BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kinerja 2.1.1. Kinerja Pegawai Seseorang akan selalu mendambakan penghargaan terhadap hasil pekerjaanya dan mengharapkan imbalan yang adil. Penilaiaan kinerja perlu dilakukan subyektif mungkin karena akan memotivasi pegawai dalam melakukan kegiatannya. Disamping itu pula penilaan kinerja dapat memberikan informasi untuk kepentingan pemberian gaji, promosi dan melihat perilaku pegawai. Berbagai macam jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai tentunya membutuhkan kriteria yang jelas, karena masingmasing jenis pekerjaan tentunya mempunyai standar yang berbeda-beda tentang pencapaian hasilnya. Mangkunegara (2006) menyatakan kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan pegawai dan kinerja organisasi. Bernardin (2003), mengartikan kinerja sebagai suatu catatan perolehan yang dihasilkan dari tertentu dan kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. Sehingga apabila prestasi kerja atau produktivitas kerja pegawai setelah mengikuti pengembangan, baik kualitas maupun kuantitas kerjanya meningkat, fungsi suatu
13
pekerjaan maka berarti metode pengembangan yang ditetapkan cukup baik (Hasibuan, 2007). Jusi dalam Moeljono (2003), beberapa indikator kinerja yang berdasarkan produktivitas pelayanan nasabah adalah berupa etos kerja, keselarasan dengan nasabah, kemampuan penanganan masalah yang dihadapi nasabah, kepuasan nasabah, perhatian organisasi terhadap pegawai yang cakap/mampu dan dapat diberdayakan (empowered), serta upaya peningkatan mutu, jasa dan proses yang dilakukan oleh organisasi. Menurut Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1979, Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) meliputi unsur-unsur sebagai berikut a) Kesetiaan, b) Prestasi kerja, c) Tanggung jawab, d) Ketaatan, e) Kejujuran, f) Kerjasama, g) Prakarsa dan h) Kepemimpinan 2.1.2. Penilaian Kinerja Pegawai Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Penilaian kinerja merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai kualitas kerja personel dan usaha untuk mempertinggi kerja personel dalam organisasi. Penilaian kinerja adalah proses penelusuran kegiatan pribadi personel pada masa tertentu yang menilai hasil karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem manajemen (Prihadi, 2004). Beberapa syarat indikator kinerja menurut Adisasmita (2011) antara lain: spesifik, dan jelas sehingga tidak memungkinkan kesalahan interpretasi, dapat diukur secara objektif, relevan dengan aspsek-aspek kegiatan, dapat dicapai (realitas, penting
dan berguna), fleksibel dan sensitif terhadap perubahan/penyesuaian dan efektif. Dalam
sistem
akuntabilitas
kinerja
instansi
pemerintah,
indikator
kinerja
dikelompokkan ke dalam enam kelompok indikator kinerja yaitu inputs (masukan), process (proses), output (keluaran), outcome (hasil), benefits (manfaat) dan impacts (dampak). Organisasi swasta yang bertujuan untuk menghasilkan keuntungan dan barang yang dihasilkan, atau mampu memproduksi barang untuk menghasilkan keuntungan. Sementara itu indikator yang sering digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik seperti work lood/demain, economy, efficency, effectiveness dan equaly (Keban, 1995) dan productivity (Perry, 1990 dalam Dwiyanto, 1995). Kumorotomo (1995) menambahkan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja pelayanan publik, antara lain: efisensi, efektivitas, keadilan, dan daya tanggap. Proses manajemen kinerja pelayanan publik tidak terlepas dari dimensi seperti akuntabilitas, efisiensi, efektivitas, responsivitas maupun responsibilitas. Berbagai literatur yang membahas kinerja organisasi pada dasarnya memiliki kesamaan substansi yakni untuk melihat seberapa jauh tingkat pencapaian hasil yang telah dilakukan oleh birokrasi pelayanan. Kinerja itu merupakan suatu konsep yang disusun dari berbagai indikator yang sangat bervariasi sesuai dengan fokus dari konteks penggunaannya. 2.1.4.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Pegawai Gibson
(2003)
menyatakan
terdapat
tiga
kelompok
variabel
yang
mempengaruhi kinerja dan perilaku yaitu: (1) variabel individu, yang meliputi
kemampuan dan ketrampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur dan jenis kelamin, asal usul dan sebagainya. Kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu, sedangkan demografi mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan kinerja, (2) variabel organisasi, yakni sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan, (3) variabel psikologis, yakni persepsi, sikap, kepribadian, belajar, kepuasan kerja dan motivasi. Persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek dan sulit diukur serta kesempatan tentang pengertiannya sukar dicapai, karena seseorang individu masuk dan bergabung ke dalam suatu organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang, budaya dan ketrampilan yang berbeda satu sama lainnya. Uraian dari variabel kinerja dapat dilihat sebagai berikut: 1. Tanggungjawab adalah kesanggupan seorang petugas dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya (Murlis, 2006). 2. Inisiatif adalah prakarsa atau kemampuan seorang petugas untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan suatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan, (Steers, 2005).
3. Jumlah pekerjaan, variabel ini berkembang berdasarkan kenyataan bahwa pekerjaan itu berbeda-beda satu sama lain dimana beberapa diantaranya lebih menarik dan menantang dibanding lainnya. Menurut Muchlas (2006) terdapat 3 macam teori yang mendukung teori karakteristik pekerjaan ini antara lain: 1. Persyaratan tugas: model karakteristik pekerjaan dan ciri persyaratan tugas dalam organisasi itu. 2. Jumlah produk yang dihasilkan dalam waktu tertentu dibandingkan dengan hasil yang seharusnya dicapai sesuai standar atau dibandingkan dengan hasil pekerjaan orang lain. 3. Penilaian jumlah pekerjaan dilakukan menggunakan indikator: umpan balik dari rekan, atasan, bawahan, orientasi waktu dan menghargai produk dengan insentif yang sewajarnya. 4. Pemenuhan standar kerja: Brocklesby, J. And Cummings yang dikutip dalam Eriyatno (2006) menyebutkan pemenuhan standar kerja merupakan proses menghasilkan suatu kegiatan yang berjalan sempurna, seluruh pekerjaan dilaksanakan secara rapi, sempurna, dapat diterapkan dan akurat. Indikator yang dapat dipakai untuk menilai pemenuhan standar kerja dapat dinilai dari mutu pekerjaan dengan cara: selalu menganalisis data, persiapan diri dalam bekerja, motivasi pengembangan diri, patuh pada standar kerja yang ditetapkan, rapi, tertib, tidak menghindari umpan balik, puas dengan perencanaan yang dapat dikerjakan dan berusaha menjadi yang terbaik.
Prawirosentono (1999), faktor-faktor yang memengaruhi kinerja pegawai adalah sebagai berikut: a. Efektivitas dan Efisiensi Dalam hubungan dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Masalahnya adalah bagaimana proses terjadinya efektivitas dan efisiensi organisasi. Dikatakan efektif bila mencapai tujuan, dikatakan efisiensi bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak. Artinya, efektivitas dari kelompok (organisasi) bila tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efisiensi berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Agar tercapai tujuan yang diinginkan organisasi, salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah hal yang berkaitan dengan wewenang dan tanggungjawab para peserta yang mendukung organisasi tersebut. b. Otoritas dan Tanggungjawab Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggungjawab telah didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang tindih tugas. Masing-masing pegawai yang ada
dalam
organisasi
mengetahui
apa
yang
menjadi
haknya
dan
tanggungjawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kejelasan dan wewenang dan tanggungjawab setiap orang dalam suatu organisasi akan mendukung kinerja pegawai tersebut. Kinerja pegawai akan dapat terwujud bila
pegawai mempunyai komitmen dengan organisasinya dan ditunjang dengan disiplin kerja yang tinggi. c. Disiplin Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri pegawai terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara perusahaan dan pegawai. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam perusahaan itu diabaikan atau sering dilanggar, maka pegawai mempunyai disiplin yang buruk. Sebaliknya, bila pegawai tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya disiplin yang baik. Disiplin juga berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar. Dalam hal seorang pegawai melanggar peraturan yang berlaku dalam organisasi, maka pegawai bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang telah disepakati. Masalah disiplin para pegawai yang ada di dalam organisasi baik atasan maupun bawahan akan memberi corak terhadap kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai, apabila kinerja individu maupun kinerja kelompok ditingkatkan. Untuk itu diperlukan inisiatif dari para pegawai dalam melaksanakan tugas. d. Inisiatif Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Setiap inisiatif
sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan positif dari atasan, kalau memang individu atasan yang baik. Bernadin dan Russel mengajukan enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja yaitu: a. Quality merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan. b. Quantity merupakan jumlah yang dihasilkan misalnya jumlah rupiah, unit, dan siklus kegiatan yang dilakukan. c. Timeliness merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memerhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan orang lain. d. Cost effectiveness merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi dan material) dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya. e. Need for supervision merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang diinginkan. f. Interpersonal impact merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik dan kerjasama diantara rekan kerja dan bawahan (Sutrisno, 2010).
2.2. Rumah Sakit BLUD RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan (Siregar, 2004). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan pemerintah khususnya berkaitan dengan masalah kesehatan dan mengkoordinir secara komprehensif seluruh aspek kegiatan pelayanan kesehatan yang meliputi aspek kesiapan tenaga, kinerja, mutu pelayanan, dan peningkatan kualitas laporan. 1. Bagian Tata Usaha Melakukan pembinaan dan pengelolaan administrasi umum dan perlengkapan, keuangan, kepegawaian, penataan arsip organisasi dan tata laksana, hubungan masyarakat dan koordinasi penyusunan perencanaan strategis, program kerja evaluasi dan laporan serta pelayanan administrasi kepada seluruh unit kerja.
Dalam melaksanakan tugasnya kepala Bagian Tata Usaha dibantu oleh Subbag Umum dan Kepegawaian, Subbag Keuangan dan Subbag Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan. a. Subbag Umum dan Kepegawaian Melaksanakan
pengelolaan
dan
pelayanan
administrasi
umum
dan
perlengkapan seluruh kerja. b. Subbag Keuangan Melaksanakan pengelolaan dan pelayanan administrasi keuangan seluruh unit kerja. c. Subbag Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Mengumpulkan bahan dan mengkoordinasikan penyusunan program kerja, analisa evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan di rumah sakit. 2. Bidang Pelayanan Medis, mempunyai tugas a. Melaksanakan pelayanan rujukan b. Melaksanakan pemantauan, pengawasan dan penilaian penggunaan fasilitas dan kegiatan pelayanan medis. c. Menyusun kebutuhan alat-alat serta fasilitas pelayanan medis dan perawatan medis. d. Melaksanakan pelayanan pengawasan dan pengendalian penerimaan dan pemulangan pasien. e. Melaksanakan penyiapan logistik medis, keperawatan dan non medis.
f. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnnya yang diberikan oleh direktur sesuai dengan bidang tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya kepala Bidang Pelayanan Medis dibantu oleh Seksi Pelayanan Medis Rawat Jalan dan Rawat Inap, Seksi Pelayanan Medis Rawat Darurat, Intensif dan Bedah Central. 3. Bidang Keperawatan, mempunyai tugas: a. Menyelenggarakan
bimbingan
pelaksanaan
asuhan
dan
pelayanan
keperawatan, melaksanakan etika keperawatan dan mengendalikan mutu keperawatan. b. Melaksanakan kegiataan pembinaan, pelaksanaan etika profesi keperawatan serta merencanakan pengembangan sumber daya manusia. c. Melakukan pengawasan, penilaian pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan, pelayanan keperawatan dan standar keperawatan. d. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh direktur sesuai dengan bidang tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya kepala Bidang Keperawatan dibantu oleh Seksi Asuhan Keperawatan dan Seksi Etika Profesi dan Logistik Keperawatan. 4. Bidang Penunjang Medik, mempunyai tugas a. Melaksanakan penyusunan kebutuhan alat dan atau bahan untuk fasilitas pelayanan penunjang medis. b. Melaksanakan
penyusunan,
pelayanan penunjang medis.
penyusunan
dan
pengembangan
fasilitas
c. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh direktur sesuai dengan bidang tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya kepala Bidang Penunjang Medis dibantu oleh Seksi Penunjang Medis, Penelitian dan Pengembangan serta Seksi Informasi Pemasaran Sosial dan Upaya Rujukan. Untuk mencapai visi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya yaitu ”Menjadi Rumah Sakit Rujukan Barat-Salatan” dan misi yaitu memberikan pelayanan sesuai standar dengan penuh tanggungjawab, mendorong masyarakat untuk senantiasa hidup sehat dan memelihara serta meningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungannya, maka dibentuk struktur organisasi pada Gambar 2.1 Direktur Bag. Tata Usaha Subbag U Bidang Pelayanan
Bidang Penunjang
M di
M di
Seksi Pelayanan Medis Rawat Jalan dan Rawat Inap
Seksi Pelayanan Medis Rawat Darurat, Intensif, dan Bedah Sentral
Subbag K
Subbag P
Bidang K
Seksi Penunjang Medis, Penelitian dan Pengembangan
Seksi Asuhan
Seksi Informasi Pemasaran Sosial dan Upaya Rujukan
Seksi Etika Profesi dan Logistik Keperawatan
K
Gambar. 2.1 Struktur Organisasi BLUD RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya Sumber: Profil BLUD RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya, 2011
2.3.
Badan Layanan Umum Daerah
2.3.1. Pengertian, Tujuan dan Azas BLU/BLUD Pengertian atau definisi BLU diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu Badan Layanan Umum adalah instansi di Iingkungan Permerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pengertian ini kemudian diadopsi kembali dalam peraturan pelaksanaannya yaitu dalam Pasal 1 angka 1 PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Tujuan dibentuknya BLU adalah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 68 ayat (1) yang menyebutkan bahwa Badan Layanan Umum dibentuk untuk rneningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian ditegaskan kembali dalam PP No. 23 Tahun 2005 sebagai peraturan pelaksanaan dan Pasal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang menyebutkan bahwà BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, serta penerapan praktek bisnis yang sehat.
Sedangkan azas BLU diatur menurut Pasal 3 PP No. 23 Tahun 2005, yaitu: 1) Menyelenggarakan pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi induknya; 2) Pejabat BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada pimpinan instansi induk; 3) BLU tidak mencari laba; 4) Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah; 5) Pengelolaan sejalan dengan praktik bisnis yang sehat.. Dari uraian definisi, tujuan dan azas BLU, maka dapat terlihat bahwa BLU memiliki suatu karakteristik tertentu, yaitu 1) Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan Negara; 2) Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat; 3) Tidak bertujuan untuk mencari laba; 4) Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi; 5) Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada instansi induk; 6) Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung; 7) Pegawai dapat terdiri dan pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil;
8) BLU bukan subyek pajak. Sekalipun BLU dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi, namun berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005 disebutkan terdapat beberapa karakteristik lainnya yang membedakan pengelolaan keuangan BLU dengan BUMN/BUMD, yaitu: 1) BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa; 2) Kekayaan BLU merupakan bagian dari kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk rnenyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan; 3) Pembinaan BLU instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggungjawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan; 4) Pembinaan keuangan BLU instansi pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggungjawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan; 5) Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan; 6) Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dan RKA serta laporan keuangan dan laporan kinerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah;
7) Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan pendapatan negara/daerah; 8) Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk rnembiayai belanja yang bersangkutan; 9) BLU dapat menerima hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain; 10) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan BLU diatur dalarn peraturan pemerintah.. 2.3.2. Jenis dan Persyaratan BLU Apabila dikelompokkan menurut jenisnya BLU terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1
BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain;
2
BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi otoritas pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (Kapet); dan;
3
BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi pengelola dana bergulir, dana UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai (PP No. 23 Tahun 2005). Untuk menjadi sebuah BLU, maka harus memenuhi persyaratan sebagaimana
diatur menurut Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005, sebagai berikut: 1
Persyaratan
substantif,
apabila
menyelanggarakan
berhubungan dengan: a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum.
layanan
umum
yang
b. Pengelolaan wilayah atau kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum dan/atau. c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. 2. Persyaratan teknis a. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan; b. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU. 3. Persyaratan administratif, yaitu: Menurut peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 99 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Penilaian Usulan Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD) terdiri dari kesanggupan meningkatkan kineja, pola tata kelola, rencana strategis bisnis, laporan keuangan pokok, standar pelayanan minimum, dan laporan audit terakhir. a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja b. Pola tata kelola Indikator dari pola tata kelola terbagi atas; tata kerja, akuntabilitas dan transparansi.
1) Tata kerja meliputi peraturan internal kepegawaian, perkembangan misi dan strategi, pengelompokan fungsi yang logis, efektivitas pembiayaan, dan pendayagunaan sumber daya manusia. 2) Akuntabilitas meliputi pertanggungjawaban pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan
yang
dipercayakan
kepada
unit
kerja
yang
bersangkutan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. transparansi yaitu asas keterbukaan yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi agar dapat diterima secara langsung bagi yang membutuhkan c
Rencana strategis bisnis; Untuk menilai rencana strategi bisnis yang mengajukan penerapan PPK-BLUD, harus mengacu kepada rencana strategi Pemerintah Daerah yang memuat 1) visi yaitu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan. 2) misi yaitu sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. 3) program strategis yaitu program yang berisi proses kegiatan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada atau mungkin timbul 4) pengukuran pencapaian kinerja yaitu pengukuran yang dilakukan dengan menggambarkan apakah hasil kegiatan tahun berjalan dapat tercapai dengan
disertai analisis atas faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi tercapainya kinerja d. Laporan keuangan pokok Untuk menilai laporan keuangan, maka terlebih dahulu harus dibagi atas: 1). Laporan realisasi anggaran/laporan operasional keuangan, yaitu : a). Laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola; b). Menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam periode pelaporan yang terdiri dari unsur pendapatan dan belanja daerah. 2). Neraca yaitu dokumen yang menggambarkan posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. 3). Laporan arus kas yaitu dokumen yang menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi, dan transaksi non-anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas selama periode tertentu. 4). Catatan atas laporan keuangan yaitu dokumen yang berisi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, neraca/prognosa neraca dan laporan arus kas, yang disertai laporan mengenai kinerja keuangan. e) Standar Pelayanan Minimum (SPM) Penilaian SPM yang akan menerapkan PPK-BLUD, meliputi kualitas layanan, pemerataan, kesetaraan layanan dan kemudahan memperoleh layanan.
f) Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen Dalam melakukan penilaian terhadap laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit, maka indikator yang dinilai adalah laporan audit, pernyataan bersedia diaudit. 2.3.3 Standar dan Tarif Layanan Standar pelayanan minimum adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh badan layanan umum kepada masyarakat dan bertujuan untuk memberikan batasan layanan minimum yang seharusnya dipenuhi oleh pemerintah. Agar fungsi standar pelayanan dapat mencapai tujuan yang diharapkan, standar layanan umum seyogianya memenuhi persyaratan specific, measurable, attainble, reliable, and timely (SMART) . Standar pelayanan minimum, baik yang ditetapkan oleh menteri, pimpinan lembaga non kementerian atau lembaga negara maupun yang diusulkan sendiri oleh instansi pemerintah yang menetapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan keseteraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. Sementara itu kualitas layanan meliputi teknis pelayanan, proses layanan, tata cara dan waktu tunggu untuk mendapatkan layanan. Kualitas layanan kesehatan tidak boleh dikesampingkan oleh instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum. Ketika tidak terpenuhi pola pengelolaan keuangan badan layanan umum dapat dicabut oleh Menteri Keuangan (Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2010).
Sabarguna (2008) menyatakan ada beberapa aspek yang memengaruhi kepuasan terhadap layanan kesehatan, yaitu: a. Aspek kenyamanan, meliputi lokasi rumah sakit, kebersihan rumah sakit, kenyamanan ruangan yang akan digunakan pasien, makanan yang dimakan pasien, dan peralatan yang tersedia dalam ruangan. b. Aspek hubungan pasien dengan petugas rumah sakit, meliputi keramahan petugas rumah sakit terutama petugas kesehatan, informasi yang diberikan oleh petugas rumah sakit, komunikatif, respontif, suportif, dan cekatan dalam melayani pasien. c. Aspek kompetensi teknis petugas, meliputi keberanian bertindak, pengalaman, gelar, dan terkenal. d. Aspek biaya, meliputi mahalnya pelayanan, terjangkau tidaknya oleh pasien, dan ada tidaknya keringanan yang diberikan kepada pasien. Tarif layanan yang ditetapkan merupakan usulan yang memperoleh persetujuan dari menteri, pimpinan atau pimpinan lembaga negara tempat badan layanan umum itu bernaung. Namun, untuk menetapkan tarif layanan, terlebih dahulu harus mempertimbangkan faktor-faktor, yaitu: a) Kontinuitas dan pengembangan layanan, b)
Daya beli masyarakat, c)
Asas keadilan dan kepatutan dan, d).
Kompetisi yang sehat (Atmadja, 2009). Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, diharapkan tarif layanan tidak memberatkan sehingga masyarakat dapat memberikan penilaian positif bagi penerapan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum. Penilaian positif dari
masyarakak berarti kelangsungan keberadaan badan layanan umum untuk melakukan pelayanan secara berkesinambungan. 2.3.4. Pengelolaan Keuangan Pengelolaan keuangan badan layanan umum merupakan bagian integral dari pengelolaan keuangan negara sehingga pengelolaannya tidak boleh terlepas dari hukum keuangan negara. Ketika pengelolaan keuangan badan layanan umum terpisah secara tegas dan pengelolaan keuangan negara berarti suatu penyimpangan atau berlawanan dengan hukum keuangan negara. Menteri, pimpinan lembaga non kementerian, atau pimpinan lembaga negara wajib mengarahkan agar pengelolaan keuangan badan layanan umum yang berada dalam naungannya berpedoman pada hukum keuangan negara (Saidi. 2008). Meskipun badan layanan umum dapat melakukan pengelolaan keuangannya berbeda dengan instansi pemerintah yang bukan badan layanan umum, tetap memiliki keterikatan untuk tidak melanggar hukum keuangan negara. Jika pengelola keuangan badan layanan umum dalam pengelolaannya menimbulkan kerugian negara, berarti wajib mempertanggungjawabkan, baik di luar peradilan maupun melalui peradilan. Pertanggungjawaban itu merupakan konsekuensi dari pengelolaan keuangan suatu badan layanan umum yang menyimpang dan pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh pengelola yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum. Menurut Saidi (2008) aspek yang penting diperhatikan dalam pengelolaan keuangan BLU/BLUD yaitu:
1. Perencanaan dan penganggaran Badan layanan umum menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis yang telah ditetapkan oleh kementerian negara. Rencana bisnis dan anggaran memuat antara lain: a. kondisi kinerja tahun berjalan. b. asumsi makro dan mikro c. target kinerja (output yang terukur) d. analisis dan perkiraan biaya per output dan agregrat. e. perkiraan harga, anggaran dan prognosa laporan keuangan. 2. Dokumentasi pelaksanaan anggaran Anggaran yang dilaksanakan oleh badan layanan umum harus ditetapkan dalam bentuk dokumen sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dokumentasi pelaksanaan anggaran
mencakup seluruh
pendapatan/biaya, proyeksi arus kas, serta jumlah dan kualitas jasa atau barang yang akan dihasilkan. 3. Pendapatan dan belanja Pendapatan badan layanan umum adalah penerimaan dari anggaran negara, pendapatan diperoleh dari jasa layanan, hibah terikat/tidak terikat, hasil kerja sama dengan pihak lain dan hasil usaha lainnya. 4. Pengelolaan kas, piutang dan utang Dalam rangka pengelolaan kas, badan layanan umum menyelenggarakan hal-hal antara lain:merencanakan penerimaan dan pengeluaran, melakukan
pemungutan pendapatan/tagihan, menyimpan kas dan mengelola rekening bank, melakukan pembayaran, mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek dan memanfaatkan surplus kas jangka pendek. 5. Pengelolaan Barang Kewenangan pengadaan barang dan jasa oleh badan layanan umum didasari pada prinsip efisiensi dan ekonomis, sesuai dengan praktik bisnis yang sehat. 6. Penyelesaian kerugian Setiap kerugian negara pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelesaian kerugian negara. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut. 7. Akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban. BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga. Laporan keuangan BLU dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian/lembaga sesuai standar akuntansi pemerintahan dan diaudit oleh pemeriksa eksternal
sesuai
dengan
Menteri/pimpinan
ketentuan lembaga
peraturan bertanggungjawab
perundang-undangan.. atas
keberhasilan
pencapaian sasaran program berupa hasil (political accountability), sedangkan
pimpinan
BLU
bertanggungjawab
atas
keberhasilan
pencapaian sasaran kegiatan berupa keluaran (operational accountability) dan terhadap kinerja BLU sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan dalam RBA. 8. Akuntabilitas kinerja Pimpinan badan layanan umum mengikhtisarkan dan melaporkan kinerja operasional dan pengintegrasiannya dengan laporan keuangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 9. Surplus dan defisit Surplus anggaran BLU adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis aktual pada suatu periode anggaran. Estimasi surplus dalam tahun anggaran berjalan diperhitungkan dalam RBA tahun anggaran berikut untuk disetujui penggunaannya. Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya kepada Menteri Keuangan melalui Menteri/Pimpinan Lembaga. Menteri Keuangan dapat mengajukan anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBD tahun anggaran berikutnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 disebutkan indikator standar pelayanan minimum rumah sakit berdasarkan pelayanan administrasi yaitu: a. Tindakan lanjut hasil pertemuan tingkat direksi Pelaksanaan tindak lanjut yang harus dilakukan oleh peserta pertemuan terhadap kesepakatan atau keputusan yang telah diambil sesuai dengan permasalahan pada bidang-bidang masing-masing. b. Kelengkapan laporan akuntabilitas kinerja Akuntabilis
kinerja
adalah
perwujudan
kewajiban
rumah
sakit
untuk
mempertangggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui pertanggung jawaban secara periode. Laporan Akuntabilitas kinerja yang lengkap adalah laporan kinerja yang memuat pencapaian yang ada pada SPM, indikator-indikator kinerja pada strategik bisnis rumah sakit dan indikator-indikator lain yang dipersyaratkan oleh pemerintah daerah. c. Ketepatan waktu pengusulan kenaikan pangkat Usulan kenaikan pangkat dilakukan dua periode dalam satu tahun yaitu bulan April dan Oktober. d. Ketepatan waktu pengurusan kenaikan gaji berkala Usulan kenaikan gaji berkala adalah kenaikan gaji secara periodek sesuai peraturan kepegawaian yang berlaku (UU No. 8/1974, UU No. 43/1999) sehingga tergambarnya kepedulian rumah sakit terhadap kesejahteraan pegawai.
e. Pegawai yang mendapat pelatihan minimal 20 jam bertahun Pelatihan adalah semua kegiatan peningkatan kompetensi pegawai yang dilakukan baik di rumah sakit ataupun di luar rumah sakit yang bukan merupakan pendidikan formal. Minimal pada pegawai 20 jam per tahun. f. Cost recovery Jumlah pendapatan fungsional dalam periode waktu tertentu dibagi dengan jumlah pembelanjaan operasional dalam periode waktu tertentu sehingga tergambar tingkat kesehatan keuangan di rumah sakit. g. Ketepatan waktu penyusunan laporan keuangan Laporan keuangan meliputi realisasi anggaran dan arus kas dan diselesaikan sebelum tanggal 10 setiap bulan berikutnya. h. Kecapatan waktu pemberian informasi tentang tagihan pasien rawat inap. Informasi tagihan pasien rawat inap meliputi semua tagihan pelayanan yang telah diberikan. Kecapatan waktu tersebut adalah waktu mulai pasien dinyatakan boleh pulang oleh dokter sampai dengan informasi tagihan diterima oleh pasien. i. Kecepatan waktu pemberian imbalan (insentif) sesuai kesepatan waktu. Insentif merupakan imbalan yang diberikan .kepada karyawan sesuai dengan kinerja pegawai yang dicapai dalam satu bulan. 2.3.5. Pola Tata Kelola Menurut Atmadja (2009), penilaian pola tata kelola terdiri dari 3 aspek yaitu 1) tata kerja meliputi peraturan internal kepegawaian, perkembangan misi dan strategis, pengelompokkan fungsi yang logis, efektivitas pembiayaan dan
pendayagunaan SDM, 2) akuntabilitas meliputi pertanggungjawaban dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada unit kerja, dan
3) Tranparansi yaitu asas
keterbukaan yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi agar dapat diterima secara langsung bagi yang membutuhkan.
2.3.6. Perubahan dan Pencabutan Status Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 disebutkan bahwa perubahan status dari BLU Penuh menjadi BLU Bertahap atau sebaliknya, dapat terjadi apabila BLU yang bersangkutan mengalami penurunan atau peningkatan kinerja. Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Pembinaan PK-BLU setiap periode melakukan pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU. Hasil dari pembinaan, monitoring, dan evaluasi tersebut menjadi masukan dalam perubahan status BLU. Pencabutan status BLU menjadi satker biasa apabila: a. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi atau masukan dari tim pembinaan, monitoring, dan evaluasi kinerja BLU ; b. Dicabut oleh Menteri Keuangan atas usulan menteri teknis/pimpinan lembaga; c. Berubah status menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan. Apabila menteri/pimpinan lembaga teknis mengajukan usulan pencabutan BLU, Menteri Keuangan membuat penetapan pencabutan penerapan PK-BLU paling lambat tiga bulan sejak tanggal usulan tersebut diterima. Jika melebihi jangka waktu tersebut, usulan pencabutan dianggap ditolak. Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PK-BLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PK-BLU.
2.4. Landasan Teori Penerapan
BLUD
berdasarkan
PP
No.
23
Tahun
2005
yaitu
menyelenggarakan pelayanan umum, bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan Iayanan umum, tidak mencari laba, merencanakan tata kerja, anggaran dan laporan BLU dan dilakukan dengan praktik bisnis yang sehat. Apabila kriteria asas ini tidak dapat dipertahankan, maka RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya berstatus BLUD penuh dapat dicabut atau berubah status menjadi BLUD bertahap ataupun ditolak, sehingga dapat menghambat dana (finansial) yang dapat langsung dikelola melalui laporan pertanggungjawaban. Kondisi ini juga berdampak terhadap pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Berdasarkan peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 99 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Penilaian Usulan Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD) terdiri dari kesanggupan meningkatkan kinerja, pola tata kelola, rencana strategis bisnis, laporan keuangan pokok, standar pelayanan minimum, dan laporan audit terakhir. Demikian juga penerapan BLUD merupakan salah satu faktor yang turut menentukan kinerja pegawai administrasi di RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya. Dalam penelitian penerapan BLUD dibatasi, laporan keuangan pokok dan laporan audit terakhir karena kedua indikator ini hanya dapat dinilai oleh pegawai keuangan saja. Kinerja organisasi di RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya berdasarkan prinsip good governance dengan mengacu teori Gibson (2003) meliputi variabel individu,
organisasi dan psikologis. Variabel psikologis yaitu motivasi atau keinginan atau dorongan pegawai dalam meningkatkan kinerja. Motivasi dalam penelitian adalah kesanggpuan petugas administrasi untuk meningkatkan kinerjanya. Variabel organisasi terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan, dan berefek tidak langsung terhadap prilaku dan kinerja individu. Desain pekerjaan merupakan adalah fungsi penetapan kegiatan-kegiatan kerja seorang individu atau kelompok pegawai secara organisasional. Tujuannya adalah untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan organisasi, teknologi dan keperilakuan. Dalam hal ini aspek desain pekerjaan pegawai administrasi RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya dikaitkan dengan penerapan BLUD dengan indikator kesanggupan meningkatkan kinerja, pola tata kelola, rencana strategis bisnis dan standar pelayanan minimal. Organisasi adalah wadah atau tempat terselenggaranya administrasi dengan cara yang sistematis untuk memadukan bagianbagian yang saling tergantung menjadi suatu kesatuan yang utuh di mana kewenangan, koordinasi, dan pengawasan dilatih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya sebelum menjadi BLUD dana operasional bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan kegiatan yang dilakukan berdasarkan Rencana Kegiatan Anggaran (RKA). Anggaran biaya keuangan yang diprogramkan untuk kepentingan rumah sakit melalui pengesahan dari lembaga eksekutif dan legislatif daerah sehingga dapat menghambat kinerja pegawai adminstrasi. Setelah RSUD Blangpidie Aceh Barat Daya BLUD,
maka pengelolaan keuangan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sepenuhnya dikelola oleh rumah sakit sehingga memungkinkan terjadi perubahanperubahan ke arah yang lebih mempercepat hasil kerja pegawai administrasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Ilyas (2001) menyatakan untuk menilai kualitas kerja SDM, perlu dilakukan penilaian kerja dengan cara membandingkan hasil karya yang dilakukan personel dengan standar prestasi kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila dari hasil penilaian ini ternyata personel yang bersangkutan masih jauh atau belum dapat mencapai tolak ukur yang ditetapkan, maka salah satu penyebabnya adalah belum sepenuhnya personel tersebut melaksanakan disiplin kerja, menunda-nunda pekerjaan sehingga target penyelesaian pekerjaan tidak pernah tercapai. Sedangkan indikator kinerja menurut produktivitas, efektivitas layanan, responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas (Tjandra, 2005; Dwiyanto, 1995).
2.5. Kerangka Konsep Variabel Bebas Penerapan (BLUD)
Badan
Layanan
Variabel Terikat Umum
− Kesanggupaan meningkatkan kinerja − Pola tata kelola − Rencana Strategis Bisnis − Standar Pelayanan Minimum
Kinerja Pegawai Administrasi − − − −
Kualitas Kuantitas Efektifitas Komitmen kerja T j b
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian