BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelapa
Kelapa adalah tanaman serba guna seluruh bagian tanaman ini bermanfaaat bagi kehidupan manusia itulah sebabnya tanaman ini telah sejak ratusan tahun dikenal di seluruh kepulauan Nusantara. Hasil kelapa yang diperdagangkan sejak dulu adalah minyak kelapa sejak abad ke 17 telah dimasukkan ke Eropa dari Asia perdagangan minyak kelapa antara Ceylon (Srilangka) dan Inggris begitu pula antara Indonesa dan Belanda dimulai sejak berdiriinya VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie). Karena perdagangan minyak kelapa dan kopra terus meningkat maka modal asing di Indonesia terutama Belanda mulai menaruh minat terhadap kemungkinan mengkebunkan kelapa (djoeana .S.1984)
Gambar 2.1 Buah Kelapa Kelapa merupakan tumbuhan asli daerah tropis yakni daerah yang tertak di sepanjang garis khatulistiwa. Di daerah daerah tropis tersebut tanaman kelapa banyak tumbuh dan dibudidayakan oleh sebagian besar petani. Di wilayah Indonesia tanaman kelapa dapat ditemukan hampir diseluruh Provinsi dari daerah pantai yang dataran sampai ke daerah pegunungan.
Gambar 2.2 Sabut Kelapa
Di daerah yang padat penduduknya misalnya di Jawa dan Bali tanaman kelapa lebih banyak ditanam di tanah tegalan ataupun pekarangan sedangkan di daerah yang jarang penduduknya misalnya di daerah transmigrasi tanaman kelapa banyak ditanam di lahan yang luas yang berbentuk monokultural perkenbunan kelapa tanaman kelapa sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia sehari hari-hari, tidak hanya buahnya tetapi seluruh bagian tanaman mulai dari akar, sabut sampai kepucuk tanaman dapat dimanfaatkan tanaman kelapa juga dapat memberi sumbangan yang besar bagi perekonomian rakyat dan negara. (warisno,2003) 2.2 Bioetanol
Bioetanol (C2 H5 OH) merupakan salah satu biofuel yang hadir sebagai bahan
bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan sifatnya yang terbarukan. Merupakan bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan yang memiliki keunggulan karena mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18% dibandingkan dengan
emisi bahan bakar fosil seperti minyak tanah (Anonim, 2007a).
Bahan bakar fosil seperi minyak bumi saat ini harganya semakin meningkat selain kurang ramah lingkungan juga termasuk sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Bahan bakar berbasis produk proses biologi seperti bioetanol dapat dihasilkan dari hasil pertanian yang tidak layak/tidak dapat dikonsumsi seperti dari sampah/limbah pasar limbah pabrik gula (tetes/mollases) yang penting bahan apapun yang mengandung karbohidrat (gula, pati, selulosa, dan hemiselulosa) dapat diproses menjadi bioetanol. Melalui proses sakarifikasi (pemecahan gula komplek menjadi gula sederhana) fermentasi dan distilasi bahan-bahan tersebut dapat dikonversi menjadi bahan bakar bioetanol. Untuk menjaga kestabilan pasokan bahan pangan sebaiknya bioetanol diproduksi dari bahan-bahan yang tidak layak/tidak dapat dikonsumsi seperti singkong gajah yang beracun sampah atau limbah apapun yang mengandung karbohidrat melalui proses sakarifikasi dan seterusnya (pemecahan gula seperti tersebut di atas) bahan-bahan tersebut dapat dikonversi pula menjadi bioetanol. Produksi etanol Nasional pada tahun 2006 mencapai sekitar 200 juta liter. Kebutuhan etanol Nasional tersebut pada tahun 2007 diperkirakan mencapai 900 juta liter (Surendro, 2006).
Saat ini bioetanol diproduksi dari tetes tebu, singkong dan jagung. Alternatif lain bahan baku bioetanol yaitu biomassa berselulosa. Biomassa berselulosa merupakan sumber daya alam yang berlimpah dan murah serta memiliki potensi untuk produksi komersial industri etanol atau butanol. Selain dikonversi menjadi biofuel biomassa berselulosa juga dapat mendukung produksi komersial industri kimia seperti asam organik, aseton atau gliserol (Wymann, 2002).
2.3 Selulosa Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman. Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50 persen dari berat kering tanaman (Lynd et al 2002). Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan B-1.4 glukosida dalam rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa tehubung secara bersamaan melalui ikatan hidrogen dan gaya van der waals (perez et al.2002). [
(Suparjo.2010) menyatakan Hemiselulosa merupakan kelompok polisakarida heterogen dengan berat molekul rendah. Jumlah hemiselulosa biasanya antara 15 dan 30 persen dari berat kering bahan lignoselulosa (Taherzadeth,1999). Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk mikrofobil yang meningkatkan stabilitas dinding sel hemiselulosa juga berikatan saling dengan lignin membentuk jarigan kompleks dan memberikan struktur yang kuat
Hemiselulosa adalah polisakarida pada dinding sel tanaman yang larut dalam alkali dan menyatu dengan selulosa. Hemiselulosa terdiri daripada atas unit D glukosa, D galaktosa, D manosa,D –xylosa dan L arabian yang terbentuk bersamaan dalam kombinasi dan ikatan glikosilik yang bermacam macam(Mc Dnonald et al,2002). Selulosa adalah merupakan zat penyusun tanaman yang terdapat pada struktur sel. Kadar selulosa dan hemiselulosa pada tanaman mencapai 40 persen dari bahan kering, bila hujan maka proporsi dan hemiselulosa makin bertambah (Tilman dkk,1998)
Gambar 2.3. Struktur Selulosa Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu : 1. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600 1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak, sedangkan selulosa kualitas
dibawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri sandang/kain. Semakin tinggi kadar alfa selulosa, maka semakin baik mutu bahannya (Nuringtyas, 2010) 2. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 - 90, dapat mengendap bila dinetralkan 3. Selulosa γ (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15. Bervariasinya struktur kimia selulosa (α, β, γ) mempunyai pengaruh yang besar pada reaktivitasnya. Gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah amorf sangat mudah dicapai dan mudah bereaksi, sedangkan gugus-gugus 9 hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan antar rantai yang kuat mungkin tidak dapat dicapai sama sekali. Pembengkakan awal selulosa diperlukan baik dalam eterifikasi (alkali) maupun dalam esterfikasi (asam) (Sjostrom 1995).
Campuran senyawa lain yang terdapat bersama dengan selulosa yaitu hemiselulosa. Hemiselulosa adalah polisakarida kompleks nonselulosa dan nonpati yang terdapat dalam banyak jaringan tumbuhan.Hemiselulosa mengacu kepada polisakarida nonpati yang tidak larut dalam air. Hemiselulosa tidak berperan dalam biosintesis selulosa tetapi dibuat tersendiri dalam tumbuhan sebagai komponen struktur dinding sel. Hemiselulosa dikelompokkan berdasarkan kandungan gulanya (Deman, 1997).
2.4 Fermentasi
Fermentasi berasal dari bahasa latin ferfere yang artinya mendidihkan yaitu berdasarkan ilmu kimia terbentuknya gas-gas dari usatu cairan kimia yang pengertiannya berbeda dengan air mendidih. Gas yang terbentuk terseut diantaranya karbon dioksida(CO2 ) (Afrianti,H,L.2004) Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen). Secara umum Fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik akan tetapi definisi yang lebih jelas mengatakan bahwa fermentasi diartikan sebagi respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal (Darmanto,2006). Fermentasi juga dapat diartikan sebagai perubahan grudual oleh enzim, bakteri , khamir dan jamur. Adapun contoh fermentasi dalam kehidupan kita sehari hari adalah antara lain pengasaman susu perubahan gula menjadi alkohol serta oksidasi senyawa nitrogen organik (Hidayat,et al.,2006) Didalam fermentasi kapasitas mikroba untuk mengoksidasi tergantung dari jumlah akseptor elektron terakhir yang didapat dipakai. Sel-sel melakukan fermentasi menggunakan enzim-enzim yang akan mengubah hasil dari reaksi oksidasi dalam hal ini yaitu asam menjadi senyawa yang memiliki muatan positif sehingga dapat menangkap elektron terkahir dan mengasilkan energi (Fardiaz,1990)
(winarno, et al.,1980) menyatakan Untuk memperoleh hasil fermentasi yang oprtimum terdapat hal hal yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan dari sel yaitu. •
Reaksi dari reaksi yang berlangsung
•
Konsentrasi substrat yang digunakan
•
Tempertatur selama fermentasi
•
Kemurnian dari sel yang diguanakan
2.4.1 Pembagian Fermentasi Menurut Leni Herliani Afrianti(2004). Fermetasi berdasarkan kebutuhuan O2
(Oksigen) dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
2.4.1.1 Fermentasi aerob (proses respirasi)
Fermentasi aerob yang disimilasi bahan bahan yang disertai dengan pengambilan oksigen. Semua organisme untuk hidupnya memerlukan sumber energi yang diperoleh dari hasil metabolisme bahan pangan dimana organisme itu berada. Bahan energi yang paling banyak digunakan mikroorganisme untuk tumbuh adalah glukosa. Dengan adanya oksigen maka mikroorganisme dapat mencerna glukosa menghasilkan air, karbondioksida dan sejumlah besar energi.
2.4.1.2 Fermentasi anaerob Fermentasi anaerob yaitu fermentasi yang tidak membutuhkan adanya oksigen Beberapa mikroorganisme dapat mencerna bahan energinya tanpa adanya oksigen. Jadi hanya sebagian bahan energi itu dipecah yang dihasilkan adalah sebagian dari energi karbon dioksida dan air termasuk sejumlah asam laktat, asetat, etanol, asam volatil, alkohol dan ester. Biasanya dalam fermentasi ini menggunakan mikroba yeart, jamur dan bakteri.
Fermentasi tipe anaerob menghasilkan sejumlah energi kecil energi, karbodioksida, air dan produk akhir metabolik organik lain seperti asam laktat, asam asetat dan etanol serta sejumlah kecil asam organik volatil lainnya, alkohol dan ester tersebut (buckle et.all., 1985). Pada proses fermentasi anaerob mula-mula glukosa dipecah menjadi asam piruvat yang melalui lintasan Embden Mayerhoff panas(EMP). Setalah itu terjadi dekarboksilasidehida asam piruvat menjadi asetildehida kemudian asetildehida tereduksi menjadi etanol yaitu menerima elektron hasil oksidasi asam gliserida 3-phosphat. Melalui proses fermnetasi anaerob ini 90 persen glukosa akan dirubah menajdi etanol dan CO2 (Ansori.1989). Reaksi pada gambar asetaldehida bertindak sebagai penerima hidrogen dalam fermentasi dimana hasil reduksi oleh NADH2 menghasilkan etanol dan NAD yang teroksidasi kemudian dapat digunakan lagi untuk menangkap hidrog(Fardiaz,S., 1992).
Gambar 2.4. Proses Fermentasi glukosa
2.5 Karbohidrat
Beberapa turunan molekul karbohidrat yang ada dan dapat dibentuk dari pengurangan. Sebagai contoh jika ada molekul yang mempunyai oksigen yang jumlahnya lebih sedikit lalu kita katakan ini sebagai deoksi karbohidrat dan yang paling banyak dikenal adalah deoksiribosa yang komponen utamanya yaitu deoksiribonukleat(DNA). Gula berbeda dari D-ribosa yang didalamnya terdapat golongan hidroksil yang diganti oleh atom hidrogen (penghilangan satu oksigen).
Gula alkohol dibentuk ketika golongan direduksi menjadi golongan hidroksil. Gula alkohol biasanya digunakan sebagai pengganti makanan. Untuk alasan ini banyak produk seperti karet yang manis mengandung gula alkohol yang paling penting kegunaan dari gula alkohol adalah dalam pembuatan makanan untuk orang diabetes. Gula alkohol diserap diusus halus yang menghasilkan perubahan kecil pada tingkat gula darah. Selain itu gula alkohol diserap lalu dieksresikan keurin dari pada untuk metabolisme (Walker,S.2008).
2.6 Glukosa
Sebagian besar monosakarida dikenal sebagai hesksosa karena terdiri atas 6rantai atau cincin karbon.Atom-atom hidrolisis(OH). Ada tiga jenis heksosa yang penting dalam ilmu gizi yaitu glukosa, fruktosa dan galaktosa. Ketiga macam monosakarida ini mengandung jenis dan jumlah atom yang sama yaitu 6 atom karbon 12 atom hidrogen dan 6 atom oksigen. Perbedannya hanya terletak pada cara penyusunannya atom atom hidrogen dan oksigen disekitar atom atom karbon. Perbedaan dalam susuanan atom inilah yang menyebabkan perbedaan dalam tingkat kemanisan daya larut dan sifat lain ketiga monosakarida tersebut. Monosakarida yang terdapat di alam pada umumya terdapat dalam bentuk isomer dekstro(D) gugus hikroksil ada karbon nomor 2 terletak di sebelah kanan. Struktur kimianya dapat berupa struktur terbuka atau struktur cincin.
Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi daerah kearah kanan. Didalam glukosa terdapat dalam buah buahan dan madu lebah. Darah manusia normal mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi yang tetap yaitu antara 70-100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah ini bertambah setelah kita makan makanan sumber karbohidrat namun kira kira 2 jam setelah itu jumlah glukosa darah akan kembali pada keadaan semula. Pada orang yang menderita diabetes melitus ataupun kencing manis jumlah glukosa darah lebih dari 130 mg per 100 ml darah.
Gambar 2.5 Struktur Glukosa
Dalam alam glukosa dihasilkan dari reaksi antara karbon dioksida dan air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun. Proses ini disebut fotosintetis dan glukosa yang terbentuk terus digunakan untuk pembentukan amilum atau selulosa (Poedjadi,A.2007)
2.7 Ragi roti
Penemu Yeast(ragi roti) pertama kali adalah Louis Pasteaur pada tahun 1872. Bibit yeast yang terbagus dalam buah anggur dan apel serta pada akar pohon tersebut. Jenis-jenis ragi roti : a. Fresh Yeast merupakan jenis ragi yang pertama kali ditemukan berbentuk cair sehingga dalam penyimpanan memerlukan pembekuan dan sering disebut compressed yeast
b. Dry yeast merupakan jenis ragi yang kering berbentuk butiran-butiran sering disebut dehydrated c. Instan Yeast merupakan ragi yang dibentuk dalam bentuk tepung/powder. Cara pemakaian dari ragi-ragi tersebut berbeda-beda yaitu a. Fresh yeast sebelum dicampurkan dengan bahan bahan lain harus dicairkan terlebih dahulu b. Dry yeast sebelum dicapurkan dengan bahan bahan lainnya harus dilarutkan dulu dengan air dan difermentasikan c. Instan Yeast biasanya digunakan dengan dicampurkan langsung dengan bahan bahan lain sehingga menjadi suatu adonan (Subagjo,2007). 2.8 Hidrolisis Disakarida mengalami proses hidrolisis menghasilkan monosakarida. Hidrolisis adalah pemecahan kimiawi suatu molekul karena pengikatan air menghasilkan molekul molekul yang lebih kecil. Nampak bahwa proses proses diatas adalah kebalikan dari reaksi reaksi kondensasi untuk pembentukan disakarida (Gaman.P.M,1992)
Gambar 2.6 Reaksi Hidrolisis Glukosa Hidrolisis dilakukan untuk memotong ikatan H2 dalam fraksi selulosa dan
hemiselulosa menjadi gula sederhana seperti heksosa dan pentosa. Hidrolisis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu hidrolisis secara kimiawi (dengan asam ecer atau asam pekat) dan hidrolisis secara enzimati. Hidrolisis secara enzimatis sebenarnya lebih baik daripada hidrolisis secara kimia sebab mampu mendegradasi karbohidrat kompleks menjadi gula sederhana dengan hasil yang lebih banyak. Tetapi hidrolisis enzimatis juga masih mempunyai beberapa kelemahan dibandingkan hidrolisis kimiawi yaitu kecepatan hidrolisis yang rendah dan mahal.Untuk menggantikan hidrolisis enzimatis supaya lebih cepat maka dilakukan hidrolisis asam. Namun hidrolisis asam ternyata juga mempunyai kelemahan yaitu hidrolisis asam encer sangat korosif karena adanya pengenceran dan pemanasan asam. Proses ini membutuhkan peralatan yang metal yang mahal atau dibuat secara khusus. Recovery asam juga membutuhkan energi yang besar. Selain itu pada hidrolisis asam encer terjadi degradasi gula dan pembentukan produk samping yang tidak diinginkan. Degradasi gula dan produk samping ini
tidak hanya akan mengurangi hasil panen gula tetapi produk samping juga dapat menghambat
pembentukan
etanol
pada
tahap
fermentasi
selanjutnya.(http://rahadiandimas.staff.uns.ac.id). 2.9 Gula Pereduksi Disakarida mengalami proses hidrolisis dan menghasilkan monosakarida. Hidrolisis adalah pemecahan kimiawi suatu molekul karena pengikatan air menghasilkan molekul-molekul yang lebih kecil. Sukrosa dikenal dalam masyarakat sebagai gula putih (gula pasir). Sukrosa adalah suatu sakarida yang bila dihidrolisis menghasilkan glukosa (dekstrosa) dan fruktosa (levulosa). Sukrosa tidak memiliki gugus karbonil bebas. Oleh karena itu sukrosa tidak bersifat mereduksi misalnya dengan larutan Fehling. Campuran glukosa dan fruktosa (50-50) disebut juga invert. Inversi dapat dilakukan dengan memanaskan sukrosa bersama asam atau dengan menambahkan enzim invertase. (Moerdokusumo, 1993) Semua monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa berperan sebagai agensia pereduksi. Sukrosa bukan gule pereduksi sehingga tidak dapat mereduksi larutan Fehling. Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk identifikasi karbohidrat maupun secara kuantitatif. Sifat mereduksi disebabkan oleh adanya gugus aldehida maupun gugus keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam seperti ion Cu dan ion Ag yang terdapat pada reaksi-reaksi tertentu. 2.9.1
Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Gula Pereduksi
2.9.1.1 Analisa Kualitatif Gula pereduksi
Beberapa cara untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam suatu bahan antara lain: a. Uji Molisch Karbohidrat oleh asam sulfat pekat akan dihidrolisis menjadi monosakarida dan selanjutnya monosakarida mengalami dehidrasi oleh asam sulfat menjadi furfural atau hidroksi metal furfural. Senyawa-senyawa ini dengan alfa naftol akan berkondensasi membentuk senyawa kompleks yang berwarna ungu. b. Uji Iodin Karbohidrat golongan polisakarida akan memberikan reaksi dengan larutan iodin dan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa dengan iodin akan berwarna biru, amilopektin dengan iodin akan berwarna merah violet, glikogen maupun dextrin dengan iodin akan berwarna merah coklat. c. Uji Pembentukan Osason Aldosa ataupun ketosa dengan fenilhidrasin dan dipanaskan akan membentuk hidrason atau osason. Reaksi antara senyawaan tersebut merupakan reaksi oksidoreduksi, atom C yang mengalami reaksi adalah atom C nomor satu dan dua dari aldosa atau ketosa. Fruktosa dan glukosa menunjukkan osason yang sama. d. Uji Fehling Larutan fehling yang terdiri dari campuran kupri sulfat, Na-K-tartrat dan natrium hidroksida dengan gula reduksi dan dipanaskan akan terbentuk endapan berwarna
hijau, kuning orange atau merah tergantung dari macam gula reduksinya (Sudarmadji, 1987).
Gambar 2.6 Reaksi Glukosa Dengan Pelarut Fehling
e. Uji Benedict Pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kupri sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu++ dari kupri sulfat menjadi ion Cu + yang kemudian mengendap sebagai Cu2O adanya natrium karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning, atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa (Poedjiadi,1994).
Gambar 2.7 Reaksi Glukosa Dengan Pelarut Benedict
2.9.1.2 Analisa Kuantitatif Gula pereduksi
Penentuan
karbohidrat
yang
termasuk
polisakarida
maupun
oligosakarida
memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisis terlebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida.Untuk keperluan ini bahan dihidrolisis dengan asam atau enzim pada suatu keadaan tertentu. Beberapa cara analisis kuantitatif monosakarida antara lain :
a. Metode Luff Schoorl Pada penentuan gula secara Luff Schoorl, yang ditentukan adalah kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi Blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi
menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel equivalent dengan kuprooksida yang terbentuk dan juga equivalent dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan atau larutan.
b. Metode Munson-Walker Penentuan gula cara ini adalah dengan menentukan banyaknya kuprooksida yang terbentuk dengan cara penimbangan atau dengan melarutkan kembali dengan asam nitrat kemudian menitrasi dengan tiosulfat. Jumlah kuprooksida yang terbentuk equivalent dengan banyaknya gula reduksi yang ada dalam larutan dan telah disediakan dalam bentuk tabel hammon, yakni hubungan antara banyaknya kuprooksida dengan gula reduksi.
c. Metode Lane-Eynon Penentuan gula cara ini dengan menitrasi reagen soxhlet (larutan CuSO4, K-N-tartrat) dengan larutan gula yang diselidiki. Banyaknya larutan sampel yang dibutuhkan untuk menitrasi reagen soxhlet dapat diketahui banyaknya gula yang ada dengan melihat pada tabel Lane-Eynon (Sudarmadji, 1987)
d. Metode Nelson-Somogyi Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan menggunakan reaksi tembaga arsenomolibdat. Kupri mula-mula direduksi menjadi bentuk kupro dengan pemanasan larutan gula.Kupro yang terbentuk berupa endapan selanjutnya dilarutkan dengan arsenomolibdat menjadi molybdenum berwarna biru
yang menunjukan konsentrasi gula.Dengan membandingkan terhadap larutan standart, konsentrasi gula dalam sampel dapat ditentukan. Reaksi warna yang terbentuk dapat menentukan konsentrasi gula dalam sampel dengan mengukur absorbansinya (Sudarmadji, 1987).