BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perilaku Asertif Perawat
2.1.1
Pengertian Perawat
Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam situasi yang menyangkut hubungan antarmanusia, terjadi proses interaksi serta saling mempengaruhi dan dapat memberikan dampak terhadap tiap-tiap individu yang bersangkutan. Keperawatan sebagai suatu pelayanan professional bertujuan untuk tercapainya kesejahteraan manusia.
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, seorang perawat harus mengambil keputusan dalam pelayanan keperawatan klien, berdasarkan pertimbangan dan kemampuan penalaran ilmiah dan penalaran etika. Perawat juga meyakini bahwa klien mempunyai harga diri, martabat, dan otonomi, dan integritas perawat harus dipertahankan dalam memberikan pelayanan/asuhan keperawatan (Mimin, 2004).
2.1.2
Pengertian Asertif
Perilaku asertif adalah perilaku antar perorangan (interpersonal) yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan, ditandai oleh kesesuaian sosial dan seseorang yang berperilaku asertif mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain. (Gunarsa, 2007).
9
10
Menurut Johnson, dkk (2005) perilaku asertif adalah keterbukaan, kejujuran, pengungkapan pendapat anda yang empatik, keinginan dan perasaan. Keasertifan bukan akuisisi magis tetapi keterampilan perilaku yang dapat dipelajari. Individu asertif tidak membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari mereka dan karenanya mereka tidak akan menjadi korban. Perilaku asertif tidak mendominasi tetapi tetap terkontrol dan tidak agresif. Indifidu asertif: tidak menyakiti orang lain, tidak menunggu sesuatu menjadi lebih baik, tidak mengorbankan orang lain, mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian, hasrat dan perasaan, mengambil inisiatif untuk membuat hubungan lebih baik, tetap terkontrol atau menggunakan sikap diam secara alternatif, memeriksa semua risiko yang terlibat sebelum menuntut dan memeriksa tanggung jawab pribadi pada setiap situasi sebelum menuntut.
Menurut Okuyama, Wagner, & Bijnen (2014) perilaku asertif mengekpresikan pikiran dan perasaan tanpa menyangkal kebenaran dari orang lain. Kemampuan perawat dapat menjadi asertif ketika mereka tidak pasti terhadap suatu prosedur medis, pengobatan terhadap pasien, atau perjalanan penyakit pasien dapat menjadi kunci untuk dapat mengurangi resiko terhadap medical error yang bisa terjadi. Orang yang berperilaku asertif memberitahukan orang lain apa yang mereka butuhkan dan rasakan, dan mengkomunikasikan pesan secara efektif tanpa menyebabkan orang lain tersinggung. Ketika perawat berperilaku asertif, mereka lebih cenderung untuk memberikan pasien perawatan yang tepat, dan dengan berbuat demikian, meningkatkan kualitas perawatan pasien.
11
Menurut Zeiler, K. A. (2010), perilaku manusia terbagi atas 3 bagian, yaitu: a.
Agresif
Agresif adalah bentuk perilaku yang diarahkan untuk tujuan menyakiti atau melukai hidup orang lain. Gaya agresif ditandai dengan tuduhan, nada marah, agresif, intoleransi, dan fokus pada “saya menang, anda kalah”. Mereka mengasah keterampilan mereka dan menargetkan orang-orang tertentu untuk dimangsa. Perilaku agresif dapat mempertahankan haknya, tetapi dalam proses melanggar hak orang lain, orang agresif mendominasi, meremehkan, dan menyakiti orang lain. Orang agresif akan mengabaikan perasaan anda, membuat pilihan terhadap anda sendiri, dan menjadi bermusuhan serta defensive. b.
Pasif
Perilaku pasif adalah mengungkapkan perasaan dengan cara tidak langsung dan sering dengan hambatan cara, bukan secara terbuka dalam mengungkapkan sesuatu. Orang yang pasif berperilaku diluar pemikiran dan sarkasme.Perilaku pasif meliputi rasa takut, menahan diri, dan takut ditolak.Orang pasif cenderung bermusuhan terus mendalam dan memiliki dendam membara. Perilaku pasif biasanya menyangkal perasaan dan pendapat-pendapat, membiarkan orang lain mengambil alih terhadap dirinya. c.
Asertif
Perilaku asertif memiliki pendirian terhadap diri mereka sendiri. Mereka tidak harus berlaku kasar, tidak sopan atau tidak menyenangkan untuk membuat mereka dikenal orang lain. Orang asertif tahu apa yang mereka ingin orang-orang tidak menyalahkan orang lain. Mereka menawarkan saran, ide-ide, bukan nasihat.
12
Mereka membedakan fakta dari fiksi dan mampu memberikan dan menerima umpan balik.
2.1.3
Komponen Asertif
Menurut Eisler, Miller & Hersen, Johnson & Pinkton dalam Jurnal Psikologi (2005), beberapa komponen dari perilaku asertif, antara lain adalah: 1.
Compliance
Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat dengan orang lain. Perlu ditekankan disini adalah keberanian seseorang untuk mengatakan “tidak” pada orang lain jika memang itu tidak sesuai dengan keinginannya. 2.
Duration of Replay
Merupakan lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang dikehendakinya, dengan menerangkannnya pada orang lain. Orang dengan tingkat asertifnya yang tinggi memberikan respon yang lebih lama (dalam arti lamanya) waktu yang digunakan untuk berbicara) dari pada orang yang tingkat asertifnya rendah. 3.
Loudness
Berbicara dengan lebih keras biasanya lebih asertif, selama seseorang itu tidak berteriak. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan cara yang terbaik dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain.
13
4.
Request for New Behaviour
Meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain, mengungkapkan tentang fakta ataupun perasaan dalam memberikan saran pada orang lain, dengan tujuan agar situasi berubah sesuai dengan yang kita inginkan. 5.
Affect
Afek berarti emosi; ketika seseorang berbicara dalam keadaan emosi maka intonasi suaranya akan meninggi. Pesan yang disampaikan akan lebih asertif jika seseorang berbicara dengan fluktuasi yang sedang dan tidak berupa respons yang monoton ataupun respon yang emosional. 6.
Latency of Response
Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita untuk memulai berbicara. Kenyataannya bahwa adanya sedikit jeda sesaat sebelum menjawab secara umum lebih asertif daripada yang tidak terdapat jeda. 7.
Non Verbal Behaviour
Komponen-komponen non verbal dari asertivitas antara lain: a.
Kontak Mata
Secara umum, jika kita memandang orang yang kita ajak bicara maka akan membantu dalam penyampaian pesan dan juga akan meningkatkan efektivitas pesan. Akan tetapi jangan pula sampai terlalu membelalak ataupun juga menundukkan kepala. b.
Ekspresi Mata
Perilaku asertif yang efektif membutuhkan ekspresi wajah yang sesuai dengan pesan yang disampaikan. Misalnya, pesan kemarahan akan disampaikan secara
14
langsung tanpa senyuman, ataupun pada saat gembira tunjukkan dengan wajah senang. c.
Jarak fisik
Sebaiknya berdiri atau duduk dengan jarak yang sewajarnya. Jika kita terlalu dekat dapat menggganggu orang lain dan terlihat seperti menantang, sementara terlalu jauh akan membuat orang lain susah untuk menangkap apa maksud dari perkataan kita. d.
Sikap Badan
Sikap badan yang tegak ketika berhadapan dengan orang lain akan membuat pesan lebih asertif. Sementara sikap badan yang tidak tegak dan terlihat bermalasmalasan akan membuat orang lain menilai kita mudah mundur atau melarikan diri dari masalah. e.
Isyarat Tubuh
Pemberian isyarat tubuh dengan gerakan tubuh yang sesuai dapat menambah keterbukaan, rasa percaya diri dan memberikan penekanan pada apa yang kita katakana, misalnya dengan mengarahkan tangan keluar. Sementara yang lain dapat mengurangi, seperti menggaruk leher, dan menggosok-gosok mata.
2.1.4
Unsur-unsur Perilaku Asertif
Menurut Nasir, dkk (2009), munculnya perilaku asertif karena adanya unsurunsur, antara lain:
15
1.
Kejujuran (Honesty)
Perilaku asertif akan sulit diwujudkan jika sesorang tidak jujur karena dengan kejujuran, orang lain akan mengerti, memahami, dan menghormati apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang yang bersangkutan. 2.
Tanggung Jawab (Responsibility)
Hal ini berarti seseorang bertanggung jawab atas pilihan-pilihan atau keputusannya tanpa menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada dirinya. Dengan rasa tanggung jawab terhadap apa yang akan terjadi pada dirinya, maka ia akan dapat merubah hal-hal yang tidak diinginkannya. 3.
Kesadaran (Self-awareness)
Ketika seorang akan belajar asertif, sebelumnya ia harus lebih dahulu mengenal dirinya sendiri, agar lebih memperhatikan perilaku dan memikirkan cara-cara yang diinginkannya. 4.
Percaya diri (self confident)
Percaya diri adalah sebagai salah satu keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan. Seseorang yang memilki rasa percaya diri yang rendah akan menghambat perilaku asertifnya karena ada perasaan atau anggapan bahwa hal-hal yang negatif akan terjadi jika ia melakukan sesuatu sehingga tidak yakin bahwa perilaku tersebut justru akan membawa pada perubahan yang positif.
16
2.1.5
Keterampilan Bersikap Asertif
Untuk mengubah perilaku negatif, pertama-tama anda harus menyadari bahwa apa yang anda lakukan sebenarnya tidak diinginkan, dan pada kenyataannya, hanya akan menimbulkan stress. Dari berbagai lokakarya mengenai pelatihan sikap asertif, dihasilkan beberapa keterampilan yang dapat kita gunakan dalam perilaku kita sehari-hari agar dapat mengurangi peluang terjadinya stress dan, disaat yang sama, memperkuat harga diri (National Safety Council, 2004).
Sebagai penangkal terhadap rasa takut, malu, kepasifan, bahkan kemarahan, perilaku asertif perlu dilatihkan. Berdasarkan penelitiannya Schimmel (Dharma 2008:32) menyatakan bahwa beberapa jenis perilaku asertif yang perlu dilatih terutama adalah: 1.
Berani
mengemukakan
pendapat,
permintaan,
kesukaan,
dsb,
yang
menjadikan seseorang dihargai sebagai manusia yang sederajat dengan manusia lain. 2.
Mengekspresikan
emosi-emosi
negatif
(keluhan,
kebencian,
kritik,
ketidaksetujuan, intimidasi, kebutuhan untuk dibiarkan sendirian) dan menolak permintaan. 3.
Memperlihatkan emosi-emosi positif (senang, menghargai, menyukai seseorang, merasa tertarik), memberikan pujian, dan menerima pujian dengan mengucapkan “terimakasih”.
4.
Bertanya “mengapa” tentang pemegang kekuasaan dan tradisi, bukan untuk memberontak, tapi meminta tanggung jawab, sebagai bentuk pernyataan
17
kepedulian untuk mengendalikan situasi dan mengubah sesuatu menjadi lebih baik. 5.
Memulai, melaksanakan, mengubah, atau menghentikan percakapan secara menyenangkan, berbagi perasaan, pendapat, dan pengalaman dengan orang lain.
6.
Mengatasi ketersinggungan sebelum kemarahan semakin meningkat dan meledak menjadi agresif.
Untuk melatih perilaku asertif diatas, ada dua tahap yang perlu dilakukan, yaitu: 1.
Kenali dan sadari dimana perubahan perlu dilakukan dan yakinlah dengan
hak anda. Beberapa dari kita masih memiliki kelemahan untuk berkata “tidak” terhadap teman yang meminta bantuan, kita tidak bisa menerima atau memberikan pujian, kita tidak menguasai kehidupan kita, kita tidak berani berbicara di depan forum tentang ketidaksetujuan kita, kita malu meminta tolong, kita takut membuat orang lain merasa terhina, dsb. Tanyakan pada diri sendiri, maukah kita terus menerus dalam kelemahan ini? Selain itu, pertimbangkan pula, “dari mana nilai-nilai yang anda miliki berasal”. Pada masa kecil, kita biasa dijejali dengan aturan-aturan “jangan emosional, jangan berbuat salah, jangan mementingkan diri sendiri, jangan bilang pada orang lain kalau kita tidak menyukainya, jangan membantah”, dan bayak lagi aturan lain yang berlawanan dengan apa yang kita inginkan. Aturan-aturan tersebut
18
menjadikan anak bahkan setelah dewasa menjadi seorang yang selalu tunduk (submisif). Sadari pula, betapa perilaku asertif akan membawa kita menjadi seseorang yang menghargai diri sendiri dan bahagia, dan disisi lain, betapa ketidaknyamanan diri kita menjadi seseorang yang non asertif, misalnya: 1) kita menipu diri sendiri dan kehilangan harga diri karena didominasi orang lain dan tidak bisa melakukan perubahan, 2) kita dituntut untuk tidak jujur, menyangkal perasaan yang sebenarnya, 3) ketidaksetaraan dan submisif mengancam, jika tidak merusak, rasa cinta dan penghargaan, 4) hubungan yang terjalin dengan orang lain didasarkan pada keberadaan kita sebagai “budak”, “yes man”, “pelayan”, 5) karena harus menutupi perasaan yang sesungguhnya, maka kita harus selalu melakukan manipulasi untuk mendapatkan apa yang kita butuhkan, dan ini menciptakan kebencian, 6) ketundukan kita membuat penindasan terhadap kita makin menjadijadi. Kesadaran tentang kelemahan, ke-submisifan, dan ketidaknyamanan akibat nonasertif akan mendorong kita untuk mau mengubah diri menjadi seseorang yang asertif. 2.
Perhitungkan cara-cara yang sesuai untuk menyatakan diri sendiri dalam
setiap situasi khusus berkaitan dengan diri anda. Ada banyak cara untuk mencari respons-respons asertif yang efektif, bijaksana, dan adil yaitu dengan mengamati model/contoh yang baik.
19
2.1.6
Manfaat Perilaku Asertif
Menurut Nasir, dkk. (2009), Asertif memiliki manfaat sebagai berikut: 1.
Meningkatkan self esteem dan percaya diri dalam mengekspresikan diri sendiri.
2.
Dapat bernegosiasi lebih produktif dengan orang lain.
3.
Dapat mengubah situasi kerja yang negatif menjadi positif.
4.
Mengingkatkan hubungan antarmanusia pada pekerjaan dan mengurangi kesalahpahaman.
5.
Meningkatkan pengembangan diri dan kepuasan diri pada pekerjaan/karir sesuai dengan kebutuhan, gaya dan kemampuan.
6.
Mampu membuat keputusan dan lebih mempunyai peluang mendapatkan apa yang dicari dalam hidup.
Komunikasi asertif dapat dipergunakan dalam interaksi interpersonal baik formal maupun informal. Asertifitas apabila digunakan secara benar dan tepat dapat membantu tercapainya tujuan individu atau kelompok secara efektif dan efisien.
2.2
Kepuasan
2.2.1
Pengertian Kepuasan
Kepuasan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk jasa.
20
Menurut Rangkuti (2006) Kepuasan adalah tingkat perasaan senang atau kecewa seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapan. Jadi tingkat kepuasan pasien merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja melebihi harapan atau sesuai dengan harapan yang diinginkan, pelanggan akan sangat puas.
Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan apa yang disebut diatas, pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai berikut: merupakan suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2007).
2.2.2
Prinsip Kepuasan
Bisnis jasa merupakan aktifitas pelayanan kesehatan kepada pasien di rumah sakit pada dasarnya bertujuan untuk memberikan kepuasan yang seutuhnya kepada pengguna jasa tersebut. Untuk bisa memberikan kepuasan yang seutuhnya kepada pengguna jasa tersebut. Untuk bisa memberikan kepuasan yang optimal kepada pelanggan (costumer satisfaction) ada 10 prinsip kepuasan pelanggan yang bisa dijadikan pedoman (Sarwono, 2004) yaitu:
21
1.
Memulai dengan percaya kepada pentingnya kepuasan pelanggan.
2.
Memilih pelanggan yang tepat dalam membantu kepuasan pelanggan.
3.
Memahami harapan pelanggan merupakan kunci dalam meningkatkan kepuasan pelanggan.
4.
Mencari faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.
5.
Faktor emosional mempengaruhi kepuasan pelanggan.
6.
Pelanggan yang mengadu pada perusahaan merupakan pelanggan yang setia terhadap perusahaan tersebut.
7.
Memberikan garansi akan meningkatkan kepuasan terhadap pelanggan secara cepat.
8.
Mendengarkan suara pelanggan dengan cara melakukan riset kepuasan pelanggan.
9.
Karyawan memilki peranan besar dalam menentukan kepuasan pelanggan.
10. Kepemimpinan merupakan teladan dalam kepuasan pelanggan.
2.2.3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan antara lain (Muninjaya, 2004) yaitu: 1.
Aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah high personal contact.
2.
Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien.
22
3.
Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral hazard bagi pasien dan keluarga.
4.
Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan (tangibility).
5.
Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance).
6.
Kehandalan
dan
keterampilan
(reability)
petugas
kesehatan
dalam
memberikan perawatan. 7.
Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness).
2.2.4
Parameter Tingkat Kepuasan
Tingkat kepuasan pasien sangat erat dengan mutu produk dan jasa. Puas tidak puas tergantung pada seberapa jauh suatu produk/jasa dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.Akhir-akhir ini terjadi kecenderungan untuk menggunakan ukuran yang subjektif sebagai indikator mutu. Salah satu cara untuk mengukur sikap pelanggan terhadap parameter tingkat kepuasan adalah dengan menggunakan kuisioner. Perlu disebut disini, bahwa penggunaan kuesioner kepuasan pelanggan, kelihatannya paling tepat untuk perusahaan jasa seperti pelayanan kesehatan khususnya keperawatan. Sedangkan menurut Nursalam (2014) kepuasan pasien dapat dipengaruhi oleh sarana dan prasarana kesehatan, pelayanan medis dan pelayanan keperawatan yang meliputi: kenyataan, kepercayaan, tanggung jawab, jaminan dan empati.
23
Didalam pelayanan keperawatan ada parameter tingkat kepuasan pasien seperti yang dikutip oleh Nursalam (2014) dari Depkes RI (1995), sebagai berikut: perawat memperkenalkan diri, bersikap sopan dan ramah, menjelaskan peraturan di RS, menjelaskan fasilitas yang tersedia di RS, menjelaskan penyakit atau masalah yang dialami, menjelaskan perawat yang bertanggung jawab setiap pergantian dinas, mendengarkan dan memperhatikan setiap keluhan pasien, menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan kepada pasien (tujuan dan manfaat, prosedur, akibat atau resiko samping, alternatif tindakan), menjaga kebersihan lingkungan (ruang, WC), menjaga kebersihan alat tenun dan peralatan perawatan lainnya, membantu memenuhi kebutuhan perawatan diri pasien (makan,
minum,
mandi
atau
kebersihan
diri,
berpakaian,
eliminasi),
mengobservasi keadaan pasien secara teratur (sesuai kebutuhan pasien), dan melaksanakan tindakan sesuai standar dan etika keperawatan.
2.2.5
Cara Mengukur Kepuasan Pelanggan
Dalam pengukuran tingkat kepuasan pasien melalui survey kepuasan dengan menggunakan kuesioner untuk bisa menggali informasi secara tepat harus ditentukan terlebih dahulu butir-butir kepuasan (item satisfaction) pasien itu sendiri berdasarkan lima dimensi mutu menurut Muninjaya (2004), yang merupakan pengembangan dari Supranto (2001), yaitu: 1.
Keandalan (reliability) a. Prosedur penerimaan pasien dilakukan dengan cepat. b. Pemeriksaan dan perawatan dilakukan dengan cepat.
24
c. Jadwal pelayanan dijalankan dengan tepat waktu. d. Prosedur pelayanan tidak berbelit-belit. 2.
Daya tanggap (responsiveness) a. Dokter cepat tanggap dalam menangani keluhan pasien. b. Perawat cepat tanggap dalam menangani keluhan pasien. c. Tenaga medis dan non medis memberikan informasi dengan jelas dan mudah dimengerti. d. Tindakan diberikan dengan cepat saat pasien membutuhkan.
3.
Jaminan (assurance) a. Pengetahuan dan kemampuan dokter menetapkan penyakit pasien. b. Keterampilan dokter dan perawat dalam melaksanakan tugasnya. c. Keterampilan perawat dan petugas kesehatan lainnya dalam melaksanakan tugasnya. d. Pelayanan diberikan secara sopan dan ramah. e. Jaminan keamanan pelayanan dan kepercayaan terhadap pelayanan yang diberikan oleh semua petugas kesehatan.
4.
Empati (emphaty) a. Petugas kesehatan memberikan perhatian khusus kepada setiap pasien. b. Petugas kesehatan menaggapi keluhan pasien dan keluarganya. c. Petugas memberikan pelayanan kepada semua pasien secara adil tanpa memandang status sosial dan ekonomi.
5.
Bentuk Fisik (tangibles) a. Kebersihan, kerapian, kenyamanan, dan keamanan ruangan.
25
b. Penataan interior dan eksterior. c. Kelengkapan, kesiapan dan kebersihan alat yang dipakai. d. Penampilan petugas bersih dan rapi.
Nursalam (2014), menyebutkan butir-butir dimensi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan perawat, antara lain: 1.
Dimensi kenyataan (tangibles) a. Informasi tentang tarif, sudah diberitahukan dengan jelas oleh petugas perawat. b. Prosedur pelayanan perawat bagi pasien rawat inap sudah ditetapkan dengan baik. c. Perawat menjaga agar kondisi ruangan selalu bersih. d. Perawat menjaga agar kondisi peralatan yang digunakan selalu bersih. e. Perawat menciptakan agar kondisi kamar mandi dan WC bersih.
2.
Dimensi kepercayaan (reliability) a. Anda percaya bahwa perawat yang merawat anda mampu menangani kasus saudara dengan tepat. b. Secara keseluruhan pelayanan keperawatan pasien di rumah sakit ini baik. c. Perawat memberitahukan dengan jelas suatu hal yang harus di patuhi oleh pasien tentang anjuran dalam perawatan. d. Perawat mampu menangani masalah perawatan pasien dengan tepat dan professional.
26
e. Perawat memberitahukan dengan jelas sesuatu hal yang dilarang demi perawatan pasien. f. Perawatan sudah diupayakan agar pasien merasa puas selama dirawat. 3.
Dimensi tanggung jawab (responsiveness) a. Begitu anda sampai di RS ini sebagi pasien rawat inap, perawat segera menangani anda. b. Perawat membantu anda untuk memperoleh obat. c. Perawat membantu anda untuk pelayanan foto (radiologi) di RS ini. d. Perawat membantu anda dalam pelayanan laboratorium di RS ini.
4.
Dimensi Jaminan(assurance) a. Pelayanan perawat membuat keluhan anda semakin berkurang. b. Pelayanan perawatan pasien sudah memenuhi standar asuhan keperawatan. c. Perawat di ruang rawat inap ini sudah Profesional.
5.
Dimensi empati (emphaty ) a. Perawat membantu pasien pada waktu BAB (Buang Air Besar). b. Perawat membantu pasien pada waktu BAK (Buang Air Kecil). c. Perhatian yang cukup tinggi kepada pasien selalu diberikan oleh perawat. d. Perawat selalu berusaha agar pasien merasa puas dengan kepedulian yang baik. e. Perawat merawat pasien dengan penuh kesabaran.
Kepuasan pasien atau konsumen berdasarkan teori-teori diatas tidak hanya dipengaruhi oleh jasa yang dihasilkan oleh suatu rumah sakit semata, tetapi juga dipengaruhi oleh pelayanan yang diberikan oleh petugas rumah sakit baik dokter,
27
perawat, dan karyawan lainnya, dimana pemberian informasi merupakan hal yang penting dalam memberikan pelayanan.
2.3
Hubungan Perilaku Asertif Perawat dengan Kepuasan Pasien
Jaya, P & Suratmi (2014) dalam penelitiannya mendapatkan ada hubungan yang signifikan antara perilaku sertif perawat dengan kepuasan pasien rawat inap.Interaksi antara perawat dan pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien diperlukan suatu komunikasi yang efektif. Banyak cara komunikasi yang dipilih untuk masing-masing orang, salah satunya adalah berkomunikasi dengan asertif. Dilihat dari segi komunikasi, jika perawat dalam memberikan asuhan keperawatan menyampaikan masalah yang diderita pasien tentang penyakitnya yang dialami pasien dengan komunikasi yang baik, maka akan berdampak pada tingkat kepuasan pasien, karena pasien akan merasa harga dirinya dihargai dalam proses keperawatan. Dalam memberikan informasi kesehatan kepada pasien, perawat harus menjelaskan tentang informasi yang selengkapnya terkait dengan masalah kesehatan pasien, maka hal tersebut dapat meningkatkan kepuasan pasien dalam menerima pelayanan kesehatan sehingga kualitas pelayanan kesehatan semakin meningkat.