8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diare Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml per jam), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat) , dapat pula disertai defekasi yang meningkat.12 Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 garm/hari) dan konsistensi feses cair. 2 Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair, bersifat mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Diare kronik yaitu buang air
besar denganfrekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair, berlangsung selama 2 minggu atau lebih. 12 Gastroenteritis adalah peradangan yang teradi pada lambung dan usus. Maka dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang patogen. 12,13
8
Universitas Sumatera Utara
9
2.2. Etiologi dan Patogenesis Diare 2.2.1 Etiologi Diare Agen penyebab diare dapatdikelompokkan menjadi infeksi dan non infeksi, yaitu : a.
Infeksi
a.1. Virus 1. Rotavirus Rotavirus merupakan virus berukuran antara 60-80 nm, mengandung doublestranded RNA dengan struktur simetri kubikal, terdiri dari 10-12 segmen. Virus yang ikosahedral ini mempunyai kapsid dengan banyak lapisan (inner dan outer capsid). Rotavirus yang mempunyai bentuk seperti roda dapat menyebabkan penyakit gastroenteritis pada manusia.14 2. Adenovirus Virion Adenovirus terdiri dari sebuah inti dan satu lapis kapsid. Kapsid virus tidak berselubung, bulat dan simetri ikosahedral. Kapsid isometrik mempunyai diameter antara 70 nm dan 90 nm, mengandung double-stranded DNA yang menunjukkan simetri kubikal dan mempunyai 252 kapsomer, 240 hexon, dan sejumlah penton yang mempunyai tonjolan terminal. Terdapat 47 serotipe Adenovirus yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Adenovirus tipe 40 dan 41 dapat menyebabkan gastroenteritis. 14
Universitas Sumatera Utara
10
a.2. Bakteri 1. Escherichia coli E. Coli dari anggota family Enterobacteriaceae. Ukuran sel dengan panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar 1,1 – 1,5 μm. Bentuk sel dari bentuk seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous. Tidak ditemukan spora.E. Coli,batang gram negatif. Selnya bisa terdapat tunggal, berpasangan, dan dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul. Bakteri ini aerobic dan dapat juga aerobic fakultatif. E. Coli merupakan penghuni normal usus, seringkali menyebabkan infeksi.15 2. Shigella sp Shigella merupakan batang gram negatif yang tipis, bentuk coccobacilli terjadi pada perbenihan muda. Shigella merupakan fakultatif anaerob, tetapi tumbuh baik secara aerob. Koloni Shigella cembung, bundar, transparan dengan diameter sampai kira-kira 2 mm dalam 24 jam. Shigella terdiri dari 40 serotipe dan 4 diantaranya bersifat patogenik.16 3. Vibrio cholera Vibrio cholera berbentuk koma, batang kurva dengan panjang 2-4 µm. Organisme ini merupakan motil aktif dikarenakan memiliki flagella polar. Vibrio cholera mengahsilkan koloni yang cembung, halus dan bulat yang keruh dan bergranul bila disinari. Tumbuh dengan baik pada suhu 37ºC pada berbagai jenis media, temasuk media tertentu yang mengandung garam mineral dan asparagin sebagai sumber karbon dan nitrogen. Ciri khas yang lainnya, Vibrio cholera tumbuh pada pH yang sangat tinggi (8,5-9,5) dan sangat cepat mati oleh asam.16
Universitas Sumatera Utara
11
a.3. Parasit 1. Entamoeba histolytica Ukurannya bervariasi antara 12-35 µm (biasanya 3 atau 4 x besar sel darah merah). Bila tidak bergerak, bentuknya bulat sedangkan bila bergerak bentuknya berubah memanjang. Pada bentuk yang bergerak (motil), inti sukar dilihat, tetapi bila dicat dengan larutan iodin akan tampak jelas membrane dengan butir kromatin yang teratur dan kromosom kecil, padat, terletak sentral (bintik hitam). Ada 2 bentuk yang dapat ditemukan pada tinja cair atau tinja diare yaitu yang pertama bentuk magna, berukuran 20-35 µm, vakuola mengandung sel darah yang tercerna, yang menunjukkan aktivitas haemotophagus (makan darah) dan sifat patogen. Yang kedua, bentuk minuta, ,berukuran 12-20 µm tidak patogen, berada di dalam rongga usus, memakan bakteri atau bahan lain yang tampak di dalam vakuola.17 2. Giardia lamblia Giardia lambliamerupakan flagelata yang paling panjang, memiliki stadium tropozoid dengan ukuran panjang 12-15 µm dan kista yang berbentuk seperti jambu mete dengan ukuran panjang 8-12 µm. Bentuknya sedikit memanjang, pandangan depan tampak seperti buah pir, pandangan samping seperti sendok. Dinding sel tipis tetapi sangat kuat dengan dua nukleus di bagian anterior. Di bagian anterior juga terdapat flagella satu di kanan dan satu di kiri sedangkan di bagian posterior terdapat flagella satu berkas dengan arah membujur mengikuti arah tubuh. Giardia lamblia hidup di rongga usus kecil yaitu yeyenum bagian proksimal, duodenum dan kadang-kadang di saluran empedu manusia. 17,18
Universitas Sumatera Utara
12
a. Non Infeksi Selain infeksi, diare juga disebabkan oleh beberapa faktor non infeksi. Diantaranya terjadinya malabsorbsi dimana yang sering terjadi adalah malabsorbsi karbohidrat,lemak, dan protein. Selain itu, diare juga dapat disebabkan karena adanya alergi terhadap makanan tertentu misalnya alergi susu tertentu, jenis protein tertentu ataupun alergi makanan lainnya. Keracunan makanan juga dapat menyebabkan terjadinya diare, keracunan makanan dapat disebabkan karena masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh bersama pangan, dapat juga disebabkan karena memakan bahan beracun yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan atau hewan.. Penurunan daya tahan tubuh (imunodefisiensi) pada penderita AIDS juga dapat menyebabkan terjadinya diare.3 2.2.2. Patogenesis dan Masa Inkubasi Diare Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan oleh rotavirus. Virus ini menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak . Setelah terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan makanan dan minuman. Kemudian virus itu akan sampai ke sel-sel epitel usus halus dan akan menyebabkan infeksi dan merusakkan sel-sel epitel tersebut. Sel-sel epitel yang rusak akan digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
13
terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare.19 Masa inkubasi diare berbeda-beda, sesuai dengan virus, bakteri, ataupun parasit yang menjadi penyebabnya (infeksi) dan diare yang disebabkan kejadiankejadian non enfeksi lainnya juga akan memiliki masa inkubasi yang berbedabeda. Sebagai contoh, diare yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus masa inkubasinya antara 1-6 jam. Clostridium perpringens 8-16 jam dan Vibrio cholera > 16 jam. 20 2.3. Gejala dan Tanda Diare 3 Adapun yang menjadi gejala dan tanda diare, meliputi : 2.3.1. Gejala Umum 1. Tinja cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare 2. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut 3. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare 4. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangn kulit menurun, apatis, gelisah atau cengeng, selaput lendir mulut dan bibir kering 5. Nafsu makan berkurang atau tidak ada 2.3.2. Gejala Spesifik 1. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena becampur dengan empedu dan berbau amis 2. Tinja berlendir dan berdarah 3. Anus dan sekitarnya menjadi lecet karena tinja menjadi asam Diare yang berkepanjangan dapat mengakibatkan :
Universitas Sumatera Utara
14
a. Dehidrasi (kekurangan cairan) tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat tejadi ringan, sedang, atau berat. b. Gangguan sirkulasi pada diare akut, kehilangan cairan dapat tejadi dalam waktu yang singkat. Bila kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan, pasien dapat mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah (hipovolemia). c. Gangguan asam basa (asidosis), Hal ini diakibatkan oleh terjadinya kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernapas cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri. d. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah), Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi (kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan karena cairan ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma. e. Gangguan gizi, Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat jika sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi. Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1. Tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa bermain seperti biasa. Dikarenakan diarenya tidak terlalu berat, anak masih mau makan dan minum seperti biasa. Turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit. Mulut atau lidah masih tampak basah seperti biasa. Penurunan berat badan <5%.
Universitas Sumatera Utara
15
2. Dehidrasi ringan atau sedang, menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit
kembali dengan lambat jika dicubit, kehilangan
cairan sebesar 2-7%. Mulut atau lidah mulai tampak kering dan tampak kehausan. Penurunan berat badan antara 5-10%. 3. Dehidrasi berat, anak menjadi apatis, mata cekung, pada cubitan kulit turgor kembali sangat lambat, napas cepat, anak terlihat lemah, kehilangan cairan sebesar 8-10%. Mulut atau lidah tampak sangat kering dan tampak sangat kehausan. Penurunan berat badan >10%. 2.4. Cara Penularan Diare 3 Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut ini : 1.
Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila seseorang mengkonsumsi air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan samapai ke rumah penduduk, atau tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah terjadi apabila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuha air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
2.
Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang memakannya.
2.5. Epidemiologi Penyakit Diare
Universitas Sumatera Utara
16
2.5.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Orang Menurut Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Triwulan II 2011 yang diterbitkan oleh Kemenkes RI, bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-5 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.4 Di luar negeri angka kejadian diare lebih tinggi
pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki sedangkan angka kematian akibat diare lebih tinggi pada kalangan laki-laki yang terjadi pada semua golongan umur. Untuk Indonesia masih perlu dipelajari lebih lanjut karena beberapa penelitian memberikan hasil yang tidak sama tentang hal ini. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jurnalis jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan (75,9% : 24,1%). Sedangkan berdasarkan penelitian Mahalini pada tahun 2004 di Bali juga mendapatkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan (60% : 40%).21 2.5.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tempat Prevalensi diare lebih banyak di pedesaan dibandingkan perkotaan, yaitu sebesar 10% di pedesaan dan 7,4 % di perkotaan. Diare cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan dan buruh. Sementara jika ditinjau dari provinsi-provinsi di Indonesia, yang tertinggi di NAD dengan prevalensi 18,9% dan terendah di DIY dengan prevalensi 4,2%. Namun dari beberapa penelitian jumlah kejadian diare juga masih ditemukan tergolong tinggi di daerah perkotaan. Pada tahun 2007 prevalensi kejadian diare di Jawa Barat >9% yaitu 10,2% dan mengalami KLB pada tahun
Universitas Sumatera Utara
17
2009 dan 2010. Berdasarkan data Profil Kesehatan Kota Depok 2008 angka kesakitan diare mencapai 22,44%. Data di Puskesmas Depok Jaya, jumlah kasus diare sepanjang tahun 2008 mencapai 1.603 kasus. 22 2.5.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Waktu Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi dan cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1.000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1.000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1.000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1.000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8.133 orang, kematian 239 orang, CFR 2,94%. Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang, CFR 1,74%, sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4.204 dengan kematian 73 orang, CFR 1,74 %. 4 2.6. Determinan Penyakit Diare 3 a. Host (Penjamu) Beberapa faktor pada penjamu bisa mempengaruhi terjadinya kejadian diare. Faktor-faktor tersebut antara lain :
a.1. Umur
Universitas Sumatera Utara
18
Menurut hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa diare merupakan penyebab utama kematian pada anak balita. Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan insidensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.23 Hasil penelitian Shintamurniwaty di Kabupaten Semarang (2005) dengan jenis penelitian studi observasional dan rancangan kasus kontrol didapatkan proporsi diare terbanyak pada anak balita dengan kelompok umur <24 bulan (58,68%).24 a.2. Jenis Kelamin Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak yang lebih besar. Kejadian akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.25 Menurut Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Triwulan II 2011 yang diterbitkan oleh Kemenkes RI, insidensi diare menurut jenis kelamin hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.4 Penelitian Hamzah B,dkk (2012) tentang di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo, Makassar dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa proporsi diare berdasarkan jenis kelamin pada balita laki-laki (53,7%) lebih tinggi dari pada proporsi diare pada balita perempuan (46,3%).26 a.3. ASI Eksklusif ASI Eksklusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberikan makanan lain sekalipun air putih sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai berumur 2 tahun. Bayi yang hanya
Universitas Sumatera Utara
19
mendapat ASI sampai 6 bulan lebih sehat daripada bayi yang sudah diberikan makanan tambahan sebelum 6 bulan, dan frekuensi terkena diare jauh lebih kecil.27 Hasil penelitian Eka Putri Rahmadani,dkk
(2011) tentang Hubungan
Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare Akut pada Bayi Usia 0-1 Tahun di Puskesmas Kuranji Kota Padang yang menggunakan desain cross sectionalmenunjukkan diare akut lebih sering pada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif (74,3%) dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif (26,5%) dengan uji statistik sangat bermakna (p<0,5). Hal ini menunjukkan terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare akut pada bayi usia 0-1 tahun di Puskesmas Kuranji Kota Padang.28 a.4. Status Imunisasi Salah satu faktor risiko yang berpengaruh pada terjadinya penyakit diare adalah status imunisasi.2 Hasil penelitian Asny Olyfta (2010) tentang analisis kejadian diare pada anak balita di Keluarahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang yang menggunakan desain cross sectional, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadia diare dengan nilai p = 0,014. Artinya tidak mendapatkan imunisasi lengkap merupakan faktor risiko terjadinya diare. 29 a.5. Status Gizi Pada anak dengan malnutrisi, serangan diare terjadi lebih sering dan lebih lama. Diare merupakan salah satu gambaran klinis yang penting pada kwashiorkor. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan semakin berat diare yang dideritanya. Diare dapat terjadi pada keadaan kekurangan gizi, seperti pada
Universitas Sumatera Utara
20
kwashiorkor, terutama karena gangguan pencernaan dan penyerapan makanan di usus.2 Menurut penelitian Budiono (2011) tentang Hubungan antara Diare dengan Status Gizi Balita di Dusun Morotanjek dan
Perumahan Singhasari Desa
Purwosari Kecamatan Singosari Kabupaten Malang, tidaka ada hubungan antara kejadian diare dengan status gizi dimana nilai p = 0,063.30 b.Agent2 Beberapa penyebab diare dapat dibagi menjadi : 1. Infeksi a. Bakteri, seperti : Escherichia coli, Shigella sp , Vibrio cholera. b. Parasit, seperti : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia. c. Virus, seperti : Rotavirus , Adenovirus. 2. Non Infeksi a. Keracunan makanan : masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh bersama pangan, bahan beracun yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan atau hewan b. Malabsorbsi : karbohidrat, lemak, dan protein c. Alergi : makanan, susu sapi d. Immunodefisiensi : AIDS c. Environment (Lingkungan) Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
Universitas Sumatera Utara
21
berakumulasi dengan kuman manusia yang tidak sehat, yaitu melalui makanan dan minuman dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.31 c.1. Pengelolaan sampah Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam. Bentuk sampah bisa berada dalam setiap fase materi padat, cair, dan gas. Secara sederhana sampah dapat dibagi berdasarkan sifatnya, yaitu sampah organic dan sampah non organic. Sampah organic yaitu sampah yang berasal dari makhluk hidup seperti dedaunan dan sampah dapur, sampah ini mudah terurai. Sampah non organic yaitu sampah kering yang tidak dapat terurai.32Pengumpulan dan penampungan sampah merupakan rangkaian kegiatan yang termasuk dalam suatu proses pengelolaan sampah. Hal ini merupakan tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga sebelum pada akhirnya sampah akan diangkut ke tempat pembuangan akhir sampah.32 Menurut hasil penelitian Oktania Kusmawati, dkk di desa Tegowanu Wetan Kecamatan Tegowanu Grobogan dengan menggunakan desain cross sectional didaptkan bahwa responden yang memiliki pengelolaan sampah tidak sehat balitanya diare sebanyak 22 orang (84,6%), dan yang tidak diare sebanyak 4 (15,4%). Responden yang memiliki pengelolaan sampah sehat balitanya diare sebanyak 8 orang (38,1%) dan yang tidak diare sebanyak 13 orang (61,9%). Hasil uji statistic diperoleh nilai p = 0,003 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare.33 c.2. Saluran Pembuangan Air Limbah
Universitas Sumatera Utara
22
Menurut penelitian Defin Riski Suryani di wilayah kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang tahun 2012 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa ada hubungan antara saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare pada anak balita, dengan nilai p= 0,014.34 c.3. Penyediaan Air Bersih Menurut penelitian Yeri Kurniawan, dkk di Desa Klopo Sepuluh Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo tahun 2008 dengan penelitian yang bersifat deskriptif didapatkan bahwa untuk kualitas air minum yang dimasak terdapat 38% yang mengalami diare dan 62% tidak diare. Sementara untuk kualitas air minum yang tidak dimasak terdapat 55,89% mengalami diare dan 44,11% yang tidak diare.35 c.4. Ketersediaan Jamban Menurut laporan SDKI 2007 dapat diketahui bahwa persentase diare lebih rendah pada anak yang tinggal di rumah dengan fasilitas kakus sendiri dibandingkan dengan yang tidak memiliki kakus. Seperti yang diprediksi prevalensi diare paling tinggi terjadi pada anak yang tinggal di rumah tanpa akses air bersih dan yang memakai fasilitas kakus di sungai/kolam/danau. (18,4%).7 c.5. Higiene Perorangan Higiene perorangan atau sering disebut Personal Hygiene adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis. Laporan Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan mengatakan bahwa KLB diare masih sering terjadi dengan jumlah penderita dan kematian yang banyak. Rendahnya cakupan hygiene
Universitas Sumatera Utara
23
perorangan dan sanitasi lingkungan sering menjadi faktor risiko terjadinya KLB diare.4 Menurut penelitian Andriyana Ruchiyat di SD Negeri Babakan Sentral Kota Bandung Jawa Barat tahun 2007 dengan desain penelitian cross sectional dapat dilihat bahwa dari 31 responden dengan higiene perorangan kurang, terdapat 13 responden (32,5%) diantaranya mengalami diare dalam tiga bulan terakhir. Sedangkan 53 responden dengan higiene perorangan baik, terdapat 27 responden (67,5%) diantaranya mengalami diare dalam tiga bulan terakhir. Berdasarkan uji hipotesis menggunakan chi-square diperoleh nilai p=0,425, yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara higiene perorangan dengan kejadian diare. Untuk mengetahui kekuatan hubungan antara higiene perorangan dengan kejadian diare dilakukan uji korelasi dan diperoleh hasil bahwa hubungan higiene perorangan dengan kejadian diare menunjukkan hubungan yang sangat lemah (r = 0.025).36 2.7. Pencegahan Diare 37 Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi 2.7.1.
Pencegahan Primer Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab,
lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar
Universitas Sumatera Utara
24
mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan,
perbaikan
lingkungan
biologis
dilakukan
untuk
memodifikasi
lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi. 2.7.2.
Pencegahan Sekunder Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita
diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter. Pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosa diare meliputi20 : 1. Pemeriksaan Tinja a. Makroskopis dan mikroskopis
Universitas Sumatera Utara
25
b. pH dan kadar gula dalam tinja denga kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula c. Bila diperlukan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi 2. Pemeriksaan Darah a. pH dan cadangan alkali untuk menentukan gangguan keseimbangan asam basa b. Darah perifer lengkap c. Analisis gas darah dan elektrolit (Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang) 3. Duodenal Intubation Untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita kronik. Sedangkan klasifikasi diare dapat dibedakan atas : 1. Diare akut
yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair, bersifat mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. 2. Diare kronik
yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair, berlangsung selama 2 minggu atau lebih 2.7.3. Pencegahan Tertier Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecacatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat
Universitas Sumatera Utara
26
ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan. 2.8. Program Pemberantasan Diare3 1. Tujuan Umum a. Balita
: menurunkan CFR dan prevalensi
b. Semua umur : menurunkan prevalensi, menurunkan CFR di rumah sakit, menurunkan CFR pada KLB 2. Kebijaksanaan Meningkatkan kualitas dan pemerataan pelayanan dengan meningkatkan kerjasama lintas program (LP) dan lintas sektor (LS). 3. Strategi a. Tata laksana pasien di rumah 1. Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga (CRT) seperti air tajin, larutan gula garam, dan air kelapa. 2. Meneruskan pemberian makanan lunak dan tidak bersifat merangsang lambung, ditambah makanan ekstra setelah diare.
Universitas Sumatera Utara
27
3. Membawa pasien ke sarana kesehatan apabila : buang air besar semakin sering dan semakin banyak, semakin kehausan, tidak dapat makan atau minum, demam, ditemukan darah pada tinja, kondisi makin memburuk dalam 24 jam. b. Tata laksana penderita di sarana kesehatan 1. Rehidrasi oral 2. Memberi infus dengan Ringer laktat (RL) 3. Menggunakan obat yang rasional 4. Memberi nasihat tentang makanan, rujukan, dan pencegahan c. Pencegahan Penyakit 1. Menanamkan higiene pribadi (perilaku mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air) 2. Merebus air minum sebelum digunakan 3. Menjaga kebersihan lingkungan (WC dan SPAL) 4. Langkah-langkah untuk mencapai tujuan di atas diperlukan Untuk mencapai tujuan di atas diperlukan : a. Kerjasama lintas program (LP) dan lintas sektor (LS) b. Pelatihan atau penyegaran tentang diare c. Pemantapan manajemen serta pencatatan dan pelaporan kasus diare d. Pemantapan manajemen persediaan oralit e. Peningkatan sistem kewaspadaan dini (SKD) dalam kejadian luar biasa (KLB) f. Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) 5. Kegiatan
Universitas Sumatera Utara
28
a. Penemuan dan pengobatan pasien sedini mungkin 1. Penemuan pasien oleh sarana kesehatan (penemuan pasif) 2. Penemuan pasien oleh kader dan petugas (penemuan aktif) 3. Pemberian oralit kepada pasien oleh kader b. Penanggulangan pasien saat KLB 1. Jangka pendek : menemukan dan mengobati pasien, melakukan rujukan dengan cepat, melakukan kaporisasi sumber air dan disinfeksi kotoran yang tercemar, memberi penyuluhan tentang higiene dan sanitasi lingkungan, melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor. 2. Jangka panjang : memperbaiki faktor lingkungan, mengubah kebiasaan tidak sehat menjadi kebiasaan sehat. c. Pelatihan petugas
Universitas Sumatera Utara
29
2.9. Kerangka Konsep KARAKTERISTIK ANAK -
1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. ASI Eksklusif 4. Status Imunisasi 5. Status Gizi KARAKTERISTIK IBU
Kejadian Diare Pada
1. Pendidikan
Anak
2. Pekerjaan FAKTOR LINGKUNGAN 1. Pengelolaan Sampah 2. Saluran Pembuangan Air Limbah 3. Penyediaan Air Bersih 4. Ketersediaan Jamban 5. Higiene Perorangan
Universitas Sumatera Utara