BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kanker leher rahim (kanker serviks) masih menjadi masalah kesehatan bagi wanita, sebab penyakit akibat human papilloma virus (HPV) tersebut menjadi salah satu penyebab kematian kaum wanita. Kasus kanker tersebut sangat mengkhawatirkan, karena angka kejadiannya terus meningkat. Kanker serviks mempunyai insiden tertinggi di negara berkembang dan khususnya Indonesia (Suhartini, 2009). Kanker Serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Pada penderita kanker serviks terdapat sekelompok jaringan yang tumbuh secara terus-menerus tidak terbatas, tidak terkoordinasi dan tidak berguna bagi tubuh,sehingga jaringan disekitarnya tidak tumbuh dengan baik (Sarwono, 2005). Kanker serviks berasal dari 90% sel skuamosa yang melapisi serviks dan 19% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Kanker serviks terjadi jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tidak terkendali (Rasjidi I, 2009). Jika sel serviks membelah maka akan terbentuk suatu massa jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak atau ganas. Jika 1
2
tumor tersebut ganas, maka keadaannya disebut kanker serviks (Aziz M.F, 2007). Menurut WHO infeksi HPV (Human Papiloma Virus) merupakan faktor risiko penyebab kanker serviks atau kanker leher rahim. Setiap tahun ada 500.000 kasus kanker serviks baru di dunia. Wanita meninggal karena kanker serviks,yang disebabkan oleh infeksi HPV tersebut. Infeksi HPV sangat mudah terjadi. Diperkirakan tiga perempat dari jumlah orang yang pernah melakukan hubungan seks, laki-laki maupun perempuan, mengalaminya.Tingginya angka kejadian kanker serviks sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut (Andrijono,2010). Faktor resiko terjadinya kanker serviks diantaranya adalah perilaku hubungan seks yaitu melekukan hubungan seks <20 tahun, bergantiganti pasangan dan mempunyai banyak pasangan, pemakaian alat kontrasepsi pil, personal hygiene yang buruk, merokok, dan nutrisi. Angka kejadian kanker serviks pada tahun 2005-2010 di Dunia menempati urutan kedua setelah kanker payudara. Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) diketahui bahwa setiap tahunnya terdapat 493.243 kasus baru kanker serviks di dunia dengan angka kematian sebanyak 273.505 jiwa per tahun. Sedangkan di Indonesia berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007 kanker payudara (16,85%), kanker serviks (11,78%) merupakan kanker yang paling sering terjadi (Emilia, 2010). Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih
3
dari 15.000 kasus kanker serviks, dan kira-kira sebanyak 8.000 kasus diantaranya berakhir dengan kematian. Sedangkan setiap hari sekitar 40-45 kasus baru ditemukan dan 20-25 perempuan meninggal dunia akibat penyakit tersebut. Menurut WHO, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks tertinggi di dunia.Sulit sekali dideteksi
hingga
penyakit
mencapai
stadium
lanjut.
Insidens
kankerserviks menurut Departemen Kesehatan (2000), 100 per 100.000 perempuan pertahun. Sedangkan dari data laboratorium patologi, anatomi seluruh indonesia,frekuensi kanker serviks adalah paling tinggi diantara kanker yang ada diIndonesia. (Aziz, 2007). Berdasarkan laporan penyakit tidak menular dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 ditemukan kasus kanker serviks 8568 kasus (31,58% ), tahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 9113 kasus (37,65%), tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 11.454 kasus (37,85%), dan tahun 2011 mengalami peningkatan kembali menjadi 19.637 kasus. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari tahun 2005-2010 menyebutkan bahwa kasus kanker serviks senantiasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2010). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Demak tahun 2009 terdapat angka kejadian kanker serviks sebesar 33 kasus ,tahun 2010 46 dan tahun 2011 114 kasus yang diperoleh dari 14 Kecamatan dan 3 rumah sakit.
4
Motivasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah tingkat pengetahuan. Pengetahuan mempengaruhi perilaku manusia. Menurut teori kognitif dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk rasional, tingkah lakunya ditentukan oleh kemampuan berfikir. Semakin
berpendidikan
dan
berpengetahuan,
semakin
baik
perbuatannya dan secara sadar melakukan perbuatan untuk memenuhi kebutuhannya. Dari studi pendahuluan yang telah di lakukan di desa Tamansari, telah didapatkan dari 10 wanita usia subur, 6 diantaranya belum mengetahui tentang faktor resiko yang menyebabkan kanker serviks. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Pengetahuan Wanita Usia Subur (WUS) tentang Faktor Resiko kanker Serviks di Desa Tamansari Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang, penulis membuat rumusanmasalah penelitian sebagai berikut “Bagaimana Gambaran pengetahuan WanitaUsia Subur (WUS) tentang Faktor Resiko Kanker Serviks di Desa Tamansari Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak Tahun 2013”.
5
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran pengetahuan wanita usia subur (WUS) tentang faktor resiko kanker serviks di desa Tamansari kecamatan Mranggen Kabupaten Demak 2. Tujuan Khusus Untuk mendeskripsikan pengetahuan wanita usia subur (WUS) tentang faktor pasangan kanker serviks yaitu hubungan seks usia muda dan multipatner seksual.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan informasi bagi masyarakat khususnya wanita pasangan usia subur mengenai faktor resiko kanker serviks. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi bagi tenaga kesehatan dalam upaya pencegahan kanker serviks 3. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang kebidanan khususnya kesehatan reproduksi wanita tentang faktor resiko kanker serviks.
6
4. Bagi Peneliti Sebagai media penerapan ilmu tentang kebidanan yang telah diperoleh dalam perkuliahan dan dapat mengetahui gambaran pengetahuan wanita usia subur tentang faktor resiko kanker serviks.
7
E. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No
Judul, Nama, Tahun
Sasaran
Variabel yang diteliti
Metode
Hasil
1.
Studi deskriptif tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang kanker leher rahim di desa pongaman kecamatan gunung kidul
Ibu rumah tangga yang ada di desa pongaman kecamatan gunung kidul
Variabel independen: tingkat pengetahuan ibu rumah tangga Variabel dependen: kanker leher rahim Jenis penelitian: deskriptif
Deskriptif bersifat penelitian kuantitatif
Sebanyak 41 (51,2%) responden memiliki pengetahuan yang baik, 34 (44,1%) dengan pengetahuan cukup dan 2 (2,6%) dengan pengetahuan kurang
Wanita usia subur yang berada di wilayah kerja puskesmas tlogosari kulon kota semarang
Variabel independen: faktor-faktor yang mempengaruhi WUS dalam deteksi dini kanker leher rahim Variabel dependen: metode IVA Jenis penelitian: studi deskriptif
Deskriptif bersifat penelitian kuantitatif
Paritas WUS multipara 42 orang (60,9%), tingkat pendidikan WUS menengah 41 orang (59,4%), Pengetahuan WUS baik 32 orang (46,4%), tingkat sosial ekonomi cukup 59 orang (85,5%)
Pasangan usia subur yang ada di kelurahan sekayu kota semarang
Variabel independent: tingkat pengetahuan dan minat PUS
Korelasi menggunakan metode survey pendekatan cross sectional
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan PUS tentang metode deteksi dini kanker serviks melalui pap smear dengan minat untu melaksanakan pap smear dengan x² hitung (9,118) >x² tabel (5,991) tanpa nilai ekspektasi (E) kurang dari 5 sejumlah kurang dari 20%
Metode survey
Ambar (2010) 2.
Studi deskriptif faktor-faktor yang mempengaruhi wanita usia subur dalam deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA di wilayah kerja puskesmas tlogosari kulon kota semarang Rizki (2010)
3.
Hubungan tingkat pengetahuan PUS tentang deteksi dini kanker serviks melalui pap smear dengan minat untuk melaksanakan pap smear di kelurahan sekayu kota semarang Nadia Nurfa’ida (2011)
Variabel dependent: deteksi dini melalui pap smear