BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur 2.1.1 Pengertian Tidur Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup (Asmadi, 2008). Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa kesadaran yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda (Tarwanto &Wartonah, 2006). Tidur terjadi secara alamia, dengan fungsi fisiologis dan psikologis yang melekat merupakan suatu proses perbaikan tubuh. Secara fisiologis, jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk mempertahankan kesehatan tubuh, dapat terjadi efek-efek sepertipelupa, konfusi, dan disorientasi. Secara psikologis, tidur memungkinkan seseorang utnuk mengalami perasaan sejahtera serta energi psikis dan kewaspadaan untuk menyelesaikan tugas-tugas (Tomb, 2002) 2.1.2
Jenis-Jenis Tidur
Pada hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement-REM), dan tidur dengan gerakan bola mata lambat (Non-Rapid Eye Movement-NREM) :
Universitas Sumatra Utara
1.Tidur REM Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau paradoksial. Hal tersebut berarti tidur REM ini sifatnya nyeyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat sangat aktif. Tidur REM ini ditandai dengan mimpi, otototot kendor, tekanan darah bertambah, gerakan mata cepat, sekresi lambung meningkat, ereksi penis, gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung, dan pernafasan tidak teratur. Gejala-gejala yang terlihat ketika mengalami kehilangan tidur REM yaitu cenderung hiperaktif, kurang dapat mengendalikan diri dan emosi, nafsu makan bertambah, bingung, dan curiga (Asmadi, 2008) 2.Tidur NREM Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak tidur. Tanda-tanda tidur NREM antara lain: mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernapasan turun, metabolisme turun, dan gerakan bola mata lambat. Tidur NREM memiliki empat tahap sebagai berikut : a.
Tahap 1
Tahap I ini merupakan tahap transisi di mana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Pada tahap ini ditandai dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutup mata, kedua bola mata bergerak ke kri dan ke kanan, kecepatan jantung dan voluntasi gelombang-gelombang alfa. Seseorang yang tidur pada tahap I ini dapat dibangunkan dengan mudah (Asmadi, 2008).
Universitas Sumatra Utara
b. Tahap II Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Tahap II ini ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot perlahan-lahan berkurang, serta kecepatan jantung dan pernapasan turun dengan jelas. Pada EEG timbul gelombang beta yang berfrekuensi 14-18 siklus/detik. Gelombang-gelombang ini disebut dengan gelombang tidur. Tahap II ini berlangsung sekitar 10-15 menit (Asmadi, 2008) c. Tahap III Pada tahap ini, keadaan fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan jantung, pernapasan, dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunan akibat dominasi sistem saraf parasimpatik. Pada EEG memperlihatkan perubahan gelombang beta menjadi sirklus/detik. Seseorang yang tidur pada tahap III ini sulit untuk dibangunkan (Asmadi, 2008). d. Tahap IV Tahap IV merupakan tahap tidur di mana seseorang berada dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik yang sudah lemah lunglai, dan sulit dibangunkan. Pada EEG, tampak hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekuensi 1-2 siklus/detk. Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30%. Pada tahap ini dapat terjadi mimpi. Selain itu, tahap IV ini dapat memulihkan keadaan tubuh (Asmadi, 2008).
Universitas Sumatra Utara
Tahap tidur
NREM Tahap 1
NREM Tahap 2
NREM Tahp 3
NREM Tahap 4
Tidur REM
NREM Tahap 2
NREM Tahap 3
Gambar 2.1 Tahapan sirklus tidur lansia (Potter & Perry, 2010) 2.2 Lanjut Usia 2.2.1Pengertian Menua Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya di mulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimuali sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2012). 2.2.2 Pengelompokan Lanjut Usia Menurut WHO lanjut usia dibagi dalam tahap yaitu : 1. Usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun 2. Lanjut usia (elderly) 60-74 tahun 3. Lanjut usia tua 75-90 tahun 4. Usia sangat tua (Very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2012)
Universitas Sumatra Utara
2.2.3Teori Penuaan Teori-teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi biasanya dikelompokan ke dalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan teori psikososial. 1. Teori Biologis Teori biologis mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur pengembangan, panjang usia dan kematian. Teori biologis terdiri dari : 1. Teori Genetika Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama di pengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Menurut teori genetika adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu mengubah sel atau struktur jaringan. Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia ditentukan sebelumnya (Stanley & Beare, 2006). 2. Teori Wear-and-Tear Teori Wear-and- Tear (dipakai dan rusak) mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintensis DNA, sehingga mendorong malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal. Sebagai contoh adalah radikal bebas, radikal bebas dengan cepat dihancurkan oleh sistem enzim pelindug pada kondisi normal (Stanley & Beare, 2006).
Universitas Sumatra Utara
3. Riwayat Lingkungan Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma, dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor-faktor diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan (Stanley & Beare, 2006). 4.Teori Imunitas Teori ini menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan meraka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi (Stanley & Beare, 2006). 5.Teori Neouroendokrin Para ahli telah memikirkan bahwa penuaan terjadi oleh karena adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada reaksi yang teratur oleh sistem saraf(Stanley & Beare, 2006). 2. Teori Psikososiologis Teori psikososiologis memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan prilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis. Beberapa teori tentang psikososiologis yaitu :
Universitas Sumatra Utara
1.Teori Kepribadian Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia. Teori pengembangan kepribadian orang dewasa yang memandang kepribadian sebagai ekstrovert atau introvert. Penuaan yang sehat tidak bergantung pada jumlah aktifitas sosial seseorang, tetapi pada bagaimana kepuasan orang tersebut dengan aktifitas sosial yang dilakukan (Stanley & Beare, 2006). 2. Teori Tugas Perkembangan Tugas perkembangan adalah aktifitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada kehidupan tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses. Tugas utama lansia adalah mampu memperlihatkan kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas. Pada kondisi ini tidak hanya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut berisiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa (Stanley & Beare, 2006). 3.Teori Disengagement Teori disengagment (teori pemutusan hubungan), menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran masyarakat dan tanggung jawabnya. Proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan bahagia apabila kontak sosial berkurang dan tanggung jawab telah diambil oleh generasi lebih muda (Stanley & Beare, 2006).
Universitas Sumatra Utara
4. Teori Aktivitas Lawan langsung dari teori disengagement adalah teori aktifitas penuaan, yang berpendapat bahwa jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif. Gagasan pemenuhan kebutuhan seseorang harus seimbang dengan pentingnya perasaan dibutuhkan orang lain. Kesempatan untuk berperan dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi kehidupan dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia (Stanley & Beare, 2006). 5.Teori Kontinuitas Teori kontiunitas, juga dikenal sebagai suatu teori perkembangan, merupakan suatu kelanjutan dari kedua teori sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai kebahagian dan terpenuhinya kebutuhan diusia tua (Stanley & Beare, 2006). 2.3 Kualitas Tidur 2.3.1Perubahan Tidur Pada Lansia Usia merupakan salah satu faktor penentu lamanya tidur yang dibutuhkan seseorang. Semakin tua usia, maka semakin sedikit pula lama tidur yang dibutuhkan. Pada lansia pola tidur sekitar 6 jam sehari, 20-25% tidur REM, tidur tahap IV nyata berkurang kadang-kadang tidak ada. Mungkinmengalami insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur malam hari (Asmadi, 2008). Pada lansia lebih dari 90% yang berusia 65 tahun atau lebih melaporkan mempunyai masalah dengan tidur. Episode tidur REM cenderung meningkat.
Universitas Sumatra Utara
Adanya penurunan progresif dalam tahap III dan IV NREM, beberapa lansia hampur tidak memiliki tidur tahap I atau tidur nyeyak. Seorang lansia terbangun lebih sering pada malam hari dan memerlukan banyak waktu agar dapat tidur kembali. Kecenderungan untuk tidur siang tampaknya semakin terjaga di malam hari (Potter & Perry, 2010). 2.3.2 Kualitas Tidur Pada Lansia Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah tersinggung dan gelisah, lesi dan apatis, kehitaman di daerah sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah (Hidayat, 2006). Kualitas tidur merupakan kemampuan individu untuk tetap tidur dan untuk mndapatkan jumlah yang cukup untuk tidur REM dan NREM (Kozier, 2004). Kualitas tidur meliputi kualitas tidur subjektif, Ketenangan tidur, lamanya tidur, kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi siang hari selama 1 bulan terakhir (Smyth, 2010). Ketenagan tidur merupakan waktu yang diperlukan untuk memulai tidur pada malam hari, normalnya seseorang akan mencapai tidur kurang dari 15 menit setelah merebahkan diri ke tempat tidur (Smyth, 2010). Pola tidur berdasarkan tingkat perkembangan usianya, lansia memiliki tidur sekitar 6 jam sehari, 20-25% Tidur REM, tidur tahap IV nyata berkurang kadang-kadang tidak ada. Mungkin mengalami insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur malam hari (Asmadi, 2008). Beberapa individu melakukan latihan relaksasi untuk membantu mereka agar dapat tidur dan instruksi untuk membantu mereka mengembangkan
Universitas Sumatra Utara
kebiasaan tidur yang baik diantaranya : bangun pada jam yang sama pada setiap hari, menghindari berbagai aktivitas menjelang tidur yang tidak sejalan dengan tidur itu sendiri (Davidson & Kring, 2006). Beberapa lansia mengalami penurunan kualitas tidur yang dipicu oleh gangguan dengan gejala sering terjaga pada malam hari, sering kali terbangun pada dini hari, dan sulit untuk tertidur. Gangguan tidur pada lansia terdiri dari gangguan tidur insomnia primer, hipersomnia, narkolepsi, dan gangguan tidur apnea (Davidson & Kring, 2006). Penggunaan obat tidur mengubah pola tidur dan menurunkan kewaspadaan di siang hari, yang kemudian menjadi masalh bagi individu. Obat yang diresepkan untuk tidur sering menyebabkan lebih banyak masalah daripada manfaat. Obat golongan antidepresan diantaranya benzodiazepin dan amfetamin merupakan obat yang membantu seseorang yang mengalami kesulitan tidur. Lansia mengkonsumsi berbagai obat untuk mengontrol dan mengobati penyakit kronik dan efek gabungan beberapa obat bisa sangat menganggu tidur (Potter & Perry, 2010). Disfungsi siang hari pada lansia dirasakan berupa rasa lelah yang amat sangat di siang hari, rasa mengantuk di siang hari, dan tertidur sewaktu melakukan aktifitas di siang hari (Smyth, 2010). Kualitas tidur dapat dianalisis melalui pemeriksaan elektroensofalogram EEG, gerakan mata dan gerakan otot. Pada Tahap terjaga, EEG menunjukan voltase rendah, dengan gelombang acak dan cepat. Ada beberapa tipe gelombang dalam EEG yaitu gelombang alfa, betha, teta dan delta (Stanley, 2006).
Universitas Sumatra Utara
Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukan tandatanda kekurangan tidur atau tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tandatanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Tanda fisik berupa ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung, kantuk yang berlebihan, tidak mampu berkonsentrasi, tanda keletihan seperti pengelihatan kabur. Sedangkan tanda psikologisnya menarik diri, apatis, dan respon menurun, mudah tersinggung dan gelisah (Hidayat, 2006). Adapun kuesioner yang digunakan utuk menilai kualitas tidur dengan ThePittsburgh sleep quality index (PSQI). PQSI mempunyai 7 item yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur subjektif, Ketenangan tidur, lamanya tidur, kebiasaan tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur, dan disfungsi siang hari selama 1 bulan terakhir. Penilaian dengan skala PQSI ini menggunakan kunci scoring untuk keseluruhan pasien berkisar 0 sampai 3. Semua nilai dihitung dan menghasilkan nilai keseluruhan taun global yang berkisar 0 sampai 21. Nilai keseluruhan 5 atau lebih yang menunjukan kualitas tidur yang buruk, semakin tinggi nilai maka semakin buruk kualitas tidur (Smyth, 2007). 2.4 Gangguan Tidur 2.4.1 Gangguan Tidur Pada Lansia Gangguan tidur adalah suatu kondisi yang jika tidak diobati, umumnya menyebabkan tidur terganggu (Potter & Perry, 2010). Gangguan pola tidur secara umum merupakan suatu keadaan di mana individu mengalami atau mempunyai
Universitas Sumatra Utara
resiko perubahan dalam jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan atau menganggu gaya hidup yang diinginkan (Hidayat, 2006). Beberapa jenis gangguan tidur yang ditemukan pada lansia diantaranya adalah insomnia primer, hipersomnia primer, narkolepsi, apnea, dan mendengkur. Berikut penjelasan tentang beberapa gangguan tidur : 1. Insomnia Primer Insomnia adalah salah satu gangguan tidur paling banyak dijumpai (Durad & Barlow, 2007) , yang terjadi selama paling sedikit satu bulan dan tidak ada sebab yang jelas. Adapun identifikasi polanya : Kesulitan pada waktu masuk tidur (insomnia onset), kesulitan untuk tetap tidur (sering terbangun), bangun tidur terlalu awal (insomnia terminal). Karena insomnia merupakan gejala, maka perhatian harus diberikan pada faktor-faktor biologis, emosional, dan medis yang berperan, juga pada kebiasaan tidur yang buruk, insomnia terdiri dari tiga jenis yaitu: a. Jangka Pendek Berakhir beberapa minggu dan muncul akibat pengalaman stres yang bersifat sementara seperti kehilangan orang yang dicintai, tekanan di tempat kerja, atau takut kehilangan pekerjaan. Biasanya kondisi ini dapat hilang tanpa intervensi medis setelah orang tersebut beradaptasi terhadap stresor (Stanley, 2007).
Universitas Sumatra Utara
b. Sementara Episode malam gelisah yang tidak sering terjadi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan lingkungan seperti jet lang, kontruksi bangunan yang bising, atau pengalaman yang menimbulkan ansietas (Stanley, 2007). c. Kronis Berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis, penggunaan obat tidur berlebihan, gangguan jadwal tidur bangun, dan masalah keadaan lainnya. Empat puluh persen insomnia kronis disebabkan oleh masalah fisik seperti apnea tidur, sindrom kaki gelisah, atau nyeri kronis karena artritis. Insomnia kronis biasanya memerlukan intervensi psikiatrik atau medis (Stanley, 2007). 2.Hipersomnia Primer Insomnia melibatkan tidur yang tidak cukup, sedangkan hipersomnia adalah masalah terlalu banyak tidur. Banyak orang yang tidur sepanjang malam dan beberapa kali tidur di siang hari berikutnya (Durad & Barlow, 2007). Pasien dengan hipersomnia primer tidur selama 10-12 jam pada malam hari dan tampak mengantuk dan tidur disiang hari. Hipersomnia sering kali mulai pada usia remaja akhir, hasil pemeriksaan poligrafik khas, tidak normal. Terdapat pada sekitar 1%2% populasi. Tidur sering kali merupakan suatu bentuk pelarian stres. Depresi juga dapat timbul, tetapi tidak khas, tidak seperti depresi yang terdapat pada hipersomnia yang berhubungan dengan gangguan mental lainnya (Tomb, 2003).
Universitas Sumatra Utara
3.Narkolepsi Narkolepsi merupakan suatu gangguan yang lama/kronis (syarat minimum untuk mendiagnosis adalah 3 bulan) dari suatu episode tidur disiang hari yang singkat, sering dan menyegarkan, dan biasanya timbul menjelang pubertas, mempunyai komponen genetik (10% pada keturunan pertama, 90-100% mempunyai antigen histokompatibilitas yang spesifik HLA, mempunyai frekuensi sekitar 1 dalam 2000 (0,05%), dan mempunyai gejala sebagai berikut : a. Serangan tidur Di siang hari, pasien tertidur dalam detik atau menit (aktivitas REM pada EEG) di siang hari walaupun berusaha untuk tetap sadar. Biasanya pasien tertidur selama 10-30 menit dan bangun dengan perasaan segar, dan serangan ini dapat terjadi satu kali sampai selusin episode dalam sehari. Serangan paling sering terjadi pada saat pasien dalam keadaan tenang (slow times), tetapi dapat pula terjadi ketika pasien dalam keadaan aktif dan sibuk dan kondisi ini dapat menimbulkan perasaan malu ataupun kondisi yang berbahaya (Tomb, 2003). b.Katapleksi Terjadi pada 70% pasien. Kehilangan tonus otot tiba-tiba, biasanya otot wajah atau leher, tetapi kadang-kadang dapat terjadi kolaps fisik yang menyeluruh, terutama dipicu oleh adanya emosi yang kuat (kemarahan, tertawa). Serangan biasanya bertahan sampai beberapa detik dan mungkin minggu berikutnya terjadi lagi. Pasien dalam keadaan sadar sepenuhnya (Tomb, 2003).
Universitas Sumatra Utara
c.Halusinasi hipnagogik Terjadi pada 30% pasien. Keadaan seperti mimpi dan sering mengalami halusinasi atau pengelihatan yang menakutkan (REM pada EEG) yang terjadi saat pasien tertidur (atau saat bangun hipnopomipik) (Tomb, 2003). d. Paralisis tidur Terjadi pada 25% pasien. Paralisis yang flaksid, menyeluruh, dan mengerikan yang berakhir dalam beberapa detik pada saat paseien sadar penuh, baik sedang dalam keadaan bangun ataupun sedang tertidur. Kondisi ini mungkin hilang secara spontan atau jika pasien disentuhatau namanya dipanggil (Tomb, 2003). 4. Apnea Apnea tidur adalah terhentinya pernapasan selama tidur. Gangguan ini diidentifikasi dengan gejala”mendengkur”, berhenti pernapasan minimal 10 detik, dan rasa kantuk di siang hari yang luar biasa. Selama tidur, pernapasan dapat berhenti paling banyak 300 kali, dan episode apnea dapat berakhir dari 10 sampai 90 detik. Pria dewasa dengan riwayat mendengkur yang keras dan intermiten, yang juga obesitas dengan leher yang pendek dan besar biasanya berisiko mengalami apnea tidur. Gejala apnea tidur antara lain adalahdengkuran yang keras dan periodik, aktifitas malam hari yang tidak biasa, seperti duduk tegak, berjalan dalam tidur, terjatuh dari tempat tidur, gangguan tidur dengan sering terbangun di malam hari (noctural waking), perubahan memori, depresi, rasa kantuk yang berlebihan di siang hari, nocturia, sakit kepala di pagi hari, ortopnea akibat apnea tidur(Stanley, 2007)
Universitas Sumatra Utara
Ada 3 macam apnea, masing-masing dengan penyebab, keluhan di siang hari dan penangananya yang berbeda, yaitu : a. Apnea yang obstruktif Apnea tidur obstruktif (Obstructive sleep apnea) terjadi bila aliran udara berhenti meskipun aktifitas sistem pernapasan sendiri terus berjalan. Penderita OSA dilaporkan mendengkur di malam
hari. Obesitas kadang-kadang
berhubungan dengan masalah ini, demikian juga umur. b.Sentral Apnea tidur sentral (central sleep apnea) melibatkan penghentian aktifitas bernapas secara total selama jangka waktu pendek dan sering kali berhubungan dengan gangguan sistem saraf pusat tertentu seperti penyakit serebral vaskuler, trauma kepala, dan gangguan-gangguan degeneratif. c.Campuran Apnea tidur campuran (Mixed sleep apnea) adalah kombiasi antara apnea tidur obstruktif dan sentral. Semua kesulitan ini
menggangu tidur dan
menimbulkan gejala-gejala yang serupa dengan gejala-gejala insomnia (Durand & Barlow, 2007). 5. Gangguan Tidur Ritme Sirkadian Gangguan ini ditandai oleh tidur terusik (baik insomnia atau perasaan mengantuk yang eksesif di siang hari bolong) yang disebabkan oleh ketidakmampuan otak untuk mensinkronkan pola tidurnya dan pola malam yang berlaku saat ini. Kesinkronan dengan sirklus terjaga dan tidur yang normal menyebabkan tidur orang terinterupsi ketika mereka benar-benar berusaha untuk
Universitas Sumatra Utara
tidur dan merasa lelah di siang harinya. Ada beberapa tipe gangguan tidur ritme sirkadian diantaranya: a. Tipe jet lag Sesuai namanya, disebabkan oleh penyebrangan beberapa zona waktu dalam waktuyang relatif singkat. Orang-orang yang mengalami jet lag biasanya melaporkan kesulitan tidur di waktu yang tepat dan merasa kelelahan di siang harinya (Durand & Barlow, 2007). b. Tipe shift work Berhubungan dengan jadwal kerja. Banyak orang, seperti pegawai rumah sakit, polisi atau petugas gawat darurat, bekerja di malam hari atau harus bekerja pada jam-jam yang tidak teratur. Akibatnya, mereka mungkin mengalami masalah tidur atau mengalami perasaan mengantuk yang eksesif selama jam-jam terjaga. Orang dengan gangguan tidur ritme sirkadian memiliki resiko yang lebih besar untuk memiliki satu macam gangguan keperibadian atau lebih (Durand & Barlow, 2007). 2.5 Faktor-faktor Penyebab Gangguan Tidur Beberapa faktor yang menjadi penyebab gangguan tidur menurut beberapa ahli seperti Potter & Perry, 2010; Asmadi, 2008; dan Tarwanto & Wartonah, 2006 yaitu: 2.5.1 Obat dan substansi Kantuk, insomnia dan kelelahan sering terjadi sebagai akibat langsung dari obat umum yang diresepkan. Obat ini mengubah pola tidur dan menurunkan kewaspadaan di siang hari, yang kemudian menjadi masalah bagi individu. Lansia
Universitas Sumatra Utara
mengonsumsi berbagai obat untuk mengontrol atau mengobati penyakit kronik, dan efek gabungan beberapa obat bisa sangat menganggu tidur (Potter & Perry, 2010). Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek menyebabkan tidur, ada pula yang sebaliknya menggangu tidur. Misalnya, obat golongan amfetamin akan menurunkan tidur REM (Asmadi, 2008). 2.5.2 Gaya Hidup Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah orang dapat tidur dengan nyeyak. Sedangkan pada kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek (Asmadi, 2008). 2.5.3 Pola tidur yang lazim Kantuk patologis terjadi ketika individu perlu atau inginterjaga. Orang yang mengalami kurang tidur sementara sebagai hasil dari aktifitas malam yang aktif atau jadwal kerja yang diperpanjang, biasanya merasa mengantuk keesokan harinya. Kurang tidur yang kronik jauh lebih seram dari gangguan tidur sementara dan menyebabkan perubahan pada kemampuan untuk melakukan fungsinya (Potter & Perry, 2010). 2.5.4Stres emosional Stres emosional menyebabkan
seseorang menjadi tegang dan sering
menyebabkan frustasi ketika tidak dapat tidur. Stres juga menyebabkan seseorang berusaha terlalu keras untuk dapat tertidur, sering terbangun selama sirklus tidur, atau tidur terlalu lama. Klien yang berusia lebih tua lebih sering mengalami kehilangan yang mengarah ke stres emosional seperti depresi, gangguan fisik, atau kematian seseorang yang dicintai (Potter & Perry, 2010).
Universitas Sumatra Utara
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan paa frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan norefinefrin darah melalui sistem saraf simpatik. Zat ini mengurangi tahap IV NREM dan REM (Asmadi, 2008). 2.5.5 Lingkungan Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseorang untuk tidur. Pada lingkungan yang tenang memungkinkan seseorang dapat tidur nyeyak. Sebaliknya lingkungan yang ribut, bising, dan gaduh akan menghambat seseorang tidur (Asmadi, 2008). Ventilasi yang baik sangat penting untuk tidur nyenyak. Ukuran, kenyamanan, dan posisi tempat tidur yang mempengaruhi kualitas tidur. Tingkat cahaya mempengaruhi kemampuan seseorang untuk tidur. Beberapaklien memilih kamar yang gelap, sedangkan yang lain seperti anak-anak atau lansia, lebih menyukai cahaya lembut selama tidur. Klien juga mengalami kesulitan tidur berhubungan dengan suhu kamar (Potter & Perry, 2010). 2.5.6 Penyakit Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pasien dengan gangguan pernapasan seperti asma, bronkitis, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit pernafasan (Tarwanto & Wartonah, 2006).
Universitas Sumatra Utara
2.5.7
Diet Makanan yang banyak mengandung L-Trifton seperti keju, susu, daging,
dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya, minuman yang mengandung kafein maupun alkohol akan menganggu tidur (Asmadi, 2008).
Universitas Sumatra Utara