BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Definisi Kematian Bayi BBLR Menurut Departemen Kesehatan (1999) bayi Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram, sehingga pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ dan alat-alat tubuh belum sempurna, akibatnya sering terjadi komplikasi yang berakhir dengan kematian. Berdasarkan alasan diatas, bayi berat badan lahir rendah digolongkan kedalam dua golongan : 8 1.
Prematuritas murni Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badan bayi sesuai dengan gestasi atau yang disebut Neonatus Kurang Bulan Sesuai untuk Masa Kehamilan (NKB-SMK).
2.
Bayi small for gestational age (SGA) Yaitu berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA terdiri atas 3 jenis. a. Simetris (intrauterus for gestational age) Yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama. b. Asimetris (intrauterus growth reterdational) Yaitu terjadi deficit nutrisi pada fase akhir kehamilan.
Universitas Sumatera Utara
c. Dismaturitas Yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa gestasi dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan. BBLR dapat juga dibagi menjadi 3 stadium. 1.
Stadium I Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulit longgar, kering, namun belum terdapat noda mekonium.
2.
Stadium II Bila didapatkan tanda-tanda stadium I ditambah warna kehijauan pada kulit, plasenta, dan umbikulus hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam amnion kemudian mengendap ke dalam kulit, umbikulus dan plasenta sebagai akibat anoksia intrauterus.
3.
Stadium III Ditemukan tanda stadium II ditambah kulit berwarna kuning, demikian pula kuku dan tali pusat. Pertumbuhan alat-alat dalam tubuh bayi prematur kurang sempurna, karena
itu bayi sangat peka terhadap gangguan pernafasan, infeksi, trauma kelahiran, hipotermi, dan sebagainya. Sedangkan bayi dismatur dapat lebih mudah hidup seteleh berada diluar rahim karena alat-alat dalam tubuh lebih berkembang dibandingkan bayi prematur dengan berat badan yang sama. Namun bayi akan lebih peka terhadap infeksi dan hipotermi dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal.9
Universitas Sumatera Utara
Bayi dengan BBLR termasuk dalam kelompok neonatus resiko tinggi. Istilah neonatus resiko tinggi menyatakan bahwa bayi harus mendapatkan pengawasan ketat oleh para dokter dan perawat yang telah berpengalaman karena neonatus ini memilki kemungkinan lebih besar untuk mengalami kematian atau menjadi sakit berat dalam masa neonatal. Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian neonatus, maka perlu sekali kita mengenali neonatus dengan resiko tinggi sedini mungkin. 10 BBLR merupakan salah satu dari tiga penyebab utama kematian neonatal di Indonesia. Makin rendah masa gestasi dan berat lahir bayi makin tinggi angka kematian bayi. Kehidupan bayi biasanya berakhir di ruang perawatan intensif neonatus sebagai akibat berbagai morbiditas neonatus. 4 2.2.
Epidemiologi Kematian Bayi BBLR
2.2.1
Distribusi Frekuensi Kematian Bayi BBLR Bayi lahir dengan BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai
kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. 11 Frekuensi BBLR di Negara maju berkisar antara 3,6 – 10,8%, di Negara berkembang berkisar antara 10 – 43%. Rasio antara Negara maju dan Negara berkembang adalah 1 : 4. 7 Menurut WHO, pada tahun 1995 hampir semua (98%) dari 5 juta kematian neonatal di negara berkembang atau berpenghasilan rendah. Lebih dari dua per tiga kematian adalah BBLR yaitu berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Secara global
Universitas Sumatera Utara
diperkirakan terdapat 25 juta persalinan per tahun dimana 17% diantaranya adalah BBLR dan hampir semua terjadi di Negara berkembang. 11 Berdasarkan hasil pengumpulan data indikator kesehatan propinsi yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan, proporsi BBLR pada tahun 2000 berkisar antara 0,91% (Gorontalo) dan 18,89% (Jawa Tengah), sedangkan pada tahun 2001 berkisar antara 0,54% (NAD) dan 6,90% (Sumatra Utara). Angka tersebut belum mencerminkan kondisi sebenarnya yang ada di masyarakat karena belum semua berat badan bayi yang dilahirkan dapat dipantau oleh petugas kesehatan, khususnya yang ditolong oleh dukun atau tenaga non kesehatan lainnya. 12 Angka kematian bayi di Indonesia tercatat 51,0 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2003, masih terbilang tinggi bila di bandingkan dengan Negara–negara di bagian ASEAN. penyebab kematian bayi terbanyak adalah karena gangguan perinatal. Dari seluruh kematian perinatal sekitar 2 – 27% disebabkan karena kelahiran bayi BBLR. Sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7 – 14% yaitu sekitar 459.200 – 900.000 bayi. 12 2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kematian Bayi BBLR Terjadinya BBLR merupakan hasil interaksi antara usia pertumbuhan dengan usia kandungan serta kemampuan janin untuk mencapai berat optimal saat lahir dan ditentukan oleh adanya persediaan zat-zat gizi yang cukup dalam arti kuantitas serta kualitas untuk kelanjutan tumbuh kembang anak dalam kandungan serta kemampuan ibu memelihara kehamilan sehingga cukup bulan. 18 Secara garis besar kejadian BBLR maupun usia belum sesuai dengan masa gestasinya adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Umur Ibu Tinggi rendahnya resiko dalam proses kehamilan dan persalinan sangat bergantung pada faktor usia ibu. Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu adalah usia 20-35 tahun, dibawah dan diatas usia tersebut akan terjadi peningkatan resiko kehamilan dan persalinan. 7 Pada usia yang muda, rahim dan panggul ibu seringkali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya keselamatan dan kesehatan janin dalam kandungan dapat terganggu. Keadaan mental ibu juga dinilai belum cukup dewasa sehingga belum mampu merawat diri dan kandungannya. Sementara itu, pada usia yang terlalu tua telah terjadi perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi. Di sisi lain, ada kecendrungan ditemukan penyakit lain dalam tubuh ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan.13 Menurut Manik yang dikuti oleh Jumirah, dkk (2001) usia ibu < 20 tahun beresiko 14 kali lebih besar dan usia > 35 tahun beresiko 4 kali lebih besar melahirkan bayi BBLR dibandingkan usia 20-35 tahun. 19 b. Suku (Ras) Perbedaan kejadian BBLR pada suku bangsa lebih dikaitkan dengan kebiasaan dan pola makan yang telah dianut oleh masing-masing suku bangsa tersebut. Hal ini sangat berpengaruh pada kondisi gizi ibu yang kemudian berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan janin. 20 c. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan ibu dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan bayi. Dengan berbekal pendidikan yang cukup, seorang ibu dinilai lebih
Universitas Sumatera Utara
banyak memperoleh informasi yang dibutuhkan. Selain itu, ibu dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi labih mudah menyerap informasi atau himbauan yang diberikan. Dengan demikian mereka dapat memilih serta menentukan alternatif terbaik dalam melakukan perawatan dan pemeriksaan kehamilan sehingga dapat melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal. 13 d. Paritas Paritas merupakan jumlah persalinan yang pernah dialami ibu sebelum kehamilan/persalinan tersebut. Kejadian BBLR yang tinggi pada kelompok ibu dengan paritas rendah dihubungkan dengan faktor umur ibu yang masih terlalu muda, dimana organ-organ reproduksi ibu belum tumbuh secara sempurna dan kondisi psikis ibu yang belum siap. Sedangkan pada ibu dengan paritas tinggi, hal yang mungkin terjadi adalah gangguan-gangguan kesehatan seperti anemia, kurang gizi ataupun gangguan pada rahim. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga meningkatkan resiko terjadinya BBLR. 13 e. Jarak Kehamilan Ibu hamil dengan jarak kelahiran dari anak terkecil < 2 tahun akan meningkatkan risiko terjadinya BBLR. Dalam kondisi seperti ini, ibu masih membutuhkan waktu untuk memulihkan kesehatan fisik dan rahimnya. Jarak kehamilan yang dekat dapat mempengaruhi daya tahan dan gizi ibu sehingga berpengaruh pula terhadap janin. 13 f. Usia Kehamilan Pada kongres European Perinatal Medicine ke II disepakati ketentuan untuk keseragaman mengenai usia kehamilan yaitu: bayi kurang bulan (preterm) adalah
Universitas Sumatera Utara
bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu, bayi cukup bulan (aterm) adalah bayi dengan masa kehamilan 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dan bayi lebih bulan (postterm) adalah bayi dengan masa kehamilan lebih dari 42 minggu. 10 g. Riwayat Kehamilan Terdahulu23 Riwayat kehamilan dan persalinan seorang ibu memberikan gambaran tentang keadaan bayi yang sedang dikandungnya. Angka lahir mati atau krjadian BBLR cenderung meningkat pada ibu-ibu yang mempunyai riwayat kehamilan yang buruk. Saraswati, dkk (1998) menyebutkan bahwa ibu yang pernah mengalami keguguran akan berisiko 2,81 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR di bandingkan ibu yang tidak pernah mengalami keguguran. Sedangkan pada ibu yang pernah melahirkan bayi lahir mati beresiko 4,35
kali melahirkan bayi BBLR
dibanding ibu yang tidak pernah melahirkan bayi lahir mati. h. Komplikasi Kehamilan Beberapa komplikasi kehamilan yang sering terjadi seperti hiperemesis gravidarum, preeklamsi dan eklamsi, kehamilan ektopik, kelainan plasenta previa, solusio plasenta, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini,anemia, malaria, kardiovaskular dsb dapat menggangu kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan sehingga meningkatkan resiko bayi lahir dengan BBLR. 14 i. Pemeriksaan Antenatal (Antenatal Care) Semua ibu hamil diharapkan mendapatkan perawatan kehamilan oleh tenaga kesehatan. Untuk mendeteksi secara dini faktor resiko, maka semua ibu hamil perlu melakukan pemeriksaan antenatal. Pemerikasaan kehamilan paling sedikit harus dilakukan sebanyak empat kali selama masa kehamilan, yaitu satu kali pada triwulan
Universitas Sumatera Utara
I, satu kali pada triwulan II, dan dua kali pada triwulan III. Tidak hanya sabagai upaya deteksi dini, pemeriksaan antenatal melalui konseling dan penyediaan pelayanan juga merupakan medium yang mempromosikan perilaku kesehatan dan gizi yang baik selama hamil. 13 j. Status Gizi Bila makanan ibu selama hamil tidak tercukupi baik secara kuantitas maupun kualitas, maka akan berakibat pada kemunduran kesehatan janin. k. Kehamilan Kembar Adanya dua janin atau lebih dalam kandungan dapat meningkatkan resiko hambatan pertumbuhan pada salah satu atau kedua janin bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal. 15 2.3.
Penatalaksanaan Bayi BBLR
2.3.1. Bayi Prematur Yang perlu diperhatikan adalah pengaturan suhu lingkungan, pemberian makanan, dan siap sedia dengan tabung oksigen. Pada bayi premature makin pendek masa kehamilan, makin sulit dan banyak persoalan yang akan dihadapi, dan makin tinggi angka kematian perinatal. Biasanya kematian disebabkan oleh gangguan pernafasan, infeksi, cacat bawaan, dan trauma pada otak.7 1. Pengaturan suhu lingkungan Bayi dimasukkan dalam inkubator dengan suhu yang diatur: -
Bayi berat badan dibawah 2 kg 35°C
-
Bayi berat badan 2 kg sampai 2,5 kg 34°C
Universitas Sumatera Utara
Suhu inkubator diturunkan 1°C setiap minggu sampai bayi dapat ditempatkan pada suhu lingkungan sekitar 24-27°C. 2. Makanan bayi berat badan lahir rendah Umumnya bayi prematur belum sempurna refleks menghisap dan batuknya, kapasitas lambung masih kecil, dan daya enzim pencernaan, terutama lipase, masih kurang. Maka makanan diberikan dengan pipet sedikit-sedikit namun lebih sering. Sedangkan pada bayi small for date sebaliknya kelihatan seperti orang kelaparan, rakus minum dan makan. Yang harus diperhatikan adalah terhadap kemungkinan terjadinya pneumonia aspirasi. 2.3.2 Bayi Kecil Untuk Masa Kehamilan (KMK) Pada umumnya sama dengan perawatan neonatus umumnya, seperti pengaturan suhu lingkungan, makanan, mencegah infeksi dan lain-lain, akan tetapi karena bayi ini mempunyai problem yang berbeda dengan bayi lainnya makan harus diperhatikan hal-hal berikut ini15. a. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan janin serta menemukan gangguan pertumbuhan misalnya dengan pemeriksaan ultrasonografi. b. Memeriksa kadar gula darah. Bila terbukti adanya hipoglikemia harus segera diatasi. c. Bayi KMK membutuhkan lebih banyak kalori dari bayi premature. Bayi BBLR memiliki kamungkinan lebih besar untuk mengalami masalah kesehatan daripada bayi berat normal. Banyak bayi-bayi ini membutuhkan perawatan khusus di unit perawatan intensif bayi baru lahir (NICU). Masalah medis yang paling umum dijumpai pada bayi BBLR:
Universitas Sumatera Utara
a. Respiratory distress syndrome (RDS) Masalah pernapasan ini biasa terjadi pada bayi yang lahir sebelum minggu ke34 kehamilan. Bayi dengan RDS mengalami kekurangan protein yang disebut surfaktan yang berfungsi untuk menjaga kantung udara kecil di paru-paru. Pengobatan dengan surfaktan membantu bayi bernapas lebih mudah. Bayi dengan RDS perlu tambahan oksigen dan bantuan pernapasan mekanik untuk menjaga paruparu mereka. Untuk bayi yang lebih parah memerlukan bantuan ventilasi mekanik untuk bernafas sementara paru-paru mereka dewasa.
b. Bleeding in the brain Pendarahan di otak (disebut perdarahan intraventricular atau ivh) adalah pendarahan di otak yang terjadi pada beberapa bayi prematur sangat rendah, biasanya dalam tiga hari pertama kehidupan. Perdarahan otak biasanya didiagnosis dengan USG. Kebanyakan perdarahan otak ringan dan berujung dengan masalah yang tidak serius. Perdarahan berat dapat menyebabkan tekanan pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Dalam keadaan tersebut, ahli bedah dapat menyisipkan sebuah tabung ke dalam otak untuk mengalirkan cairan dan mengurangi risiko kerusakan otak. Dalam kasus ringan, obat kadang-kadang dapat mengurangi penumpukan cairan.
c. Patent ductus arteriosus (PDA)
Patent ductus arteriosus (PDA): PDA adalah masalah hati yang sering terjadi pada bayi prematur. Sebelum lahir, arteri besar yang disebut ductus arteriosus
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan darah tidak mengaliri paru-paru bayi. Ductus ini biasanya menutup setelah lahir sehingga darah dapat mengalir ke paru-paru dan mengambil oksigen. Ketika ductus tidak menutup dengan benar, dapat menyebabkan gagal jantung. PDA dapat didiagnosis dengan bentuk khusus dari USG (echocardiography) atau tes imaging lainnya. Bayi dengan PDA diperlakukan dengan obat yang membantu menutup ductus, walaupun operasi mungkin diperlukan jika obat tidak bekerja.
d. Necrotizing enterocolitis (NEC)
Necrotizing enterocolitis (NEC) adalah Masalah usus yang berpotensi berbahaya, biasanya terjadi dua sampai tiga minggu setelah lahir. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan makan, komplikasi perut bengkak dan lainnya. Bayi dengan NEC diobati dengan antibiotik dan diberi makan secara intravena (melalui pembuluh darah) sambil menyembuhkan
usus.
Dalam
beberapa
kasus,
operasi
diperlukan
untuk
menghilangkan bagian-bagian yang rusak dari usus
e. Retinopati prematuritas (ROP)
Retinopati prematuritas (ROP) adalah pertumbuhan abnormal dari pembuluh darah di mata yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan. Hal ini terjadi terutama pada bayi yang lahir sebelum 32 minggu kehamilan. Kebanyakan kasus sembuh dengan kehilangan penglihatan sedikit atau tidak ada. Pada kasus yang parah, dokter mata mungkin menangani dengan laser atau dengan cryotherapy (pembekuan) untuk mempertahankan penglihatan.
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Prognosis Bayi BBLR Kematian perinatal pada bayi berat badan lahir rendah 8 kali lebih besar dari
bayi normal pada umur kehamilan yang sama. Prognosis akan lebih buruk lagi bila berat badan makin rendah. Angka kematian yang tinggi terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan intrakranial, dan hipoglikemia. Bila bayi ini selamat kadang-kadang dijumpai kerusakan pada syaraf dan akan terjadi gangguan bicara, IQ yang rendah, dan gangguan yang lainnya.7 Bayi BBLR umumnya akan menemui masalah dalam proses pertumbuhannya. Kalaupun ada yang mulus, dalam arti tumbuh menjadi anak pintar, mungkin sifatnya kasuistik saja. Penelitian juga membuktikan, anak BBLR akan lebih rentan mengalami penyakit-penyakit kronis seperti diabetes atau jantung koroner ketika ia tumbuh dewasa kelak. Bayi yang lahir dengan BBLR memiliki risiko untuk mengalami hambatan pertumbuhan pada tahun pertama kehidupannya. 10-30% bayi yang bertahan hidup berberat badan kurang dari satu kg saat lahir, menderita cacat mental. Bayi yang ringan untuk umur kehamilan tidak berjalan sebaik bayi yang tumbuh tepat bagi masa kehamilannya. 12, 17 Lebih daripada itu, akibat status gizi yang rendah, bayi ini juga akan mudah mengalami penyakit infeksi dibanding bayi seumurnya yang lahir dengan berat badan normal. Apabila bayi mengalami penyakit infaksi seperti diare, maka kemungkinan penurunan berat badan dapat dengan mudah terjadi. Dapat diduga kemudian, bayi ini akan mempunyai berat badan yang sangat rendah atau mengalami gangguan pertumbuhan yang berat.12
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Pencegahan BBLR
2.5.1. Pencegahan primer Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum sebelum hal itu terjadi. Upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan primer terhadap kejadian BBLR adalah dengan mencegah kehamilan bagi ibu yang memiliki usia dan paritas resiko tinggi untuk melahirkan bayi dengan BBLR, memperhatikan jarak kehamilan, dan mencukupi asupan gizi ibu hamil baik secara kuantitas maupun kualitas, menghindari perilaku beresiko tinggi seperti merokokdan minum minuman yang mengandung alkohol karena dapat menghambat pertumbuhan janin. 2.5.2. Pencegahan Sekunder Pencegahan ini lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan dan deteksi untuk menemukan penyakit atau gangguan kesehatan setiap individu dalam populasi. Setiap ibu hamil disarankan agar melakukan pemeriksaan antenatal
minimal
sebanyak empat kali yaitu satu kali pada trisemester I, satu kali pada trisemester II dan dua kali pada trisemester III. Dengan melakukan pemeriksaan antenatal, segala bentuk kelainan ataupun gangguan pada ibu dan janin dapat di deteksi sedini mungkin. Sehingga jika didapati keadaan yang sifatnya patologis segera dapat diambil tindakan yang tepat untuk mengatasinya. 2.5.3. Pencegahan Tertier Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah cacat, kematian, serta usaha rehabilitasi. Karena jika dibadingkan dengan bayi berat badan normal, bayi
Universitas Sumatera Utara
yang dilahirkan dengan BBLR memiliki resiko tinggi untuk meninggal, mangalami hambatan pertumbuhan otak (berupa gangguan psikomotorik, retardasi mental dll). 2.6 Upaya Penurunan Angka Kematian BBLR Upaya menurunkan angka kejadian dan angka kematian BBLR akibat komplikasi seperti Asfiksia, Infeksi, Hipotermia, Hiperbilirubinemia yang masih tinggi terus dilangsungkan melalui berbagai kegiatan termasuk pelatihan tenagatenaga profesional kesehatan yang berkaitan. Dalam hal ini Departemen Kesehatan RI dan Unit Kerja Kelompok Perinatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK Perinatologi IDAI) bekerjasama dengan beberapa Dinas Kesehatan Propinsi telah menyelenggarakan pelatihan manajemen BBLR bagi bidan, dokter serta dokter spesialis anak menurut tahapannya. 4 Di Jawa Timur sendiri telah secara intensif melakukan kegiatan pelatihan terhadap para profesional kesehatan. Para tenaga yang terlatih Manajemen BBLR di Propinsi Jawa Timur dalam kurun waktu hampir dua tahun (2006-2007) telah mencakup : Dokter Spesialis Anak : 38 orang (18,36%); Dokter Puskesmas : 76 orang (5,32%) dan Bidan : 76 orang (0,72%). Melihat prosentase yang masih jauh dari jumlah keseluruhan tenaga profesional di Jawa Timur tentunya pelatihan-pelatihan manajemen BBLR di masa mendatang masih akan terus dibutuhkan.4 Berbagai upaya dibidang pendidikan dan kemajuan teknologi telah diterapkan guna mempertahankan kelangsungan hidup BBLR dari berbagai tingkat perawatan. Meskipun kelangsungan hidup dapat dipertahankan, gangguan jangka pendek maupun jangka panjang masih sering ditemukan akibat komplikasi perawatan intensif ataupun karena morbiditas diderita. Pemantauan aktif dan terus menerus pada
Universitas Sumatera Utara
BKB/BBLR yang dirawat atau pasca rawat di Unit perawatan intensif perlu dilakukan secara ketat. Hal ini sangat bermanfaat agar diagnosa dan tatalaksana dini dapat ditegakkan sehingga tumbuh kembang bayi selanjutnya dapat berjalan optimal.4
Universitas Sumatera Utara