BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Nyamuk Aedes sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relative optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan nyamuk-nyamuk itu bertambah subur dan lebih cepat perkembangbiakannya (Indrawan. 2011). 1. Klasifikasi Filum
: Arhropoda
Klas
: Insecta
Ordo
: Diptera
Famili
: Culicidea
Subfamili
: Culicinea
Genus
: Aedes
Spesies
: Ae. Aegypti -Ae. Albopictus (Hestiyulia. 2008)
4
5
2. Morfologi Ukuran nyamuk ini kecil sekali dan halus 4-13mm, pada kepala terdapat probosis halus dan panjang yang melebihi kepala. Pada nyamuk betina probosis dipakai sebagai alat tusuk dan pengisap darah, sedang pada yang jantan dipakai sebagai pengisap cairan tumbuh-tumbuhan, buahbuahan, dan keringat. Di kiri dan kanan proboscis terdapat palpus yang terdiri dari 5 ruas dan sepasang antenna yang terdiri dari 15 segmen. Antenna pada nyamuk jantan berambut tebal disebut plumose dan pada betina rambutnya jarang disebut pilose.
Gambar 1. Morfologi nyamuk Aedes sp Bagian thorax yang kelihatan yaitu mesonotum, sebagian besar di tutup dengan bulu halus. Bagian posterior mrmpunyai 3 legkungan. Mempunyai sayap yang panjang dan langsing mempunyai vena yang permukaannya ditutupi dengan sisik sayap (wing scales) yang terletak
6
mengikuti vena. Pada pinggir sayap terdapat deretan rambut yang disebut fringe. Abdomen berbentuk silinder yang terdiri dari 10 segmen. Dua segmen terakhir berbuah menjadi alat kelamin (Rosdiana, Safar. 2009). 3. Siklus Hidup Nyamuk Aedes sp mempunyai metamorfosis sempurna yaitu: TelurLarva- Pupa- Dewasa. Stadium telur, larva, dan pupa hidup di dalam air. Sedangkan stadium dewasa hidup berterbangan.(Margono, Sri S. 2000) a. Stadium Telur Telur-telur nyamuk Aedes sp paling tidak diletakkan pada atau air tetapi dalam berbagai Arens seperti di tanah di sepanjang margin kering atau di dasar kolam, rawa-rawa, atau di atas tingkat air di tepi wadah(Oscar, 1966). Telur Aedes sp berwarna hitam seperti sarang tawon, diletakan satu demi satu di permukaan atau sedikit di bawah permukaan air dalam jarak ± 2½ cm dari dinding tempat perindukan. Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan pada suhu -2°C sampai 42°C. Namun, bila kelembaban terlampau rendah, maka telur akan menetas dalam waktu 4 hari. Dalam keadaan optimal, perkembangan telur sampai nyamuk dewasa berlangsung selama sekurang-kurangnya 9 hari (Soedarmo, Sumarmo sunaryo poorwo. 1983).
7
b. Stadium Larva
Gambar 2. larva Aedes sp Larva Aedes sp panjang dan tanpa kaki dengan jumlah rambut sederhana atau bercabang lateral yang tersusun secara simetrik sepanjang tubuhnya, melampaui empat setadium perkembangan larva untuk mencapai panjang kira-kira 5mm i. Larva instar I berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm. ii. Larva instar II berukuran 2,5-3,8 mm. iii. Larva instar III berukuran lebih besar sedikit dari larva instar II. iv. Larva instar IV berukuran paling besar 5mm (http://repository.usu.ac.id/bitstream/.....pdf 06/04/12) Pada bagian kepala mempungai mata majemuk, antena berbulu, dan bagian mulut dipergunakan untuk menggigit. Kedelapan ruas abdomn mengandung dua lubang udara(spirakel). Lubang anus dikelilingi empat tonjolan peraba yang lemas, yaitu insang anal. Mungkin fungsinya hanya menyerap air dan bukan untuk bernafas.
8
Larva Aedes sp yang sedang beristirahat bergantung membuat sudut. Memakan algae, bakteri dan bahan-bahan kecil sebesar 20-100 mikron. Larva Aedes sp memperoleh makanan dari permukaan dengan menyapu-nyapu benda dengan sikat mulutnya atau dengan menggigitgigit bahan busuk dari dasar. Berenang dengan gerakan terhenti-henti, timbul ke permukaan untuk berafas, mampu menahan suhu rendah yang sedang (Brown, Harold w. 1882). c. Stadium Pupa Pada saat stadium pupa yang tidak makan tetapi masih memerlukan oksigen yang diambilnya melalui tabung pernafasan (breathing trumpet). Untuk menjadi dewasa diperlukan waktu 1-3 hari sampai beberapa minggu (Margono, Sri S. 2000). 4. Tempat Perindukan Tempat perindukan utama Aedes sp adalah tempat-tempat bersih air bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari ruamh. Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan buatan manusia; seperti tempayan/gentong tempat penyiapan air minum, bak mandi, jambangan/pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yang bersih air hujan, juga berupa tempat perindukan alamiah; seperti kelopak daun tanaman (keladi, pisang), tempurung kelapa, tonggak bambu dan lubang pohon yang berisi air hujan (Margono, Sri S. 2000).
9
5. Faktor-faktor kematian larva Aedes sp a. Infertilitas telur Telur dapat di disimpan selama enam bulan tanpa kematian yang tinggi pada suhu dan kelembaban yang optimum dan bila disimpan selama satu tahun atau lebih maka daya tetas telur hanya mencapai 5%. Embrio muda di dalam telur akan mati jika kelembaban selama menyimpan tidak terjaga dan telur menjadi kering. Telur Aedes sp akan menetas menjadi larva jika kontak dengan air (Purnomo, cicilia setyo rini. 2001) b. Derajat keasaman media biak (pH) pH mempunyai peran penting dalam pengaturan respirasi dan fotosintesis. Air yang mempunyai pH rendah kandungan nutrisinya rendah. Dengn bertambahnya kedalaman pH cenderung menurun, hal ini iduga berhubungan dengan kandungan CO2. c. Keberadaan Larvasida Kematian larva Aedes sp dapat disebabkan oleh keberadaan larvasida, misalnya saja menggunakan musuh alami seperti golongan serangga atau golongan hewan yakni ikan, menggunakan bakteri, insektisida kimia seperti abate, serta insektisida alami misalnya menggunakan ekstrak kayu manis yang dapat mengganggu sistem pernapasan dari larva Aedes sp.
10
d. Keberadaan predator Keberadaan predator (serangga) akan mengganggu pertumbuhan tahap matur nyamuk dengan memutus sintesis kitin selama proses pergantian kulit atau pada saat pembentukan pupa atau dalam proses peralihan menjadi nyamuk dewasa. Peredator ini memiliki tingkat toksisitas rendah terhadap mamalia. Predator dapat memberikan efek residual jangka panjang (tiga sampai empat bulan) pada dosis yang relatip rendah jika dipakai untuk gentong tanah liat dengan sebuah aliran. Karena predator tidak menyebabkan kematian langsung pada nyamuk yang belum dewasa. e. Suhu Air
mempunyai
kemampuan
untuk
mempertahankan
dan
meminimalkan pengaruh lingkungan atas perubahan temperature. Kisaran perubahan menjadi lebih kecil dan lebih lambat bila dibaningkan dengan perubahan yang ada di udara. Suhu air pada habitat nyamuk mempunyai peran yang sangat penting di dalam kelangsungan dan pertumbuhan baik telur, larva dan pupa. Larva tidak dapat hidup pada suhuyang terlalu tinggi, dan pertumbuhannya larva akan lebih cepat pada air yang hangat bila dibandingkan dengan air yang lebih dingin. Suhu yang tinggi akan merangsang pertumbuhan plankton dan akan lebih banyak lagi menyediakan makanan bagi larva disbanding dengan suhu yang rendah. Suhu optimum untuk petumbuhan larva di
11
daerah tropis adalah 23-27°C, pada suhu tersebut stadium pradewasa nyamuk akan selesai dalam waktu kurang lebih dua minggu. (Santoso, N.Budi. 2002)
B. Kayu Manis 1. Asal Usul Kayu Manis Nama ilmiah : Cinnamomum burmani (Nees.) BI. Nama asing : Kaneelkassia, Cinnamomum tree (inggris); yin xiang (cina). Nama daerah : Sumatera: Holim, holim manis, modang siak–siak (Batak), kanigar, kayu manis (Melayu), madang kulit manih (Minang kabau). Jawa: Huru mentek, kiamis (Sunda), kanyengar (Kangean). Nusa tenggara: Kesingar, kecingar, cingar (bali), onte (Sasak), Kaninggu (Sumba), Puu ndinga (Flores).
Gambar 3. pohon kayu manis Dibudidayakan untuk diambil kulit kayunya, di daerah pegunungan sampai ketinggian 1.500 m. Tinggi pohon 1-12 m, daun lonjong atau bulat
12
telur, warna hijau, daun muda berwarna merah. Kulit berwarna kelabu; dijual dalam bentuk kering, setelah dibersihkan kulit bagian luar, dijemur dan digolongkan menurut panjang asal kulit (dari dahan atau ranting) (http://repository.usu.ac.id/bitstream/....../Chapter%20II.pdf 20/10/11). 2. Sistemika Tanaman Kayu Manis Tanaman kayu mais diklasifikasikan sebagi berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Gymnospermae
Subdivisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledonae
Sub kelas
: Dialypetalae
Ordo
: Policarpicae
Famili
: Lauraceae
Genus
: Cinnamomum
Spesies
: Cinnamomum burmannii
3. Minyak Atsiri Kayu Manis a. Pengertian minyak atsisri Minyak atsiri juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau minyak terbang. Pengertian atau defenisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of Chemical Technology menyebutkan
13
bahwa minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan cara penyulingan dengan uap. Minyak atsiri adalah zat yang berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak essensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka. Istilah essensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemaran, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Untuk mencegah supaya tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindung dari pengaruh cahaya, misalnya disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap. Bejana tersebut juga diisi sepenuh mungkin sehingga tidak memungkinkan berhubungan langsung dengan oksigen udara, ditutup rapat serta disimpan ditempat yang kering dan sejuk. Minyak atsiri di hasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya, dan umumnya larut dalam pelarut organik.
14
Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut minyak atsiri. Misalnya dalam bahasa inggris disebut essensial oils, ethereal oils dan volatile oils. Dalam bahasa Indonesia ada yang menyebut minyak kabur. Mengapa minyak atsiri dikatakan sebagai minyak terbang atau minyak kabur? tiada lain karena minyak atsiri mudah menguap apabila dibiarkan begitu saja dalam keadaan terbuka. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/....../Chapter%20II.pdf 20/10/11). b. Penetapan kadar minyak atsiri Menurut Gunawan dan Mulyani (2004), minyak Atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan sebagai berikut : 1. Metode Destilasi Di antara metode-metode isolasi yang paling lazim dilakukan adalah metode destilasi. Beberapa metode destilasi yang popular dilakukan di berbagai perusahaan industri penyulingan minyak atsiri, antara lain sebagai berikut : a)
Metode
destilasi
kering
(langsung
dari
bahannya
tanpa
menggunakan air). Metode ini paling sesuai untuk bahan tanaman yang kering dan untuk minyak-minyak yang tahan pemanasan (tidak mengalami perubahan bau dan warna saat dipanaskan), misalnya oleoresin. b)
Destilasi air, meliputi destilasi air dan uap air dan destilasi uap air langsung. Metode ini dapat digunakan untuk bahan kering
15
maupun bahan segar dan terutama digunakan untuk minyakminyak yang kebanyakan dapat rusak akibat panas kering. Seluruh bahan dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang bentuknya mirip dandang. Dalam metode ini ada beberapa versi perlakuan. 1) Bahan tanaman langsung direbus dalam air. 2) Bahan tanaman langsung masuk air, tetapi tidak rebus. Dari bawah dialirkan uap air panas. 3) Bahan tanaman ditaruh di bejana bagian atas, sementara uap air dihasilkan oleh air mendidih dari bawah dandang. 4) Bahan tanaman ditaruh di dalam bejana tanpa air dan disemburkan uap air dari luar bejana. 2. Metode penyarian digunakan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan seperti cendana. Kebanyakan dipilih metode ini karena kadar minyaknya di dalam tanaman sangat rendah/kecil. Bila dipisahkan dengan metode lain, minyaknya akan hilang selama proses pemisahan. Pengambilan minyak atsiri menggunakan cara ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak atsiri yang larut sempurna di dalam bahan pelarut organik nonpolar. 3. Metode Pengepresan atau Pemerasan dilakukan terutama untuk minyak-minyak atsiri yang tidak stabil dan tidak tahan pemanasan seperti minyak jeruk (citrus). Juga terhadap minyak-minyak atsiri yang bau dan warnanya berubah akibat pengaruh pelarut penyari.
16
Metode ini juga hanya cocok untuk minyak atsiri yang randemennya relatif besar. 4. Metode Enfleurage adalah metode penarikan bau minyak atsiri yang dilekatkan pada media lilin. Metode ini digunakan karena diketahui ada beberapa jenis bunga yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari/minggu, misalnya bunga melati. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/....../Chapter%20II.pdf 20/10/11). c. Insektisida Insektisida adalah bahan-bahan kimia yang digunakan untuk memberantas serangga. Berdasarkan atas stadium serangga yang dibunuhnya, maka insektisida dibagi menjadi imagosida yang ditujukan pada serangga dewasa, larvasida yang ditujukan kepada larva serangga dan ovosida yang ditujukan untuk membunuh telurnya. Insektisida dapat membunuh serangga dengan dua mekanisme, yaitu dengan meracuni makanannya (tanaman) dan dengan langsung meracuni serangga tersebut. Menurut cara masuknya insektisida ke dalam tubuh serangga dibedakan menjadi 3 kelompok sebagai berikut: (a.) Racun Lambung Racun lambung adalah insektisida yang membunuh serangga sasaran dengan cara masuk ke pencernaan melalui makanan yang mereka makan. Insektisida akan masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap oleh dinding usus kemudian ditranslokasikan
17
ke tempat sasaran yang mematikan sesuai dengan jenis bahan aktif insektisida. Beberapa tempat sasaran itu seperti: menuju ke pusat syaraf serangga, menuju ke organ-organ respirasi, meracuni sel-sel lambung dan sebagainya. Dalam hal ini serangga harus memakan tanaman yang sudah disemprot insektisida yang mengandung residu dalam jumlah yang cukup untuk membunuh. (b.) Racun Kontak Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui kulit, celah/lubang alami pada tubuh (trachea) atau langsung mengenai mulut serangga. Serangga akan mati apabila bersinggungan langsung (kontak) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun lambung. (c.) Racun Pernafasan Racun pernafasan adalah insektisida yang masuk melalui trachea serangga dalam bentuk partikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati bila menghirup partikel mikro insektisida dalam jumlah yang cukup. Kebanyakan racun pernafasan berupa gas, asap, maupun uap dari insektisida cair. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/...../Chapter%20II.pdf 16/07/12) d. Sifat kimia dan efek farmakologi Minyak atsiri yang berasal dari kulit komponen terbesarnya ialah cinnaldehida 60–70% ditambah dengan eugenol, beberapa jenis aldehida, benzyl-benzoat, phelandrene dan lain–lainnya. Kadar
18
eugenol rata–rata 80–66%. Dalam kulit masih banyak komponen– komponen kimiawi misalnya: damar, pelekat, tanin, zat penyamak, gula, kalsium, oksalat, dua jenis insektisida cinnzelanin dan cinnzelanol, cumarin dan sebagainya (Rismunandar, 1990).
Gambar 4. kulit kayu manis Pada zat kimia yang terdapat pada kayu manis yang dapat memberikan efek terhadap kematian larva adalah minyak atsiri yaitu sinaldehida, sinal asetat, dan eugenol adalah senyawa yang mengandung bahan beracun bagi serangga yang dapat mengatur pertumbuhan kurtikula larva dan bersifat antioksidan serta bersifat racun pernapasan. Minyak atsiri ini juga mempunyi daya bunuh terhadap mikroorganisme(antiseptik), daya untuk mengeluarkan angin (carminatif)
dan
membangkitkan
selera/menguatkan
lambung
(stomachik). Obat kumur dan tanpa pasta. Untuk menyegarkan bau sabun, deterjen, lotion, parfum dan cream. Dalam pengolahan makanan digunakan sebagai pengikat cita rasa. Dapat juga sebagai
19
penyembuh penyakit reumatik, mencret, pilek, sakit usus, jantung, pinggang, darah tinggi dan sebagainya (Rismunandar, 1990). Efek farmakologis yang dimiliki kayu manis diantara sebagai peluruh
kentut
(carminative),
peluruh
keringat
(diaphoretic),
pembasmi serangga, antirematik, penambah nafsu makan (stomachica) dan penghilang rasa sakit (analgesic). (http://repository.usu.ac.id/bitstream/....../Chapter%20II.pdf 20/10/11).
C. Kerangka Teori
Keberadaan larvasida (kayu mains) Derajat keasaman media biak
Keberadaan Predator
Kematian Larva Aedes sp
Infertilitas telur
Suhu lingkungan
20
D. Kerangka Konsep Bardasarkan prosedur kerja yang akan dikerjakan, maka kerangka konsep yang akan digunakan adalah : Konsentrasi Ekstrak Kayu manis (Cinnamomum burmanni) Variabel Bebas
Jumlah Kematian Larva Aedes sp Variabel Terikat
E. Hipotesa Ada perbedaan signifikan antara konsntrasi ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmanni) terhadap kematian larva Aedes sp.