia Introcission juga dipraktikkan di Meksiko Timur, Brazil, Peru, Suku Conibus serta sebagian dari suku Pano Indian di bagian tenggara. Menurut Andrews (2009) menyebutkan bahwa, bentuk mutilasi genetalia yang paling sederhana adalah sirkumsisi, yang dilakukan dengan memotong tudung atau bagian kepala klitoris (preputium klitoris). Di Indonesia praktik ini digolongkan dalam tindakan yang tidak berbahaya, karena sirkumsisi dilakukan hanya secara simbolis dan penggoresan pada preputium klitoris. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada (dalam Irianto, 2006) dengan judul laporan akhir Male and Female Genital Cutting Konteks, Makna, dan Keberlangsungan
Universitas Sumatera Utara
23
Praktik dalam Masyarakat Yogyakarta dan Madura, ada 2 prosedur praktik sunat perempuan di Indonesia, yaitu: 1. Tindakan pemotongan atau penggoresan pada bagian alat kelamin perempuan. 2. Tindakan simbolis tanpa melukai alat kelamin. Sunat pada perempuan adalah suatu tindakan yang paling ringan dari tipe yang disebut WHO, sunat pada perempuan ini mencakup perlakuan seperti penusukan dan penggoresan pada kulit klitoris sampai pemotongan sebagian preputium sampai mengeluarkan darah. Tindakan ini dikenal dibeberapa negara muslim, seperti Indonesia sebagai tindakan yang bersifat sunnah, dan praktik ini secara fisik tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi-fungsi seksual kelamin perempuan. Dapat disimpulkan bahwa sunat perempuan dipraktikkan dengan berbagai tipe atau cara menurut kebiasaan daerah masingmasing di Indonesia, hal ini sangat berhubungan dengan kepercayaan, adat dan agama daerah tersebut. 2.1.4 Dampak Sunat Perempuan Menurut Wiknjosastro dkk (2006) beberapa bentuk FGM dapat menyebabkan rasa sakit kronis setiap kali melakukan hubungan seks, infeksi radang panggul yang berulang-ulang dan persalinan lama maupun macet.
Universitas Sumatera Utara
24
Ada beberapa dampak yang dapat ditimbulkan dari FGM, yaitu: 1.
Dampak Jangka Pendek Menurut Irianto (2006) bahwa dampak jangka panjang dan jangka panjang
dari sunat perempuan, yaitu: 1. Dampak jangka panjang a. Infeksi saluran kencing, karena terdapatnya penyakit oleh mikroorganisme. b.
Dapat
mengakibatkan
infeksi
berulang-ulang
pada
saluran
reproduksi. c.
Menyebabkan terganggunya saluran menstruasi yang menyebabkan sakit serta penumpukan residu pada vagina.
d.
Infeksi seviks yang menyebabkan tersumbatnya tuba fallopi yang berakibat pada kemandulan.
2. Dampak jangka pendek a.
Pembengkakan
pada
jaringan
sekitar
vagina
yang
akan
menghalangi proses pembuangan cairan. b.
Infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril, serta kontaminasi luka karena air seni.
c.
Pendarahan parah dan shock.
d.
Pembuluh darah dari klitoris dapat mengalami pendarahan.
e.
Terjadi infeksi.
f.
Tercemarnya darah oleh racun dari alat yang tidak steril.
Universitas Sumatera Utara
25
g.
Dan kerusakan pada jaringan disekitar klitoris serta labia yang setelah beberapa waktu akan menyebabkan tersumbatnya urine yang berimplikasi pada infeksi serius.
Dampak jangka pendek yang dapat ditimbulkan akibat sunat perempuan sangat mungkin dapat terjadi pada setiap anak perempua. Namun banyak tempat yang beranggapan bahwa, praktik sunat perempuan tidak berpengaruh besar terhadap alat kelamin perempuan dan dianggap sebuah kejadian yang biasa-biasa saja. Sedangkan menurut Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan (PKIP) bahwa dampak jangka panjang dari sunat pada perempuan, yaitu : 1.
Rasa sakit yang berkepanjangan pada saat berhubungan seks.
2.
Penis tidak dapat masuk dalam vagina sehingga memerlukan tindakan operasi.
3.
Disfungsi seksual (tidak dapat mencapai orgasme pada saat berhubungan seks).
4.
Disfungsi haid yang mengakibatkan hematocolpos (akumulasi darah haid dalam vagina), hematometra (akumulasi darah haid dalam rahim), dan hematosalpinx (akumulasi darah haid dalam saluran tuba).
5.
Infeksi saluran kemih kronis.
6.
Inkontinensi urine (tidak dapat menahan kencing).
7.
Dapat terjadi abses, kista dermoid, dan keloid atau jaringan parut mengeras (Kalyanamitra, 2012).
Universitas Sumatera Utara
26
Menurut Andrews (2009) menjelaskan bahwa, mutilasi genetalia perempuan merusak kesehatan perempuan dan mengganggu seksualitas mereka, merupakan masalah kesehatan seksual. Selama persalinan dan kelahiran, sensitivitas yang tinggi serta kesadaran akan budaya sangat penting dalam memberikan perawatan yang sesuai dengan dukungan psikologis bagi wanita yang mengalami berbagai bentuk mutilasi genetalia, terutama infibulasi. Terdapat kekurangan literatur penelitian mengenai dampak seksual dan psikologis akibat berbagai bentuk mutilasi genetalia yang parah jika dibandingkan dengan penelitian dan laporan kasus mengenai komplikasi fisik selama pelahiran. Dispareunia dan kurangnya kepuasan pada hubungan seksual sering dilaporkan pada literatur yang ada. 2.1.5
Faktor-Faktor Praktik Sunat Perempuan Menurut WHO (2012) bahwa penyebab FGM mencakup campuran faktor
budaya, agama dan sosial dalam keluarga dan masyarakat, diantaranya: 1.
Female Genital Mutilation adalah konvensi sosial, tekanan sosial untuk menyesuaikan diri dengan apa yang orang lain lakukan dan untuk melakukannya ada sebuah motivasi yang kuat untuk mengabadikan resiko praktik.
2.
Female Genital Mutilation seringkali dianggap sebagai bagian penting dari membesarkan seorang gadis baik, dan cara untuk mempersiapkan dirinya sampai dewasa dan menikah.
Universitas Sumatera Utara
27
3.
Female Genital Mutilation sering termotivasi oleh keyakinan tentang apa yang dianggap prilaku seksual yang tepat, prosedur untuk menghubungkan keperawanan pranikah dan kesetiaan perkawinan. Female Genital Mutilation di banyak masyarakat diyakini mengurangi libido seks perempuan, karena itu diyakini membantunya melawan godaan tindakan seksual yang berlebihan.
4.
Female Genital Mutilation dikaitkan dengan cita-cita budaya feminitas dan kerendahan hati, yang mencakup gagasan bahwa anak perempuan "bersih" dan "indah" setelah pengangkatan bagian tubuh yang dianggap laki-laki sebagai bagian yang tidak baik.
5.
Meskipun tidak ada aturan agama tentang praktik sunat perempuan, namun masyarakat sering percaya bahwa praktik sunat perempuan merupakan perintah agama.
6.
Para pemimpin agama mengambil posisi yang berbeda-beda berkaitan dengan FGM, beberapa memperbolehkan praktik tersebut, sedangkan yang lain beranggapan bahwa sunat perempuan tidak relevan dengan agama, dan yang lainnya berperan terhadap penghapusannya.
7.
Struktur kekuasaan lokal dan otoritas, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, penyunatan, dan bahkan beberapa tenaga medis dapat berkontribusi untuk menegakkan praktik.
8.
Sebagian besar masyarakat, FGM dianggap sebagai tradisi budaya, yang sering digunakan sebagai alasan untuk kelanjutannya.
Universitas Sumatera Utara
28
9.
Pada beberapa masyarakat, mula-mulanya praktik ini terkait dengan menyambung tradisi pada masyarakat sebelumnya.
10. Pada beberapa masyarakat, FGM dilakukan oleh kelompok-kelompok baru ketika mereka pindah ke daerah di mana penduduk setempat melakukan praktik FGM. Sedangkan menurut Irianto (2006) bahwa alasan-alasan dilakukannya FGM dapat dikelompokkan ke dalam 4 alasan utama, yaitu: 1.
Identitas Budaya Budaya dan tradisi merupakan alasan utama dilakukannya FGM, karena FGM menentukan siapa sajakah yang dapat dianggap sebagai bagian dari masyarakat, sehingga dianggap sebagai tahap inisiasi bagi seorang wanita untuk memasuki tahap kedewasaan. Masyarakat yang mempraktikkan FGM, hal ini dianggap sebagai sebuah kejadian yang biasa dan seorang wanita tidak akan dianggap dewasa sebelum melakukan FGM.
2.
Identitas Gender Female Genital Mutilation (FGM) dianggap penting bagi seorang gadis bila ia ingin menjadi wanita seutuhnya, praktik ini memberikan suatu perbedaan jenis kelamin dikaitkan dengan peran mereka di masa depan dalam kehidupan perkawinan. Pengangkatan bagian klitoris dianggap sebagai penghilangan organ pria di tubuh wanita sehingga feminitas wanita akan utuh dan sempurna, hal ini juga sering
Universitas Sumatera Utara
29
disamakan dengan kelemahan dan kepatuhan seorang wanita, karena trauma yang didapatkan setelah proses ini berlangsung akan mempengaruhi wanita. Female Genital Mutilation (FGM) juga dianggap sebagai pemberi pembelajaran kepada wanita mengenai perannya dalam masyarakat. 3.
Mengontrol Seksualitas Wanita serta Fungsi Reproduksinya Female Genital Mutilation (FGM) dipercaya dapat mengurangi hasrat seksual wanita akan seks, sehingga dapat mengurai terjadinya praktik seks di luar nikah. Kesetiaan seorang wanita yang tidak dimutilasi terhadap pasangannya akan sangat diragukan oleh masyarakat. Bagi masyarakat yang memperaktikkan FGM, seorang wanita yang tidak dimutilasi tidak akan mungkin mendapatkan jodoh.
4.
Alasan Kebersihan, Kesehatan dan Keindahan Alasan ini merupakan alasan pembenar yang dipakai oleh masyarakat dunia untuk melakukan FGM. Praktik Mutilasi sering dikaitkan dengan penyucian atau pembersihan dalam masyarakat yang memperaktikkan FGM. Female Genital Mutilation (FGM) sering sekali dipromosikan dapat meningkatkan kesehatan wanita serta anak yang dilahirkannya, dikatakan bahwa wanita yang melakukan FGM akan lebih subur dan mudah melahirkan.
Universitas Sumatera Utara
30
2.1.6
Prosedur dan Usia Praktik Sunat Perempuan Tidak ada prosedur standard dalam melakukan sunat perempuan, karena
prosedur yang dipraktikkan oleh masyarakat dunia sangatlah bervariasi tergantung pada daerah, kebiasaan masyarakat dan adat-istiadat dimana wanita tersebut tinggal. Bagi orang Jawa tradisional yang beragama Islam menekankan pentingnya sunat perempuan hanya dalam bentuk upacara, dan tidak dengan melukai klitorisnya (Suparlan dalam Muhamad, 1998), sedangkan masyarakat di Afrika mengharuskan memotong atau mengiris bagian klitoris. Dengan melihat dan membandingkan beberapa kebiasaan masyarakat dunia dalam memperaktikkan sunat perempuan, dapat disimpulkan bahwa prosedur sunat perempuan secara umum dilakukan dengan cara, yaitu : Seorang wanita yang akan melaksanakan sunat perempuan atau FGM akan disuruh duduk di air dingin untuk mematikan rasa di vulva dan mengurangi kemungkinan pendarahan. Pada umumnya wanita tersebut tidak akan diberikan anastesi, wanita tersebut akan dipegang oleh wanita-wanita yang lebih tua, agar tidak dapat bergerak, kedua kaki wanita tersebut akan dibuka selebar mungkin sehingga bagian vagina akan terlihat jelas. Pemotongan akan dilakukan dengan mempergunakan alat pemotong seperti pecahan kaca, besi tipis, gunting, silet atau benda-benda tajam lainnya. Pelaksanaan dari prosedur sunat perempuan ini dapat dilakukan di rumah pribadi, tetangga, kerabat, pusat kesehatan, atau bila sunat perempuan sebagai proses inisiasi maka akan dipilih pohon atau sungai tertentu, prosedur ini dapat dilakukan
Universitas Sumatera Utara
31
oleh wanita lebih tua, Dukun, tukang cukur, atau Bidan dan Dokter yang professional. Seperti halnya prosedur sunat perempuan, usia seorang perempuan disunat juga sangat bervariasi, tergantung pada adat dan kebudayaan nasyarakat tersebut. Sunat dapat dilakukan pada seorang wanita pada saat ia masih bayi, anak-anak usia 7-10 tahun, remaja maupun wanita dewasa. Pada beberapa masyarakat seperti di Somalia disunat pada usia berkisar antara 18-68 tahun, di Ethiopia dan Eritrean usia sunat perempuan berkisar antara 30-52 tahun, tetapi usia paling umum sunat perempuan dilaksanakan adalah 4-8 tahun (Irianto, 2006). 2.1.7
Praktik Sunat Perempuan di Indonesia Sunat perempuan dapat dikatakan juga terjadi di Indonesia secara luas,
namun sunat perempuan di Indonesia pada umumnya dipraktikkan pada taraf yang ringan bahkan hanya secara simbolis. Menurut Putranti (2003) yang mengutip pendapat Feillard dan Marcoes bahwa di Indonesia, sunat perempuan baru mulai dipersoalkan setelah gencarnya perbincangan mengenai Gender, seksualitas, dan kesehatan reproduksi yang disuarakan aktivis perempuan kira-kira sejak 5 tahun terakhir ini. Sebelumnya, isu ini kurang mendapat perhatian karena prevalensinya tidak diketahui secara pasti, dan prosedur pelaksanaannya dipandang tidak cukup membahayakan kesehatan. Satu-satunya informasi mengenai sunat perempuan di Indonesia yang cukup lengkap adalah studi Schrieke pada tahun 1921 yang mengindikasikan dilakukannya praktik sunat perempuan di sebagian besar tanah Jawa, beberapa
Universitas Sumatera Utara
32
daerah di Sulawesi (Makasar, Gorontalo), Kalimantan (Pontianak, Banjarmasin), Sumatera (Lampung, Riau, Padang, Aceh), pulau Kei di Ambon, pulau Alor, dan suku Sasak di Lombok. Studi tersebut juga melaporkan bahwa sunat perempuan pada umumnya dilakukan secara rahasia, pada usia sangat muda, dan dengan cara menghilangkan sebagian kecil ujung klitoris. Berdasarkan hasil penelitian Astuti dkk (2011) melaporkan bahwa penerimaan wanita dewasa terhadap praktik sunat perempuan yang dieksplorasi melalui diskusi kelompok terarah dengan ibu-ibu yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikannya, didapatkan respon yang cukup berbeda. Pada ibu-ibu berpendidikan SMA ke atas penerimaan terhadap sunat perempuan lebih terbuka dan bisa melihatnya dari sudut pandang kepentingan kesehatan, isu agama dan adat, dipandang tidak akan menjadi kendala sejauh pemahaman yang baik diberikan. Ibu-ibu dari pendidikan SMP ke bawah masih ada yang memandang sunat perempuan erat kaitannya dengan isu bukan tradisi dan budaya. Demikian juga halnya tentang penerimaan terhadap sunat perempuan pada kelompok ini menyatakan akan bisa menerima untuk alasan kesehatan walaupun lebih menyerahkan keputusan pada suami baik untuk sunat perempuan pada suami maupun anak laki-laki mereka. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada dengan judul laporan akhir “Male and Female Genital Cutting Konteks, Makna, dan Keberlangsungan Praktik dalam Masyarakat Yogyakarta dan Madura”, bahwa praktik sunat
Universitas Sumatera Utara
33
perempuan yang melibatkan tindakan untuk melukai alat kelamin perempuan dilakukan dengan cara memotong atau menggores pada ujung klitoris, atau pada bagian labia. Yang terpenting dari penggoresan ini adalah keluarnya sedikit darah yang menandakan bahwa prosedur tersebut telah sah menurut agama. Dasar diparktikkannya sunat perempuan di Indonesia masih sangat bercampur antara kepercayaan, adat, dan agama. Tindakan sunat perempuan di Indonesia biasanya dipraktikkan oleh Dukun wanita, yang secara turun-temurun telah mewarisi kemampuan ini, namun pada masa sekarang tidak sediktit peran dari Dukun tersebut yang telah digantikan oleh petugas kesehatan seperti Bidan (Irianto, 2006). Praktik sunat perempuan yang dilakukan oleh petugas kesehatan, bertindak berdasarkan Permenkes Nomor 1636 Tahun 2010 pasal 4 Ayat 2 yaitu, menetapkan pelaksanaan sunat perempuan dilakukan dengan prosedur tindakan sebagai berikut : a.
Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir selama 10 (sepuluh) menit.
b.
Gunakan sarung tangan steril.
c.
Pasien terbaring terlentang, kaki direntangkan secara hati-hati.
d.
Fiksasi lutut dengan tangan, vulva ditampakkan.
e.
Cuci vulva dengan povidon iodine 10%, menggunakan kain kasa.
f.
Bersihkan kotoran (smegma) yang ada diantara frenulum klitoris dan gland klitoris sampai bersih.
Universitas Sumatera Utara
34
g.
Lakukan goresan pada kulit yang menutupi bagian depan klitoris (frenulum klitoris) dengan menggunakan ujung jarum steril sekali pakai berukuran 20G-22G dari sisi mukosa ke arah kulit, tanpa melukai klitoris.
h.
Cuci ulang daerah tindakan dengan povidon iodine 10%.
i.
Lepas sarung tangan. dan
j.
Cuci tangan dengan sabun dengan air bersih yang mengalir.
2.2 Alat Kelamin Wanita dan Fungsinya Menurut Makarau (2009) menyebutkan bahwa, pengertian seks atau jenis kelamin berhubungan dengan perbedaan biologi antara perempuan dan laki-laki. Seks merupakan anugerah yang melekat pada manusia sejak lahir yang tidak mungkin kita ubah. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. 2.2.1 Alat Kelamin Bagian Luar/ Genetalia Eksterna Menurut Maryunani (2010) bahwa alat kelamin luar atau organ genetalia eksterna atau organ reproduksi luar, yang juga disebut pudenda merupakan bagian organ reproduksi wanita yang berada di luar tubuh. Istilah anatominya untuk alat kelamin wanita bagian luar adalah vulva.
Universitas Sumatera Utara
35
Organ reproduksi luar wanita terdiri dari, yaitu: 1.
Mons pubis (mons veneris) Disebut juga sebagai tundun atau gunung venus, merupakan bagian yang menonjol di bagian depan simfisis, terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat. Mons pubis adalah bukit bulat di sebelah anterior terhadap simfisis pubis, yang dibentuk oleh masa jaringan lemak sub-kutis dan ditumbuhi oleh rambut pubis. Fungsi mons pubis yaitu berperan dalam sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama koitus (Gunardi, 2005).
2.
Labia mayora (bibir besar) Disebut juga sebagai labium mayus, terletak di bawah atau kelanjutan dari mons pubis dan berbentuk bibir dan lonjong. Menurut Hamilton (1999) labia mayora adalah lipatan kulit yang besar dan jaringan lemak yang memanjang ke arah belakang dan ke bawah dari mons sampai sekitar 1 inchi dari rektum. Labia mayora homolog embriologik dengan skrotum pada laki-laki dan memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap sentuhan nyeri, dan suhu yang tinggi (Maryunani, 2010).
3.
Labia minora (bibir kecil) Disebut juga labia minus, merupakan lipatan jaringan tipis dibalik labia mayora, yang berupa sepasang bibir tipis (bagian kanan dan
Universitas Sumatera Utara
36
kiri). Labia minora adalah lipatan dibagian dalam bibir besar tanpa rambut (Sibagariang dkk, 2010). Labia minora terletak di atas klitoris bibir ini bertemu dan membentuk prepusium klitoris dan di bawahnya bertemu membentuk prenulum klitoridis. Bibir ini mengelilingi orifisium vagina. Kulit bibir kecil mengandung banyak kelenjar-kelenjar sebasea (kelenjar lemak), yang melumasi kulit vulva dan waterproof atau tahan air pada kulit vulva dan memberikan sekresi antibakteri (Maryunani, 2010). 4.
Klitoris Klitoris merupakan struktur erektil yang terletak postero-inferior terhadap komisura anterior, sebagian tertutup oleh ujung bifurkasi bagian anterior labia minora (Gunardi, 2005). Klitoris disebut juga sebagai kelentit yang berasal dari bahasa Yunani, yang berarti “kunci” karena klitoris dianggap sebagai kunci seksualitas pada wanita, klitoris adalah homolog dengan penis laki-laki. Letaknya anterior dalam vestibula. Mengandung banyak urat-urat saraf sensoris, dan pembuluh-pembuluh darah. Kira-kira sebesar kacang hijau sampai cabai rawit dan ditutupi Frenulum klitoridis. Glans klitoris berisi jaringan yang dapat berereksi, sifatnya amat sensitif karena memiliki serabut saraf dan hal ini tidak sama pada setiap wanita (Maryunani, 2010).
Universitas Sumatera Utara
37
5.
Prepusium klitoris Prepusium klitoris merupakan penutup klitoris, berupa lipatan kulit, yang berbentuk seperti kait. Kadang-kadang prepusium menutupi klitoris, sehingga area ini terlihat seperti lubang atau muara (Maryunani, 2010).
6.
Vestibulum Vestibulum disebut juga sebagai serambi atau beranda (ruangan tempat masuk ke saluran), yaitu celah antara kedua labia minora, berisi orifisium vagina, orifisium uretra eksternum dan muara-muara gastrointestinal (Gunardi, 2005).
Menurut Maryunani (2010) vestibulum merupakan alat reproduksi luar yang dibatasi oleh: 1.
Kanan dan kiri oleh kedua labia minora
2.
Batas atas: Klitoris
3.
Batas bawah: Fourchett
Vestibulum terdiri dari 6 lubang/ orifisium, yaitu: 1.
Orifisium uretra ekternum (lubang kemih/ lubang kencing).
2.
Dua duktus skene, untuk penghasil sejumlah lendir yang berfungsi sebagai pelumas melalui ostium pada masing-masing meatus urinaria.
3.
Dua kelenjar barholini, yaitu kelenjar paravagina atau vestibulum mayus atau vestibulum mayora atau vulvovagina. Pada saat koitus, kelenjar bartholini berfungsi mengeluarkan getah lendir atau sejumlah
Universitas Sumatera Utara
38
kecil lendir yang jernih dan lengket. Keasaman lendir yang rendah (pH tinggi) baik untuk sperma. 4.
Introitus vagina, yaitu terletak di bagian bawah vestibulum. Jika bibir kecil dibuka, maka introitus vagina dapat dilihat ditutupi oleh hymen. Hymen disebut juga selaput dara, yang merupakan lapisan tipis dan menutupi sebagian besar dari pintu introitus vagina, bersifat rapuh dan mudah robek. Hymen adalah lipatan mukosa yang tipis, tepat di sebelah dalam orifisium vagina (Gunardi, 2005). Ada 4 macam bentuk hymen yaitu : 1. Hymen anullaris (melingkar seperti cincin) 2. Hymen seminullaris (seperti bulan sabit) 3. Hymen cribriformis (seperti saringan tahu) 4. Hymen imperforata (tertutup / tidak berlubang) Penyakit yang bisa timbul dari Organ ini adalah Hematocolpos yaitu Sebuah penyakit yang timbul karena darah menstruasi tidak dapat mengalir ke luar karena tertahan oleh hymen yang tidak berlubang. Lubang-lubang pada hymen berfungsi sebagai tempat keluarnya sekret dan darah haid.
7. Fourchette Maryunani (2010) menjelaskan bahwa fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah di bawah orifisium vagina. Ujung atas
Universitas Sumatera Utara
39
(depan) labia minora terbelah menjadi 2, sebelah lewat melengkung di atas klitoris, dan sebelah lagi di bawahnya, ujung bawah (belakang) labia minora kiri dan kanan bergabung membentuk fourchette dan fourchette ini akan selalu robek sewaktu wanita melahirkan. 8. Perineum Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara orifisium vagina dan anus (Hamilton, 1999). 2.2.2 Alat Kelamin Bagian Dalam/ Genetalia Interna Menurut Maryunani (2010) menjelaskan bahwa organ reproduksi wanita bagian dalam, yang tidak dapat dilihat kecuali dengan pembedahan, yaitu: 1.
Vagina Suatu saluran musculo-membranosa yang menggambungkan uterus dengan vulva. Terletak antara vesika uterina dan rektum ke dalam puncak vagina menonjol ujung dari cervix. Bagian dari cervix yang menonjol dalam vagina disebut portio. Oleh portio ini puncak vagina di bagi menjadi 4 bagian adalah fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral dextra dan sinistra. Vagina mempunyai manfaat penting, yaitu: a. Sebagai saluran keluar dari uterus yang dapat mengalirkan darah waktu haid dan sekret dari uterus. b. Sebagai alat persetubuhan. c. Sebagai jalan lahir pada waktu partus.
Universitas Sumatera Utara
40
2.
Uterus Uterus adalah organ otot yang berdinding tebal yang berfungsi sebagai tempat implantasi ovum yang telah dibuahi dan juga sebagai tempat perkembangan dan pemberian makanan kepada Janin yang berada di dalamnya.
3.
Tuba fallopii Tuba fallopii adalah struktur muskular dengan panjang hampir mencapai 5 inchi, yang diletakkan pada salah satu sisi corpus atas uterus dan terdapat dua saluran, yaitu saluran kanan dan kiri.
4.
Ovarium Disebut dengan indung telur, ovarium adalah organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum, sepasang kiri dan kanan, yang dilapisi mesoovarium sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan syaraf, serta terdiri dari korteks dan medula.
2.3
Masyarakat Alas Kata Alas berasal dari keadaan alamnya yang terbentang indah seperti
”tikar”. Menurut Muhammad Umar, bahwa kata Alas dapat diartikan ”dasar” serta dasar juga dapat diartikan ”pertama”, sehingga kata Alas menjadi dasar dan pertama, maka dapat dimaknai bahwa suku yang pertama yang mendiami daerah tersebut dinamakan ”ALAS” (Ridwan, 2005). Menurut LAKA (2003) suku Alas di Kabupaten Aceh Tenggara memiliki 26 marga, yaitu : Bangko, Deski, Keling,
Universitas Sumatera Utara
41
Kepale Dese, Keruas, Pagan, Selian, Acih, Beruh, Gale, Karo-karo, Mahe, Menalu, Mencawan, Munthe, Pase, Pelis, Pinim, Ramin, Ramud, Sambo, Sekedang, Sugihen, Sepayung, Sebayang dan marga Tarigan. 2.3.1
Asal Usul Masyarakat Alas Menurut Ridwan (2005) yang mengutip dari beberapa sumber,
menjelaskan bahwa asal usul masyarakat Alas berasal dari beberapa unsur, yaitu: 1.
Berasal dari Aceh dan membentuk kerajaan, yang pertama dan bermukim di Batu Boguh (Kerajaan Raja Dewa).
2.
Berasal dari pesisir Aceh Utara dan berpindah kebagian pegunungan di sekitar danau Laut Tawar, sebagian lagi berpindah ke Gayo Lues (Gumpang) dan sebagian lagi bermungkim di Lembah Alas. Penduduk tersebut membentuk kerajaan ke 2, yaitu Kerajaan Bambel dan bermukim di Desa Perapat Tinggi.
3.
Perpindahan penduduk dari Pak-Pak (Dairi) dan membentuk Kerajaan Pulonas.
4.
Dari Singkil (orang Melayu/ suku Singkil) melalui Sungai Simpang Kanan ke Kutacane dengan menggunakan perahu melalui Sungai Alas (Lawe Alas).
5.
Tapanuli, Kabanjahe (suku Karo dan Pak-Pak/ Dairi) melalui jalan setapak menuju ke Kutacane, dan suku Karo mendiami desa Pulo Sepang merupakan asal usul penduduk Perapat Hilir.
Universitas Sumatera Utara
42
6.
Dibawa dari Medan oleh Belanda yang bernama Letnan. De Boer, 600 orang pemikul yang terdiri dari orang-orang Cina, Melayu, dan Batak pada tanggal 26 Juni 1904.
7.
Perpindahan penduduk yang disebabkan perdagangan yaitu dari Singkil (orang Melayu dan orang Singkil) melalui Sungai Simpang Kanan ke Kutacane menggunakan perahu melalui Sungai Alas (Lawe Alas).
8.
Pengungsian, yang berasal dari Sumatera Utara, yaitu suku Karo dan Tapanuli pada Ageresi I Belanda tahun 1947 dan II tahun 1948.
9.
Penduduk Takengon lalu ke Belang Kejeren melalui jalan setapak dan menggunakan transportasi hewan (kuda atau kerbau) menuju ke Kutacane.
Penduduk yang datang dari berbagai daerah tersebut di atas memasuki daerah pedalaman dan di sekitar pinggiran sungai alas di Kutacane. Dapat disimpulkan bahwa asal masyarakat Alas sangat beragam dan berpariasi menjadi sebuah suku yaitu ”SUKU ALAS” dengan bermacam-macam marga. 2.3.2
Sunat pada Masyarakat Alas Hasil Musyawarah Adat Alas dan Gayo (2003) menjelaskan bahwa
menurut adat istiadat masyarakat suku Alas apabila hendak menyunat (Alas : pesenatken) anaknya maka kedua orang tua bermusyawarah apakah dalam pelaksanaan sunat tersebut mampu dilaksanakan secara besar-besaran atau sekedarnya saja, bila sudah sepakat antara kedua orang tua si anak maka terlebih
Universitas Sumatera Utara
43
dahulu sekedar pemberitahuan kepada keluarga terdekat dari Bapak orang tua, saudara-saudara dari Bapak si anak selanjutnya akan melaksanakan beberapa tahapan adat, yaitu: 1) Ngateken tebekhas; yaitu merupakan acara adat dimana pihak keluarga si anak datang ke rumah wali/ pihak pemamanen pihak paman dari si anak untuk memberitahukan bahwa bere/ kemenakan atau cucu kalian akan dilaksanakan acara pesenatken. 2) Acara titah perintah; setelah dilaksanakan ngateken tebekhas maka pihak keluarga yang melaksanakan sunat mengundang semua keluarga terdekat dan masyarakat kampung datang ke rumah sambil memberitahukan bahwa pekerjaan/ acara sunatan dimulai pada hari yang ditetapkan, njagai sekian malam, kedatangan tamu pemamanen dan sebagainya yang dianggap penting untuk disampaikan. Setelah disampaikan oleh keluarga tersebut, kita diserahkan untuk bersama-sama bertanggungjawab pelaksanaanya sambil langsung membentuk panitia pelaksanaanya, hal ini disebut dengan titah perintah. 3) Mbagah (mengundang); pada hari yang telah ditentukan diteruskan dengan mbagah jika pekerjaan tersebut besar maka di dalam acara mbagah ada beberapa cara, yaitu: a.
Mbagah pemamanen (mengundang kembali pihak wali) kepastian hari puncak acara (hari H).
Universitas Sumatera Utara
44
b.
Mbagah te beken anak malu (mengundang saudara-saudara dari pihak suami yang telah menikah dengan orang luar desa (saudara perempuan) mereka datang pada saat njagai yang dilaksanakannya.
c.
Mbagah persaudaraan (mengundang saudara terdekat atau kerabat).
d.
Mbagah te beken sukut atau sade buet.
4) Persiapan menyambut pemamanen 5) Persiapan bagi pemamanen yang datang; dan 6) Acara sunat dan njagai pada malam harinya.
Universitas Sumatera Utara