BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Geofoam Geofoam merupakan bahan geosintetik dengan bahan dasar polystyrene. Terdapat dua macam geofoam, yaitu EPS (Expanded Polystyrene) dan XPS (Extruded Polystyrene). Perbedaan keduanya terdapat pada proses pembuatan geofoam tersebut. Karakteristik utama dari geofoam adalah densitas yang sangat ringan, sekitar 1% dari densitas material tanah. Pada struktur geoteknik seperti timbunan, densitas dari material timbunan sangat mendominasi dalam desain gravitasi dan juga seismik. Pengurangan beban pada struktur timbunan merupakan alasan utama digunakannya geofoam sebagai pengganti material tanah.
2.1.1
Expanded Polystyrene Geofoam Proses pembuatan EPS geofoam melalui dua tahapan, yaitu preexpansion dan molding. Pada tahap pre-expansion butir – butir polystyrene dimasukan ke dalam kontainer dan dipanaskan melalui uap. Penguapan ini mengakibatkan blowing agent yang terdapat pada butir-butir polystyrene untuk mengembang sehingga butir – butir tersebut membesar sampai 50 kali dibandingkan volume butiran awal. Pada kondisi ini EPS disebut dengan prepuff, masing-masing volume pre-puff ini adalah 98% udara dan berbentuk seperti
7
8
bola. Setelah tahap ini pre-puff didiamkan pada tempat sementara agar kondisi butiran secara suhu dan properti kimianya lebih stabil. Untuk tahap kedua yaitu tahap molding, setelah pre-puff didiamkan prepuff kemudian dimasukan ke dalam cetakan blok untuk proses pencetakan. Pada cetakan blok, pre-puff kembali dipanaskan melalui uap sehingga mengalami pembesaran butiran pre-puff dari bentuk bola menjadi bentuk polyhedral. Bentuk polyhedral ini akan mengisi ruang-ruang kosong dalam blok tersebut. Ketika selesai dalam proses pencetakan, EPS blok geofoam kembali didiamkan dalam jangka waktu kurang lebih 7 hari untuk distabilkan secara suhu (dimensi EPS blok geofoam akan berkurang dalam proses pendinging) dan properti kimianya (sisa blowing agent yang terdapat pada butiran polystyrene akan menguap sehingg meminimalkan peluang EPS blok geofoam untuk terbakar). EPS geofoam yang digunakan untuk aplikasi geoteknik disebut dengan EPS blok geofoam, karena penggunaan EPS geofoam yang berbentuk blok – blok. EPS blok geofoam memiliki densitas yang sangat ringan dibandingkan dengan densitas tanah, yaitu 16 – 32 kg/m3 sekitar 1% dari densitas tanah. Dengan densitas yang ringan ini EPS blok geofoam tetap mampu menahan beban – beban struktur yang berat diatasnya seperti beban kendaraan roda empat, kereta api, pesawat, struktur gedung tingkat rendah, dan abutment jembatan kecil. Penggunaan EPS blok geofoam sebagai material timbunan mengurangi beban mati yang bekerja pada tanah dasar sehingga mengurangi penurunan yang terjadi pada tanah dasar, namun tetap dapat menahan beban – beban hidup yang bekerja diatas struktur timbunan EPS blok geofoam. Penggunaan geofoam juga
9
dapat mengurangi tegangan akibat gravitasi pada tanah dasar, mengurangi tekanan lateral tanah dan juga mengurangi gaya inersia pada saat terjadi getaran seismik. Keunggulan utama dari penggunaan EPS blok geofoam adalah densitasnya yang sangat rendah, yaitu 1% dari densitas tanah. Sehingga dari properti ini dapat menghasilkan struktur yang lebih stabil karena beban yang bekerja pada tanah dasar lebih kecil dibandingkan dengan pengguan material tanah serta penurunan yang terjadi lebih kecil. Keunggulan lain dari penggunaan EPS blok geofoam adalah EPS blok geofoam tidak dapat hancur ketika sudah ditanam di dalam tanah akibat beban kerja diatasnya, sehingga tidak akan mencemari lingkungan. Pengaplikasian EPS blok geofoam pada lokasi proyek juga tidak memerlukan tenaga teknis yang ahli, sehingga dapat menggunakan buruh lokal. Penggunaan EPS blok geofoam dapat mempersingkat waktu konstruksi, karena pengaplikasian EPS blok geofoam sangat mudah dan tidak tergantung pada cuaca dan waktu pengaplikasian. Disamping keunggulan yang dihasilkan, EPS blok geofoam juga memiliki kelemahan. EPS geofoam memiliki properti yang mudah terbakar, terdapat beberapa cairan yang dapat larut dengan EPS blok geofoam yang dapat melemahkan properti mekanis dari EPS geofoam , memiliki kecendurang untuk terangkat akibat gaya angkat air, terdorong akibat gaya lateral air dan terdapat potensi pengembangbiakan kutu pada bagian luar EPS blok geofoam. Semua kelemahan ini akan diperjelas lebih dalam pada pembahasan Properti Fisik EPS Geofoam dalam bab ini.
10
2.2
Aplikasi EPS Geofoam a. Timbunan Aplikasi geofoam untuk timbunan digunakan pada tanah dasar lunak yang memiliki daya dukung tanah dasar yang rendah dan penurunan yang tinggi. Dengan mengandalkan densitas geofoam yang sangat ringan dapat meningkatkan stabilitas struktur dengan mengurangi beban yang bekerja pada tanah dasar dan mengurangi penurunan pada tanah lunak. KONSTRUKSI JALAN PELAT BETON TANAH TIMBUNAN GEOFOAM
TANAH DASAR
Gambar 2.1 Aplikasi EPS Geofoam pada konstruksi timbunan b. Stabilitas Lereng Pengaplikasian geofoam yang struktur atas lereng akan mengurangi gaya pendorong lereng yang menyebabkan kelongsoran pada lereng. Gaya pendorong yang dihasilkan dengan menggunakan material tanah akan lebih besar dibanding material geofoam akibat densitas tanah yang berat dibandingkan densitas geofoam.
11
TANAH TIMBUNAN /KONSTRUKSI JALAN PELAT BETON (JIKA DIPERLUKAN) GEOFOAM TANAH GRANULAR
GARIS KERUNTUHAN
Gambar 2.2 Aplikasi EPS Geofoam pada stabilitas lereng c. Dinding penahan Mengurangi tekanan lateral yang bekerja pada dinding penahan. Pengaplikasian geofoam adalah sebagai subsitusi material tanah pada wilayah tanah yang menghasilkan tekanan aktif tanah. Karena densitas geofoam yang ringan, tegangan vertikal yang dihasilkan di belakang dinding penahan akan lebih kecil dibandingkan bahan timbunan tanah. TANAH TIMBUNAN /KONSTRUKSI JALAN
GEOFOAM
DINDING PENAHAN
TANAH GRANULAR
PIPA DRAINASE
Gambar 2.3 Aplikasi EPS Geofoam pada konstruksi dinding penahan
12
d. Proteksi Mengurangi beban mati dan lateral pada utilitas yang tertanam di bawah tanah. Melindungi utilitas pada saat gempa dengan mengurangi regangan aksial.
2.3
Properti Fisik EPS Geofoam a. Dimensi Tabel 2.1 Dimensi EPS Geofoam Dimensi (mm) Lebar 305 - 1219 Panjang 1219 - 4877 Tebal 25 - 1219 (www.geofoam.com) b. Densitas Densitas EPS berkisar antara 10 – 100 kg/m3, walaupun pada praktik di lapangan densitas EPS dapat lebih kecil yaitu berkisar antara 16 – 32 kg/m3. Densitas EPS blok geofoam dapat dikorelasikan dengan properti mekanis dan termal, sehingga densitas EPS blok geofoam dapat menjadi indikasi indeks properti untuk memperkirakan properti mekanis dan termal.
13
Tabel 2.2
Spesifikasi EPS Geofoam Berdasarkan AASHTO Tipe
Properti Densitas Blok Tegangan Elastis Batas Modulus Young
EPS40
EPS50
EPS70
EPS100
(kg/m3)
16
20
24
32
(kPa)
40
50
70
100
(MPa)
4
5
7
10
EPS19
EPS22
EPS29
EPS39
Spesifikasi Geofoam berdasarkan ASTM D6817 yang memenuhi spesifikasi AASHTO (www.geofoam.com) c. Flammibility Geofoam memiliki properti yang mudah terbakar, indeks oksigen menunjukan persentase minimum oksigen yang diperlukan di lingkungan lapangan untuk geofoam terbakar. Material dengan indeks oksigen ≤ 21% akan mudah terbakar pada udara dengan oksigen sekitar 21% jika terdapat sumber api. Sehingga indeks oksigen geofoam perlu berada diatas kandungan oksigen di udara. Polystyrene memiliki indeks oksigen 18%, namun EPS geofoam didesain dengan memiliki properti tahan api sehingga indeks oksigennya minimum sebesar 24%. EPS geofoam tahan api memiliki bahan tambahan kimia berupa bromine yang dicampur pada saat pembuatan EPS. d. Durabilitas Secara umum, EPS blok geofoam sudah terbukti sebagai produk yang kuat, dan tidak bermasalah dibandingkan dengan produk geosintetik lainnya
14
yang dapat rusak atau terdegradasi selama atau setelah proses konstruksi. EPS tidak dapat terdegradasi dan tidak dapat larut, rusak atau berubah di dalam tanah dan air tanah. Walau EPS blok geofoam dapat menyerap air, namun dimensi dan properti mekanis EPS blok geofoam tidak akan berubah. Hanya saja akan mempengaruhi efisiensi termal, namun tidak berkaitan dengan aplikasi ringan dari EPS blok geofoam. EPS blok geofoam tidak memiliki sumber makan untuk semua jenis organisma atau binatang. Walau pengembangbiakan kutu di dalam EPS blok geofoam pernah dijumpai pada beberapa kasus di dunia, namun hal ini hanya terjadi pada kasus dimana EPS blok geofoam digunakan sebagai insulasi termal pada bangunan dimana terdapat banyak kayu-kayu disekitar lokasi bangunan. EPS dapat juga diberikan bahan tambahan kimia Timbor untuk menghindari terjadinya pengembangbiakan kutu. Semua produk geosintetik sangat rentan pada sinar UV. Pada EPS blok geofoam, radiasi sinar UV akan mengakibatkan warna geofoam menjadi kuning dan kondisi fisik geofoam menjadi rapuh dan pucat. Namun proses ini memakan waktu yang lama, mungkin bulan ataupun tahun, yang hanya terjadi pada permukaan geofoam. Sehingga diperlukan proteksi untuk jangka panjang aplikasi EPS blok geofoam. Terdapat beberapa cairan yang dapat larut dengan EPS. Cairan-cairan yang mungkin ditemukan pada aplikasi timbunan ringan dengan EPS blok geofoam adalah bensin dan juga solar.
15
2.4
Properti Mekanis EPS Geofoam a. Hubungan antara tegangan dan regangan EPS geofoam Pengujian pembebanan menggunakan unconfined uniaxial compression untuk EPS blok geofoam merupakan pengujian utama yang umum digunakan untuk mengetahui perilaku tekan dari EPS blok geofoam. Terdapat dua macam pengujian, yaitu monotonic test dan cyclic test. •
Monotonic test: Pengujian yang umum dilakukan untuk sampel EPS geofoam yang melibatkan strain controlled compression loading (regangan terkontrol pada pembebanan kompresi) pada kecepatan regangan 10% per menit, dengan penambahan tegangan yang monoton sampai mencapai regangan yang diinginkan. Gambar 2.4 merupakan grafik teganganregangan yang dihasilkan dari monotonic test menggunakan sampel kubik EPS geofoam 50 mm dan kecepatan regangan sebesar 10% per menit sampai kurang lebih 90% regangan yang menggambarkan perilaku tekan dari EPS geofoam. Pengujian ini dilakukan pada sampel EPS 50, namun grafik tegangan-regangan untuk tipe EPS lainnya mengalami perilaku yang sama.
16
Gambar 2.4 Perilaku Tegangan-Regangan pada Sampel EPS 50 (AASHTO) (Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004) Dari perilaku tegangan-regangan yang dilihatkan pada Gambar 2.4, dapat dibagi menjadi 4 zona : -
Zona 1 : Linear tahap pertama
-
Zona 2 : Yielding
-
Zona 3 : Linear tahap kedua dengan sifat pengerasan geofoam
-
Zona 4 : Non – linear namun tetap dengan sifat pengerasan geofoam Pada zona 1 dapat disimpulkan bahwa perilaku linear dan elastis
sampai pada regangan 1%, dimana ini dinamakan sebagai tegangan limit elatis pada parameter EPS blok geofoam, σe. Sedangkan kemiringan yang didapatkan dari garis persamaan zona 1 disebut dengan initial tangent Young’s Modulus, Eti. Nilai Eti dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut :
17
E ti = 450ρ − 3000 .................................................................................. (2.1)
Dimana, Eti ρ
= dalam kilopascal, kPa = densitas EPS, kg/m3
Dari hukum Hooke, dinyatakan bahwa σ = Eti * ε, dimana σ adalah tegangan yang bekerja dan ε adalah regangan yang dihasilkan akibat tegangan yang bekerja. Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung tegangan elastis batas pada regangan 1% untuk tujuan desain dan analisa adalah sebagai berikut : σe = (450ρ − 3000 ) * (0,01) = 4,5ρ − 30 .................................................... (2.2)
Dimana, σe ρ
= dalam kilopascal, kPa = densitas EPS, kg/m3
Pada zona 2 dalam grafik tegangan-regangan disebut yielding. Zona yielding terjadi pada regangan 3% – 5%. Setelah zona yielding terjadi perilaku linear kembali. Radius dari kurva pada zona yielding tergantung pada densitas EPS, namun pada umumnya dengan densitas yang lebih besar, akan menghasilkan radius kurva zona yielding yang lebih kecil sehingga nilai regangan yang dihasilkan untuk zona linear setelahnya akan lebih kecil. Parameter kuat tekan EPS, σc didefinisikan sebagai kuat tekan yang terjadi pada regangan 10%. Ini berdasarkan ASTM dan juga standarstandar organisasi yang berlaku di dunia. Nilai σc10 dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : σc10 = 8,82ρ − 61,7 ................................................................................. (2.3)
18
Dimana, σc10 = kuat tekan pada regangan 10%, kPa ρ
= densitas EPS, kg/m3
Terdapat parameter EPS geofoam yaitu tegangan yield, σy yang didefinisikan sebagai tegangan yang menyatakan permulaan proses yielding. Tegangan yield dapat diketahui dari grafik tegangan-regangan EPS blok atau dari rumus-rumus empiris. Dari grafik tegangan yield dapat dicari dengan menarik garis tangen dari zona linear tahap pertama dan juga garis tangen dari zona linear tahap kedua. Pertemuan dari kedua garis tangen ini merupakan nilai tegangan yield yang terjadi. Berikut adalah rumus-rumus empiris yang digunakan untuk mencari tegangan yield : σ y = 6,41ρ − 35,2 ................................................................................... (2.4) σ y = 6,62ρ − 46,3 ................................................................................... (2.5) σ y = 6,83ρ − 48,4 ................................................................................... (2.6)
Dimana, σy
= tegangan yield, kPa
ρ
= densitas EPS, kg/m3
19
Gambar 2.5
Grafik Tegangan Yield
(Sumber: Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004) •
Cyclic test: Pembebanan siklus didefinisikan sebagai beban yang diberikan, dilepas, dan kemudian diberikan kembali dalam waktu yang cepat dan berulang. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa selama tegangan maksimum yang diberikan tidak melebihi tegangan batas elastis tidak akan terjadi deformasi plastis ketika beban dilepaskan dan tidak terjadi penurunan nilai modulus Young. Perilaku EPS geofoam pada pembebanan siklus dipengaruhi oleh bentuk polyhedra partikel-partikel EPS. Bentuk polyhedra terjadi ketika partikel-partikel EPS dikembangkan di proses pembuatan dan berubah bentuk dari spherical menjadi polyhedra. Deformasi dari polyhedra
20
adalah elastis sampai pada regangan 0% – 1%. Diatas regangan 1% polyhedra akan mengalami perubahan bentuk permanen menjadi bentuk ellipsoidal.
Gambar 2.6 Perilaku Tegangan-Regangan EPS Geofoam Pada Percobaan Siklus dengan σ > σe Pada Sampel EPS Geofoam Densitas 13 kg/cm3 (Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004) b. Properti rangkak dari EPS geofoam Pengujian
rangkak
berdasarkan
pengujian
yang
dilakukan
di
laboratorium pada sampel EPS berukuran kecil yang dipotong dari blok geofoam yang akan digunakan dalam konstruksi. Dari pengujian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa : •
Jika tegangan yang bekerja menghasilkan regangan seketika sebesar ≤ 0,5%, rangkak yang terjadi dapat diabaikan walau dibebani selama 50 tahun atau lebih. Tegangan pada regangan 0,5% menghasilkan kurang lebih 25% dari kuat tekan atau 33% dari tegangan yield.
21
•
Jika tegangan yang bekerja menghasilkan regangan seketika sebesar antara 0,5% – 1% , rangkak yang terjadi masih dalam batas normal untuk aplikasi timbunan ringan walau dibebani selama 50 tahun atau lebih. Tegangan pada regangan 1% menghasilkan kurang lebih 50% dari kuat tekan atau 67% dari tegangan yield.
•
Jika tegangan yang bekerja menghasilkan regangan seketika sebesar ≥ 1%, rangkak yang terjadi dapat meningkatkan dengan cepat dan menjadi berlebih untuk aplikasi timbunan ringan. Tegangan pada regangan ≥ 1% menghasilkan kurang lebih 75% dari kuat tekan.
Gambar 2.7 Perilaku Rangkak Pada EPS 70 (AASHTO) (Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
22
Gambar 2.8 Perilaku Rangkak Pada EPS 100 (AASHTO) (Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004) c. Kuat geser EPS geofoam Terdapat dua macam geser yang berkaitan dengan geofoam, yaitu : •
Kuat geser internal EPS Kuat geser internal EPS dihitung melalui pengujian geser dengan memberikan gaya normal bersamaan dengan gaya geser sampai mencapai tegangan geser yang maksimum. Kuat geser EPS geofoam memiliki korelasi dengan kuat tekannya, sehingga jarang sekali dilakukan pengujian kuat geser pada EPS geofoam.
23
Gambar 2.9
Korelasi Kuat Geser dengan Densitas EPS Geofoam
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004) •
Kuat geser eksternal antara EPS/EPS atau EPS/material lainnya. Terdapat 2 macam antarmuka pada aplikasi EPS geofoam sebagai material timbunan ringan yang perlu diperhatikan, yaitu antarmuka antara EPS/EPS dan EPS/material lainnya. -
Interface antara EPS/EPS: Metode pengujian kuat geser antarmuka antara EPS/EPS sama dengan percobaan direct shear pada pasir. Berdasarkan dari data kuat geser yang ada antara EPS/EPS, kuat geser EPS geofoam dapat didefinisikan dengan menggunakan rumus Coulomb sebagai berikut : τ = σ n * μ = σ n * tan δ ...................................................................... (2.7)
Dimana,
τ
= kuat geser antarmuka
σn = tegangan normal yang diberikan
24
μ = koefisien friksi = tan δ φ = sudut friksi antarmuka EPS/EPS Dari penelitian-penelitian yang sudah dilaporkan terdapat beberapa hasil untuk sudut friksi interface EPS/EPS. Hasil sudut friksi, μ berkisar antara 0,5 – 0,7, dengan μ = 0,64 yang digunakan pada penelitian yang dilakukan di Jepang. Dari hasil μ yang didapat nilai δ masing-masing adalah 27° – 35° dan 32° dari penelitian di Jepang. Namun nilai δ yang dipakai dalam desain kuat geser EPS/EPS pada penelitian ini adalah 30° dengan nilai koefisien friksi sebesar 0,6. -
Interface antara EPS/material lainnya Terdapat 2 lokasi pada struktur timbunan dimana terdapat interface EPS geofoam dengan material lainnya, yaitu antara konstruksi jalan dengan EPS geofoam dan antara EPS geofoam dengan tanah dasar. Material yang biasa digunakan diantara konstruksi jalan dengan EPS geofoam adalah geotekstil dan geomembran, sedangkan antara EPS geofoam dengan tanah dasar adalah geotekstil dan pasir. Tabel 2.3 Sudut geser antarmuka EPS geofoam Interface
Sudut geser
EPS/EPS
30°
EPS/non-woven geotekstil
25°
EPS/geomembran
52°
EPS/pasir
30°
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
25
Berdasarkan literatur yang didapatkan mengenai koefisien friksi material EPS geofoam dengan material lain, didapatkan bahwa koefisien friksi yang terjadi antara material EPS geofoam/pasir adalah sebesar 0,6. Oleh sebab itu diambil asumsi bahwa koefisien friksi yang terjadi antara material EPS geofoam/tanah lempung adalah 0,5, dengan asumsi bahwa friksi yang terjadi antara material EPS geofoam/tanah lempung lebih kecil dibandingkan dengan koefisien friksi antara EPS geofoam/pasir.
2.5
Stabilitas Timbunan EPS Geofoam Desain timbunan konstruksi jalan menggunakan material EPS blok geofoam memerlukan pemahaman mengenai interaksi antara tiga komponen pada konstruksi timbunan tersebut, yaitu antara tanah dasar, material timbunan, dan konstruksi jalan. Sehingga proses perancangan konstruksi timbunan dibagi menjadi tiga tahap yang menganalisa interaksi antara ketiga komponen tersebut. Tahap stabilitas eksternal (global) meninjau interaksi antara kombinasi material timbunan (EPS blok geofoam dan timbunan tanah) dan konstruksi jalan dengan tanah dasar dan juga meninjau stabilitas overall konstruksi timbunan. Dalam perhitungan stabilitas struktur timbunan EPS blok geofoam Serviceability Limit State (SLS) dan Ultimate Limit State (ULS) akan diperhitungkan. SLS stabilitas eksternal memperhitungkan penurunan total dan differensial yang disebabkan oleh tanah dasar lunak, sedangkan ULS stabilitas eksternal struktur timbunan memperhitungkan daya dukung tanah, stabilitas lereng, stabilitas
26
seismik, hydrostatic uplift (flotation), translasi terhadap air, dan translasi terhadap angin. Tahap stabilitas internal meninjau stabilitas pada material timbunan dan pemilihan spesifikasi EPS blok geofoam yang tepat sehingga mampu menopang struktur konstruksi jalan tanpa mengalami penurunan yang berlebihan pada permukaan jalan. Pada SLS stabilitas internal, pemilihan spesifikasi EPS blok geofoam yang tepat yang diperhitungkan, sehingga EPS blok geofoam memiliki daya dukung yang cukup untuk menopang beban konstruksi jalan dan tidak mengalami penurunan yang berlebih. Sedangkan ULS stabilitas internal memperhitungkan translasi material EPS blok geofoam terhadap air dan angin, dan juga stabilitas seismik EPS blok geofoam. Tahap
konstruksi
jalan
mempertimbangkan
ketahanan
penopang
konstruksi jalan yang diberikan oleh EPS blok geofoam dan pemilihan material dan ketebalan konstruksi jalan yang tepat berdasarkan properti dari EPS blok geofoam yang sudah dipilih.
2.5.1 Stabilitas Terhadap Daya Dukung Tanah Dasar Keruntuhan daya dukung terjadi ketika beban yang bekerja diatas tanah dasar melebihi daya dukung tanah dasar yang berkaitan dengan kuat geser tanah dasar tersebut. Ketika keruntuhan daya dukung terjadi, timbunan akan mengalami penurunan yang berlebih dan akan berdampak pada bangunan disekitarnya.
27
Persamaan umum yang digunakan untuk memperhitungkan daya dukung tanah ultimit berdasarkan teori daya dukung Terzhagi adalah sebagai berikut : 1 q u = cN c + γD f N q + γB w N γ ............................................................................. (2.8) 2
Dimana, qu c
= daya dukung tanah ultimit, kN/m2 = parameter kuat geser Mohr-Coulomb, kN/m2
Nc,Nγ,Nq γ
= faktor ketahanan geser daya dukung
= berat jenis tanah, kN/m3
Bw = lebar bawah timbunan, m Df = kedalaman timbunan, m Pada kebanyakan kasus, timbunan EPS blok geofoam digunakan pada tanah dasar lunak kohesif jenuh air. Dengan keadaan ini, persamaan 2.8 dapat disederhanakan. Parameter Mohr-Coulomb untuk sudut friksi internal, φ = 0 dan c = su (kuat geser undrained untuk tanah lunak kohesif jenuh air). Perhitungan ini hanya berlaku jika su memiliki nilai yang seragam pada masing – masing kedalaman. Karena nilai φ = 0, Nγ = 0, Nq = 1 dan persamaan 2.8 dapat disederhanakan menjadi : q u = s u N c + γD f ................................................................................................. (2.9)
Tabel 2.4
Faktor Daya Dukung, Nc, Nq, dan Nγ
φ (°)
Nc
Nq
Nγ
φ (°)
Nc
Nq
Nγ
0
5,14
1,00
0,000
26
22,25
11,85
8,002
1
5,38
1,09
0,002
27
23,94
13,20
9,463
2
5,63
1,20
0,010
28
25,80
14,72
11,19
3
5,90
1,31
0,023
29
27,86
16,44
13,236
4
6,19
1,43
0,042
30
30,14
18,40
15,668
5
6,49
1,57
0,070
31
32,67
20,63
18,564
28
φ (°)
Nc
Nq
Nγ
φ (°)
Nc
Nq
Nγ
6
6,81
1,72
0,106
32
35,49
23,18
22,022
7
7,16
1,88
0,152
33
38,64
26,09
26,166
8
7,53
2,06
0,209
34
42,16
29,44
31,145
9
7,92
2,25
0,280
35
36,12
33,30
37,152
10
8,35
2,47
0,367
36
50,59
37,75
44,426
11
8,80
2,71
0,471
37
55,63
42,92
53,27
12
9,28
2,97
0,596
38
61,35
48,93
64,073
13
9,81
3,26
0,744
39
67,87
55,96
77,332
14
10,37
3,59
0,921
40
75,31
64,20
93,69
15
10,98
3,94
1,129
41
83,86
73,90
113,316
16
11,63
4,34
1,375
42
93,71
85,38
139,316
17
12,34
4,77
1,664
43
105,11
99,02
171,141
18
13,10
5,26
2,003
44
118,37
115,31
211,406
19
13,93
5,80
2,403
45
133,88
134,88
262,739
20
14,83
6,40
2,871
46
152,10
158,51
328,728
21
15,82
7,07
3,421
47
173,64
187,21
414,322
22
16,88
7,82
4,066
48
199,26
222,31
526,444
23
18,05
8,66
4,824
49
229,93
265,51
674,908
24
19,32
9,60
5,716
50
266,89
319,07
873,843
25
20,72
10,66
6,765
(Das, Braja. M, 2007) FK =
q u .......................................................................................................... (2.10) qa
Dimana,
qa = σ n σn = tegangan normal yang diberikan timbunan pada permukaan tanah pada kedalaman 0 yang mampu dipikul oleh tanah, kPa = σn jalan + σn lalu lintas + σn geofoam σn jalan
= tegangan normal yang diberikan konstruksi jalan pada permukaan tanah, kPa
σn lalu lintas = tegangan normal yang diberikan beban lalu lintas pada permukaan tanah, kPa
29
σn EPS
= tegangan normal yang diberikan oleh beban EPS blok geofoam pada permukaan tanah, kPa = γEPS * TEPS
γEPS = berat jenis EPS blok geofoam, kN/m3 TEPS = tebal/tinggi total EPS blok geofoam, m
2.5.2
Stabilitas Geser Talud Stabilitas geser talud berhubungan dengan stabilitas dari material timbunan dan kemiringan timbunan. Material timbunan menyalurkan gaya aktif yang memperlukan gaya penahan untuk menahannya. Tekanan aktif tanah yang bekerja adalah sebagai berikut : 1 E a = .K a .γ t .H 2 + K a .ΔP.H .............................................................................. (2.11) 2
Dimana, Ka = koefisien tegangan lateral aktif γt
= berat jenis timbunan, kN/m3
ΔP = beban luar, kN/m2 H
= tinggi timbunan, m ΔP Bidang Keruntuhan
φ Tanah Timbunan Ea c H γ Ts
n
γ.H.Ka
D cus γ
2.c.akar Ka
ΔP.Ka
1
L = n.H
Tanah Lunak
Gambar 2.10
Skematis Stabilitas Geser Talud Timbunan
30
Untuk timbunan tanpa lapisan perkuatan diatas tanah lunak, terdapat permukaan geser pada perbatasan antara material timbunan dan tanah lunak. Gaya geser penahan maksimum yang bekerja pada perbatasan tersebut hanya kuat geser pada keadaan tidak terdrainase dan tidak terkonsolidasi, cu. Gaya penahan yang bekerja adalah sebagai berikut : Fint ernal = c u .nH .................................................................................................. (2.12)
Dimana, cu
= kuat geser undrained tanah dasar, kN/m2
nH = panjang daerah yang tergelincir, m Untuk timbunan dengan perkuatan gaya geser pada permukaan tersebut adalah friksi antara material timbunan dengan material perkuatan. Gaya penahan yang bekerja adalah sebagai berikut : 1 Tint ernal = nH. .γ t .H. tan δ + c.nH ........................................................................ (2.13) 2
Dimana, δ = sudut
friksi
antara
material
timbunan
dengan
material
perkuatan,° = 0,8 × Dalam analisa limit equilibrium, gaya – gaya tersebut harus memenuhi kondisi keseimbangan berikut : Tanpa perkuatan Æ Ea = Finternal ..................................................................... (2.14) Dengan perkuatan Æ Ea = Tinternal .................................................................. (2.15)
31
2.5.3
Stabilitas Terhadap Lateral Spreading Pada kasus dimana tanah dasar lunak terbagi atas beberapa lapisan, dan terdapat lapisan yang memiliki kekuatan yang rendah, ini dapat menyebabkan timbulnya permukaan geser pada lapisan tersebut. Beban yang disalurkan material timbunan akan menyebabkan tanah pada lapisan tersebut untuk terdorong keluar. ΔP
φ c H γ Tanah Timbunan (q)
n
Ftop
Ea D cus γ
1
Ep
Tanah Lunak γ.H.Ka
Gambar 2.11
(ΔP+q)Ka
Fbottom L = n.H
γ.H.Kp
Skematis Stabilitas Terhadap Lateral Spreading Timbunan
Gaya-gaya tanah dasar yang bekerja pada blok yang tergeser adalah sebagai berikut : 1 E a = .γ.D 2 − 2c u .D + γ t .H t .D + ΔP.D ................................................................ (2.16) 2
1 E p = .γ.D 2 + 2c u .D ........................................................................................ (2.17) 2
Dimana, Ea = tekanan aktif tanah dasar, kN/m Ep = tekanan pasif tanah dasar, kN/m γ
= berat jenis tanah dasar, kN/m3
D = kedalaman tanah dasar, m Gaya penahan yang bekerja akibatnya adanya gesekan untuk menahan gaya-gaya yang dihasilkan oleh tanah dasar adalah sebagai berikut :
32
Ftop = c u top .nH .................................................................................................. (2.18) Fbottom = c u bottom .nH .......................................................................................... (2.19)
Dimana, Ftop
= gaya penahan tanah dasar bagian atas, kN/m
Fbottom
= gaya penahan tanah dasar bagian atas, kN/m
cu top
= kuat geser tanah dasar pada bagian atas, kN/m2
cu bottom = kuat geser tanah dasar pada bagian bawah, kN/m2 Pada perhitungan stabilitas pondasi, persamaan keseimbangan berikut harus terpenuhi : E a + E p = Ftop + Fbottom ............................................................................................ (2.20)
Dari persamaan 2.20, dapat diuraikan menjadi persamaan sebagai berikut untuk tanah dasar yang sangat lunak : γ.H.D + ΔP.D = c u top .nH + c u bottom .nH ................................................................ (2.21)
Apabila digunakan material perkuatan pada bagian atas tanah dasar, maka Ftop digantikan dengan Tmat, gaya penahan material perkuatan. γ.H.D + ΔP.D = Tmat + Fbottom .............................................................................. (2.22)
Stabilitas terhadap lateral spreading pada penilitian ini akan di analisa dengan menggunanakan Program Plaxis versi 8.2.
2.5.4
Stabilitas Lereng Timbunan Trapezoid Keruntuhan stabilitas lereng terjadi ketika tegangan geser pendorong sama dengan atau lebih besar dari tegangan geser penahan dari material
33
timbunan pada permukaan keruntuhan. Persamaan umum untuk faktor keamanan keseimbangan limit adalah sebagai berikut : FK =
Tegangan geser penahan ....................................................................... (2.23) Tegangan geser pendorong
Tegangan geser pendorong akibat dari beban material tanah penutup, EPS blok geofoam, dan lalu lintas serta konstruksi jalan. Sedangkan tegangan geser penahan berasal dari kuat geser undrained dari tanah dasar dan EPS blok geofoam. Asumsi bidang keruntuhan yang terjadi pada struktur timbunan EPS blok geofoam adalah keruntuhan rotasi, sehingga digunakan metode Simplified Bishop’s Method untuk memperhitungkan faktor keamanan dari bidang keruntuhan yang terjadi. Faktor keamanan diperhitungkan secara iterasi sampai menemukan faktor keamanan terkecil sebelum terjadi keruntuhan pada struktur timbunan. Persamaan Simplified Bishop’s Method adalah sebagai berikut : ∑ [c' b n + (Wn − ub n ) tan φ'] FK =
sec α n ⎡ tan φ' tan α n ⎤ ⎢1 + ⎥ F ⎣ ⎦ .......................................... (2.24)
∑ Wn sin α n
Dimana, FK =
Faktor keamanan
c
=
Kohesi
b
=
Lebar potongan, m
W =
Berat potongan, kN/m
u
=
Tegangan air pori, kN/m2
φ
=
Sudut geser dalam, (°)
α
=
Kemiring potongan pada bidang keruntuhan, (°)
34
Pada penelitian yang sudah dilakukan oleh National Cooperative Highway Research Program dengan judul Geofoam Applications in the Design and Construction of Highway Embankments, faktor keamanan untuk timbunan pada jalan tol dengan 2 jalur, 4 jalur, dan 6 jalur melampaui nilai 1,5 ketika kuat geser undrained tanah dasar sama dengan atau lebih besar daripada 12 kPa. Sehingga berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa stabilitas lereng eksternal tidak menyebabkan keruntuhan eksternal pada struktur timbunan.
2.5.5
Hydrostatic Uplift EPS blok geofoam merupakan material ringan yang memiliki massa kurang lebih 1% dari massa material tanah. Akibat massa EPS blok geofoam yang sangat ringan, terdapat kecenderungan terjadinya gaya angkat air pada seluruh struktur timbunan pada permukaan tanah dasar dengan lapisan EPS blok geofoam. Faktor keamanan terhadap pergerakan vertikal struktur timbunan akibat kenaikan permukaan air tanah adalah perbanding antara total tegangan vertikal yang diberikan timbunan pada tanah dasar dengan tekanan pengangkatan air yang bekerja pada struktur timbunan. FK =
ΣN ........................................................................................................ (2.25) ΣU
Dimana, ΣN = total dari gaya normal yang bekerja = WEPS + Wair + W'air ΣU = total dari gaya angkat air pada bagian bawah timbunan WEPS = berat timbunan EPS blok geofoam Wair, W'air = komponen vertikal dari berat air pada kedua sisi timbunan
35
Pada perhitungan gaya angkat air pada struktur timbunan, hasil penurunan yang didapatkan harus diperhitungkan. Tinggi timbunan akan tetap sama, namun ketika timbunan mengalami penurunan kedalaman air yang mempengaruhi gaya angkat air akan bertambah. Sehingga kedalaman air pada kedua sisi timbunan menjadi h+Stotal dan h'+Stotal. Tekanan air yang dihasilkan menjadi γW*(h+Stotal) dan γW*(h'+Stotal). Pada kasus tinggi air di kedua sisi timbunan memiliki tinggi yang sama, persamaan faktor keamanan menjadi : FK =
WEPS + Wair + W 'air + O REQ ....................................................................... (2.26) γ W * (h + S total ) * B W
Dimana, γw
= berat jenis air, kN/m3
Stotal = penurunan total, m h
= permukaan air, m
Bw
= lebar dasar timbunan, m
OREQ = beban tambahan yang diperlukan struktur timbunan EPS blok geofoam agar memenuhi faktor keamanan, kN/m
36
Gambar 2.12
Hydrostatic Uplift dengan Permukaan Air yang Sama Pada Kedua Sisi
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004) Dengan adanya ketinggian air di kedua sisi timbunan merupakan kondisi yang buruk pada struktur timbunan, karena akan menimbulkan gaya angkat yang seragam sepanjang dasar timbunan. Tekanan air menimbulkan gaya angkat pada dasar timbunan sebesar : U = γ W * B W * (h + S total ) = γ W * B W * (h '+S total )
............................................................ (2.27)
Komponen dalam perhitungan nilai OREQ adalah berat struktur yang berada diatas EPS geofoam. Berat struktur diatas EPS geofoam dapat dihitung dengan mengkalikan berat jenis bahan, tebalnya dengan lebar jalan. W = γ * t *l
........................................................................................................ (2.28)
Agar mendapatkan nilai faktor keamanan yang diinginkan untuk gaya angkat air, nilai OREQ harus lebih kecil daripada total berat jalan dan penutup tanah. O REQ < W
.........................................................................................................(2.29)
37
Faktor keamanan 1,2 merupakan nilai FK yang diinginkan dalam perhitungan gaya angkat air. Ini karena gaya angkat air merupakan pembebanan yang terjadi sementara dan tidak memerlukan nilai FK yang terlalu besar. Sehingga nilai OREQ yang diperlukan untuk memenuhi faktor keamanan 1,2 dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : O REQ = [1,2 * (γ w * (h + S total ) * B w )] − [(WEPS + Wair + W 'air )] ................................ (2.30)
Untuk menghitung beban EPS dan beban air yang bekerja digunakan persamaan berikut : WEPS =
H(l atas + l bawah ) .γ d 2
Wair =
1 ⎛ sh ⎞ .(h + S total ).⎜ .(h + S total )⎟.γ air 2 ⎝ sv ⎠
Dimana,
latas
=
lbawah = γd
=
sh/sv =
..................................................................................... (2.31) ..................................................................... (2.32)
lebar timbunan EPS bagian atas, m lebar timbunan EPS bagian bawah, m berat jenis kering EPS, kN/m3 perbandingan sisi horisontal dengan vertikal kemiringan timbunan
Untuk kondisi dimana tinggi air hanya berada pada satu sisi dari timbunan, persamaan faktor keamanan menjadi sebagai berikut : FK =
WEPS + Wair + O REQ
........................................................................... (2.33)
1 * γ W * (h + S total ) * B W 2
Sehingga nilai OREQ yang diperlukan adalah : ⎡ ⎛1 ⎞⎤ O REQ = ⎢1,2 * ⎜ * γ w * (h + S total ) * B w ⎟⎥ − [(WEPS + Wair )] ................................... (2.34) ⎝2 ⎠⎦ ⎣
38
Gambar 2.13
Hydrostatic Uplift dengan Permukaan Air Pada Satu Sisi
(Stark, T. D., Arellano, D., Horvath, J. S., & Leshchinsky, D., 2004)
2.5.6 Translasi Akibat Air Akibat massa EPS blok geofoam yang ringan, terdapat kecenderungan untuk bergeser kearah horisontal seluruh struktur timbunan pada permukaan tanah dasar dan dasar timbunan akibat tekanan air arah horisontal yang bekerja di sisi timbunan. Kecenderungan jangka pendek pada struktur timbunan untuk bergeser akibat tekanan air akan ditahan oleh kuat geser undrained tanah dasar, apabila tanah dasar merupakan tanah lempung. Sedangkan untuk jangka panjang pergeseran struktur timbunan akan ditahan oleh friksi antara EPS blok geofoam dengan tanah dasar. Sudut friksi untuk permukaan geofoam/tanah dasar cukup besar namun gaya penahan yang bekerja kecil, karena beban mati dari struktur timbunan EPS blok geofoam sangat kecil. Oleh karena itu, potensi timbunan terhadap pergeseran horisontal akibat tekanan air merupakan salah satu keruntuhan yang dapat terjadi. Faktor keamanan terhadap pergeseran timbunan
39
adalah rasio antara gaya penahan geser sepanjang permukaan EPS/tanah dasar dengan gaya pendorong horisontal. Total gaya pendorong horisonta merupakan total tekanan air yang bekerja yang sama dengan diagram tekanan air,
1 (γw )h 2 , 2
dimana h sama dengan tinggi vertikal air. FK =
c * A + (∑ N − ∑ U ) tan δ ............................ (2.35) ∑ gaya penahan horisontal = gaya pendorong horisonta l ∑ HF ∑
Dimana, c
= kohesi sepanjang permukaan geser horisontal
A = luas permukaan geser horisontal yang diperhitungkan, m2 ΣN = total gaya normal = WEPS + Wair + OREQ, kN/m ΣU = total gaya angkat = δ
1 * (γ w * (h + S total )) * B w , 2
kN/m
= sudut friksi sepanjang permukaan geser, °
ΣHF
= total gaya horisontal, kN/m
Stotal
= total penurunan, m
Bw
= lebar dasar timbunan, m
Untuk mencari faktor keamanan dari keruntuhan translasi terhadap air dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : ⎡ ⎛1 ⎞⎤ ⎢(WEPS + Wair + O REQ ) − ⎜ 2 ((h + S total ) * γ w ) * B ⎟⎥ * tan δ ............................ (2.36) ⎝ ⎠⎦ FK = ⎣ 1 2 γ w * (h + S total ) 2
(
)
Faktor keamanan 1,2 merupakan nilai FK yang diinginkan dalam perhitungan translasi terhadap air. Ini karena translasi terhadap air merupakan pembebanan yang terjadi sementara dan tidak memerlukan nilai FK yang terlalu
40
besar. Sehingga nilai OREQ yang diperlukan untuk memenuhi faktor keamanan 1,2 dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
O REQ =
2.6
1,2 *
(
)
1 2 γ w * (h + S total ) ⎛1 ⎞ 2 + ⎜ ((h + S total ) * γ w ) * B ⎟ − WEPS − Wair .............. (2.37) tan δ ⎝2 ⎠
Penurunan Tanah (Ground Settlement) Penurunan pada tanah terjadi ketika terdapat beban yang bekerja diatas tanah, beban pondasi maupun beban struktur lainnya. Pembebanan ini mengakibatkan deformasi pada partikel tanah, relokasi partikel tanah dan keluarnya air atau udara dari pori-pori yang terdapat pada tanah. Pada umumnya terdapat tiga macam penurunan yang terjadi pada tanah, yaitu: a. Penurunan Seketika (Immediate Settlement)
Merupakan pemampatan yang terjadi akibat perubahan elastis dari partikel tanah tanpa adanya perubahan kadar air. b. Penurunan Konsolidasi (Primary Consolidation)
Merupakan pemampatan yang terjadi akibat perubahan volume pada tanah kohesif jenuh air karena keluarnya air dari pori-pori tanah. c. Penurunan Sekunder (Secondary Consolidation)
Merupakan pemampatan yang terjadi akibat penyesuaian sifat plastis dari partikel tanah pada tanah kohesif jenuh air. Sehingga total penurunan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut: St = Si + Sc + Ss .............................................................................................. (2.38)
41
2.6.1 Penurunan Seketika (Immediate Settlement) Penurunan seketika terjadi seketika setelah pembebanan pada tanah dasar, tanpa adanya perubahan pada kadar air tanah. Pembebanan pada tanah menimbulkan tegangan tekan yang menyebabkan tanah termampatkan ke arah vertikal dan penurunan yang terjadi diikuti oleh pergerakan tanah ke arah lateral, sehingga tidak terjadi perubahan volume pada tanah. Besarnya penurunan seketika tergantung pada fleksibilitas pondasi dan jenis tanah dasarnya. Penurunan seketika biasanya hanya terjadi pada pasir lepas sedangkan pada tanah lempung penurunan seketika jarang terjadi, sehingga penurunan seketika sering tidak diperhitungkan untuk tanah lempung. Penurunan seketika untuk pondasi diatas tanah elastis dapat dirumuskan berdasarkan prinsip teori elastisitas sebagai berikut: 2
Se = ΔσBw
1 − μs I p ......................................................................................... (2.39) Es
Dimana, Se = Penurunan seketika, m Δσ = Tegangan total (Net pressure applied), kN/m2 Bw = Lebar pondasi ( = diameter pondasi lingkaran), m μs = Poisson rasio tanah Es = Modulus elastisitas tanah, kN/m2 Ip = Faktor pengaruh non-dimensi (Nondimensional influence factor) Schleicher (1926) merumuskan faktor pengaruh nondimensi pada titik sudut pondasi bujursangkar elastis sebagai berikut : Ip =
⎡ ⎤ ⎛1+ m 2 +1 ⎞ 1⎢ 1 ⎟ + ln⎛⎜ m + m 2 + 1 ⎞⎟⎥ m1 ln⎜ 1 1 ⎜ ⎟ ⎝ ⎠⎥ π⎢ m1 ⎝ ⎠ ⎣ ⎦
........................................................ (2.40)
42
Dimana, m1
= panjang pondasi dibagi dengan lebar pondasi
Tabel 2.5 Faktor Pengaruh non – dimensi pada Pondasi Bentuk Pondasi Lingkaran
Bujur sangkar
Ip m1
Fleksibel Titik Sudut
–
1,00
0,64
0,79
1
1,12
0,56
0,88
1,5
1,36
0,68
1,07
2
1,53
0,77
1,21
3
1,78
0,89
1,42
5
2,10
1,05
1,70
10
2,54
1,27
2,10
20
2,99
1,49
2,46
50
3,57
1,80
3,00
100
4,01
2,00
3,43
(Das, Braja. M, 2006) Tabel 2.6 Modulus Elastisitas Tanah Jenis Tanah
Es (kN/m2)
Lempung Lunak
1,800 – 3,500
Lempung Keras
6,000 – 14,000
Pasir Lepas
10,000 – 28,000
Pasir Padat
35,000 – 70,000
(Das, Braja. M, 2006)
Kaku
Titik Tengah
43
Tabel 2.7 Poisson Rasio Jenis Tanah
Poisson Rasio, μs
Pasir Lepas
0,2 – 0,4
Pasir Sedang
0,25 – 0,4
Pasir Padat
0,3 – 0,45
Silty Sand (Pasir Kelanauan)
0,2 – 0,4
Lempung Lunak
0,15 – 0,25
Lempung Sedang
0,2 – 0,5
(Das, Braja. M, 2006)
Berdasarkan persamaan 2.39, tekanan Δσ bekerja pada permukaan tanah. Sehingga jika persamaan ini digunakan untuk perhitungan penurunan hasil yang didapatkan adalah hasil konservatif, karena pada kenyataannya pondasi ditanamkan pada kedalaman tertentu. Semakin dalam pondasi ditanamkan, semakin kecil penurunan yang akan terjadi.
2.6.2 Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement) Ketika tanah jenuh air diberi beban, tegangan air pori di dalam tanah meningkat. Pada pasir dengan permeabilitas yang tinggi, disipasi air akibat meningkatnya tegangan air pori terjadi seketika. Disipasi air menyebabkan perubahan volume tanah yang mengakibatkan penurunan pada tanah dan juga struktur diatasnya. Penurunan seketika dan penurunan konsolidasi pada pasir terjadi seketika, akibat proses disipasi air yang begitu cepat karena pasir memiliki permeabilitas tanah yang tinggi.
44
Pada pembebanan tanah lempung jenuh air, penurunan seketika terjadi seketika beban diberikan. Karena permeabilitas tanah lempung yang rendah, disipasi air pori dari tanah terjadi pada jangka waktu yang sangat lama. Penurunan konsolidasi yang terjadi pada tanah lempung akan jauh lebih besar daripada penurunan seketika. Analogi deformasi yang terjadi pada tanah lempung akibat pembebanan dapat dijelaskan menggunakan permodelan silinder dengan pegas ditengahnya.
Gambar 2.14
Analogi Penurunan Pada Tanah Lempung (Das, Braja. M, 2006)
a. Silinder ini berisikan air yang memiliki pegas ditengahnya. Luas silinder adalah A. Pada saat ini ketika kran dalam keadaan tertutup dan tegangan air
45
pori di dalam silinder adalah Δu = 0. Beban P diberikan pada silinder semua beban akan dipikul oleh air karena air memiliki sifat tidak tertekan. Silinder dalam keadaan penutup yang tertutup dengan tekanan. b. Ketika silinder dalam keadaan tertutup ini diberikan beban P, semua beban akan
dipikul
oleh
air
karena
air
memiliki
sifat
tidak
tertekan
(incompressible). P = Ps + Pw Dimana, Ps = Tekanan partikel tanah Pw = Tekanan air tanah Karena air memiliki sifat tidak tertekan (incompressible), maka Ps = 0 dan Pw = P. Pada saat ini tegangan air pori yang terjadi pada silinder adalah Δu =
P. A
c. Pada saat ini kran dibuka dengan beban P tetap bekerja pada silinder, maka air di dalam silinder akan mulai keluar. Disipasi air dari silinder menyebabkan penurunan tegangan air pori dalam silinder dan peningkatan tekanan pada pegas. Pada saat ini beban P dipikul oleh air dan juga pegas, sehingga Ps > 0 dan Pw < P dan tegangan air pori yang terjadi pada silinder adalah
Δu <
P A
.
d. Dalam keadaan kran terbuka dan beban P tetap bekerja pada silinder, air akan terus menerus keluar dari silinder sampai tegangan air pori di dalam silinder menjadi 0. Sehingga semua beban P dipikul oleh pegas sehingga Ps = P dan Pw = 0, dan tegangan air pori yang terjadi pada silinder adalah Δu = 0.
46
Peningkatan Tegangan Total
H
Peningkatan Tegangan Air Pori
H
Δσ Kedalaman
Peningkatan Tegangan Efektif
H
Δu=Δσ
Δσ'=0
Kedalaman
Kedalaman
Pada t = 0 Peningkatan Tegangan Total
H
Peningkatan Tegangan Air Pori
H
Δu<Δσ
Δσ Kedalaman
Peningkatan Tegangan Total
Δσ Kedalaman =0
Peningkatan Tegangan Air Pori
H
Δσ
Δσ'>0
Δσ
Pada 0 < t <
Kedalaman
H
Kedalaman
H
Peningkatan Tegangan Efektif
Peningkatan Tegangan Efektif
H
Δu=0 Kedalaman
Δσ'=Δσ Kedalaman
Pada t =
Gambar 2.15 Perubahan Tegangan Saat Konsolidasi Pada tanah lempung terdapat dua macam tanah, yaitu tanah normally consolidated dan tanah overconsolidated.
47
a. Tanah normally consolidated; tegangan efektif tanah saat ini adalah tegangan efektif maksimum yang dialami pada masa lampau. b. Tanah overconsolidated; tegangan efektif tanah saat ini lebih kecil dibandingkan tegangan efektif tanah yang dialami pada masa lampau. Tegangan efektif tanah maksimum yang dialami tanah disebut dengan tegangan prakonsolidasi. Untuk menghitung penurunan konsolidasi yang terjadi pada tanah digunakan rumus-rumus sebagai berikut : Untuk tanah normally consolidated : Jika (σ0' + Δσ') ≥ σp', maka besar penurunan konsolidasi adalah sebagai berikut: Sc = H
Cc σ '+ Δσ' log 0 1 + e0 σ0 '
....................................................................................... (2.41)
Untuk tanah overconsolidated : Jika (σ0' + Δσ') ≤ σp', maka besar penurunan konsolidasi adalah sebagai berikut: Sc = H
Cs σ '+ Δσ' log 0 1 + e0 σ0 '
...................................................................................... (2.42)
Jika σ0' ≤ σp' ≤ (σ0' + Δσ'), maka besar penurunan konsolidasi adalah sebagai berikut : Sc = H
σp ' Cs C σ '+ Δσ' log + H c log 0 1 + e0 σ0 ' 1 + e0 σp '
Dimana, Sc H
.................................................................. (2.43)
= Penurunan konsolidasi, m = Tebal lapisan tanah yang mengalami pemampatan, m
Cc = Indeks kompresi Cs = Indeks swelling e0
= Angka pori awal
48
σ0' = Tegangan efektif awal Δσ' = Perubahan tegangan efektif, kN/m2 σp' = Tegangan efektif awal prakonsolidasi, kN/m2 Persamaan 2.41, 2.42 dan 2.43 sering digunakan untuk memperhitungkan penurunan konsolidasi, namun terdapat juga persamaan melalui metode elastisitas sebagai berikut yang dapat juga menghitung penurunan konsolidasi : Sc = m v .Δσ'.H ..................................................................................................... (2.44)
Dimana, mv = koefisien kompresibilitas volume, m2/kN Dalam menghitung perubahan tegangan efektif akibat beban luar yang ada diatas tanah dasar, perlu diperhitungkan penyebaran beban untuk setiap lapisan tanah dasar sesuai dengan kedalaman tanah dasar. Dalam menghitung penyebaran beban yang terjadi, terdapat faktor pengaruh yang harus didapat terlebih dahulu. Grafik faktor pengaruh tersebut tergantung pada bentuk dari timbunan itu sendiri. Pada Gambar 2.16 adalah grafik faktor pengaruh untuk timbunan bentuk trapezium.
49
Gambar 2.16 Grafik Faktor Pengaruh Tegangan Untuk Beban Timbunan Menerus (Navfac, 1971)
50
2.6.3 Penurunan Sekunder (Secondary Settlement) Setelah selesai proses penurunan konsolidasi, yaitu proses disipasi dari tegangan air pori sampai Δu = 0, terjadi penurunan sekunder akibat penyesuaian sifat plastis dari partikel tanah. Pada penurunan sekunder partikel-partikel tanah mengalami penyesuaian pada kerangka tanah. Selama proses penurunan sekunder tidak terjadi perubahan pada tegangan efektif tanah. Penurunan sekunder dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : ⎛t ⎞ Ss = C'α H log⎜⎜ 2 ⎟⎟ ................................................................................................ (2.45) ⎝ t1 ⎠
Dengan nilai Cα' sebagai berikut : C'α =
Cα 1 + ep
........................................................................................................ (2.46)
Dimana nilai Cα dapat dicari dengan rumus sebagai berikut : Cα =
Δe ⎛t ⎞ log⎜⎜ 2 ⎟⎟ ⎝ t1 ⎠
..................................................................................................... (2.47)
Dimana, Ss = Penurunan sekunder, m Cα = Indeks kompresi sekunder Δe = Perubahan angka pori t2,t1 = Waktu ep = Angka pori pada akhir penurunan konsolidasi H = Tebal lapisan tanah yang mengalami pemampatan, m
51
2.7
Proyek – proyek yang Menggunakan Geofoam
2.7.1
Aplikasi Geofoam pada Sub-base Jalur Kereta Api Negara Belanda bagian barat dan utara merupakan daerah yang memiliki karakteristik tanah mulai dari lunak sampai sangat lunak. Pembangunan jalur rel kereta diatas tanah seperti ini memerlukan pelaksanaan perbaikan tanah untuk meningkatkan daya dukung tanah dasar. Metode konvensional yang biasa dilakukan adalah dengan menggantikan bagian tanah yang lunak dengan pasir, namun penurunan yang besar tetap terjadi akibat beban struktur rel kereta yang berat. Dengan mengaplikasikan material ringan seperti EPS geofoam, “keseimbangan” struktur dapat diperoleh sehingga mencegah penyebaran beban yang berlebih pada lapisan sub-base. Untuk mengurangi beban menyeluruh dari struktur rel kereta dan penyebaran beban pada lapisan sub-base, diletakan lapisan EPS geofoam di antara struktur pelat beton dan lapisan sub-base. Dibandingkan material sub-base konvensional seperti tanah, EPS geofoam memiliki densitas dan modulus elastisitas yang rendah, dan memiliki kemampuan menyerap air serta mempunyai fungsi sebagai insulasi. Karena kekuatan EPS geofoam yang relatif rendah, perlu diaplikasikan pelat beton diatas lapisan EPS geofoam. Dengan desain seperti ini berat struktur secara keseluruhan, yang mengindikasikan penyebaran beban yang terjadi, dapat dikurangi dengan penggunaan EPS geofoam sebagai material sub-base. Analisa perilaku dinamis yang terjadi pada rel kereta telah diperhitungkan menggunakan software RAIL. Kereta api TGV yang beroperasi dengan kecepatan 65 m/detik diatas lapisan EPS geofoam sebagai material sub-base
52
telah disimulasikan. Dari hasil yang didapat, untuk mencegah deformasi yang terjadi pada lapisan EPS geofoam regangan maksimum, εeps = 0,05 (tinggi EPS geofoam = 1 m). Perpindahan rel kereta maksimum akibat kecepatan tinggi kereta harus dibawah perpindahan batas, u = 2 mm untuk mencegah perpindahan rel dari jalurnya.
Gambar 2.17 Desain Struktur Jalur Rel Kereta Konvensional (a) dan dengan EPS geofoam (b) (Esveld, C., & Markine, V., 2003) Kesimpulan yang didapatkan dari aplikasi EPS geofoam pada sub-base jalur kereta api adalah sebagai berikut : •
EPS geofoam dapat digunakan untuk struktur rel kereta, namun keuntungannya lebih dapat terlihat pada aplikasi di tanah dengan daya dukung yang rendah. Penggunaan EPS geofoam untuk mengurangi penurunan tanah juga dapat terlihat.
•
Pada kasus tanah dengan kompresibilitas yang tinggi, penggunaan EPS geofoam untuk material sub-base adalah solusi yang paling murah dengan biaya perawatan yang dapat diminimalkan. Material sub-base EPS geofoam pun akan lebih ramah lingkungan, ketika pelaksanaan konstruksi dan juga pada masa pelayanan.
53
Namun penelitian ini masih terdapat beberapa tambahan analisa yang perlu dilakukan untuk menambah hasil analisa EPS geofoam pada aplikasi subbase jalur kereta api. Adapun saran – saran yang diajukan adalah sebagai berikut : •
Pengujian lebih detail perlu dilakukan untuk menganalisa performa dinamis dari lapisan EPS geofoam pada struktur rel kereta, terutama dalam menguji kemampuan damping dari EPS geofoam.
•
Melakukan pengujian nyata terhadap pengaruh EPS geofoam sebagai lapisan sub-base dapat lebih memberikan gambaran yang nyata akan peforma EPS geofoam yang sebenarnya.
•
Disarankan untuk membuat kriteria desain yang seragam untuk penggunaan EPS geofoam pada struktur jalur rel kereta.
2.7.2
Aplikasi Geofoam pada Timbunan Jalan Proyek Boston’s Central Artery/Tunnel (CA/T) pada kontrak C09C2 merupakan pelaksanaan pembangunan 8 bagian struktur transisi jalan raya. Dimensi dari struktur transisi tersebut berkisar antara panjang 23 m – 122 m, tinggi 7 m, dan lebar 8 m – 24 m. Desain awal dalam pembangunan kontrak C09C2 adalah dengan menggunakan jembatan beton precast (PCB), slab-onpiles/drilled shaft (SOP) dan material pengisi diatas slab-on-piles/drilled shaft (FSOP).
54
Gambar 2.18 Desain Jembatan Beton Precast (PCB) (Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W., 2004)
Gambar 2.19 Desain Slab-On-Piles/Drilled Shaft (SOP) (Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W., 2004)
Gambar 2.20 Desain Material Pengisi Diatas Slab-On-Piles/Drilled Shaft (FSOP) (Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W., 2004)
55
Untuk setiap struktur transisi jalan raya, tipe pondasi utama yang direncanakan untuk digunakan adalah drilled shaft. Setiap drilled shaft akan ditanamkan sampai melewati lapisan atas material pengisi, lanau organik dan lempung. Lapisan material pengisi mempunyai ketebalan 1,5 m – 11 m. Lapisan tanah lanau organik dengan tebal 1,5 m – 11 m, sedangkan tanah lempung (Boston Blue Clay) dengan tebal 24 m – 37 m. Dari lapisan tanah yang terdapat di lokasi proyek dapat dilihat bahwa kedalaman drilled shaft yang diperlukan untuk menyangga struktur desain yang diajukan sangat dalam. Ini akan berdampak pada anggaran biaya dan waktu pelaksanaan. Sebagai akibatnya, desain alternatif yang dapat mengurangi jumlah drilled shaft ataupun mengeliminasi kebutuhan drilled shaft akan dipertimbangkan dalam kontrak C09C2. Alasan utama digunakannya drilled shaft sebagai pondasi adalah untuk menanggulangi penurunan yang akan terjadi. Drilled shaft tersebut akan tertanam untuk melewati bagian atas lapisan tanah kompresif. Namun setelah analisa penurunan dilakukan, didapatkan bahwa penurunan yang akan terjadi tidak dapat diterima oleh struktur diatasnya. Metode perbaikan tanah seperti pre-loading tidak disarankan karena faktor waktu dan juga penggantian tanah dasar pun tidak memungkinkan karena tebal tanah yang perlu diganti adalah ± 12 m. Sehingga desain struktur beralih kepada penggunaan material ringan EPS geofoam. Penggunaan EPS geofoam mempunyai keunggulan dalam hal densitas yang sangat rendah dibandingkan dengan material ringan lainnya, sekitar 16 – 30
56
kg/m3 yaitu ± 1% dari densitas tanah, sehingga tidak memerlukan perbaikan tanah. Terdapat 3 desain alternatif yang diajukan dengan menggunakan EPS geofoam, yaitu sebagai berikut :
Gambar 2.21 Desain Alternatif 1 (Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W., 2004)
Gambar 2.22 Desain Alternatif 2 (Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W., 2004)
57
Gambar 2.23 Desain Alternatif 3 (Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W., 2004) Pada desain alternatif 1, kedalaman tanah yang perlu digantikan dengan material EPS geofoam terlalu dalam dan EPS geofoam akan terkena efek gaya angkat air. Pada desain alternatif 2, penyangga dinding (curtain wall) diatas drilled shaft mengurangi penyaluran beban yang tersalurkan ke dalam tanah dibandingkan alternatif 1. Dibandingkan alternatif 1, alternatif 2 tidak memerlukan banyak tanah yang diganti, EPS geofoam yang diperlukan lebih sedikit dan faktor keamanan terhadap efek gaya angkat air lebih tinggi. Namun biaya dan waktu pelaksanaannya tidak berkurang secara signifikan dibandingkan dengan desain awal. Pada alternatif 3, drilled shaft digunakan untuk menopang beban struktur diatasnya sehingga mengeliminasi efek gaya angkat air namun alternatif ini menghasilkan penghematan biaya yang paling kecil dibandingkan 2 desain alternatif sebelumnya. Penghematan pada desain alternatif 3 ada pada pengurangan jumlah drilled shaft yang diperlukan dibandingkan dengan desain awal.
58
Faktor keamanan terhadap gaya angkat air pada desain menggunakan EPS geofoam merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan. Dengan faktor keamanan 1,4 untuk analisa musim banjir 100 tahunan, alternatif 3 dipandang paling efektif untuk diaplikasikan. Namun terdapat beberapa revisi yang dilakukan, yaitu mengurangi beban yang bekerja pada dinding (curtain wall) dan mengurangi gaya angkat air terhadap EPS geofoam dengan menggunakan material ringan kedua yang porous ditempatkan antara EPS geofoam dan tanah dasar. Material ringan kedua yang digunakan adalah expanded clay/shale aggregate yang memiliki densitas lebih tinggi dibandingkan EPS geofoam, sehingga mengurangi efek gaya angkat air terhadap EPS geofoam. Pada akhir proses desain, desain yang dipakai pada kontrak C09C2 adalah alternatif desain 1 (modified) dengan penggunaan material ringan kedua seperti pada Gambar 2.24, dan terdapat beberapa lokasi yang menggunakan alternatif desain 3.
Gambar 2.24 Desain Alternatif 1 (Modified) (Riad, H. L., D'Angelo, D. A., Ricci, A. L., Horvath, J. S., & Osborn, P. W., 2004)
59
2.7.3
Aplikasi Geofoam pada Stabilisasi LerengRumah sebuah keluarga di bagian barat 11th Avenue West di Seattle berada diatas lereng curam dengan facing dinding beton. Berdasarkan Gambar 2.25, dibawah dinding beton tersebut merupakan tanah lepas yang sering sekali terjadi longsor. Kelongsoran yang sering kali terjadi pada lokasi ini membuat sebagian struktur pada lereng tersebut, terutama rumah diatasnya, bergeser dan membahayakan penghuni rumah. Pemilik rumah memutuskan untuk memperkuat struktur lereng dengan soldier pile, timber lagging dan dinding penahan tanah dengan pengisi batu-batuan. Namun desain ini memakan biaya yang sangat besar, sehingga pemilik rumah harus mencari solusi perkuatan lain dengan biaya yang lebih rendah namun tetap mampu menanggulangi permasalahnya yang terjadi. Perkuatan yang akan dilakukan pemilik rumah adalah pada dua struktur penahan, yaitu pada dinding beton dan pada lereng dibawah dinding beton yang dapat diperluas lahannya untuk keperluan pemilik rumah. Pada penanggulangan struktur penahan yang pertama adalah pemasangan ankur vertikal yang terbuat dari besi Titan 30/11 yang dipasang pada bagian ujung dasar dinding beton. Ankur titan tersebut akan menanggulangi pergerakan vertikal atau lateral yang dapat terjadi pada lereng bagian atas. Setelah itu ankur dengan kemiringan 20° dengan kedalaman 6,1 m dipasangkan melalui dinding beton. Ankur tersebut akan digrouting dan kemudian dikunci dengan baja kanal C pada dinding beton.
60
Posisi geofoam diaplikasikan pada lahan dibawah lereng bagian atas
Gambar 2.25 Gambar Rencana Ankur Pada Dinding Beton (Mann, G., & Stark, T., 2007) Pada struktur penahan yang kedua, yaitu 3,7 m dibawah dinding beton, merupakan struktur yang di desain untuk menyangga struktur dinding beton diatasnya dan juga untuk menggunakan kembali lahan kosong yang ada. Struktur penahan ini terdiri dari diameter 0,6 m soldier pile yang di ankur. Geofoam digunakan pada struktur penahan kedua sebagai material pengisi untuk membantu mengurangi tegangan vertikal dan lateral yang bekerja pada struktur penahan. Jika material tanah digunakan sebagai material pengisi, material tanah harus material granular dengan diameter maksimum 76 mm, dan tidak mengandung lebih dari 5 % tanah halus (ukurna material lanau dan lempung yang lolos saringan No. 200). Material backfill tanah juga perlu dilakukan pemadatan untuk setiap tebal 100 mm dan kandungan air harus berkisar 2 % dari kandungan air optimum. Oleh karena itu, dipertimbangkan penggunaan geofoam sebagai material pengisi.
61
Geofoam yang digunakan dalam struktur penahan ini adalah XPS-VII dengan berat jenis 0,35 kN/m2 . Dengan kekuatan kompresif kurang dari 2 %, geofoam dapat menghasilkan tegangan aksial sebesar 310 kPa. Penggunaan geofoam mengurangi tegangan vertikal yang bekerja pada eksisting lereng dan juga mengurangi tegangan tanah pada bagian bawah struktur dinding penahan. Ini memungkinkan untuk memperkecil diameter soldier pile, sehingga menurunkan biaya konstruksi. Analisa stabilitas lereng statik dan seismik sudah diperhitungkan menggunakan software SLOPE/W dengan parameter tanah sebagai berikut : Tabel 2.8
Parameter
Tanah
Pada
Analisa
Stabilitas
Lereng
Menggunakan Software SLOPE/W Jenis Tanah Pasir Kelanauan (Pengisi) Lanau Pasir Lanau Keras (Mann, G., & Stark, T., 2007)
Berat Jenis (kN/m3) 18,85 18,07 15,71 19,64
Sudut Friksi (°) 30 28 28 28
Kohesi (kPa) 0 0 0 7,18
Faktor keamanan yang dihasilkan untuk analisa statik dan dinamis adalah 2,1 dan 1,3. Garis keruntuhan untuk analisa statik dan dinamis dapat dilihat pada Gambar 2.26.
62
Gambar 2.26 Analisa Stabilitas Lereng (Mann, G., & Stark, T., 2007) Selama 6 tahun kedua struktur penahan berdiri dan telah terbukti aman menghadapi longsor yang terjadi tanpa ada dampak yang merugikan penghuni rumah. Walau terdapat longsoran kecil terhadap material tanah pada permukaan lereng, namun tidak menyebabkan struktur secara keseluruhan untuk ikut longsor. Kesimpulan yang didapatkan dari aplikasi geofoam untuk stabilisasi lereng adalah bahwa penggunaan geofoam dapat memperkecil kebutuhan diameter soldier pile. Penggunaan geofoam tidak hanya mengurangi tegangan
63
vertikal yang bekerja pada eksisting lereng dan namun juga mengurangi tegangan tanah pada bagian bawah struktur dinding penahan.
2.8
Korelasi – Korelasi Parameter Tanah Data tanah dasar yang didapatkan dari proyek tidak selalu lengkap dan sering kali perlu dilakukan korelasi – korelasi data tanah untuk mendapatkan parameter – parameter tanah lainnya. Pada umumnya korelasi data tanah dapat diperoleh melalui data SPT dan CPT. Berikut ini merupakan korelasi – korelasi yang digunakan untuk memperoleh parameter data tanah lainnya seperti data berat jenis (γs), kuat geser undrained (cu), sudut geser (φ), modulus Young (Es), permeabilitas tanah (kv) dan koefisien kompresibilitas volume (mv). Tabel 2.9 Korelasi Uji Penetrasi Standar (SPT) Tanah Tidak Kohesif N 0 – 10 11 - 30 31 - 50 3 Berat isi γ, kN/m 12 – 16 14 - 18 16 - 20 Sudut geser,φ 25 - 32 28 - 36 30 - 40 Lepas Kondisi Tanah Lepas Padat Sedang Tanah Kohesif N <4 4-6 6 - 15 3 Berat isi γ, kN/m 14 - 18 16 - 18 16 - 18 2 qu, kN/m < 25 20 - 50 30 - 60 Sangat Kondisi Tanah Lunak Sedang Lunak (Bowles, Joseph. E., 1993)
> 50 18 - 23 > 35 Sangat Padat 16 - 25 16 - 18 40 - 200 Keras
> 25 > 20 > 100 Sangat keras
64
Tabel 2.10 Nilai Modulus Young Sesuai dengan Tipe Tanah Es
Soil
Lempung
Pasir
Sangat Lunak Lunak Sedang Keras Berpasir Berlanau Lepas Padat Lepas Padat
Pasir dan Bebatuan Lanau (Bowles, Joseph. E., 1997)
Gambar 2.27
ksf
Mpa
50-250
2-15
100-500 300-1000 1000-2000 500-5000 150-450 200-500 1000-1700 1000-3000 2000-4000 40-400
5-25 15-50 50-100 25-250 7-21 10-24 48-81 48-144 96-192 2-20
Korelasi Permeabilitas Berdasarkan Tipe Tanah (Sivaguvan, N., 2005)
65
Tabel 2.11 Korelasi antara CPT dan SPT Berdasarkan Franki Piles (1960) Hubungan (qc/N) (Mpa) Pasir 1 Pasir Kelempungan 0,6 Pasir Kelanauan 0,5 Lempung Berpasir 0,4 Lempung Kelanauan 0,3 Lempung 0,2 (Kara, O., & Gunduz, Z., 2010) Tipe Tanah
Tabel 2.12 Korelasi antara qc dengan Nilai α Tipe Tanah CL – lempung dengan plastisitas rendah ML - tanah campuran pasir,lempung dan humus dengan plastisitas rendah OH – lempung dengan plastisitas tinggi MH - OH - tanah campuran pasir,lempung dan humus dengan plastisitas tinggi (Sanglerat, G., 1972)
qc
α
qc < 7 bar 7 < qc < 20 bar qc > 20 bar qc < 20 bar
3<α<8 2<α<5 1 < α < 2,5 1 < α < 2,5
qc > 20 bar
1 < α < 2,5
qc < 20 bar
1 < α < 2,5
qc > 20 bar
1 < α < 2,5
Korelasi Tabel 2.11 dan 2.12 digunakan untuk mendapatkan nilai qc dan α yang kemudian digunakan untuk mendapatkan nilai mv dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : mv =
2.9
1 α.q c
......................................................................................................... (2.48)
Metode Elemen Hingga Metode elemen hingga merupakan metode perhitungan yang didasarkan pada konsep diskretasi, yaitu pembagian suatu sistem struktur, massa atau benda
66
padat menjadi elemen – elemen yang lebih kecil. Pembagian ini memungkinkan sistem yang memiliki derajat kebebasan tidak terhingga menjadi derajat kebebasan terhingga, sehingga memudahkan perhitungan masing – masing elemen kecil. Metode elemen hingga juga merupakan metode pendekatan, semakin kecil pembagian elemen – elemen kecil semakin akurat perhitungan pendekatan melalui metode elemen hingga. Metode elemen hingga dapat digunakan untuk menghitungkan distribusi beban yang terjadi pada elemen seperti deformasi dan tegangan.
2.10
Plaxis 2D Plaxis merupakan sebuah program yang diciptakan berdasarkan perhitungan metode elemen hingga yang digunakan untuk menganalisa deformasi dan stabilitas struktur geoteknik. Plaxis dikembangkan pertama kali di Belanda untuk menganalisa tanggul – tanggul yang dibangun di atas tanah lunak di dataran rendah Belanda. Hingga sekarang, Plaxis telah dikembangkan dan telah digunakan dalam perencanaan geoteknik dengan cakupan yang lebih luas. Permodelan struktur geoteknik pada umumnya di dalam Plaxis dapat dimodelkan menjadi model regangan bidang atau model axi-simetri. Pada model regangan bidang model geometri penampang melintang yang kurang lebih seragam dengan kondisi tegangan dan kondisi pembebanan yang cukup panjang dalam arah tegak lurus terhadap penampang tersebut (arah z). perpindahan dan regangan dalam arah z diasumsikan tidak terjadi atau bernilai nol. Walaupun
67
demikian, tegangan normal pada arah z diperhitungkan sepenuhnya dalam analisa. Pada model axi-simetri struktur berbentuk lingkaran dengan penampang melintang radial yang kurang lebih seragam dan kondisi pembebanan mengelilingi sumbu aksial, dimana deformasi dan kondisi tegangan diasumsikan sama di setiap arah radial. Koordinat x menyatakan radius dan koordinat y merupakan sumbu simetris dalam arah aksial. Koordinat x negatif tidak dapat digunakan. Dalam pembuatan geometri permodelan struktur geoteknik terdapat komponen – komponen pembuat geometri yaitu Titik, Garis dan Cluster. Titik merupakan titik awal dan akhir dari sebuah garis. Garis digunakan untuk mendefinisikan batasan – batasan geometri dari struktur geoteknik yang dimodelkan. Sedangkan Cluster merupakan daerah tertutup yang terbuat dari beberapa garis. Titik
Cluster
Garis
Gambar 2.28 Titik, Garis, dan Cluster Pada Sebuah Geometri Setelah pembuatan geometri, permodelan metode elemen hingga dapat dianalisa, berdasarkan komposisi cluster dan garis pada permodelan geometri. Komponen – komponen yang terdapat pada bentuk elemen hingga adalah
68
Elemen, Nodal, dan Titik tegangan. Ketika pembuatan bentuk geometri, cluster dibagi menjadi elemen – elemen segitiga. Elemen – elemen segitiga tersebut ada dua macam, yaitu 15 nodal elemen dan 6 nodal elemen. 15 nodal elemen memiliki 15 nodal di dalam elemen segitiganya dan 6 nodal elemen hanya memiliki 6 nodal. Perhitungan menggunakan 15 nodal elemen akan lebih teliti dibandingkan 6 nodal elemen, karena semakin banyak nodal yang dianalisa dalam perhitungan. Namun perhitungan menggunakan 15 nodal elemen akan memakan waktu analisa yang lebih lama, karena perhitungan yang dilakukan semakin banyak untuk setiap nodal di dalam elemen. Tegangan dan regangan yang terjadi pada suatu bentuk diperhitungkan secara individual dengan menggunakan Gaussian integration points (titik tegangan) bukan pada titik nodal. Pada 15 nodal elemen terdapat 12 titik tegangan dan pada 6 nodal elemen terdapat 3 titik tegangan.
Gambar 2.29 Pembagian Elemen – Elemen Segitiga Pada Cluster
Gambar 2.30
Titik Nodal Pada Elemen
(PLAXIS b.v., 2002)
69
Gambar 2.31
Titik Tegangan Pada Elemen (PLAXIS b.v., 2002)
Perilaku mekanis dari tanah dapat dimodelkan menggunakan berbagai macam jenis model. Permodelan hubungan tegangan – regangan yang paling sederhana adalah permodelan hukum linear Hooke, elastisitas isotropik, yang hanya memerlukan dua input yaitu Modulus Young, E, dan poisson rasio, υ. Namun dengan permodelan linear hasil yang didapatkan masih terlalu kasar untuk digunakan dalam perancangan. Oleh sebab itu terdapat juga berbagai macam permodelan yang digunakan oleh program Plaxis, antara lain adalah Mohr – Coulomb model, Jointed Rock model, Hardening – Soil model, Soft – Soil – Creep model dan Soft Soil model. Pada Mohr – Coulomb model terdapat lima parameter yang perlu dimasukan yaitu, E dan v untuk elastisitas tanah, φ dan c untuk plastisitas tanah, dan ψ untuk sudut dilantansi tanah. Permodelan Mohr – Coulomb menggambarkan pendekatan yang mendekati dengan perilaku tanah. Disarankan juga untuk menggunakan permodelan Mohr – Coulomb untuk analisa tahap pertama dalam perhitungan analisa masalah. Pada permodelan Mohr – Coulomb, setiap lapisan diperkirakan kekakuan rata – rata yang konstan, akibat kekakuan yang konstan perhitungan komputer akan relatif lebih cepat dan dapat menghasilkan perkiraan deformasi yang dihasilkan pada perhitungan tersebut.
70
Untuk model – model lainnya tidak dibahas pada penelitian ini karena tidak digunakan pada analisa tanah.
Gambar 2.32
Input Parameter Model Mohr – Coulomb