BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Serviks 2.1.1 Definisi Kanker Serviks Serviks adalah penjaga gerbang antara dunia rahim dan dunia luar.Sebagian leher rahim yang kaku, serviks dan ligamennya menyokong rahim.Lubang ditengahnya membuat darah menstruasi keluar dan sperma masuk.Jalan ini dilapisi oleh sel pembuat secret, yang membantu menciptakan keadaan lembap alami di vagina. Dan saluran yang sangat langsing inilah yang akan membesar sampai cukup lebar untuk melahirkan bayi (Carol, 2006) Kanker leher rahim (kanker serviks) adalah kegananasan yang terjadi pada leher rahim (serviks) yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol kepuncak liang senggama (vagina) yang dapat menyebar (metastasis) ke organ-organ lain dan menyebabkan kematian (Depkes RI, 2007) Virus karsinogenik di serviks adalah HPV (human papiloma virus) terdapat di cairan semen dan pada permukaan genital, dan ditularkan lewat hubungan seks yang tidak terlindungi.Dibutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan dari saat terpapar HPV sampai dapat dideteksi.Kanker serviks dimulai dengan adanya suatu perubahan dari sel leher rahim normal menjadi sel abnormal yang kemudian membelah diri tanpa terkendali.Sel leher rahim yang abnormal ini dapat berkumpul menjadi tumor. Tumor yang terjadi dapat bersifat jinak ataupun ganas kearah kanker yang dapat menyebar
8
Universitas Sumatera Utara
9
(Rasjidi, 2007). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada leher rahim dengan hiperplasia sel jaringan sekitar sampai menjadi sel yang membesar, menjadi borok atau luka yang mengeluarkan cairan yang berbau busuk. 2.1.2 Faktor Risiko Kanker Serviks Ada beberapa faktor yang memicu munculnya kanker. Menurut Samadi (2009), faktor-faktor yang bisa memicu terjadinya kanker serviks antara lain : 1. Perempuan dengan mitra seksual multipel atau suami risiko tinggi, yaitu suami yang mempunyai mitra seksual yang multipel juga. 2. Aktivitas seksual dini. Wanita dengan aktivitas seksual dini, misalnya sebelum usia 16 tahun, mempunyai risiko lebih tinggi karena pada usia itu terkadang epitel atau lapisan dinding vagina dan serviks belum terbentuk sempurna. Hal ini bisa terjadi karena belum sempurnanya keseimbangan hormonal sehingga lapisan terluar dari lapisan epitel (epitel superfisialis) vagina belum terbentuk sempurna. Hal ini menyebabkan mudahnya terjadi lesi atau luka mikro di vagina atau serviks sehingga gampang pula terjadi infeksi, termasuk infeksi oleh virus HPV, penyebab kanker servik 3. Suami yang tidak disirkumsisi. Telah diketahui bahwa frekuensi kanker serviks pada wanita Yahudi jauh lebih rendah dibandingkan dengan wanita kulit putih lainnya. Mereka menyangka bahwa persetubuhan dengan laki-laki yang tidak disirkumsisi lebih banyak menyebabkan kenker serviks karena hygiene penis tidak terawat, dimana terdapat kumpulan-kumpulan smegma
Universitas Sumatera Utara
10
4. Perempuan yang merokok. Perempuan perokok mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita kanker serviks dari pada perempuan yang tidak merokok 5. Frekuensi persalinan. Perempuan yang sering melahirkan memiliki risiko menderita kanker serviks lebih tinggi. Begitu pula dengan perempuan yang kehamilan pertamanya cepat. 6. Tingkat sosial ekonomi yang rendah. Perempuan dengan tingkat ekonomi yang rendah mempunyai risiko lebih tinggi menderita kanker serviks daripada perempuan dengan tingkat sosial ekonomi menenggah atau tinggi. Hal ini berkaitan dengan asupan gizi serta status imunitas. 7. Pengguna obat imunosupresan/penekan kekebalan tubuh, misalnya pasca transplantasi organ, termasuk kelompok risiko tinggi terkena kanker serviks 8. Riwayat terpapar infeksi menular seksual (IMS) juga meningkatkan risiko terkena kanker serviks. Hal ini karena HPV bisa ikut tertularkan bersamaan dengan penyebab penyakit kelamin lainnya saat terjadi hubungan kelamin. 2.1.3 Tanda dan Gejala Kanker Serviks Awal gejala atau stadium awal kanker serviks memang sulit terdeteksi.Pada tahap prakanker atau dysplasia sampai dengan stadium I, tidak ada keluhan yang dirasakan oleh penderita.Namun, menginjak stadium IA-IIIB, keluhan muncul, misalnya keluar darah sewaktu berhubungan seks. Sedangkan pada stadium IVB, sel kanker biasanya mudah menjalar keotak dan paru-paru sehingga nyawa sipenderita semakin sulit untuk diselamatkan (Dalimarta, 2004)
Universitas Sumatera Utara
11
Keputihan yang berulang dan nyeri pinggang belum tentu penyakit batu ginjal. Ada kemungkinan lain yaitu kanker serviks. Pada 95% lesi prakanker tidak terdapat gejala, hanya berupa rasa kering di vagina, keputihan yang berulang dan tidak sembuh-sembuh walau sudah diobati. Menurut (Sarjadi, 1998) gejala klinis jika sudah menjadi kanker serviks dapat dibedakan dalam beberapa stadium kanker serviks yaitu sebagai berikut: 1. Gejala awal a. Perdarahan per vagina, berupa perdarahan pascasenggamaatau perdarahan spontan diluar masa haid. Perdararahan pascasenggama bisa terjadi bukan disebabkan oleh adanya kanker serviks, melainkan karena iritasi atau mikro lesi atau luka-luka kecil di vagina
saat
bersenggama. Serviks yang normal konsistensinya kenyal dan permukaannya licin. Adapun serviks yang sudah berubah menjadi kanker bersifat rapuh, mudah berdarah dan diameternya membesar. Serviks yang rapuh tersebut akan mudah berdarah pada saat aktivitas seksual sehingga terjadi perdarahan pascasenggama. Oleh karena itu, apapun
bentuk
perdarahan
pascasenggama
sudah
sehusnya
diperiksakan untuk melihat adanya tanda-tanda kanker serviks. b. Keputihan yang berulang, tidak sembuh-sembuh walaupun sudah diobati. Keputihan biasanya berbau, gatal dan panas. Cairan yang keluar dari lesi prakanker ditambah infeksi oleh kuman, bakteri ataupun jamur. Keputihan yang normal memiliki cirri-ciri seperti
Universitas Sumatera Utara
12
terjadi menjelang haid, lender jernih, tidak berbau dan tidak gatal. Keputihan yang wajar bisa terjadi pada semua wanita disebabkan karena kelembapan serta kebersihan yang kurang pada daerah kewanitaan. Keputihan yang harus diwaspadai adalah keputihan terjadi bersamaan dengan penyakit kelamin, misalnya Gonorea (kencing bernanah) dan Sifilis, karena virus HPV bisa ditularkan bersamaan dengan kuman penyebab penyakit kelamin tersebut. 2. Gejala lanjut: cairan keluar dari liangvagina berbau tidak sedap, nyeri (panggul, pinggang dan tungkai), gangguan berkemih, nyeri dikandung kemih dan rectum/ anus. Keluhan ini muncul karena pertumbuhan kanker tersebut mendekat/ mendesak ataupun menginvasi organ disekitarnya. 3. Kanker telah menyebar/ metastasis: timbul gejala sesuai dengan organ yang terkena, misalnya penyebaran diparu-paru, hati, dan tulang. 4. Kambuh/ residif: terjadi pembengkakan pada tungkai satu sisi, nyeri panggul menyalar ke tungkai dan gejala pembantuan pada saluran kemih (obstruksi ureter). Menurut Andrijono (2003), kelainan prakanker sering kali tanpa gejala. Namun, kadang bisa ditemukan gejala seperti: 1. Keputihan (lekore) 2. Perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal 3. Perdarahan antara haid atau setelah masa menopause
Universitas Sumatera Utara
13
4. Rasa berat dibagian perut bawah 5. Rasa kering di vagina 6. Bila kanker sudah masuk dalam stadium invasif, keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau, dan dapat bercampur dengan darah 7. Timbul gejala kekurangan darah (anemia) bila terjadi perdarahan kronis, misalnya pucat, lesu, mudah lelah, mengantuk, berdebar dan sebagainya. 8. Timbul nyeri di tempat-tempat lain bila sudah terjadi penyebaran (metastasis) 9. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus karena kurang gizi, edema kaki, iritasi kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuk fistel vesikovaginal atau rektrovaginal 2.1.4 Pencegahan Kanker Serviks Menurut Yatim (2005), upaya pencegahan yang paling utama adalah menghindarkan diri dari faktor risiko seperti: 1. Pengunaan kondom bila berhubungan seks dapat mencegah penularan penyakit infeksi menular seksual. 2. Berhubungan seksual pada waktunya. Organ kelamin wanita mengalami perkembangan terus-menerus sejak anak-anak hingga remaja akhir. Para ahli kandungan menyatakan usia aman bagi wanita untuk berhubungan seksual adalah mulai usia 20 tahun. Sebelum usia tersebut, alat kelamin dan mental wanita mungkin belum matang. Bagi wanita, berhubungan seksual pada usia dini dapat mengakibatkan iritasi dan infeksi akibat ketidaksiapan fisik dan mental serta pengetahuan seksual. Selain berhubungan seksual pada usia dini, menikah pada
Universitas Sumatera Utara
14
usia terlambat dan melakukan hubungan seksual pertama pada usia diatas 35 tahun juga kurang dianjurkan. Bahkan wanita yang tidak menikah dan tidak berhubungan seksual sekalipun dapat berisiko terkena kanker rahim. 3. Menghindari merokok, kandungan nikotin dalam rokokpun dapat mengakibatkan kanker serviks. Kemudian asap rokok menghasilkan senyawa berbahaya, yaitu Polycyclic aromatic Hydrocarbon heterocyclic nitrosamines yang sangat berbahaya bagi sel-sel normal. Pencegahan dari senyawa ini dapat menganggu susunan senyawa DNA dan mengubah informasi serta prosedur pembelahan sel hingga tak terkontrol. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk mengidap kanker serviks daripada yang tidak merokok. 4. Menghindari mencuci vagina dengan antiseptic tidak dilakukan secara rutin, kecuali bila ada indikasi infeksi yang membutuhkan pencucian dengan antiseptik. Obat tersebut dapat membunuh kuman, termasuk Baccillusdoderlen divagina. 5. Jangan pernah menaburi talk pada vagina yang terasa gatal atau kemerahan, dikhawatirkan serbuk talk tersebut akan terserap masuk kedalam vagina dan lama-kelamaan berkumpul kemudian mengendap menjadi benda asing yang bisa berubah menjadi sel kanker. 6. Diet rendah lemak, diketahui bahwa timbulnya kanker berkaitan erat dengan pola makan, lemak memproduksi hormone esterogen dan mudah berubah menjadi kanker.makanan berlemak tinggi, daging yang dipanggang dengan api, serta daging asap dan goring berpotensi menyisakan zat karsinogenik serta radikal bebas yang berbahaya bagi perkembangan sel tertentu. Agar kita terhindar dari
Universitas Sumatera Utara
15
kanker, makanlah makanan sehat. Belum tentu makanan sehat tidak enak di lidah. Banyak sekali makanan yang sehat tidak kalah citra rasanya. 7. Memenuhi kecukupan gizi tubuh terutama, betakaroten, vitamin C, dan asam folat. Ketiga zat ini dapat memperbaiki dan memperkuat mukosa kanker serviks. Oleh karena itu, rajinlah mengkonsumsi wortel, buah– buahan yang mengandung vitamin C dan makanan hasil laut. 8. Hubungan seks terlalu dini, idealnya hubungan seks dilakukan setelah perempuan benar-benar matang. Ukuran pematangan bukan hanya dilihat dari datangnya menstruasi, tetapi juga bergantung pada pematangan sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh, Sel-sel mukosa akan matang setelah perempuan berusia 20 tahun keatas, maka hendaknya perempuan yang berumur dibawah 16 tahun tidak melakukan hubungan seksual, meskipun sudah menikah. 9. Menghindari berganti-ganti pasangan karena berisiko kemungkinan tertularnya penyakit kelamin semakin besar. Risiko munculkan infeksi dan penularan virus HPV semakin besar seiring meningkatnya frekuensi seseorang melakukan hubungan
seksual
berganti-ganti
pasangan.
Kebanyakan
orang
hanya
menghubungkan risiko hubungan seksual dengan AIDS, sementarea penggunaan kondom untuk mencegah AIDS tidak cukup kuat bagi pencegahan virus HPV. HPV dapat menular melalui oral seks. Oleh karenanya, menjaga frekuensi hubungan seksual dan memantapkan diri berkomitmen pada satu pasangan hidup resmi adalah tindakan yang lebih aman.
Universitas Sumatera Utara
16
10. Melakukan pemeriksaan rutin. Pahamilah bahwa sel kanker adalah sel berbahaya yang berkembang dengan sangat lembut namun pasti. Membutuhkan waktu 1520 tahun untuk menunjukkan gejala gangguan yang terasa. 11. Melakukan vaksinasi HPV telah ditemukan banyak sekali vaksin anti HPV. Vaksinasi ini bisa dilakukan sejak seorang wanita berusia 9 tahun, dan belum terlambat dilakukan bagi wanita berusia 55 tahun. 2.1.5 Deteksi Dini pada Kanker Serviks Metode pemeriksaan deteksi dini yang ditemukan oleh para ahli yang mampu mendeteksi adanya kelainan pada leher rahim merupakan lompatan raksasa dibidang ilmu kedokteran, karena tingkat penyembuhan dan penanggulangan kanker serviks telah mencapai 80%. Menurut Elizabeth (2001), adapun cara metode-metode dalam mendeteksi dini pada kanker serviks antara lain yaitu: •
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker serviks, test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada leher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.
•
Biopsy ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan punch biopsy yang tidak memerlukan anastesi dan teknik cone biopsy yang mengunakan anastesi. Biopsy dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada kanker serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal.
Universitas Sumatera Utara
17
Hasil biopsyakan memperjelas apakah yang akan terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja. •
Insfeksi Visual Asam Asetat (IVA) test merupakan alternatif skrining untuk kanker serviks. Test sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan dokter genekologi, bidan praktek dll. Prosedur pelaksanaannya sangat sederhana, permukaan leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan kanker serviks yang tidak normal.
•
Test servik dengan koloskopi teknik ini akan menghasilkan informasi lebih valid. Test koloskopi umumnya dilakukan pada penderita yang telah mengalami beberapa gejala, dan dokter sudah memiliki dugaan kearah potensi kanker rahim. Koloskopi adalah sebuah teknik pemeriksaan mengunakan mikro kamera dari serat optik yang dimasukkan kemulut vagina untuk mengambil gambar mulut rahim hingga. Alat ini mampu memperbesar gambar hingga 40 kali lebih besar. Koloskopy ini mampu memberikan informasi mengenai : -
Pola abnormalitas pembuluh darah
-
Bercak putih pada serviks
-
Peradangan
-
Pengerutan jaringan serviks
2.1.6 Stadium Kanker Serviks Penentuan stadium kanker serviks dan harus dilakukan sebelum terapi dimulai serta dilakukan oleh dokter yang berkompeten dibidang tersebut. Kesalahan
Universitas Sumatera Utara
18
penentuan diagnosis akan berimbas pada tidak akuratnya pilihan terapi yang akan dilakukan dan prediksi respon terapi serta risiko kekambuhannya. Pada kanker serviks, sebagaimana kanker yang lain, makin tinggi stadium, makin rendah tingkat kesembuhannya. Tingkat kekambuhan juga akan meningkat serta ada peluang menimbulkan banyak keluhan serta biaya pengobatan yang besar. Inilah salah satu aspek, begitu pentingnya deteksi dini. Menurut (Benson, 2001) adapun tingkat perkembangan kanker serviks adalah: a. Lesi Prakanker Lesi berarti kelainan dimana tahap paling awal dari pertumbuhan sel kanker adalah lesi skuamosa intraepitel.tahap ini berupa kelainan awal dari sel skuamosa (dinding celah mulut rahim), namun baru sebatas di permukaan skuamosa dan dalam area yang sangat kecil. Kelainan sel ini masih sulit dideteksi dan belum menunjukan gejala apapun yang dirasakan penderita. Lesi intra epitel ini dapat hilang oleh system kekebalan tubuh, namun dapat juga berkembang terus-menerus meski sangat lambat.Perkembangan selanjutnya disebut sebagai displasia ringan atau neoplasia intraepitel servical 1 (NIS 1). NIS 1 menunjukan ketidaknormalan yang lebih jelas disbanding sel normal. Umumnya NIS 1 ditemukan pada wanita usia 25-35 tahun. NIS 1, berkembang selanjutnya adalah NIS 2 atau disebut juga displasia sedang, dan selanjutnya menjadi NIS 3 atau dysplasiaberat. Pada tahap ini sel prakanker telah mengumpal lebih besar dan disebut juga Karsinoma in Situ (KIS).KIS tersebut belum menyebar meski beberapa sel telah
Universitas Sumatera Utara
19
masuk ke lapisan jaringan serviks lebih dalam, namun semuanya masih berada di area serviks. b. Karsinoma Serviks Uteri Karsinoma serviks uteri merupakan kelanjutan dari lesi prakanker serviks dengan perkembangan penyakit yang lebih cepat. Kenyataan menunjukkan bahwa usia terjadi karsinoma serviks uteri yang semakin muda, dapat dikaitkan dengan faktor sosial dan epidemiologi terjadinya lesi prakanker. Untuk dapat menegakkan diagnosis dini, diperlukan skrining masal masyarakat dan dibutuhkan uji laboratorium yang teliti dan memadai untuk menentukan stadium kanker serviks. Stadium kanker serviks didasarankan atas pemeriksaan klinis.Oleh karena itu, pemeriksaan harus cermat kalau perlu dilakukan dalam narkose/pembiusan.Stadium klinis tidak berubah jika kemudian ada penemuan baru.Penemuan paska bedah dicatat, tetapi tidak mengubah stadium yang ditetapkan prabedah.Klasifikasi stadium kanker serviks menurut FIGO (International Federation of Gynecologic and Gynecology). Pembagian stadium ini yang digunakan oleh UICC ( International Union Against Cancer)(Andrijono, 2003) adalah:
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 2.1 Klasifikasi Stadium Kanker Serviks Stadium Tanda – tanda 0 Karsinoma in situ, yaitu kanker yang masih terbatas pada lapisan Epitel mulut rahim yang belum punya potensi menyebar ketempat atau organ lain I Terbatas di uterus IA Diagnosis hanya dengan mikroskop (penyebaran horizontall≤ 7mm) IA1 Kedalaman invasi ≤ 3 mm IA2 Kedalaman invasi > 3 mm dan≤ 5 mm IB Terlihat secara klinik dan terbatas diserviks atau secara mikroskopik > IA2 IB1 Besar lsi/ tumor/ benjolan ≤ 4 cm IB2 Besar lsi/ tumor/ benjolan > 4 cm II Invasi tidak sampai ke dinding panggul atau mencapai 1/3 bagian bawah vagina IIA Tanpa invasi keparametrium/ jaringan kesamping uterus IIB Invasi keparametrium III Invasi mencapai dinding panggul, 1/3 bagian bawah vagina atau timbul hidronefrosis/ bendungan ginjal IIIA Invasi pada 1/3 bagian bawah vagina IIIB Dinding panggul atau hidronefrosis IVA Invasi mukosa kandung kemih/ rectum atau meluas keluar panggul Kecil IVB Metastasis jauh Sumber: Samadi, 2010 Berdasarkan stadium kliniknya, maka prognosis penderita karsinoma serviks adalah sebagai berikut : stadium 0 : penyembuhan 100%, stadium I: penyembuhan 63,7%, stadium II: penyembuhan 53,5%, stadium III: penyembuhan 24,2%, stadium IV:
penyembuhan
6,7%.
Makin
tinggi
stadium
klinik
makin
jelek
prognosisnya.Untuk itu program-program pencegahan kanker tingkat I dan II harus ditingkatkan. Termasuk dalam pencegahan tingkat I ialah penerangan kepada masyarakat,. Sedangkan tingkat II ialah pemeriksaan Koloskopi dan pasmear dapat
Universitas Sumatera Utara
21
digunakan sebagai alat untuk menilai kondisi wanita, terutama dalam upaya menemukan kondisi in situ (lesi prakanker) (Sarjadi, 1995) 2.1.8 Pengobatan Kanker Serviks Pengobatan kanker sangat bervariasi, bergantung pada tahap stadium pada saat penangananya.Perlu ditekankan kepada setiap orang bahwa penanganan kanker tidak selalu harus berakhir diujung pisau bedah atau sinar laser yang menyakitkan, serta serangkaian kemoterapi yang juga tidak ringan dirasakan. Berikut beberapa uraian singkat mengenai langkah-langkah pengobatan yang lazim dilakukan untuk melawan kanker serviks (Nurcahyo,2010). 1. Vaksinasi Vaksin diberikan sebagai pencegahan kanker.Namun pada tahap lesi pra kanker terutama pada dysplasia ringan dan sedang, vaksin dapat diberikan sebagai upaya membantu pertahanan tubuh dan membasmi infeksi HPV yang sudah mulai terjadi. 2. Radiografi Radioterapi atau penyinaran adalah pengobatan dengan mengunakan sinar ion dari jenis sinar X, sinar Gamma, atau gelombang panas (Hipertermia) yang ditembakkan kesel-sel kanker.Metode ini dianggap cukup akurat dan aman. Menurut Nurcahyo (2010), radioterapi memiliki beberapa efek samping bagi pengidap kanker serviks yang mengunakan metode ini yaitu: -
Rasa lelah luar biasa sampai sekitar satu minggu setelah penyinaran biasanya dokter akan menerangkan penderita tetap beraktivitas meski merasa sangat lelah
Universitas Sumatera Utara
22
-
Kerontokkan rambut ke area yang disinari Kulit memerah dan gatal, kulit menjadi gelap, area kulit yang disinari harus mendapat udara cukup namun terlindung dari sinar matahari langsung. Kulit menjadi kurang lentur, hal ini juga akan dapat dialami vagina jika kurang mendapatkan penyinaran oleh karenanya, setelah dilakukan penyinaran pasien tidak boleh berhubungan seksual selama beberapa waktu tertentu keluhan diare dan sering buang air kecil.
3. Konisasi Konisasi adalah semacam operasi, namun tidak seperti operasi besar, hanya menggangkat jaringan selaput lendir serviks. Konisasi dilakukan apabila hasil Sitologi meragukan, konisasi dilakukan mengunakan pisau bedah khusus. Sesudah konisasi biasanya akan dilakukan kuretase. 4. Histerektomi Histerektomi adalah operasi pengangkatan rahim. Biasanya histerektomi dihindari oleh pengidap kanker yang masih berusia muda, sebab setelah menjalani histerektomi ia tidak bisa lagi mengandung, juga dapat membawa risiko berupa rasa sakit dan menopause dini bagi yang menjalaninya. Biasanya hal ini dilakukan sebagai pilihan terakhir. 5. Kemoterapi Kemoterapi adalah pengobatan kanker mengunakan obat-obatan dosis tinggi yang telah dirancang untuk aktif bekerja didalam sel. Kemoterapi diberikan baik sebagai pengobatan tunggal, maupun sebagai pendukung pasca Biopsy.Pengobatan
Universitas Sumatera Utara
23
jenis ini bekerja didalam sel dan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker serta meningkatkan daya kekebalan tubuh yang diharapkan dapat menghentikan perkembangan sel kanker.Pada kasus stadium IV atau IIIB di mana kondisi penderita tidak memungkinkan untuk dioperasi (karena tingkat penyebaran kankernya yang telah meluas, atau faktor daya tahan penderita terhadap risiko operasi), kemoterapi juga bisa dijalankan sebagai pengobatan paliattif yang berfungsi mengurangi rasa sakit dan membuat penderita memiliki semangat untuk menjalani sisa hidup dengan lebih baik. Terdapat beberapa efek samping dari kemoterapi, meskipun tidak terlalu sama pada setiap penderita. Kemoterapi dapat mengakibatkan kerontokkan rambut, kulit menjadi gelap, perdarahan dibawah kulit, berkurangnya nafsu makan, dan mual atau muntah.Hal ini dapat memegaruhi sel pada akar rambut dan dindin saluran cerna untuk mempercepat pembelahan dan regenerasi. Kemoterapi juga dapat memengaruhi proses pembentukan sel darah. Jika sel darah terpengaruh, maka sel darah mengalami pengaruh yang sama halnya dengan yang dialami sel kanker, yaitu terlambat proses regenerasinya. Itu berarti produksi sel darah merah (mengangkut oksigen dan nutrisi), sel darah putih (menahan infeksi), dan keeping darah (pembeku darah) juga akan terlambat. Akibatnya penderita akan lemas, mudah infeksi, mudah memar dan mengalami perdarahan yang sulit membeku seperti pada penderita diabetes.
Universitas Sumatera Utara
24
6. Terapi Biologis Terapi Biologis adalah pengobatan pada kanker telah menyebar kebagian tubuh lain. Terapi ini biasanya mengunakan Interveron dan dikombinasikan dengan kemoterapi.Prinsip kerja dan tujuan terapi ini adalah membantu tubuh penderita untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan mempertahankan kinerja sel-sel normal, agar tubuh tetap mendapat asupan nutrisi yang cukup. 7. Terapi Alternatif dan Tradisional Di Indonesa banyak sekali terapi alternatif yang menawarkan kesembuhan penderita dari kanker.Seperti bekam, akupuntur, bioenergi, terapi herbal. Selain menjalani upaya pengobatan, pengidap kanker juga harus melakukan berbagai -
upaya positif lainnya antara lain:
Memperkuat semangat untuk tetap berpikir positif. Untuk ini, pengidap membutuhkan dukungan keluarga dan orang-orang sekitar
-
Mengubah pola makan. Banyak sekali pemicu dan faktor risiko yang berasal dari pola makan kita. Pahami jenis-jenis makanan yang harus menjadi pantangan dan makanan yang dianjurkan untuk pengidap kanker.
-
Mengubah pola hidup yang kita jalani sehari-hari juga memungkinkan menjadi salah satu faktor risiko terserang kanker. Dimana menyangkut aktivitas kerja, olahraga, aktivitas seksual, hingga cara berfikir, dan sisi spiritual.
Universitas Sumatera Utara
25
2.2 Keterlambatan Pengobatan Keterlambatan pengobatan adalah penderita kanker serviks datang untuk mendapatkan pengobatan sudah dalam stadium lanjut atau sudah parah sehingga tindakan
tidak
dapat
dilakukan
(inoperable).Menurut
Soekardja
(2000),
keterlambatan pengobatan kanker dapat digolongkan dalam 3 jenis yaitu: a.
Keterlambatan penderita antara lain, karena: 1. Penderita stadium dini umumnya merasa lalai dimana -
Tidak sakit
-
Tidak terganggu bekerja, sehingga penyakitnya dibiarkan saja beberapa lama, bulanan bahkan tahunan, sampai penyakitnya tidak tertahan lagi.
2. Kurang memperhatikan diri sendiri Penderita baru mengetahui adanya tumor dalam tubuhnya sendiri sesudah tumor itu besar atau sudah menimbulkan keluhan 3. Tidak mengerti atau kurang menyadari bahaya kanker Tidak terpikir olehnya lesi yang kelihatannya ringan itu adalah suatu kanker yang sangat bahaya 4. Ada rasa takut -
Takut diketahui penyakitnya itu kanker
-
Takut kedokter
-
Takut operasi
-
Takut penyakitnya lebih cepat menyebar
-
Takut sakit
Universitas Sumatera Utara
26
5. Tidak mempunyai biaya 6. Keluarga tidak mengizinkan kedokter 7. Rumah jauh dari dokter b.
Keterlambatan dokter dapat disebabkan oleh: 1. Tidak memikirkan keluhan penderita munkin disebabkan oleh suatu kanker. Keluhan penderita dianggap disebabkan oleh penyakit non kanker dan diobati beberapa lama sampai gejala kanker menjadi jelas 2. Enggan mengadakan konsultasi atau merujuk penderita 3. Belum “Cancer minded” yaitu berfikir ke arah kanker
c.
Keterlambatan rumah sakit dapat disebabkan oleh: 1. Kurang tempat fasilitas di rumah sakit 2. Kurang sarana diagnostik dan terapi 3. Kurang tenaga ahli onkologi
2.2.1 Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Menurut Notoatmodjo (2007), respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut: -
Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action) karena kesehatan belum menjadi prioritas hidupnya, fasilitas pengobatan yang letaknya jauh atau karena petugas kesehatan tidak simpatik.
-
Kedua, tindakan mengobati sendiri (self treatment) karena percaya pada diri sendiri dan berdasar pada pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah mendatangkan kesembuhan.
Universitas Sumatera Utara
27
-
Ketiga,
mencari pengobatan ke
fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional
(traditional remedy) -
Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung obat dan sejenisnya termasuk ke tukang-tukang jamu.
-
Kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta.
-
Keenam,
mencari
pengobatan
ke
fasilitas
pengobatan
modern
yang
diselenggarakan oleh dokter praktik (private medicine). 2.2.2 Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan Menurut Anderson (1995) dalam Notoatmodjo (2007), menggambarkan model sistem kesehatan berupa model kepercayaan kesehatan yang terdiri dari 3 kategori utama dalam pelayanan kesehatan yaitu karakteristik predisposisi (predisposing characteristics), karakteristik pendukung (enabling characteristic), dan karakteristik kebutuhan (need characteristic) 1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristics) Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbedabeda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan pada 3 kelompok yaitu: 1. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur. 2. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan dan pengetahuan, menurut asumsi penulis tingkat pengetahuan seseorang terhadap penyakit perlu dilakukan
Universitas Sumatera Utara
28
penelitian, karena seperti yang terjadi pada pasien yang menderita suatu penyakit apabila ditanya tentang penyakit yang dideritanya si klien belum mengerti benar apa yang telah menimpanya, meskipun si klien jenjang pendidikannya tinggi. Pekerjaan, kesukuan atau ras, dan sebagainya. 3. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. -
Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan karakteristik, perbedaan tipe dan frekuensi penyakit, dan perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.
-
Setiap individu mempunyai perbedaan struktur sosial, perbedaan gaya hidup, pola penggunaan pelayanan kesehatan.
-
Individu percaya adanya kemujuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan.
2.Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic) Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tidak akan bertindak untuk menggunakannya, kecuali bila ia mampu menggunakannya tergantung dari kemampuannya untuk membayar. 3.Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristic) Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila dirasakan sebagai kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
29
2.3 Landasan Teori Ada 3 faktor yang penting dalam mencari layanan kesehatan yaitu: 1. Mudahnya mengunakan pelayanan kesehatan yang tersedia 2. Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanaan kesehatan yang ada 3. Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan Menurut Anderson (1995) dalam Notoatmodjo (2007), mendeskripsikan model sistem kesehatan merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model perilaku pemanfaatan pelayanan. Pengelompokkan faktor determinan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan ke dalam 3 kategori utama, yaitu: 1. Karakteristik Predisposing (Predisposing Characteristics) Karakteristik ini digunakan untuk mengambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecendrungan mengunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan kedalam tiga kelompok: -
Ciri-ciri demografi, seperti: jenis kelamin, umur dan status perkawinan
-
Struktur sosial, seperti: tingkat pendidikan yang mempengaruhi pengetahuan, pekerjaan, hobi, ras, agama, dan sebagainya
-
Kepercayaan kesehatan (health belief), seperti keyakinan penyembuhan penyakit
2. Karakteristik kemampuan (Enabling Characteristics) Karakteristik kemampuan adalah sebagai keadaan atau kondisi yang membuat seseorang mampu untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya terhadap pelayanan kesehatan :
Universitas Sumatera Utara
30
-
Sumber daya keluarga seperti: penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam ansuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa, dan pengetahuan tentang informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
-
Sumber daya masyarakat seperti: jumlah sarana pelayanan kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayah tersebut, rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, dan lokasi pemukiman penduduk. Dimana semakin banyak sarana dan jumlah tenaga kesehatan maka tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan suatu masyarakat akan semakin bertambah
3. Karakteristik kebutuhan (Need Characteristics) Karakteristik kebutuhan merupakan komponen yang paling langsung berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu penyakit atau persepsi terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari kebutuhan. Dalam penilaian individu ini dapat diperoleh dari dua sumber yaitu : -
Penilaian individu (perceived need), merupakan penilaian keadaan kesehatan yang paling dirasakan oleh individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit dan hebatnya rasa sakit yang diderita
-
Penilaian klinik (evaluated need), merupakan penilaian beratnya penyakit dari dokter yang merawatnya, yang tercermin antara lain dari hasil pemeriksaan dan penentuan diagnosis penyakit oleh dokter.
Universitas Sumatera Utara
31
Predisposing Characteristics
Enabling Characteristics
- Demographics - Social structur - Health beliefs
- Family Resources - Community resources
Need Based Characteristics
Health Services Use
-Perceived needs -Clinically evaluated needs
Gambar 2.2Kerangka Teori
2.4 Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian tentang “Determinan Keterlambatan Penderita Kanker Serviks Mencari Pengobatan ke RSUZA Banda Aceh 2013” adalah sebagai berikut : Variabel Independen
Variabel
Dependen
Pengetahuan
Akses ke RSUZA
Keterlambatan Mencari Pengobatan
Persepsi Penyakit
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara